Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI, DAN

TERAPI DIET PADA KASUS KRITIS DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN DAN ENDOKRIN
Dosen Pengampu : V.M. Endang S.P. Rahayu, SKp.,M.Pd.

OLEH :
3.A/S.Tr KEPERAWATAN

1. KOMANG SUHESTI APRILIA (P07120219006)


2. PUTU DIAH PURNAMA DEWI (P07120219007)
3. TJOK AGUNG ISTRI DWI LAKSMI P. (P07120219031)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah mengenai “Patofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet Pada
Kasus Kritis Dengan Gangguan Sistem Pencernaan dan Endokrin”. Meskipun banyak rintangan
dan hambatan yang dialami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikannya
dengan baik.
Tidak lupa, pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu dosen
pengajar yang telah membimbing kami dalam pengerjaan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang sudah memberi konstribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini, serta orang tua yang telah mendukung kami dalam
bentuk materi maupun fasilitas.
Banyak hal-hal positif yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil makalah ini.
Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
bersama.
Kami menyadari bahwa makalah ini, jauh dari kata sempurna serta masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan dan
saran untuk menyempurnakan laporan ini.

Denpasar, 29 Januari 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
C. Tujuan .................................................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6
A. Pengertian GERD................................................................................................................. 6
B. Patofisiologi GERD ............................................................................................................. 7
C. Pengertian Hipoglikemia ..................................................................................................... 8
D. Patofisiologi Hipoglikemia .................................................................................................. 9
E. Pathway Hipoglikemi......................................................................................................... 10
F. Pathway GERD .................................................................................................................. 12
G. Terapi Farmakologi Pada GERD ....................................................................................... 14
H. Terapi Farmakologi pada Hipoglikemia ............................................................................ 16
I. Terapi Diet Hipoglikemia .................................................................................................. 23
J. Terapi Diet GERD ............................................................................................................. 25
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 27
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme yaitu karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sensifitas insulin atau keduanya (Nurarif & Kusuma, 2016). Pada
tahun 2015 diperkirakan 1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes. 2,2 juta
kematian lainnya disebabkan oleh glukosa darah tinggi terjadi sebelum usia 70 tahun. WHO
memproyeksikan diabetes akan memjadi penyebab kematian ke 7 tertinggi di tahun 2030
(WHO, 2017).
Sebanyak 80% penderita DM berasal dari Negara berkembang salah satunya adalah
Indonesia. Peningkatan jumlah penderita DM yang terjadi secara konsisten menunjukan
bahwa penyakit DM merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pelayanan kesehatan di masyarakat, terutama DM dengan komplikasi yang merupakan
penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia ( WHO, 2016).
Terapi diet merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan dm , diet yang sehat dapat
mengurangi perkembangan penyakit DM. Diet diabetes melitus merupakan pengaturan pola
makan bagi penderita diabetes melitus berdasarakan jumlah, jenis dan jadwal pemberian
makan (Sulistyowati,2009). Prinsip diet bagi penderita dm adalah mengurangi dan mengatur
komsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah.
Pengaturan makan (diet) merupakan komponen utama keberhasilan pengelolaan diabetes
melitus, akan tetapi mempunyai kendala besar yaitu kurangnya kepatuhan seserang untuk
menjalaninya.
Patuh terhadap terapi diet jangka panjang merupakan salah satu aspek paling menantang
dalam menjalani penatalaksanaan DM, oleh karena itu menjadi salah satu penyebab tidak
patuhnya pasien mengikuti instruksi tenaga kesehatan. Patuh dalam menjalani terapi diet
sangat penting karena dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan menurunkan angka
morbiditas penyakit DM. Sedangkan tidak patuhnya pasien dm menjalani terapi diet dapat
mengakibatkan komplikasi akut dan kronik akhirnya memperberat kondisi penyakit dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.

4
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan penyakit umum yang prevalensi
nya meningkat setiap tahun sehingga menjadi masalah bagi sistem pelayanan kesehatan. Pada
umumnya, refluks gastroesofageal merupakan keadaan fisiologis yang bisa terjadi pada orang
sehat namun penyakit refluks gastroesofageal terjadi apabila refluks isi lambung
menimbulkan keluhan berlebih atau komplikasi. Gangguan pencernaan dan absorpsi dapat
terjadi pada proses menelan, mengosongkan lambung, absorpsi zat-zat gizi, dan proses buang
air besar (defekasi). Gangguan ini antara lain terjadi karena infeksi atau peradangan,
gangguan motilitas, perdarahan atau hematemesis – melena, kondisi saluran cerna pasca
bedah, dan tumor atau kanker. Penyakit-penyakit saluran cerna yang terjadi antara lain
stenosis esofagus, gastritis akut atau kronik, hematenesis –melena, ulkus peptikum, sindroma
dumping, hemoroid, diare dan kostipasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi, farmakologi, dan terapi diet pasien dengan gangguan sistem
pencernaan?

