Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul MAKALAH
PENYAKIT SALURAN CERNA BAGIAN ATAS.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Penyakit I. Terima kasih
kepada dr. Ratna selaku dosen mata kuliah Ilmu Penyakit I yang sudah memberikan tugas dan
arahan dalam pembuatan makalah. Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan,
pencarian bahan, sampai penulisan, penyusun mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan
bimbingan dari banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenaitu,
kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk bisa
lebih baik lagi dalam membuat makalah dan kami juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Tujuan .....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
2
2.1 Akalasia
...............................................................................................................................
2
2.2 Gastritis
...............................................................................................................................
4
2.3 Ulkus Peptikum
...............................................................................................................................
7
2.4 Refluks Gastro-Esofageal (GERD)
...............................................................................................................................
12
2.5 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
...............................................................................................................................
15
BAB III HASIL DISKUSI
...........................................................................................................................................
20
BAB IV RESUME.............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1 Mengetahui penyakit saluran cerna bagian atas
2 Mengetahui gejala dan tanda-tanda dari penyakit saluran cerna bagian atas
3 Mengetahui penegakkan diagnosis penyakit saluran cerna bagian atas
4 Mengetahui terapi dan pengobatan penyakit saluran cerna bagian atas
5 Mengetahui pencegahan penyakit saluran cerna bagian atas
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akalasia
a. Definisi
Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltis korpus esofagus
bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah (SEB) yang hipertonik sehingga tidak
bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Akalasia
dibagi menjadi dua yaitu akalasia primer dan sekunder.
Akalasia
Gejala dan Tanda
Primer Sekunder
Disfagia Ringan s/d berat ( > 1 tahun ) Sedang s/d berat (n< 6 bulan)
c. Penegakkan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis selain gejala klinis yang dapat memberikan kecurigaan
adanya akalasia perlu beberapa pemeriksaan penunjang seperti radiologis (esofagogram),
endoskopi saluran cerna atas dan manometri. Pemeriksaan radiologis dapat
2
menggunakan foto polos, fluoroskopi, barium, dan skintigrafi. Pemeriksaan endoskopi
bertujuan kumbah esofagus ini untuk membersihkan makanan padat atau cair, meskipun
sudah dipuasakan dalam waktu yang cukup lama. Pemeriksaan manometrik penting
untuk konfirmasi diagnostik.
e. Pencegahan
Sampai saat ini belum ditemukan pencegahan akalasia
3
2.2 Gastritis
a. Definisi
Proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan
gangguan yang paling sering ditemui di klinik, karena diagnosisnya sering hanya
berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan hispatologi. Gastritis dibagi menjadi dua
yaitu gastritis akut dan kronis. Gastritis akut merupakan inflamasi akut dari lambung,
biasanya terbatas pada mukosa sedangkan gastritis kronik merupakan peradangan bagian
mukosa lambung yang menahun, biasanya terdapat bakteri yaitu Helicobacter pylori.
Gastritis
4
Akut Kronik
Rasa terbakar
Nyeri abdominal Nyeri yang menggerogoti/ rasa
Kram
terbakar
Sendawa
Mual
Mual parah
Muntah
Muntah
Hilang nafsu makan
Bila kolpas penderita kulit yang
Sendawa
dingin, takhikardi, dan sianose Penurunan BB
Sering merasa panas di epigastrium
yang disertai seperti kejang-kejang
c. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan hispatologi.
Sebaiknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan update Sydney System
yang mengharuskan mencantumkan topografi. Gambaran endoskopi yang dapat
dijumpai eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion, pendarahan, edematous rugae-
Perubahan-perubahan hispatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering
juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya otoimun atau respon
adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel,
hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid,
atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan hispatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan bakteri Helicobacter
pylori.
5
Pada hari 1. sebaiknya jangan diberi makan. Dapat di coba dengan memberi
dengan cairan misalnya air teh hangat dengan gula dan mineral. bila masih
kesakitan, sebaiknya diberikan cairan infus.
Pada Hari 2. Diberi susu, bouillon dengan garam, terutama setelah banyak
muntah.
Pada Hari 3. Boleh makan bubur, telur setengah matang, dll makan lembek
dapat diberikan. Makanan ini dipertahankan selama seminggu, setelah keluhan
hilang.
e. Pencegahan
1. Makan secara teratur. Aturlah tiga kali makan makanan lengkap dan tiga kali
makan makanan ringan.
