Anda di halaman 1dari 37

Gastroesophageal reflux diesese (GERD)

DI SUSUN OLEH :

Youfi Rani Br Brahmana

Prodi D-III Kebidanan

Kordinator Blok

[Anita V. SSiT.M.KM]

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat TUHAN YME, karena berkat dan rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Gastroesophageal reflux disease (GERD)”. Makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas saya.
Saya sangat mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Hormat saya,

penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
 1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2


 2.1 Pengertian.......................................................................................................... 2
 2.2 Etiologi.............................................................................................................. 2
 2.3 Patofisiologi....................................................................................................... 3
 2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................................. 5
 2.5 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................... 6
 2.6 Komplikasi......................................................................................................... 7
 2.7 Penatalaksanaan ................................................................................................ 7
 2.8 Pencegahan........................................................................................................ 12

BAB III PERAWATAN DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR...................... 13

BAB IV PENUTUP............................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Lambung merupakan organ yang vital bagi tubuh yang cukup rentan cidera atau terluka.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lambung adalah asupan makanan yang dikonsumsi
sehari-hari. Keteledoran menjalani pola hidup, diet ketat, faktor lingkungan dan stress juga dapat
memunculkan gangguan kesehatan lambung. Salah satunya adalah menyebabkan meningkatnya
asam pada lambung yang membuat dinding lambung lama kelamaan tidak kuat menahan asam
yang terjadi pada lambung dan timbul luka. Meningkatnya asam lambung yang disertai perut
terasa perih seperti diiris-iris biasa dikenal dengan sebutan penyakit maag. Penyakit maag atau
juga yang biasa dikenal dengan sebutan gastritis merupakan suatu keadaan kesehatan dimana
terjadi pembengkakan, peradangan atau iritasi pada lapisan lambung. Tidak hanya maag, ada
beberapa penyakit lambung diantaranya penyakit dispepsia, Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD), infeksi lambung, dan kanker lambung.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN


1. Agar mengetahui pengertian dari GERD
2. Agar mengetahui gejala penyakit GERD
3. Agar mengetahui perwatan penyakit GERD
4. Agar mengetahui pengobatan penyakita GERD

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
GERD (gastroesophageal  reflux disease) atau penyakit asam lambung disebabkan oleh
melemahnya katup atau sfingter yang terletak di kerongkongan bagian bawah. Normalnya, katup
ini akan terbuka untuk memungkinkan makanan serta minuman masuk menuju lambung dan
dicerna. Setelah makanan atau minuman masuk ke lambung, katup ini akan tertutup kencang
guna mencegah isi lambung kembali naik ke kerongkongan.

Namun pada penderita GERD, katup ini melemah, sehingga tidak dapat menutup dengan baik.
Hal ini mengakibatkan isi lambung yang berisi makanan dan asam lambung naik ke
kerongkongan.

Apabila kondisi ini terjadi terus-menerus, lapisan kerongkongan akan mengalami iritasi hingga
peradangan dan lama kelamaan menjadi lemah.

2.2 ETIOLOGI
Etiologi terjadinya penyakit refluks gastroesofageal / gastroesophageal reflux
disease (GERD) adalah paparan refluksat gaster berlebih ke dalam esofagus yang berlangsung
secara kronis. Refluksat gaster tersebut merupakan campuran dari asam lambung, sekresi asam
empedu, dan juga pankreas. Proses refluks ini terjadi secara multifaktorial, tetapi paling sering
disebabkan karena gangguan katup esofagus bawah.

Faktor Risiko

Faktor risiko yang mendorong terjadinya GERD antara lain adalah:


 Obesitas
 Jenis kelamin laki-laki
 Usia tua

2
 Gaya hidup: merokok (baik aktif maupun pasif), konsumsi alkohol dan kafein, gaya
hidup sedentari
 Hernia hiatus
 Diabetes mellitus
 Jenis makanan: makanan pedas, asam, berlemak, dan goreng/deep fried
 Pola diet: makan kurang dari 3 kali sehari, makan dalam porsi terlalu besar
 Posisi duduk dan tiduran setelah makan
 Penyakit yang memicu refluks: Zollinger-Ellison
 Kelainan anatomis: kantung asam/acid pocket lebih besar
 Obat-obatan: nitrat, penghambat sawar kalsium/calcium channel blocker, agnosis beta,
antikolinergik
 Hormon progesteron

2.3 PATOFISIOLOGI
Beberapa patofisiologi GERD sebagai berikut:

1. Penurunan Tekanan Lower Esophageal Sphincter (LES)

GERD merupakan keadaan abnormal yang terjadi pada saluran cerna bagian lambung
dan esofagus. Beberapa kasus, GERD dihubungkan karena fungsi Lower Esophageal Reflux
tidak berfungsi normal (tekanan LES menurun). Secara normal LES dalam kondisi tonic dan
mencegah makanan dari lambung kembali keluar. Penurunan tekanan LES dapat terjadi akibat:
(1) relaksasi spontan LES, (2) peningkatan tekanan intraabdominal (stress reflux), (3) atonic
LES. Peningkatan tekanan intraabdominal dapat terjadi selama mengejan, membungkuk,
batuk,makan. Faktor agresif yang dapat meningkatkan kerusakan esofagus saat refluks ke
kerongkongan antara lain asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pancreas. Penurunan
tekanan LES juga dapat terjadi karena adanya iritasi mucosalesofagus yang dapat mengakibatkan
reflux dan dipengaruhi oleh factor makanan seperti makanan pedas, kopi, makanan/minuman

3
asam, dll. Keadaan stress mengakibatkan sekresi asam lambung meningkat dan gangguan
pengkosongan lambung (Williams, 2008).