2. Bagaiamana patofisiologi, farmakologi, dan terapi diet pasien dengan gangguan


sistem endokrin?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai patofisiologi, farmakologi, dan terapi diet dari pasien
dengan gangguan sistem pencernaan.
2. Untuk mengetahui mengenai patofisiologi, farmakologi, dan terapi diet dari pasien
dengan gangguan sistem endokrin.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian GERD
Refluks gastroesofagus merupakan kembalinya isi lambung ke esophagus atau lebih
proksimal. Isi lambung tersebut dapat berupa asam lambung, udara maupun makanan (Resto,
2000). Refluks gastroesofagus merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum ke dalam
esophagus. Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease / GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke
dalam esophagus yang menimbulkan berbagai gejala yang menganggu (troublesome) di
esophagus maupun ekstra esophagus dan atau komplikasi (Susanto, 2002).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena
sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltic primer, isi lambung yang
mengalir masuk ke esophagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak
merusak mukosa esophagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi
berulang- ulang yang menyebabkan esophagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk
waktu yang lama. Istilah esophagus refluks berarti kerusakan esophagus akibat refluks cairan
lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esophagus. (Susanto, 2002).
Esofagus adalah saluran yang menghubungkan mulut ke lambung. Otot berbentuk cincin
di bagian bawah esophagus (spinkter esophagus bawah) membuka dan menutup agar
makanan masuk ke dalam lambung. Spinkter ini membuka agar udara dapat keluar setelah
makanan masuk. Ketika spinkter membuka, isi lambung masuk ke dalam esophagus, dan
dapat keluar dari rongga mulut, menyebabkan regurgitasi (aliran balik), meludah dan muntah.

6
B. Patofisiologi GERD
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang
dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah ini
akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat
menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari
gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat
rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran
cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi
relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi
arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya
(Hadi, 2002).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari
esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif esophagus,
adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan ketahanan ephitelial
esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah Antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat
menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan
intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang
normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia,
panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal
antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan
kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
b. Bersihan Asam dari Lumen Esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan
refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh
proses menelan.

7
c. Ketahanan Epithelial Esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang
melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial esophagus terdiri dari :
1) Membran sel.
2) Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esophagus.
3) Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2.
4) Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ Episode refluks
bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan hubungannya
dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esophagus bawah dalam
keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intraabdominal sehingga
terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau
terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian
proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap
berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung.
Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka
isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring. (Hadi, 2009)

C. Pengertian Hipoglikemia
Menurut (Rudi,2013) Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kondisi seseorang
mengalami penurunan pada kadar gula dalam darah dibawah normal. Dapat dikatakan jumlah
gula dalam darah mengalami penurunan saat dilakukannya cek GDS dimana didapatkan
jumlah dibawah 60 mg/dl atau dibawah 80 mg/dl dengan gejala klinis. Saat tubuh mengalami
penurunan gula darah, tubuh akan merespon yang dimana ditandai dengan gejala klinis
diantaranya klien akan merasakan pusing, tubuh lemas dan gemetaran, pandangan menjadi
kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang klien bisa
sampai hilang kesadaran.

8
Keadaan seperti ini akan dapat terjadi apabila dalam pemberian obat dan insulin
diberikan dalam jumlah yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh,
mengkonsumsi makanan yang terlalu sedikit ataupun karena sering melalukan aktivitas yang
berat. Pada keadaan hipoglikemi berat dimana jumlah kadar gula dalam darah berada
dibawah 10 mg/dl, akibat yang akan dialami oleh tubuh dapat mengalami kejang hingga
dapat terjadinya koma.

D. Patofisiologi Hipoglikemia
Menurut (Kedia,2011) pada Diabetes Mellitus type 2, Hipoglikemi terjadi akibat adanya
kelebihan insulin dan juga terjadinya gangguan pertahanan fisiologis yaitu terdapat
penurunan pada plasma glukosa. Glukosa sendiri merupakan bagian terpenting di dalam
tubuh sebagai bahan bakar metabolisme yang harus ada untuk otak. Terjadinya penurunan
kadar gula dalam darah akan berkaitan pada system saraf pusat, sistem pencernaan dan
sistem peredaran darah. Menurut (Setyohadi, 2012) konsentrasi glukosa yang dimiliki dalam
darah yang normal berjumlah 70-110 mg/dl. Penurunan jumlah kadar glukosa dalam darah
akan memicu respon pada tubuh, dimana ketika tubuh mengalami penurunan kadar gula
dalam darah akan memicu terjadinya penurunan konsentrasi insulin secara fisiologis, serta
akan membuat tubuh kehilangan kesadaran.
Oleh karena itu, jika jumlah kadar gula yang di suplai oleh darah mengalami penurunan ,
tentunya akan mempengaruhi fungsi kerja otak. Saat tubuh ingin melakukan aktivitas yang
banyak, otak akan sangat bergantung pada suplai glukosa yang akan di berikan secara terus-
menerus dari dalam jaringan system saraf pusat. Di saat otak ke hilangan suplai glukosa yang
di butuhkan, tubuh akan merespon dan secara berlanjut akan terjadi penurunan kesadaran
sehingga mengakibatkan terjadinya pola nafas tidak efektif. Ketergantungan yang dimiliki
otak pada setiap menit suplai glukosa yang dimiliki melalui sirkulasi di akibatkan karena ke
tidak mampuan otak dalam pemenuhan kadar cadangan glukosa sebagai glikogen di dalam
otak. Selain itu juga otak tidak dapat mencampurkan glukosa dan hanya dapat menyimpan
cadangan glukosa dalam bentuk glikogen namun dalam jumlah yang kecil. Oleh karena itu,
fungsi kerja otak yang normal akan sangat bergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan
sirkulasi.