2. Makan dengan tenang jangan terburu-buru. Kunyah makanan hingga hancur
menjadi butiran lembut untuk meringankan kerja lambung.
3. Makan secukupnya, jangan biarkan perut kosong tetapi jangan makan berlebihan
sehingga perut terasa sangat kenyang.
4. Pilihlah makanan yang lunak atau lembek yang dimasak dengan cara direbus,
disemur atau ditim. Sebaiknya hindari makanan yang digoreng karena biasanya
menjadi keras dan sulit untuk dicerna.
5. Jangan makan makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin karena akan
menimbulkan rangsangan termis. Pilih makanan yang hangat (sesuai temperatur
tubuh).
6. Hindari makanan yang pedas atau asam, jangan menggunakan bumbu yang
merangsang misalnya cabe, merica dan cuka.
7. Jangan minum minuman beralkohol atau minuman keras, kopi atau teh kental.
8. Hindari rokok
9. Hindari konsumsi obat yang dapat menimbulkan iritasi lambung, misalnya
aspirin, vitamin C dan sebagaianya.
10. Hindari makanan yang berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi
lambung (coklat, keju dan lain-lain).
11. Kelola stres psikologi seefisien mungkin (Misnadiarly, 2009).
6
2.3 Ulkus Peptikum
a. Definisi
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di
bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot dari
suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/pepsin (Sanusi, 2011). Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa biasanya
di lambung atau duodenum (Corwin, 2009). Ulkus terjadi karena pengeluaran asam
pepsin oleh bakteri Helicobacter Pylori, penggunaan NSAID serta faktor-faktor yang
menyebabkan ketidakseimbangan pertahanan mukosal lambung.
Ada 3 jenis ulkus, yaitu :
1) Ulkus Esophagus
2) Ulkus Gastric
3) Ulkus Duodenal
7
Nyeri terletak dibagian bawah sternum atau tepat di ulu hati yang menjalar ke
manu brium sterni dan ke punggung didaerah interskapuler. Rasa nyeri muncul
pada saat makan atau minum yang akan bertambah parah apabila merubah
posisi.
2) Ulkus Gastric
Rasa nyeri berada pada bagian perut kiri atas atau di epigastrium yang
terkadang menjalar ke punggung kiri.
3) Ulkus Duodenal
Rasa nyeri berada pada perut kanan atas yang terkadang menjalar ke perut
bagian kiri serta ke pinggang kanan. Nyeri biasanya timbul pada saat malam
hari yang terkadang membangunkan penderita dari tidurnya.
2) Nausea dan Vomittus
Apabila rasa nyeri bertambah parah biasanya timbul mual yang diikuti dengan
muntah. Tidak semua penderita ulkus merasakan adanya mual dan muntah.
3) Bloating
4) Nafsu makan menurun
Beberapa penderita ulkus mengalami penurunan nafsu makan, namun ada juga
yang masih memiliki nafsu makan tetapi takut untuk makan karena takut akan
adanya rasa nyeri.
5) Rasa terbakar
Rasa terbakar terjadi pada daerah retrosternal yang terkadang diikuti dengan
regurgitasi. Rasa terbakar biasanya timbul karena makanan atau minumam yang
asam.
6) Water brash dan Regurgitasi Asam
Water brash merupakan keluhan dimana mulut si penderita terasa cepat terisi oleh
cairan, terutama cairan saliva tanpa ada rasa. Regurgitasi asam merupakan
naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai rasa mual
maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat. Regurgitasi juga biasa dikenal
dengan naiknya asam lambung. Pada kasus ini, regurgitasi dari cairan lambung
dengan rasa yang pahit.
7) Gejala dari Kolon
c. Penegakkan Diagnosis
Untuk memastikan atau untuk memperkuat diagnosis, maka perlu dilakukan
pemeriksaan khusus, diantaranya :
1) Pengamatan klinis
Secara klinis pasien mengeluh pirosis yang terkadang menjalar ke pinggang
disertai dengan mual dan muntah.
2) Radiologis
Terlihat adanya gambaran niche atau crater.
3) Endoskopis
8
Terlihat tukak gaster dengan pinggir teratur, mukosa licin, lipatan radiasi keluar
dari pinggir tukak secara teratur.
4) Biopsi untuk pemeriksaan histapatologi
Tidak menunjukkan adanya keganasan.