2. Hiatus Hernia

Faktor patofisiologi akibat factor anatomic adalah akibat hernia hiatus. Hernia hiatus
dianggap etiologi utama gastroesophageal reflux dan esophagitis. Sekarang tampak bahwa faktor
yang lebih penting yang terkait dengan ada tidaknya gejala pada pasien dengan hernia hiatus
adalah tekanan LES. Ukuran hernia hiatus sebanding dengan frekuensi relaksasi LES sementara.
Pasien dengan kondisi hernia hiatus mengalami peningkatan tekanan intraabdomen sehingga
memicu GERD. Pasien GERD masalahnya bukan bahwa mereka menghasilkan terlalu banyak
asam, tapi waktu kontak asam dengan mukosa esofagus terlalu lama. Sehingga tingkat keparahan
tergantung pada durasi kontak antara isi lambung dan mukosa esofagus. Selain itu juga
tergantung factor esophageal clearance. Menelan merupakan kontribusi untuk pembersihan
esofagus dengan meningkatkan aliran saliva (saliva mengandung bicarbonate untuk menetralisir
pH asam pada esofagus). Produksi air liur menurun dengan bertambahnya usia, sehingga lebih
sulit untuk mempertahankan pH netral intraesophageal (Williams, 2008).

3. Penundaan Waktu Pengosongan Lambung

Tertundanya waktu pengosongan lambung dapat berkontribusi untuk GERD. Peningkatan


volume lambung dapat meningkatkan frekuensi refluks dan jumlah cairan lambung yang tersedia
untuk direfluks. Volume lambung berkaitan dengan volume material tertelan, tingkat sekresi
lambung, tingkat pengosongan lambung, dan jumlah dan frekuensi refluks duodenum ke dalam
perut. Faktor-faktor yang meningkatkan volume lambung dan/atau mengurangi pengosongan
lambung, seperti merokok dan makanan lemak tinggi sering dikaitkan dengan gastroesophageal
reflux. Makanan berlemak dapat meningkatkan postprandial gastroesophageal reflux dengan
meningkatnya volume lambung, menunda laju pengosongan lambung, dan penurunan tekanan
LES.

4. Dislipidemia

Lemak visceral pada bagian abdominal dapat meningkatkan resiko esofagitis erosif.
Jaringan adiposa viseral merupakan metabolik aktif dan memiliki keterkaitan yang kuat dengan

4
peningkatan kadar serum adipokin proinflamasi, termasuk interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis
factor-α (TNF- α), dan adiponektin, yang mungkin memainkan peran dalam perkembangan
GERD. Faktor-faktor humoral tersebut yang berasal dari jaringan adiposa visceral diperkirakan
dapat mengubah tekanan lower esophageal sphincter (LES) atau mempengaruhi klirens esofagus
dari refluxate (Nomura dkk, 2013). Selain itu, obesitas sentral  dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal dan menurunkan tekanan LES  sehingga terjadi relaksasi pada esophageal
sphincter selanjutnya diikuti dengan refluks asam yang dapat menyebabkan terjadinya esofagitis
(Loke dkk, 2013). Penelitian saat ini menunjukkan bahwa hipertrigliseridemia merupakan faktor
risiko potensial terjadinya esofagitis erosif. Meskipun mekanisme yang mendasari masih perlu
diperdalam lagi, asupan dari makanan tinggi lemak dan keterlambatan pengosongan lambung
dapat meningkatkan risiko esophagitis erosif (Loke, dkk, 2013).

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama dari penyakit GERD adalah ketika asam lambung yang seharusnya tetap
berada di sistem pencernaan, justru naik kembali ke atas. Alhasil, asam lambung tersebut akan
melewati katup kerongkongan yang terbuka.

Kondisi tersebutlah yang kemudian akan membuat kebanyakan orang merasakan sensasi terbakar
di dada (heartburn). Sensasi seperti terbakar atau heartburn akibat GERD adalah munculnya rasa
panas atau tidak nyaman di bagian belakang tulang dada.

Hal ini biasanya bisa semakin memburuk ketika Anda selesai makan, sedang berbaring atau
membungkuk. Secara garis besarnya,gejala penyakit GERD adalah:

 Merasa seperti ada makanan yang tersangkut di dalam kerongkongan, sulit menelan, serta
cegukan
 Mengalami sensasi panas seolah terbakar di dada (heartburn), yang bisa menyebar sampai ke
leher
 Sakit atau nyeri pada dada
 Timbul rasa asam atau pahit di mulut

5
 Ada cairan atau makanan yang naik dari dalam perut ke bagian mulut
 Masalah pernapasan, seperti batuk kronis dan asma
 Suara serak
 Sakit tenggorokan

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam mendiagnosis penyakit asam lambung, dokter akan menanyakan gejala yang
dialami penderita. Gejala asam lambung naik atau refluks asam lambung ini dianggap sebuah
penyakit bila gejalanya muncul paling tidak 2 kali dalam seminggu. Setelah itu, dokter akan
melakukan pemeriksaan fisik.

Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui tingkat keparahan
penyakit dan melihat kemungkinan terjadinya komplikasi . Pemeriksaan lanjutan tersebut
berupa:

 Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG bertujuan untuk melihat adanya penyakit


jantung koroner atau serangan jantung, karena kedua penyakit ini menimbulkan gejala
yang mirip dengan GERD, yaitu nyeri dada.
 Gastroskopi Gastroskopi atau endoskopi menggunakan alat khusus seperti selang
berkamera, untuk mendeteksi peradangan pada esofagus atau kerongkongan (esofagitis)
akibat asam lambung naik. Dengan pemeriksaan ini, sampel jaringan dari esofagus dapat
diambil dan diperiksa di bawah mikroskop (biopsi esofagus).
 Manometri esophagus Tes ini dilakukan untuk memeriksa irama gerakan otot saat
menelan, serta mengukur kekuatan otot kerongkongan.
 Foto Rontgen saluran pencernaan bagian atas (foto Rontgen OMD)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat rongga saluran pencernaan atas dan lapisannya.
Bila ada peradangan atau penyempitan kerongkongan akan terlihat pada foto tersebut.
 Pengukuran tingkat keasaman (pH) kerongkongan
Pengukuran ini dilakukan dengan memasukkan selang atau kateter ke dalam

6
kerongkongan. Selang ini terhubung ke komputer untuk mengukur tingkat keasaman
kerongkongan saat penderita melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan atau tidur. 