9
E. Pathway Hipoglikemi

Faktor Genetik DM Insulin Lain-Lain Asupan Karbohidrat Penyakit Kronis


Kurang

HIPOGLIKEMI

Penurunan suplai glukosa Hiperaktifitas seluler


kejaringan & seluler pada penyakit

Hiperaktifitas seluler
Jaringan otak Jaringan otot pada penyakit

Unmetabolisme Pemecahan Penyerapan glukosa


otak glukagon/ glukogen vaskuler

Iskemik jaringan Metabolisme anaerob Glikosis dalam


otak heparinadekuat

Penurunan Kepala nyeri Gangguan


fungsi/kesadaran keseimbangan nutrisi

Gangguan Gangguan
fs.sensorik rasa nyaman

Menghasilkan Menghasilkan
asam laktat badan keton

Penumpukan asam Nafas bau


laktat pada otot aseton

Kelemahan Mual muntah


muskuloskeletal

Intoleransi aktivitas

10
Pada sebagian besar lainnya yang dimiliki, terutama pada metabolisme otak
bergantung pada glukosa untuk di gunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa
yang dimiliki terbatas, otak akan dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan
glikogen di astrosit, namun itu hanya dapat di gunakan dalam beberapa menit saja.
Untuk melakukan kerja yang sangat banyak, otak akan sangat bergantung terhadap
suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan intersitial pada
bagian dalam system saraf pusat dan saraf-saraf yang berada di dalam system saraf
tersebut.Oleh karena itu, jika pada jumlah glukosa yang di suplai oleh darah
mengalami penurunan, maka akan sangat mempengaruhi juga pada kerja otak. Pada
kebanyakan kasus yang terjadi, penurunan mental seseorang akan dapat di lihat ketika
gula darah mulai menurun hingga di bawah 65 mg/dl. Saat kadar glukosa darah
menurun hingga di bawah 10 mg/dl, maka sebagian besar neuron akan menjadi tidak
berfungsi sehingga akan menimbulkan terjadinya koma.
Akibat dari terjadinya defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak
(liposis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliseral. Asam lemak bebas akan di
ubah menjadi badan keton oleh hati, pada keton asidosis diabetic akan terjadi produksi
pada badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari ke kurangan insulin yang secara
normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut, maka badan keton yang bersifat
asam dan apabila terjadi penumpukan di dalam sirkulasi darah, badan keton akan
mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik.
Keadaan pada Hipoglikemi ringan ketika kadar glukosa darah mengalami
penurunan, sistem saraf simpatik akan mengalami rangsangan, pelimpahan adrenalin
yang terjadi ke dalam darah akan menyebabkan terjadinya gejala seperti perspirasi,
tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. Pada Hipoglikemi sedang jika
terjadi penurunan kadar glukosa darah maka akan menyebabkan sel-sel pada otak tidak
memperoleh cukup bahan bakar untuk dapat bekerja dengan baik. Kombinasi yang
terjadi dari adanya gejala ini akan menimbulkan terjadinya keadaan pada Hipoglikemi
sedang.

11
F. Pathway GERD

Obat-obatan, Hormonal, Hernia Heatus Pengososngan lambung Obesitas


pendeknya LES, Infeksi H. lambat, dilatasi lambung
Pylori dan korpus pedominas
gastritis

Tekanan intra
Transient LES
Kekuatan lower Bagian dari lambung atas yang abdomen meningkat
Relaxation
Esophageal Sphincter terhubung dengan esophagus
(LES) menurun akan mendorong keatas
melalui diafragma

Penurunan tekanan
penghambat refulks

Aliran retrograde yang mendahului Refuls spontan saat relaksasi


kembalinya tonus LES setelah LES tidak adekuat
menelan

Aliran asam lambung ke


esofagus

Kontak asam lambung dan mukosa


esophagus dalam waktu lama dan/atau
berulang

12
GASTROESOPHAGEAL
REFLUKS DISEASE (GERD)

Asam lambung mengiritasi Nafas bau asam Refluks saat malam


sel mukosa esofagus
Merangsang pusat Aspirasi isi lambung
Kerusakan sel mual ke tracheobronkial
mukosa esofagus
Mual Risiko
Peradangan Aspirasi

Hearth burn non Odinofagia Penurunan


cardiac nafsu makan
Refluks berulang Nyeri Gangguan
Menelan Intake nutrisi
Akut
adekuat
Trauma mukosa
esophagus
BB menurun
Gangguan peristaltic Rupture
pada esofagus pembuluh darah Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Risiko Infeksi Risiko
Perdarahan