5) Test CLO (Campylobacter Like Organism)
Untuk menunjukkan apakah ada infeksi Helicobacter Pylori dalam rangka
eradikasi kuman.
9
Sulkrafat
Sulkrafat memiliki efek menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin,
sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor
pertumbuhan epidermal
Koloid Bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein
pada dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam.
Analog Prostaglandin : Misoprostol
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi
mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya
digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang
menggunakan OAINS.
Antasida
Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan
obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal.
3) Tindakan Operasi
Tindakan pembedahan ada 2 macam,yaitu :
1. Reseksi bagian distal lambung atau gastrektomi sebagian (partial
gastrectomy)
2. Vagotomi yang bermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung terutama
pada tukak duodenum.
e. Pencegahan
1) Menjaga kebersihan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa bakteri H.Pylori
berpotensi menyebar melalui makanan dan air munim.
2) Berhati-hati dalam penggunaan obat anti inflamasi non-steroid agar tidak
berlebihan
3) Mengatur pola makan
4) Mengurangi atau berhenti merokok
5) Menghindari konsumsi alcohol
10
f. Bagan Manajemen Ulkus Peptikum
11
b. Gejala dan Tanda
1) Rasa panas dan pedih di dada tengah.
2) Reguritasi: timbulnya rasa seperti muntah dengan mulut masam.
3) Disfagia, disebabkan kelainan pada esofagus, diantaranya,
kesulitan menelan baik bentuk makanan maupun cairan.
kesulitan meneruskan makanan dari mulut ke dalam lambung.
rasa terhentinya makanan di daerah retrosternal setelah menelan.
c. Penegakkan Diagnosis
1) Radiologi
Pada pemeriksaan ini diberikan kontras media barium. Perlu diamati secara
fluroskopi jalannya barium di dalam esophagus, perlu diperhatikan peristaltic
terutama dibagian distal (SDE). Bila ditemukan refluks barium dari lambung
kembali ke esophagus maka dapat dinyatakan adanya RGE.
2) Endoskopi
Untuk menentukan ada tidaknya kelainan di esophagus, misalnya; esophagitis,
tukak esophagus, achalasia, tumor esophagus, dll.
3) Tes Perfusi Asam dari Bernstein
Untuk evaluasi kepekaan mukosa esophagus terhadap asam. Menggunakan 0,1
N HCl. Test dikatakan positif apabila menimbulkan rasa nyeri di dada seperti
yang biasanya dialami penderita, sedangkan laurtan NaCl tidak nyeri.
4) Tes Farmakologik
Untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari
rekaman gerak peristaltik esophagus secara manometrik untuk memastikan nyeri
dada asal esophagus dengan menggunakan obat edrophonium yang disuntikkan.
5) Pengukuran pH dan Tekanan Esophagus
Pengukuran pH dari esophagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya
RGE. Tes ini dianggap sebagai gold standard untuk memastikan adanya RGE.
6) Tes Gastro-Esofageal Scintigrafi
Tes ini menggunakan bahan radio-isotop untuk penilaian pengosongan
esophagus dan sifatnya non-invasive.
12
8. Kurangi atau hentikan minum kopi, alcohol, coklat dan makanan yang
mengandung rempah-rempah
9. Jangan merokok
10. Jangan menggunakan obat yang menurunkan tekanan di SED.
Sebagian penderita dengan keluhan RGE tanpa adanya kelainan di esophagus
akan membaik dengan mengubah cara hidupnya sebagaimana yang tercantum di
atas.
2) Terapi Medikamentosa
Untuk mengobati penderita dengan keluhan RGE perlu diperhatikan beberapa
faktor patogenik, yaitu :
1. Meningkatkan penghalang anti-refluks; berhenti merokok, mengatur diit,
pemberian obat prokinetik, asam alginik, dsb
2. Meningkatkan pengosongan/pembersihan esophagus; meninggikan posisi
kepala waktu tidur, pemberian betanechol, cisapride
3. Mengurangi asam lambung; pemberian antasida, histamint H2 antagonist,
omeprazole
4. Meningkatkan daya tahan mukosa; pemberian carbenoxolon, obat sitoprotektif
e. Pencegahan
1) Hindari merokok
2) Jaga berat badan ideal (hindari obes)
3) Hindari penggunaan pakaian yang terlalu ketat terutama di sekitar perut
4) Jauhi dan hindari konsumsi beberapa jenis makanan dan minuman, diantaranya
alkohol, kopi, cokelat, tomat, atau makanan yang mengandung lemak tinggi,
atau makanan yang pedas
5) Jarang langsung berbaring setelah makan
13
2.5 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
a. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan
proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises
esophagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam
pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang,
dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.