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi jika kondisi penyakit asam lambung atau GERD berlangsung
dalam waktu yang lama . Komplikasi tersebut antara lain:

 Luka pada dinding kerongkongan Asam lambung bisa mengikis dinding kerongkongan
dan menimbulkan luka atau tukak. Tukak pada kerongkongan bisa berdarah, serta
menyebabkan nyeri dan kesulitan saat menelan.
 Penyempitan kerongkongan Dinding kerongkongan bisa rusak karena teriritasi asam
lambung secara terus-menerus. Iritasi dalam waktu lama akan menyebabkan luka dan
terbentuknya jaringan parut di kerongkongan. Kondisi ini bisa membuat kerongkongan
atau esofagus menyempit.
 Esofagus Barrett Esofagus Barrett adalah kondisi prakanker pada kerongkongan.
Kondisi ini terjadi karena perubahan sel pada dinding kerongkongan akibat iritasi asam
lambung secara terus menerus (esofagus Barrett). Kondisi prakanker ini berisiko
menjadi kanker esofagus.  

2.7 PENATALAKSANAAN

Tatalaksana atau pengobatan dari GERD dapat meliputi aspek non farmakologis yang
berpusat pada pengaturan kebiasaan atau gaya hidup, aspek farmakologis khususnya obat-obatan
supresi atau penekan produksi asam lambung serta agen prokinetik, serta yang terakhir adalah
intervensi bedah.

a. Tatalaksana Non Farmakologis dari GERD


Berikut ini adalah hal-hal yang perlu untuk diperhatikan bagi setiap penderita GERD:

7
 Menurunkan berat badan direkomendasikan untuk pasien yang overweight atau
mengalami penaikan berat badan akhir-akhir ini.
 Menaikan kepala saat tidur sera menghindari makan 2-3 jam sebelum waktu tidur
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki gejala di malam hari
 Eliminasi rutin secara global makanan yang bisa menyebabkan refluks (coklat, kafein,
alkohol, makanan asam atau pedas) tidak direkomendasikan.
 Pemberian PPI selama 8 minggu adalah terapi utama untuk mengurangi gejala dan
mengobati esofagitis erosif. Tidak ada perbedaan efikasi antara jenis PPI
 Untuk kontrol pH maksimal, pemberian PPI tradisional diberikan 30-60 menit sebelum
makan sedangkan PPI terbaru lebih fleksibel dalam hal waktu pemberian sebelum makan
 Pemberian PPI diberikan dengan dosis sekali sehari sebelum makan pertama namun
dapat ditingkatkan menjadi dua kali sehari jika terdapat gejala di malam hari atau
gangguan tidur.
 Bagi pasien yang tidak respon terhadap PPI maka harus di rujuk untuk evaluasi lebih
lanjut
 Jika pasien mengalami respon parsial, PPI dapat dinaikan menjadi dua kali sehari atau
diganti dengan PPI lainnya.
 Jika pasien mengalami gejala GERD kembali setelah terapi PPI atau pasien dengan
esofagitis erosif atau esofagus Barrett, maka dipertimbangkan untuk diberikan terapi PPI
rumatan. Pemberian dosis rumatan adalah dosis PPI efektif serendah mungkin
termasuk on demand atau intermiten.
 Terapi antagonis H2-reseptor (H2A) dapat dipakai sebagai salah satu pilihan terapi
rumatan pada pasien tanpa penyakit erosif jika didapat penurunan gejala dengan obat
tersebut.
 Pemberian H2A tambahan pada pasien terpilih yang sudah mendapatkan terapi PPI siang
hari dapat diberikan jika terdapat refluks malam tetapi dapat terjadi efek samping berupa
takifilaksis setelah beberapa minggu pemakaian.
 Terapi lain untuk GERD selain supresi asam berupa prokinetik dan/atau baclofen tidak
boleh diberikan bila belum dilakukan evaluasi diagnostik.
 Tidak ada tempatnya pemberian sukralfat pada pasien GERD yang tidak hamil.
 PPI aman pada kehamilan bila terdapat indikasi.
8
b. Tatalaksana Farmakologis dari GERD

Langkah pertama yang biasanya dilakukan untuk mengobati penyakit GERD adalah


dengan mengonsumsi obat-obatan. Salah satu obat GERD adalah penghambat pompa proton atau
proton pump inhibitor (PPI). Obat ini berfungsi untuk mengurangi jumlah asam yang dihasilkan
oleh lambung.

Selain itu, beberapa jenis pilihan obat-obatan yang dijual bebas (OTC) lainnya untuk mengobati
GERD adalah sebagai berikut:

1. Antasida

Obat ini berguna untuk menetralisir asam yang ada di perut dengan bantuan bahan kimia alkali.
Ambil contohnya seperti Mylanta, Rolaids, dan Tums, yang bisa membantu meredakan gejala
GERD dalam waktu singkat.

Akan tetapi, mengonsumsi obat antasida saja tidak cukup ampuh untuk memulihkan


kerongkongan yang meradang akibat asam lambung. Jika terlalu sering minum obat-obatan jenis
antasida, bisa menimbulkan efek samping berupa diare, sembelit, serta gangguan ginjal.

2. Obat-obatan untuk mengurangi jumlah asam

Obat-obatan yang termasuk dalam kategori ini yakni H-2 receptor blocker. Obat ini dapat
mengurangi jumlah asam lambung dengan menekan sel-sel penghasil asam lambung. Contoh
obat yang termasuk golongan H-2 receptor blocker, seperti: 

 cimetidine (Tagamet HB)
 famotidine (Pepcid AC)
 nizatidine (Axid AR)
 ranitidine (Zantac)

Kesemua obat-obatan untuk mengatasi gejala GERD tersebut bertujuan untuk mencegah serta
menghambat sekresi asam lambung.

Kerja H-2 receptor blocker memang tidak secepat obat antacid

9
a. Namun, H-2 receptor blocker bisa membantu mengurangi produksi asam lambung dalam
waktu yang cukup lama, yakni hingga 12 jam.