13
G. Terapi Farmakologi Pada GERD
GERD yang belum tertangani dengan modifikasi gaya hidup membutuhkan terapi dengan
agen farmakologis. Pilihan obat seperti golongan antasida, histamine 2 receptor antagonist
(H2RA), proton pump inhibitor (PPI), dan sucralfate bisa diberikan. Sampai saat ini, PPI
masih menjadi pilihan terapi farmakologis yang efektif dan direkomendasikan oleh pedoman
pengobatan untuk GERD. Penelitian menunjukan bahwa terapi PPI lebih superior
dibandingkan dengan terapi H2RA dalam meringankan gejala Erosive Esophagitis (EE)
maupun Nonerosive Reflux Disease (NERD).
Obat-obat dari golongan penghambat pompa proton bekerja dengan cara memblok pompa
proton (H+ ,K+ -ATPase) yang terdapat di membran sel parietal lambung sehingga
menghambat sekresi asam lambung oleh sel parietal secara irreversibel. Penghambat pompa
proton merupakan prodruk yang tidak stabil dalam suasana asam. Setelah diabsorpsi dari
usus, golongan ini dimetabolisme menjadi bentuk aktifnya yang berikatan dengan pompa
proton. Sementara itu, obat-obat dari golongan antagonis reseptor H2 bekerja dengan cara
memblok reseptor histamin di membran sel parietal lambung. Selain hormon gastrin dan
asetilkolin, histamin adalah salah satu senyawa yang menstimulasi H+,K+-ATPase untuk
mensekresi asam lambung.
Mayoritas pasien GERD hingga saat ini menerima terapi empiris dengan pengobatan
Proton Pump Inhibitor (PPI). Jika pasien memiliki gejala yang persisten dan cukup tinggi
tingkat keparahannya (disfagia, anoreksia, penurunan berat badan secara drastis) dianjurkan
untuk dilakukan investigasi lebih lanjut dengan endoskopi.

14
Berikut ini beberapa obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan GERD

Nama obat Kegunaan Dosis


1. Proton Pump Inhibitor - Drug of choice pengobatan GERD - Omeprazole 1x20 mg
(PPI) - Bekerja pada pompa proton sel - Lansoprazole 1x30 mg
parietaldengan mempengaruhi enzim - Pantoprazole 1x40 mg
H, K ATP-ase yang dapat mengontrol - Rabeprazole 1x20 mg
sekresi asamdengan cara menghambat - Esomeprazole 1x20 mg
pompa proton yang mentranspor ion - Diberikan selama 6-8
H⁺. minggu dan dilanjutkan
- Menghilangkan keluhan dan dosis pemeliharaan
menyembuhkan lesi esofagus. selama 4 bulan dan
tergantung derajat
esofagitisnya.
2. Antagonis Reseptor H2 - Penekan sekresi asam dengan - Simetidin 2x800 mg
(H2RAs) memblok reseptor histamin di dalam atau 4x400 mg
sel parietal lambung. - Ranitidin 4x150 mg
- Efektif pada pengobatan esofagitis - Famotidin 2x20 mg
derajat ringan sampai sedang. - Nizatidin 2x150 mg
3. Obat-obat prokinetik - Antagonis reseptor dopamine - Dosis 3x10 mg
- Metoklopramid - Efektivitas rendah dalam mengurangi
gejala dan penyembuhan lesi di
esofagus kecuali dikombinasi dengan
antagonis reseptor H2 dan PPI.
- Meningkatkan tonus LES (Lower
- Domperidon Esophageal Sphincter) serta - Dosis 3x10-20 mg
mempercepat pengosongan lambung. sehari

15
4. Antasid - Efektif dalam menghilangkan gejala - Dosis sehari 4x1
GERD tetapi tidak menyembuhkan sendok makan
lesi esofagitis.
- Menetralkan asam lambung dengan
meningkatkan pH lumen lambung /
Buffer terhadap HCl dan memperkuat
sfingter esofagus bagian bawah.
- Efek samping : Diare, konstipasi
5. Sukralfat (Alumunium - Meningkatkan pertahanan mukosa - Dosis 4x1 gram
hidroksida + sukrosa esofagus, sebagai buffer terhadap
oktasulfat) HCl diesofagus dan dapat mengikat
pepsin dan garam empedu.

H. Terapi Farmakologi pada Hipoglikemia


1. Terapi Obat Hipoglikemia Oral
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi
beberapa golongan, yaitu:
a) Golongan Sulfonilurea
Sifat perangsangan obat golongan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa,
karena ketika kondisi hiperglikemia sel pankreas gagal merangsang sekresi insulin,
senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu,
obat-obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang
kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal
terhambat sekresinya (Anonim, 2005)
Golongan sulfonilurea terdiri dari 2 agen generasi. Agen generasi pertama meliputi
klorpropamid, tolbutamid, karbutamid, asetoxamid, tolazamid dan glikodiazin. Agen
generasi kedua meliputi glibenklamid, glipizid, glik lazid dan glimepirid (Karam,
2007).