Kemungkinan pasien datang dengan 1) Anemia defisiensi besi akibat perdarahan
tersembunyi yang berlangsung lama, 2) Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa
anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan
tingkat kegawatan pasien.Penyebab perdarahan SCBA yang sering terjadi adalah
pecahnya varises esophagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati kongestif,
sindroma Mallory-Weiss,dan keganasan.
Pengelolaan dasar pasien perdarahan tujuan pokoknya adalah mempertahankan
stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang.
Langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik
2) Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik
14
3) Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan
4) Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah
5) Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan
6) Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan,
mencegah perdarahan ulang
c. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan lain yang diperlukan. Dalam anamnesis yang perlu ditekankan:
1) Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
2) Riwayat perdarahan sebelumnya
3) Riwayat perdarahan dalam keluarga
4) Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
5) Penggunaan obat-obatan terutama inflamasi non-steroid dan anti koagulan
6) Kebiasaan minum alcohol
7) Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam
tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat-obatan
8) Riwayat transfuse sebelumnya
Pemeriksaan fisis yang perlu dilakukan adalah mengetahui tanda-tanda vital seperti
kesadaran, tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan, keadaan umum, tinggi badan dan berat
badan. Selain itu dalam pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan status generalis
pada kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut, leher, paru, jantung, punggung,
abdomen, anus, ekstermitas.
15
Sarana diagnostik yang bisa digunakan pada kasus perdarahan saluran makanan ialah
endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan angiografi. Pada
semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan SCBA atau yang asal perdarahannya masih
meragukan pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan. Dengan
pemeriksaan ini sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan bisa ditegakkan.
Selain itu dengan endoskopi bisa pula dilakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan masih
tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit diidentifikasi perlu dipertimbangkan
pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk
menghentikan perdarahan. Adapun hasil tindakan endoskopi atau angiografi sangat
tergantung tingkat keahlian, keterampilan, dan pengalaman pelaksana.
e. Pencegahan
16
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas merupakan suatu komplikasi yang timbul
akibat terjadinya perdarahan pada saluran pencernaaan bagian atas yang diakibatkan oleh
beberapa kelainan yakni kelainan pada esofagus, lambung dan duodenum. Oleh karena
itu upaya preventif dalam masalah ini adalah dengan mencegah seseorang agar tidak
mengalami kelainan-kelainan tersebut. Secara umum pencegahan komplikasi dari suatu
penyakit adalah dengan mengatasi penyebab suatu kelainan , pemberian pengobatan
yang teratur dan benar serta mematuhi arahan dari dokter
17
Anamnesisdan pemeriksaan fisik
TandaVital
Akses Vena
SelangNasogostrik
Pemeriksaan Laboratorium
Cairan Isistaloid
Cairan Koloid
Transfusi Darah
.
Terapi Empiris
Skleroterapi
Penyuntikan
atau
Diagnosis
ligastobat
atau
tindakan
hemostatik
selangdan
SB atau
terapioperasi
radiologi
segera
interven
Jika gagal
BAB III
18
HASIL DISKUSI
BAB IV
RESUME
19
dipengaruhi
a. Miastenia
gravis
a. Disfagia
b. Amiloidosis
b. Nyeri Dada Makanan lunak dan
c. Skleroderma
1. Akalasia Kerongkongan c. Regurgitasi cair
d. Divertikel
d. Komplikasi
Esofagus
paru
e. Spasma
Esofagus difus
a. Rasa terbakar
b. Nyeri a. Makanan
abdominal Lembek
c. Kram b. Mudah
d. Sendawa dicerna, dan tidak
e. Mual parah merangsang
f. Muntah peniingkatan
g. Bila kolpas sekresi
penderita kulit a. GERD
c. Dapat
2. Gastritis Lambung yang dingin, b. Ulkus
menetralisir asam
takhikardi, dan Peptikum
lambung
sianose d. Dilarang
h. Sering merasa makan makanan
panas di pedas dan asam
epigastrium e. Dilarang
yang disertai minum alkohol
seperti kejang- dan merokok
kejang
3. Ulkus a. Esophagus a. Nyeri dibagian a. Dispepsia a. Makanan cair,
Peptikum b. Lambung bawah sternum fungsional dengan frekuensi
c. Duodenum (ulkus b. Gastritis sering diberikan
esophagus) Pankreatis namun dengan
b. Nyeri dibagian porsi yang kecil
perut kiri atas b. Cukup energi dan
atau di protein sesuai
epigastrium dengan kebutuhan
(ulkus pasien
lambung) c. Rendah lemak,
c. Nyeri dibagian sebesar 10-15%
perut kanan dari kebutuhan
atas (ulkus energi total
duodenal) d. Cukup cairan
d. Mual e. Rendah serat
e. Muntah f. Rendah laktosa
f. Penurunan (apabila ada
berat badan gejala intoleransi
(bila sudah laktosa)
kronik) g. Menghindari
makanan/minuma
20
n yang banyak
mengandung gas,
seperti lemak,
sawi, kol, nangka,
pisang ambon,
kedondong,
minuman bersoda.