3. Obat-obatan untuk menghambat produksi asam dan mengobati kerongkongan

Penghambat pompa proton (PPI) masuk ke dalam golongan obat yang bertugas sebagai
penghambat produksi asam, sekaligus memulihkan kondisi kerongkongan. Sebab tidak menutup
kemungkinan, kerongkongan akan mengalami iritasi akibat GERD.

Obat PPI untuk mengatasi GERD adalah jenis obat penghambat produksi asam yang jauh lebih
kuat ketimbang H-2 receptor blocker. Bukan hanya itu, obat PPI juga memberikan waktu
penyembuhan yang lebih cepat bagi jaringan kerongkongan yang bermasalah.

Obat PPI yang dijual bebas meliputi lansoprazole (Prevacid 24 HR) dan omeprazole (Prilosec


OTC, Zegerid OTC).

Di samping obat-obatan yang dijual bebas, obat-obatan resep untuk membantu mengobati GERD
adalah:

1. Obat H-2 receptor blocker dengan resep

Jenis obat-obatan ini meliputi famotidine (Pepcid), nizatidine dan ranitidine (Zantac), tapi yang


hanya bisa diperoleh melalui resep dokter. Obat-obatan ini umumnya tidak masalah untuk
digunakan selama jangka waktu tertentu.

Akan tetapi, dalam penggunaan dalam jangka panjang bisa berisiko mengakibatkan kekurangan
vitamin B12 dan patah tulang.

2. Penghambat pompa proton (PPI) dengan resep

Jenis obat-obatan ini termasuk esomeprazole (Nexium), lansoprazole


(Prevacid), omeprazole (Prilosec, Zegerid), pantoprazole (Protonix), rabeprazole (Aciphex) dan
dexlansoprazole (Dexilant). Sebenarnya obat-obatan PPI dengan resep ini bisa diterima dengan
baik oleh tubuh.

10
Hanya saja, tetap ada risiko munculnya efek samping berupa diare, sakit kepala, mual,
kekurangan vitamin B12, hingga kemungkinan patah tulang pinggul.

3. Obat untuk memperkuat katup (sfringter) kerongkongan

Baclofen adalah obat yang dapat membantu meredakan gejala GERD, dengan cara mengurangi
frekuensi terbukanya katup kerongkongan bagian bawah. Obat ini bisa menimbulkan efek
samping berupa kelelahan dan mual.

Penting untuk diingat bahwa obat-obatan resep maupun yang dijual bebas untuk mengatasi
GERD, dapat menimbulkan satu atau lebih efek samping. Cari tahu lebih lanjut tentang obat-
obatan yang tersedia untuk mengobati GERD.

Pilihan pengobatan GERD selain minum obat

Selain minum obat, tindakan medis lain yang biasanya dilakukan untuk menyembuhkan GERD,
meliputi:

Tindakan operasi

Jika setelah minum beragam obat-obatan GERD tidak kunjung mengalami perubahan, operasi
adalah cara lain yang bisa ditempuh. Jenis operasi yang biasanya dilakukan untuk mengobati
GERD adalah sebagai berikut: 

Fundoplication

Fundoplication dilakukan dengan cara mengikat bagian atas perut, atau bagian bawah sfringter
kerongkongan. Tujuannya untuk mengencangkan otot pada katup kerongkongan, yang kemudian
dapat mencegah naiknya asam lambung.

Jadi, tindakan ini menggunakan alat yang disebut laraskop. Alat ini punya kamera kecil di
ujungnya yang akan membantu dokter melihat kondisi organ pencernaan Anda dari dalam. Saat
menjalani operasi ini, biasanya pasien akan dibius untuk mengurangi rasa sakit.

11
Pemulihan pasca tindakan operasi ini umumnya cukup cepat, yaitu sekitar 1 sampai 3 hari pasien
sudah diizinkan pulang. Sementara, pasien baru boleh beraktivitas normal setelah 2 hingga 3
minggu setelah operasi, atau jika dokter telah mengizinkan.

Endoskopi

Prosedur endoskopi melibatkan jahitan untuk mengencangkan katup kerongkongan. Caranya


yakni dengan membuat luka bakar kecil yang akan membantu membuat memperkuat otot-otot
pada katup kerongkongan.

LINX

Prosedur ini melibatkan pemasangan cincin yang dililit pada bagian persimpangan antara perut
dan kerongkongan. Selanjutnya, akan muncul daya tarik magnetis yang cukup kuat pada cincin
tersebut untuk membantu memperkuat kerja katup kerongkongan agar tertutup. 

2.8 PENCEGAHAN

Jika tidak ingin mengalami penyakit GERD, sebaiknya patuhi beberapa aturan
pencegahannya, seperti:

 Selalu makan dalam porsi secukupnya, atau tidak terlalu berlebihan.


 Jaga berat badan tetap dalam rentang normal.
 Hindari menggunakan pakaian yang terlalu ketat, terutama di bagian perut, karena
berisiko menekan katup kerongkongan bagian bawah.
 Jangan biasakan langsung tidur setelah makan.
 Jangan makan terlalu dekat dengan waktu tidur.
 Hindari beberapa jenis makanan dan minuman yang bisa memicu munculnya GERD. 

12
Jika sudah mencoba melakukan berbagai upaya pencegahan tersebut tapi masih kerap mengalami
gejala GERD, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter. Sebab mungkin saja, ada kondisi medis
lainnya yang ternyata menjadi pemicu gejala penyakit GERD tersebut.

BAB III

PERAWATAN DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


DASAR

1. Mengukur TTV

3 kali dalam 1 hari

Memberitahu dan menjelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan.      

2. Menyiapkan alat dan bahan secara ergonomis

 Tensimeter

 Stetoskop

 Termometer dan tempatnya

 Gelas kecil 3 buah berisi :

 Air bersih

 Air klorin 0,5%

 Air sabun

 Bengkok

 Buku catatan

13
 Tissu

 Jam tangan

3. Mendekatkan alat – alat kepasien

4. Mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir mengeringkan dengan handuk
bersih

5. Buka kancing baju pasien bagian atas

6. Letakkan termometer di aksila ±10 menit . Tangan pasien yang diletakkan termometer
memegang bahu sebelahnya. Buka semua lengan baju atas

7. Palapasi arteri brakialis, tempatkan manset 1 inchi (2,5cm) diatas tempat denyutan (fossa
antekubital)

8. Pusatkan anak panah yang tertera pada manset sejajar arteri brakialis.

9. Dengan keadaan manset kempis sempurna, tempatkan manset dengan tepat di seputar
lengan atas, tidak terlalu ketat atau longgar .