16
(a) Glibenklamid
Cara kerja glibenklamid adalah dengan meningkatkan sekresi insulin dari sel ß
pankreas, menurunkan glukosa dari hati, dan meningkatkan sensitifitas insulin di
jaringan perifer. Untuk pasien geriatri dosis awalnya adalah 1,25-5 mg perhari
dapat ditingkatkan dengan dosis maksimal yang dianjurkan 20 mg perhari. Obat
golongan tiazid dan beta bloker dapat menurunkan efektfitas glibenklamid.
Sedangkan penggunaan yang bersamaan dengan golongan obat antikoagulan,
salisilat, anti inflamasi non steroid atau pun MAO inhibitor dapat meningkatkan
risiko terjadinya hipoglikemia (Lacy, Armstrong, Goldman,Lance, 2006).
(b) Glik lazid
Durasi obat ini di dalam tubuh adalah 12 jam untuk itu pemberiannya cukup 1-2
kali dalam sehari. Dosis awal penggunaannya 40-80 mg sekali sehari, dosis
maksimumnya 320 mg dalam sehari. Obat ini dimetabolisme di hati da n metabolit
dan konjugatnya ini tidak menyebabkan efek hipoglikemia (Karam, 2007).
(c) Glipizid
Efek maksimumnya mampu menurunkan kadar glukosa post prandial. Glipizid
mempunyai waktu paruh 2-4 jam dengan lama kerjanya 10-16 jam. Obat ini
seharusnya d ikonsumsi 30 menit sebelum makan karena jika bersamaan dengan
makanan maka kecepatan absorpsinya dapat tertunda (Karam, 2007). Dosis awal
2,5-5 mg 30 menit sebelum sarapan. Bila diperlukan ditingkatkan 5 atau 10 mg
sampai 3 kali sehari sebelum makan, maksimal 20 mg sehari (Anonim, 2000).
Obat ini dikontraindikasikan untuk pasien yang memiliki gangguan hati atau
ginjal, memiliki risiko tinggi terhadap hipoglikemia tetapi karena potensinya lebih
rendah dan durasinya lebih singkat maka obat ini lebih baik digunakan untuk
pasien lanjut usia dibandingkan dengan gliburid (Karam, 2007).
(d) Glikuidon.
Dosis awalnya adalah 15 mg sehari, sebelum makan pagi, dapat ditingkatkan
menjadi 45-60 mg sehari terbagi dalam 2 atau 3 dosis. Dosis maksimal glikuidon
dalam sehari adalah 180 mg (Soegondo, 2006)

17
(e) Glimepirid
Obat ini diberikan sekali sehari untuk monoterapi namun dapat juga
dikombinasikan dengan insulin untuk menurunkan kadar glukosa pasien yang
tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan olahraga (Karam, 2007). Dosis awal
untuk pasien usia lanjut yaitu 0,5-1 mg sekali konsumsi dan dosis maksimalnya 8
mg per hari (Soegondo, Soewondo, Subekti, 2004).
b) Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin
Obat golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang kerjanya
mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini
bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya
senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini dipakai
dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya (Carlisle, Kroon,
Kimble, 2005).
c) Golongan Biguanida
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati dengan
menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak
merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral di
United State adalah metformin. Kerja obat ini adalah meningkatkan sensitivitas insulin
pada hati dan jaringan perifer, sehingga meningkatkan ambilan glukosa (Triplitt dkk.,
2005).
Sangat penting untuk memulai dosis dari dosis rendah dan dapat ditingkatkan secara
bertahap digunakan bersama an waktu makan hal ini dilakukan untuk mengurangi
risiko gangguan saluran pencernaan yang mungkin dapat terjadi (Karam, 2007). Tablet
500 mg dapat digunakan 3 kali sehari bersamaan dengan waktu makan, atau 850 mg
digunakan 2 kali sehari namun pada beberapa pasien dapat digunakan 3 kali sehari
(Semla, Beizer, Higbee, 2002)

18
Monoterapi dengan metformin secara konsisten menurunkan level HbA1c sebanyak
1,5-1,7% dan level GDP sebesar 50-70 mg/dl. Metformin juga menurunkan kadar
asam lemak bebas, kolesterol total (5-10%), dan trigliserid plasma (10-20%) dengan
sedikit atau tanpa perubahan pada HDL (Carlisle dkk., 2005).
Beberapa obat dapat berinteraksi dengan meformin seperti simetidin, nifedipin,
furosemid, ranitidin, amiloridine, prokainamid yang dapat meningkatkan efek dari
metformin sehingga dapat meningkatkan terjadinya hipoglikemia (Semla dkk., 2002).
d) Golongan Tiazolidindio n (TDZ)
Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin
dengan mengikat PPAR (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) yang
terutama terdapat pada sel lemak dan sel vaskuler. Dengan demikian thiazolidindion
secara tidak langsung meningkatkan sensitivitas insulin pada otot, liver, dan jaringan
lemak (Triplitt dkk., 2005).
Seperti halnya biguanin, obat golongan ini juga tidak menyebabkan hipoglikemia. P
ioglitazone dan rosiglitazone termasuk dalam obat golongan ini, kedua obat ini efektif
jika digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan golongan sulfonilurea
atau metformin atau insulin (Karam, 2007).
e) Golongan Inhibitor a-Glukosidase
Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim alfa glukosidase yang
terdapat di dinding usus halus. Enzim-enzim a-glukosidase (maltase, isomaltase,
glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding
usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan
karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga obat dapat mengurangi peningkatan
kadar glukosa post prandial pada penderita Diabetes. Senyawa inhibitor a-glukosidase
juga menghambat enzim a-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida
di dalam lumen usus halus. Sehingga obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa
darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu
(Triplitt dkk., 2005).