h. Hindari makanan
yang merangsang
pengeluaran asam
lambung, seperti
kopi, minuman
beralkohol 5-
20%, anggur
putih, sari buah
sitrus, susu
i. Hindari makanan
yang sulit dicerna,
seperti makanan
berlemak, kue
tart, keju
j. Hindari makanan
yang langsung
merusak dinding
lambung, seperti
makanan yang
mengandung cuka
dan pedas,
merica, serta
bumbu yang
merangsang.
4. GERD Esophagus a. Rasa panas dan a. Gastritis a. Diet rendah
pedih di dada b. Dispepsia lemak
tengah. c. Disfagia b. Makan
b. Reguritasi : dengan porsi kecil
timbulnya rasa namun sering
seperti muntah c. Hindari
dengan mulut konsumsi
masam. makanan pedas
c. Disfagia, dan berminyak
kesulitan seperti cabai, saus
menelan baik sambal, atau saus
bentuk barbekyu yang
makanan pedas
maupun d. Untuk buah,
cairan., hindari jeruk
kesulitan karena kandungan
21
asamnya yang
meneruskan tinggi
e. Hindari
makanan dari
konsumsi yaitu
mulut ke dalam
alkohol, kopi, teh,
lambung, rasa
coklat, atau
terhentinya
minuman soda
makanan di
f. Berhenti
daerah
merokok
retrosternal g. Kurangi berat
setelah badan bagi
menelan. penderita berat
badan lebih
a. Sering: Ukus
Peptikum,
Robekan
Mallory-
a. Hematemesis Weiss,
b. Melena Gastritis,
c. Hematoskezia Duodenitis, a. Fasse akut
d. Syok Esofagistis diberikan
e. Akral teraba b. Kadang- makanan
Perdarahan dingin dan kadang: parenteral saja
Saluran a. Esofagus basah Angiodisplasia selama 24-48 jam
5. Cerna b. Lambung f. Koagulopati , varises b. Pasca perdarahan
Bagian c. Duodenum purpura serta esophagus diberikan
Atas memar c. Jarang: Makanan Cair
g. Demam ringan Keganasan Jernih, tiap 2-3
h. Nyeri pada Saluran jam hanya selama
lambung Pencernaan 1-2 hari..
i. Nafsu makan Atas
menurun d. Sangat Jarang:
Lesi
Diculafoy,
Fiztula
Aortoenterik
22
DAFTAR PUSTAKA
Abata, Qorry Aina. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jawa Timur : Yayasan PP Al-Furqon.
Almatsier, Sunita. 2006. Penuntun Diet EdisiBaru. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni.
Hawks, Jane Hokanson & Joyce M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia:
CV Pentasada Media Edukasi.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-irmadyahay-6313-2-babii.pdf
(diakses pada 12 Februari 2017)
http://repository.maranatha.edu/2676/3/0910132_Chapter1.pdf (diakses pada 12 Februari
2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45963/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada 12
Februari 2017)
Purwadianto&Sampurna. 2000. KedaruratanMedikPedomanPelaksanaanPraktis (105-110).
Jakarta: BinarupaAksara.
Putri, Diyah Purbawati Wiseno. 2010. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik Pada Pasien
Tukak Peptik (Peptic Ulcer Disease) Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Surakarta Tahun 2008.http://eprints.ums.ac.id/8907/2/K100050222.pdf . (diakses
pada 11 Februari 2017)
Sloane, Ethel. 2004. Anatmoi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet PadaPasien. Yogyakarta: GrahaIlmu.
23