10. Pastikan manometer ditempatkan vertikal sejajar setinggi mata petugas / bidan harus
berdiri tidak lebih dari 1 meter jauhnya .

11. Tempatkan bagian telinga stestoskop kedalam telinga dan pastikan bahwa bunyi jelas dan
tidak samar .

12. Cari kembali arteri brakialis dan tempatkan diafragma stetoskop .

13. Tutup kantung tekanan searah jarum jam dan kunci hingga erat.

14. Pompa manset sampai 30 mmhg diatas tingkat palapasi sistolik normal pasien .

15. Perlahan buka katup, mungkin air raksa turun rata- rata 2-3mmhg per detik, catat titik
pada manometer pada saat bunyipertama terdengar .
14
16. Lanjutkan pengempisan manset secara bertahap, catat bunyi samar atau kecil terdengar

17. Kempis manset dengan tepat dan total . lepaskan manset dari lengan pasien kecuali bila
ada keperluan lain untuk mengulangi pengukuran .

18. Lipat manset dan simpan dengan benar

19. Angkat termometer dan rendam ke dalam larutan klorin 0,5% selam 10-15 menit, lap
dengan tissu, selanjutnya masukkan termometer kedalam air bersih, setelah dikeringkan,
turunkan air raksa dibawah 35 °c dan masukkan kembali ke dalam tempatnya

20. .

21. Menghitung denyut nadi dengan meraba arteri radialis pada pergelangan tangan dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.selama 1 menit

22. Menghitung pernapasan dengan memperhatikan gerakan pernapasan pada dada pasien
menghitung dalam waktu 1 menit penuh.

23. Rapikan pasien

24. Membereskan alat dan mencuci tangan

25. Melakukan dokumentasi

2. Memasang infus

dengan cairan disesuaikan dengan kondisi tekanan darah pasien, jika pasien memiliki
tekanan darah tinggi gunakan cairan ranger laktat (RL), jika tidak memiliki tekanan
darah tinggi gunakan cairan natrium klorida (NaCl)

- Peralatan:

1. Standar infus

15
2. Cairan infus sesuai kebutuhan
3. IV Catheter / Wings Needle/ Abocath sesuai kebutuhan
4. Perlak
5. Tourniquet
6. Plester
7. Guntung
8. Bengkok
9. Sarung tangan bersih
10. Kassa steril
11. Kapal alkohol / Alkohol swab
12. Betadine

- Prosedur

1. Cuci tangan
2. Dekatkan alat
3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama
pemasangan infus
4. Atur posisi pasien / berbaring
5. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan
gantungkan pada standar infus
6. Menentukan area vena yang akan ditusuk
7. Pasang alas
8. Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan ditusuk
9. Pakai sarung tangan
10. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
11. Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung
12. Pastikan jarum IV masuk ke vena
13. Sambungkan jarum IV dengan selang infus
14. Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
16
15. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
16. Atur tetesan infus sesuai program medis
17. Lepas sarung tangan
18. Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana, tanggal dan jam
pelaksanaan
19. Bereskan alat
20. Cuci tangan
21. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan

3. Membantu meninggikan kepala pasien

Dengan 30 derajat posisi semi fowler

A. Persiapan Pasien

1. Memberitahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan

2. Menjelaskan tujuan

3. Menyiapkan alat :

- Tempat tidur pasien

- Bantal,

- Balok penopang kaki tempat tidur

B. Prosedur Tidakan

4. Menyiapkan Alat secara ergonomi

5. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

17
6. Membantu pasien duduk dengan cara :menyusun bantal atau menaikkan kepala bed dengan
sudut 45ºC-90ºC sesuai kebutuhan. (semi fowler/fowler rendah 15ºC-45ºC.)

7. Menaikkan pasien :

 Petugas berdiri disebelah kanan menghadap pasien

 Menganjurkan pasien untuk menekuk kedua lutut

 Menganjurkan pasien untuk menopang badan dengan ke dua lengan

 Tangan kanan petugas di bawah ketiak dan tangan kiri dibelakang punggung pasien

 Menganjurkan pasien untuk mendorong dadannya ke belakang

8. Bila pasien tidak dapat membantu :

 Dua petugas berdiri di kedua sisi tempat tidur

 Masing-masing petugas merentangkan 1 tangan di bawah pangkal paha, saling


berpegangan

 Menganjurkan pasien untuk menundukkan kepala dan kedua tangan di atas perut

 Salah satu petugas memberi aba-aba dan bersama mengangkat pasien ke atas

 Menopang telapak kaki pasien degan menggunakkan footboard

 Memberi posisi yang enak

 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

 Mendokumentasikan tindakan yang dilakukan

18
4. Membantu pasien makan

perhatikan jenis diet klien dan hindari makanan yang tinggi lemak, makanan yang
digoreng, makanan yang mengandung gas, DLL

Alat dan Bahan :

 Piring
 Sendok
 Garpu
 Gelas
 Serbet
 Mangkok cuci tangan
 Pengalas
 Jenis diet
Prosedur :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang dilakukan
3. Mengatur posisi pasien dengan posisi kepala lebih tinggi daripada badan
4. Membentangkan serbet dibawah dagu pasien
5. Anjurkan pasien untuk berdoa sebelum makan
6. Pasien ditawari minum, jika perlu gunakan sedotan
7. Beritahu pasien jika makanan panas atau dingin, anjurkan untuk mencicipi makanan
terlebih dahulu.
8. Suapkan makanan sedikit demi sedikit untuk menghindari tersedak
9. Setelah selesai makan pasien diberi minum, bersihkan mulut pasien, dan dianjurkan
dengan pemberian obat.
10. Catat hasil atau respon pemenuhan terhadap makanan.
11. Bereskan alat dan cuci tangan.