19
Akarbose merupakan obat yang termasuk dalam golongan ini, tersedia dalam tablet 50
mg dan 100 mg. Dosis awal pengunaan dapat dimulai dengan pemberian 50 mg 3 kali
sehari, secara bertahap dapat ditingkatkan hingga 100 mg untuk 3 kali sehari. Obat ini
memiliki keuntungan untuk mengatasi hiperglikemia postprandial, sehingga alangkah
baik jika digunakan setelah suapan pertama saat makan (Karam, 2007).
f) Golongan Dipeptidyl-peptidase-4 (DPP-4)
DPP 4 inhibitor menurunkan hormon inkretin yang berfungsi meningkatkan sekresi
insulin dan menekan produksi glukagon, sehingga dapat memperbaiki fungsi
keseimbangan antara glukagon dan insulin (AACE, 2007). DPP 4 menghambat
penurunan glukosa darah puasa dan glukosa post prandial. Obat golongan ini berperan
untuk menghambat DPP 4. Pada suatu penelitian, efektivitas obat golongan ini
sebanding dengan obat golongan sulfonilurea dan metformin. Obat yang termasuk
dalam golongan ini adalah vildagliptin, saxagliptin dan sitagliptin yang digunakan satu
kali sehari. Sitagliptin dieliminasi melalui ginjal, pada pasien yang menderita
insufisiensi renal dosis penggunaannya harus diturunkan (AACE, 2009).
g) Glucagonlike Peptide-1 Agonist (GLP-1)
Obat golongan ini berperan seperti halnya GLP-1 (glucagon-like peptide-1). GLP-1
berfungsi untuk memacu sekresi insulin dan menghambat pelepasan glucagon.
Mekanisme aksi penurunan glukosa darah dari obat golongan ini terjadi secara alami
seperti pada hormon inkretin. Aksinya meliputi memacu produksi insulin, dan
merespon peningkatan glukosa darah, menghambat pelepasan glukagon setelah
makan, dan memperlambat absorbsi makanan. Exenatide merupakan salah satu obat
yang termasuk dalam golongan ini. Exenatide dapat dikombinasikan dengan golongan
sulfonilurea, metformin, dan tiazollidindion.

20
Obat Hipoglikemia Oral yang Beredar di Indonesia

Nama Nama Dosis Dosis Awal Dosis Lama


Generik Dagang harian untuk Elderly maksimal kerja
(mg) (mg/hari) (mg/hari) (jam)
1. Sulfonilurea
Klorpropamid Diabenese® 100-500 300 500 24-36
(100-250 mg)
Glibenklamid Euglucon® 2,5-5 - - 12-24
(2,5mg-5mg) Prodiabet®
Glipizid Minidiab® 5-20 2,5-5 40 10-16
(5 mg-10mg) Glucotrol®
Glikazid Diamicron® 30-120 - - 10-20
(80 mg) Glucodex®
Glikuidon Glurenorrn® 30-120 - - -
(30 mg)
Glimepirid Amaryl® 6 0,5-1 8 24
(1 mg, 2 mg, 3 Gluvas®
mg, 4 mg)
2. Short-Acting Insulin Secretagogues (Glinid)
Nateglinid Starlix® 360 120 dengan 360 4
(120 mg) makanan
Repaglinid Novonorm® 6 0,5-1 dengan 16 4
(0,5 mg, 1 mg, makanan
2 mg)
3. Biguanid
Metformin Glucopaghe® 250-3000 1000 2550 6-8
(500-850mg) Diabex®
Neodipar®

21
4. Thiazolindione/ Glitazon
Pioglitazon Actos® 15-30 15 45 24
(15 mg- 30
mg)
5. Penghambat α-glukosidase25 mg
Acarbose Glucobay® 50-300 75 300 12-24
(50-100 mg)
(Soegondo, dkk., 2004 dan Semla dkk., 2002)

2. Terapi Kombinasi
Pemberian obat hipoglikemia oral (OHO) maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glokosa
darah. Terapi dengan OHO kombinasi, dipilih berdasarkan dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda
atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Bila kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak dapat terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin saja. Untuk
kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dengan
insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang
tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat memperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil (Soegondo, 2006 a).