19
5. Memberikan obat kepada klien secara oral

sesuai dengan instruksi dokter contoh obat nya :

A. omeprazole (golongan PPI) pemberian pada orang dewasa Dosis: 20-40 mg per hari.
B. amoxicillin (golongan antibiotic) pemberian pada  orang dewasa adalah 250-500 mg 3
kali sehari, atau 500-875 mg 2 kali sehari. untuk anak-anak serta dosis suntik
amoxicillin akan disesuaikan dengan berat badan dan jenis infeksi
C. ranitidine tablet (golongan Histamin H2- receptor antagonist) dengan dosis Dewasa: 150
mg 2 kali sehari atau 300 mg sekali sehari, dikonsumsi selama 8 minggu. Pada kasus
GERD berat, dapat diberikan dosis 150 mg 4 kali sehari selama 12 minggu. Anak-anak
(1 bulan-16 tahun): 5-10 mg/kgBB per hari, dibagi 2 kali pemberian. Dosis maksimal
300 mg per hari.

A . Persiapan
1. Persiapan Alat;
1. Obat sesuai intruksi
2. Cairan / makanan yang di gunakan pasien minum obat
3. Formulir pencatatan
2. Persiapan pasien ;
1. Jelaskan prosedur dan tujuan
2. Tanya pasien makanan / minuman yang sering digunakan untuk minum obat 
3. Persiapan perawat Cuci tangan
B. Prosedur kerja
1. Beri salam , sapa, senyum  pada pasien
2. Cek gelang identifikasi  sesuai dengan  spo pemasangan gelang identifikasi pasien
3. Pastikan obat yang diberikan sesuai dengan instruksi ; jenis, dosis, waktu, cara pemberian
dengan pasien yang diberi obat
4. Kaji adanya kontra indikasi waktu pemberian obat, sukar menelan , peristaltik turun,
operasi gastro intestinal, alergi, instruksi puasa dan lain- lain
5. Bantu pasien posisi duduk/ berbaring

20
6. Berikan obat dengan tepat dan makanan / minuman yang memudahkan untuk menelan
obat mungkun lebih mudah pasien memegang obat sendiri
7. Jika pasien tidak mampu memegang sendiri obatnya bantu dengan meletakan obat di
bibir/ ujung lidah kemudian minta pasien menelan
8. Tetap bersama pasien sampai obat tertelan atau minta keluarga pastikan obat tertelan
9. Bereskan alat- alat
10. Ucapkan salam saat meninggalkan kamar pasien
11. Dokumentasikan ( Nama dan tanda tangan perawat, tanggal dan jam  pelaksanaan)

6. Memberikan obat melalui injeksi

Contoh obat: ranitidine(golongan Histamin H2- receptor antagonist) secara injeksi IV jika
pasien tidak memungkinkan untuk minum obat secara oral dan sesuai instruksi dokter dan
tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah ada alergi obat atau tidak jika pasien tidak tahu
alergi obat jenis apa, lakukan terlebih dahulu skin test

Dengan dosis Parenteral: 50 mg, IV atau IM, setiap 6-8 jam.

1. Persiapan alat :

 Buku catatan obat  Plester


 Kapas alcohol  Kassa steril k/p
 Sarung tangan diposibel  Pengalas
 Obat yang sesuai  Torniket
 Spuit 2,5 ml  Betadine
 Bak spuit  Bengkok
 Baki obat

2. Cuci tangan
3. Menyiapkan obat sesuai , mencocokkan aturan pengobatan dengan label obat

21
4. Menghitung volume obat yang akn diberikan
5. Memilih ukuran spuit yang sesuai untuk obat yang akan diberikan

22
6. Membuka bungkus spuit tanpa mengkontaminasi jarumnya dam memasukkan spuit
tersebut kedalam bak instrumen
7. Mengambil obat dari ampul :
a) Menggerakkan cairan dari gagang ampul dasar
b) Membersihkan leher ampul dengan kapas alkohol
c) Meletakkan kasa disekitar leher ampul, pegang ampul dengan ibu
jari menjauhi kita dan patahkan
d) Memegang ampul diantara telunjuk jari – jari lain, masukkan
jarum tanpa menyentuh ampul yang patah.
e) Menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kanan untuk menarik
obat dari ampul
f) Menghilangkan udara sesudah menghisap semua obat
g) Menyesuaikan volume spuit dan label yang ada pada obat dengan
aturan pengobatan
h) Mengembalikan tutup jarum dan letakkan spuit pada baki obat
8. Atur klien pada posisi yang nyaman
9. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien dan mencari daerah penyuntikan
10. Menutup pintu atau tirai untuk mencjag privasi pasien .
11. Bebaskan lengan klien dari baju/kemeja
12. Memasang perlak dibawah daerah penyuntikan
13. Memasang sarung tangan
14. Letakkan torniket 15 cm diatas daerah penusukan dan menganjurkan klien untuk
mengepalkan tangan .
15. Melakukan palapasi di daerah penyuntikan
16. Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol, gerakan melingkar dari pusat ke tepi,
pegang kapas dengan jari lain atau letakkan pada kulit pasien. Pegagn kapas alkohol pada
jari tangan yang non dominan.
17. Buka tutup jarum dengan teknik one hand
18. Pegang jarum pada posisi 30° sejajar vena yang akan ditusuk lalu tusuk pelan dan pasti
19. Rendahkan posisi jarum sejajar vena dan teruskan lurus kedalam vena

21
20. Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dan tangan dominan
menarik plunger
21. Aspirasi adanya darah pada spuit
22. Jika ada darah, lepaskan torniket dan masukkan obat perlahan-lahan 3-4 ml/dt
23. Mencabut jarum sambil menekan tempat tusukan dengan kasa steril kurang lebih 2-5
menit (hindarkan melengkungkan siku bila area penusukan di area antekubital )
24. Memasang band- aid atau plester pada tempat penusukan sesudah perdarahan berhenti.
25. Kembalikan posisi klien
26. Buang peralatan yang sudah tidak dipakai
27. Buka sarung tangan
28. Cuci tangan
29. Dokumentasikan
30. Kaji kembali klien setelah diinjeksi

7. melakukan injeksi intra cutan (skin test)

Untuk mengetahui apakah pasien tersebut alergi atau tidak terhadap obat yang akan di injeksikan

1. Persiapan alat :

 Buku catatan obat


 Kapas alcohol
 Sarung tangan diposibel
 Obat yang sesuai
 Spuit 1 ml
 Pulpen/spidol
 Bak spuit
 Baki obat
 Bengkok

22
2. Cuci tangan
3. Identifikasi klien
4. Menyiapkan obat yang sesuai, mencocokkan aturan pengobatan dengan label obat
5. Menghitung volume obat yang akan diberikan Membuka bungkus spuit tanpa
mengkontaminasi jarum, dan memasukkannya kedalam bak instrumen .
6. Mengambil obat dari flakon :
a) Mengambil tutup dari metal (flakon)
b) Membersihkan difragma karet dengan kapas alkohol
c) Mengambil tutup jarum dari flakon , jika dalam spuit ada udara
yang berlebihan , pegan spuit vertikal tegak lurus dan keluarkan
udara dengan hati – hati
d) Mengembalikan tutup jarum dengan menganti jarum yang abru
e) Mencocok keamanan dan label obat dengan aturan pengobatan
f) Simpan obat dibaki obat.
7. Beritahu klien dan jelaskan prosedur dan mencari daerah penyuntikan .
8. Menutup pintu / tirai untuk menjaga privasi klien
9. Atur klien pada posisi yang nyaman
10. Memasang pengalas dibawah area penyuntikan
11. Pakai sarung tangan
12. Melakukan palpasi kulit
13. Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol dan biarkan kering, gerakan melingkar
dari pusat ke tepi, Pegang kapas alcohol pada jari tangan non dominan .
14. Melepaskan tutup jarum dan meleakkan ditempat yang aman
15. Tempatkan ibu jari tangan non dominan 2,5 cm dibawah area penususkan dan tarik kulit
16. Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan dengan tangan dominan, masukkan jarum
tepat dibawah kulit dengan sudut 15°
17. Masukkan obat pelan – pelan menarik jarum dan jangan melakukan massage , tandai
bulatan yang menonjol dengna vena dengan pulpen dengan diameter 2,5 cm
18. Menutup jarum dan meletakkan jarum di dalam bengkok
19. Observasi kulit adanya kemerahan dan bengkak atau reaksi sistematik

23
20. Kembalikan posisi klien
21. Buang peralatan yang sudah tidak dipakai
22. Buka sarung tangan
23. Cuci tangan
24. Dokumentasikan
25. Kaji kembali klien setelah diinjek

8.Memandikan klien jika klien tsb tidak dapat mobilisasi

1. Memberitahu dan menjelaskan pada ibu tindakan yang akan dilakukan


2. Menyiapkan alat dan bahan yaitu :
 2 kom berisi air
 2 waslap
 2 handuk
 Sabun dan tempatnya
 Bedak/talk
 Peralatan untuk menggosok gigi
 Pakaian bersih
 Sisir
 Perlak dan handuk kecil
 Kertas kloset
 Selimut mandi
 Pot/urinal
 Tempat pakian kotor
 Sarung tangan bila perlu
3. Memasang sampiran, selimut dan bantal-bantal dipindahkan dari tempat tidur (bila bantal
masih dibutuhkan dipakai seperlunya).
4. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin,bantu klien untuk bergerak ke sisi dekat dengan
perawat dan utup pagar tempat tidur pada bagian sisi tempat tidur yang berlawanan .
5. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, dan mengeringkan dengan handuk bersih
6. Memakai sarung tangan

24
7. Muka dan leher
 Bentangkan handuk atas dibawah kepala
 Cuci mata dengan washlap atas dengan arah dari bagian dalam keluar
 Cuci daerah muka, telinga, leher kemudian keringkan dengan handuk atas sebelumnya
tanyakan apakah menggunakan sabun
 Lepaskan handuk dari bawah kepala klien
8. Lengan
 Lepaskan pakaian atasa dan tutup dengan handuk atas, bila klien menggunakan infus
lepaskan pakaian mulai dari bagian lengan tidak terpasang infus.
 Bentangkan handuk atas memanjang dibawah lengan kanan dan handuk bawah di sisi kiri
lengan sedemikian rupa sehingga menutupi bagian depan klien
 Cuci lengan dan ketiak dengan arah dari ujung pangkal axila, angkat lengan keatas
sewaktu membersihkan area axila, sabuni terlebih dahulu lengan klien yang jauh dari
perawat dan sewaktu membilas dahulukan lengan klien yang dekat dengan perawat
kemudian keringkan.

9. Dada dan perut


 Kedua lengan diangkat disisi kepala, handuk diletakkan menyilang, sehingga dada dan
perut tampak
 Cuci dada dan perut kemudian keringkan denagan handuk atas
10. Punggung
 Tutupi bagian dada dengan handuk bawah, anjurkan klien untuk miring atau tengkurap.
Letakkan handuk atas dibawah punggung klien
 Cuci daerah punggung dengan washlap. Anjurkan klien miring ke kiri kemudian ke
kanan. Bila klien tengkurap perawat dapat mencuci punggung seluruhnya, kemudian
keringkan punggung seluruhnya, kemudian keringkan punggung dengan handuk atas
 Gososk punggung dengan mengguanakan lotion, mulai dari areal sacral dengan gerakan
sirkular, gosok ke atas dari bokong ke bahu dan lengan bagian atas, dan melewati scapula
dengan lembut, tangan tetap berada di kulit, dan lqakukan pemijatan 3-4 menit.