22
I. Terapi Diet Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi jika kadar gula darah sangat rendah. Penderita diabetes
memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami hipoglikemia dibandingkan orang yang
tidak memiliki diabetes. Untuk mencegah hipoglikemia, penderita diabetes disarankan
makan secara teratur, terutama bagi yang menggunakan insulin. Biasanya ada istilah diet
hipoglikemia. Diabetes adalah kondisi yang bisa menyebabkan kadar insulin naik turun
tidak stabil, sehingga bisa membuat penderitanya memiliki kadar gula darah yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah. Nah, diet hipoglikemia adalah diet yang ditujukan untuk
menjaga kadar gula darah agak tidak naik turun.
Fokus utama dalam diet hipoglikemia adalah mengonsumsi asupan nutrisi yang
seimbang sambil mengontrol kadar gula darah. Diabetes bisa mengonsumsi daging tanpa
lemak, protein yang bukan dari daging, dan makanan yang tinggi serat larut. Sementara
itu, Diabetes harus membatasi atau menghindari karbohidrat sederhana dan makanan
manis olahan. Ini artinya, Diabetes harus membatasi konsumsi makanan seperti pasta,
roti, permen, jus jeruk, dan camilan olahan. Namun, menurut Hypoglycemia Support
Foundation (HSF) setiap orang memiliki kondisi yang berbeda, sehingga diet
hipoglikemia yang dijalani harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

a. Poin Penting dalam Diet Hipoglikemia


Aturan utama dalam mengikuti diet hipoglikemia adalah harus selalu sarapan. Kadar
gula darah turun drastis selama kita tidur malam, jadi penting untuk mengembalikannya
setelah bangun di pagi hari. Diabetes juga harus sering mengonsumsi makanan dalam
porsi lebih kecil dalam sehari. Cobalah mengonsumsi makanan dalam porsi kecil setiap
3-4 jam daripada makan besar tiga kali sehari. Saat pengidap diabetes olahraga atau
beraktivitas berat, maka kemungkinan diabetes harus makan lebih banyak untuk menjaga
kadar gula darah stabil. Hindari konsumsi gula olahan dan karbohidrat sederhana. Hindari
juga konsumsi terigu putih, kafein, gula, alkohol, dan merokok. Selain itu, diabetes
disarankan menghilangkan gula olahan dari diet hari-hari. Ganti roti biasa dengan roti
whole grain. Pasalnya, whole grain merupakan karbohidrat yang juga mengandung serat.

23
- Berikut makanan yang dianjurkan dalam diet hipoglikemia :
1. Sayuran
2. Daging tanpa lemak, protein yang bukan dari daging
3. Whole grain
4. Minyak zaitun, minyak alpukat
5. Lemak sehat seperti alpukat
6. Produk susu
7. Ikan dan kerang-kerangan
8. Kacang-kacangan dan biji-bijian
- Dan berikut ini adalah makanan yang sebaiknya dihindari :

1. Alkohol
2. Kafein
3. Gula olahan
4. Terigu putih
5. Karbohidrat sederhana
6. Jus buah
7. Buah dalam porsi besar
8. Permen dan makanan manis lainnya
- Kelebihan dan Kekurangan Diet Hipoglikemia, berikut beberapa kelebihan diet
hipoglikemia :
1. Tinggi nutrisi
2. Porsi makanan lebih kecil
3. Membantu menstabilisasi kadar gula darah.
4. Mencegah kelebihan makan
Kekurangan:
3. Membutuhkan perencanaan
4. Biaya belanja makanan lebih tinggi
5. Membutuhkan jadwal untuk makan

24
J. Terapi Diet GERD
Gastroesophageal reflux disease atau GERD adalah kondisi serius dari refluks asam yang
membutuhkan perubahan pola makan. Beberapa buah dan sayuran aman dikonsumsi
pengidap GERD. Refluks asam terjadi saat asam lambung masuk ke bagian bawah
kerongkongan. Pada beberapa kasus, refluks asam bisa berkembang menjadi GERD. Gejala
GERD adalah nyeri dada, regurgitasi makanan, mulas, mengi, dan batuk. Bagian dari
pengelolaan dan pengobatan GERD, yaitu mengubah pola makan atau diet GERD untuk
membantu mengurangi terjadinya refluks asam.
Diet GERD digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan pada kerongkongan yang
disebabkan oleh GERD. Gejala seperti mulas, rasa tidak nyaman di dada, dan rasa pahit di
mulut sering terjadi karena cairan yang masuk ke saluran pernapasan. Batuk, suara serak,
atau sesak napas bisa terjadi ketika terdapat refluks isi lambung ke tenggorokan. Beberapa
makanan menyebabkan otot di bagian bawah kerongkongan menjadi rileks. Makanan lain
menyebabkan perut membuat lebih banyak asam. Diet ini dirancang untuk menghindari
makanan tersebut. Pilih makanan sesuai dengan Piramida Panduan Makanan untuk
memenuhi kebutuhan kamu.
- Pedoman Melakukan Diet GERD, berikut ini pedoman diet GERD yang harus diikuti,
yaitu :
1. Hindari makan berlebihan. Makanlah dalam porsi kecil saat makan dan camilan.
2. Hindari pakaian ketat dan ikat pinggang yang ketat. Jangan berbaring atau
membungkuk dalam 15-30 menit pertama setelah makan.
3. Hindari mengunyah permen karet dan menghisap permen keras yang bisa
menyebabkan sendawa dan refluks.
4. Hindari makan atau minum cokelat, tomat, saus tomat, jeruk, nanas, jeruk bali, mint,
kopi, alkohol, minuman berkarbonasi, dan lada hitam.
5. Konsumsi makanan rendah lemak. Makanan berlemak dan berminyak menyebabkan
perut memproduksi lebih banyak asam.