25
 Remas kulit dengan memegang jaringan dengan ibu jari dan jari – jari remas kearah atas
pada sisi spina dan sekitar otot – otot leher, hindari tulang yang menonjol.
 Akhiri massage dengan memberikan pukulan
 Observasi kulit akan adanya kemerahan dan integritas kuilt tidak utuh
 Kenakan pakaian atas bila klien menggunakan infus maka dahulukan lengan yang
memadai infuse .
11. Paha dan kaki
 Tanggalkan pakaian bawah klien dan tutup bagian bawah dengan handuk atas secara
melintang
 Bentangkan handuk bawah dibawah kedua tungkai, anjurkan klien untuk menekuk
tungkai, cuci tungkai dari arah mata kaki, kearah paha, kemudian keringkan dengan
handuk bawah .
12. Bokong dan genitalia
 Letakkan handuk bawah melintang dibawah bokong dan sebagian menutupi bokong dan
sebagian menutupi bagian depan
 Cuci daerah genitalia
 Anjurkan klien untuk miring atau tengkurap kemudian cuci bagian bokong , terakhir cuci
bagian anus dengan arah dari perineum ke anus dengan menggunakan wash lap bawah .
 Kenakan pakaian bawah klien
13. Bantu klien untuk menyisir rambut dan rapikan tempat tidur
14. Beri posisi yang menyenagkan dan nyaman untuk klien .
15. Bereskan lat – alat dan perawatan mencuci tangan
16. Dokumentasi

9. Membantu klien BAK

jika pasien tidak dapat mobilissasi sendiri

1. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan.      


2. Menyiapkan alat dan bahan secara ergonomis

26
 Tissu
 Pispot
 Botol berisi air
 Sarung tangan disposible
 Selimut
 Sampiran
 Bel
3. Mendekatkan alat – alat ke pasien
4. Mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir,mengeringkan dengan handuk
bersih
5. Nilai keadaan umum pasien
6. Nilai kemampuan mobilisasi
7. Pasang selimut atau kain penutup bagian bawah tubuh pasien.
8. Bantu membuka pakaian dalam bagian bawah pasien , laluditutup dengan selimut .
9. Anjurkan pasien menekuk lutut dan mengangkat bokong
10. Pasang perlak dibawah bokong pasien dan pispot .
11. Beri penjelasan kepada pasien untuk mulai BAK dan bila sudahselesai dapat
memberitahu perawat dengan menekan bel yangsudah didekatkan sebelumnya pada
pasien .
12. Pakai sarung tangan apabila pasien sudah selesai BAK
13. Bilas genitalia pasien dengan air bersih dan lap dengan tissu
14. Angkat pispot .
15. Lepaskan pengalas pispot .
16. Kenakan pakaian bawah pasien
17. Rapikan pasien dan atur posisi pasien senyaman mungkin sertatempat tidur pasien .
18. Bawa pispot ke toilet /WC
19. Bersihkan pispot
20. Cuci tangan
21. Membereskan alat –alat .
22. Melakukan dokumentasi

27
10. Membantu klien BAB

jika pasien tidak dapat mobilissasi sendiri

1. Memberitahu dan menjelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan.      


2. Menyiapkan alat dan bahan secara ergonomis
 Tissu
 Pispot
 Botol berisi air
 Sarung tangan disposible
 Baju pelindung /celemek
 Selimut
 Sampiran
 Bel
3. Mendekatkan alat – alat ke pasien
4. Mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, mengeringkan dengan handuk
bersih
5. Nilai keadaan umum pasien
6. Nilai kemampuan mobilisasi
7. Pasang selimut atau kain penutup bagian bawah tubuh pasien.
8. Bantu membuka pakaian dalam bagian bawah pasien , lalu ditutup dengan selimut .
9. Anjurkan pasien menekuk lutut dan mengangkat bokong
10. Pasang perlak dibawah bokong pasien dan pispot .
11. Beri penjelasan kepada pasien untuk mulai BAB dan bila sudah selesai dapat
memberitahu perawat dengan menekan bel yang sudah didekatkan sebelumnya pada
pasien
12. Pakai sarung tangan apabila pasien sudah selesai BAB
13. Bilas genitalia pasien dengan air bersih
14. Angkat pispot .

28
15. Anjurkan pasien untuk miring
16. Bersihkan daerah anus dan bokong dengan mengunakan tissue
17. Lepaskan pengalas pispot .
18. Kenakan pakaian bawah pasien
19. Rapikan pasien dan atur posisi pasien senyaman mungkin serta tempat tidur pasien .
20. Bawa pispot ke toilet /WC dan perhatika konsistensi feces , warna dan bau .
21. Bersihkan pispot
22. Cuci tangan
23. Membereskan alat –alat .
24. Melakukan dokumentasi

29
BAB IV

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
GERD (gastroesophageal reflux disease) atau penyakit asam lambung disebabkan oleh
melemahnya katup atau sfingter yang terletak di kerongkongan bagian bawah. Normalnya, katup
ini akan terbuka untuk memungkinkan makanan serta minuman masuk menuju lambung dan
dicerna. Setelah makanan atau minuman masuk ke lambung, katup ini akan tertutup kencang
guna mencegah isi lambung kembali naik ke kerongkongan.

Gejala yang biasa terjadi saat asam lambung naik adalah rasa asam atau pahit di  mulut
dan sensasi perih atau panas terbakar di dada dan ulu hati. Kedua gejala ini biasanya akan
semakin memburuk saat penderita membungkuk, berbaring, atau setelah makan.

Pengobatan nya dapat diberikan melalui obat-obatan maupun dengan tindakan operasi
dan perwatan yang digunakan dapat berupa meninggikan tempat tidue dan diet untuk pasien
dengan diagnosis GERD.

3.2 SARAN
Agar lebih menjaga ataupun memperhatikan kesehatan lambung dengan memperbaiki
pola hidup, tidak merokok DLL.

30
31
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alodokter.com/kenali-gejala-gerd-dan-cara-mengatasinya

https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/gerd-adalah-penyakit/

https://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:wA4MQnsXp84J:https://id.wikihow.com/Meringankan-Refluks-Asam-dengan-
Meninggikan-Tempat-Tidur+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id

31. https://www.timesindonesia.co.id/read/news/139955/diet-aman-untuk-penderita-gerd

32

Anda mungkin juga menyukai