25
Penyebab dari penyakit lambung adalah gaya hidup yang tidak sehat dan pola makan yang
tidak teratur. Tujuan dari diet GERD, yaitu mengonsumsi makanan dan cairan secukupnya,
mencegah dan menetralkan pembentukan asam lambung yang berlebihan. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan saat melakukan diet GERD, yaitu :

1. Makanan pedas , mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang


sistem pencernaan untuk berkontraksi. Akibatnya timbul rasa panas dan nyeri di ulu hati
yang disertai dengan mual dan muntah lebih lanjut hal itu akan membuat seseorang
berkurang nafsu makannya.
2. Makanan asam , makanan dengan cita rasa asam akan meningkatkan keasaman saluran
pencernaan dan memiliki efek iritasi jika dikonsumsi. Akibatnya akan meningkatkan
pengeluaran asam lambung contoh makanannya yaitu jeruk, anggur, apel, tomat,
strobery, cuka.
3. Makanan yang sulit dicerna, jenis makanan ini membuat lambung membutuhkan waktu
lama untuk mencernanya akibatnya isi lambung dan asam lambung tinggal lama
menyebabkan rasa panas di ulu hati dan mengiritasi. Makanan yang sulit dicerna antara
lain makanan yang digoreng , daging,keju.
4. Makanan yang mengandung gas, makanan yang mengandung gas menyebabkan
peningkatan tekanan dalam perut yang berujung pada terjadinya reflux lambung.
Makanan mengandung gas yang harus dihindari antara lain minuman bersoda, sawi, kol,
nangka,pisang ambon, kedondong, buah yang dikeringkan.
Sedangkan makanan yang baik dikonsumsi, seperti : sayuran hijau ( brokoli, timun, buncis),
daging tanpa lemas (dada ayam)

26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipoglikemia adalah kondisi jika kadar gula darah sangat rendah. Penderita diabetes
memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami hipoglikemia dibandingkan orang yang
tidak memiliki diabetes. Untuk mencegah hipoglikemia, penderita diabetes disarankan
makan secara teratur, terutama bagi yang menggunakan insulin. Biasanya ada istilah diet
hipoglikemia. Berikut makanan yang dianjurkan dalam diet hipoglikemia : Sayuran,
daging tanpa lemak, protein yang bukan dari daging, whole grain, minyak zaitun, minyak
alpukat, lemak sehat seperti alpukat, produk susu, ikan dan kerang-kerangan, kacang-
kacangan dan biji-bijian.
Gastroesophageal reflux disease atau GERD adalah kondisi serius dari refluks asam yang
membutuhkan perubahan pola makan. Beberapa buah dan sayuran aman dikonsumsi
pengidap GERD. Beberapa makanan menyebabkan otot di bagian bawah kerongkongan
menjadi rileks. Makanan lain menyebabkan perut membuat lebih banyak asam. Diet ini
dirancang untuk menghindari makanan tersebut. Sedangkan makanan yang baik dikonsumsi,
seperti : sayuran hijau ( brokoli, timun, buncis), daging tanpa lemas (dada ayam), pisang,
melon, oatmeal, roti gandum, nasi merah, youghurt.

27
DAFTAR PUSTAKA

Irawati, Sylvi. 2013. Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Jurnal Buletin
Rasional. Volume 11 Nomor 1. Halaman 6-8. Tersedia pada
http://repository.ubaya.ac.id/21354/1/RASIONAL%20Vol%2011%20No%201.pdf.
Diakses pada tanggal 20 Januari 2022.
Surya, Haryanto. 2020. TATA LAKSANA GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
(GERD) DALAM MASA PANDEMI COVID-19.Jurnal Medical Review. Volume 33
ISSUE 3. Halaman 74-80. Tersedia pada
http://cme.medicinus.co/cme/pluginfile.php/2072/course/summary/MR2_Tata%20Laksan
a%20GERD%20di%20Covid19.pdf. Diakses pada tanggal 20 Januari 2022.
Ayuningtyas, Maria FeaYessy. 2010. Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia
Kombinasi Pada Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan Rsup
Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari–Juni 2009. Skripsi. Tersedia pada
https://core.ac.uk/download/pdf/153436322.pdf. Diakses pada tanggal 24 Januari 2022.
Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease (GERD).
Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 /
November 2011.
Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara Klinis. PPDS
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September - November 2009.
Helmi, A.U. 2021. Apa Itu Diet Hipoglikemia Untuk Diabetes. Tersedia pada
https://www.guesehat.com/apa-itu-diet-hipoglikemia-untuk-diabetes.
Diakses pada tanggal 28 Januari 2022

28

Anda mungkin juga menyukai