Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ILMU PENYAKIT

PENYAKIT SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Disusun oleh : Kelompok 1 Kelas B

1. Ririn Rochmawati 1510714002


2. Diana Martha Ariesta Sari 1510714050
3. Antania Hermada Aprilia 1510714059
4. Lianti Mustika Sani 1510714064

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul MAKALAH
PENYAKIT SALURAN CERNA BAGIAN ATAS.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Penyakit I. Terima kasih
kepada dr. Ratna selaku dosen mata kuliah Ilmu Penyakit I yang sudah memberikan tugas dan
arahan dalam pembuatan makalah. Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan,
pencarian bahan, sampai penulisan, penyusun mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan
bimbingan dari banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenaitu,
kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk bisa
lebih baik lagi dalam membuat makalah dan kami juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Depok, 19 Februari 2017


Penyusun

Kelompok 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Tujuan .....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

2
2.1 Akalasia
...............................................................................................................................
2
2.2 Gastritis
...............................................................................................................................
4
2.3 Ulkus Peptikum
...............................................................................................................................
7
2.4 Refluks Gastro-Esofageal (GERD)
...............................................................................................................................
12
2.5 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
...............................................................................................................................
15
BAB III HASIL DISKUSI
...........................................................................................................................................
20
BAB IV RESUME.............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gangguan pada sistem pencernaan dapat disebabkan oleh pola makan yang salah,
infeksi bakteri, dan kelainan alat pencernaan yang memberikan gejala seperti
gastroenteritis, konstipasi, obstipasi maupun ulkus. Gangguan pencernaan ini banyak
disebabkan oleh sebagian besar Enterobacteriaceae, namun tidak semua
Enterobacteriaceae dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti Proteus mirabilis
yang merupakan flora normal usus manusia dapat menjadi patogen bila berada di luar
usus manusia dan mengenai saluran kemih (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2010).
Sesuai dengan letaknya saluran cerna pada manusia di kelompokan menjadi dua, yaitu
saluran cerna atas dan bawah. Saluran cerna atas dimulai dari rongga mulut hingga usus
dua belas jari, sedangkan saluran cerna bawah dimulai dari usus dua belas jari distal
hingga anus. Gejala pada gangguan saluran cerna atas meliputi mual, muntah, kembung,
nafsu makan menurun dan sendawa.
Saluran pencernaan pun tak lepas dari serangan berbagai penyakit diantaranya adalah
Esofagitis, Karsinoma Esofagus, Tukak Peptik, Karsinoma Lambung, Tukak Duodenum,
Penyakit Crohn, Karsinoma Kolon Rektum, dan Kolitis Ulseratif. Bila hal tersebut terjadi,
maka proses metabolisme tidak dapat berjalan dengan baik.

1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1 Mengetahui penyakit saluran cerna bagian atas
2 Mengetahui gejala dan tanda-tanda dari penyakit saluran cerna bagian atas
3 Mengetahui penegakkan diagnosis penyakit saluran cerna bagian atas
4 Mengetahui terapi dan pengobatan penyakit saluran cerna bagian atas
5 Mengetahui pencegahan penyakit saluran cerna bagian atas

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Akalasia
a. Definisi
Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltis korpus esofagus
bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah (SEB) yang hipertonik sehingga tidak
bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Akalasia
dibagi menjadi dua yaitu akalasia primer dan sekunder.

b. Gejala dan Tanda


Gejala klinis subyektif yang terutama ditemukan adalah disfagia, baik makanan
padat cair. Gejala lain yang sering didapatkan adalah regurgitasi. Regusgitasi ini
berhubungan dengan posisi pasien dan sering terjadi pada malam hari oleh karena
adanya akumulasi makanan pada esofagus yang melebar. Sebagai tanda regurgitasi ini
berasal dari esofagus yaitu pasien tidak merasa asam atau pahit. Keadaan ini berakibat
aspirasi pneumonia. Penurunan berat badan merupakan gejala yang ketiga yang sering
ditemukan, hal ini disebabkan karena pasien takut makan akibat timbulnya disfagia.
Gejala yang menyertai adalah nyeri dada. Mungkin juga ditemukan defisiensi suatu zat
gizi karena adanya penurunan berat badan.

Akalasia
Gejala dan Tanda
Primer Sekunder

Disfagia Ringan s/d berat ( > 1 tahun ) Sedang s/d berat (n< 6 bulan)

Nyeri Dada Ringan sampai sedang Jarang

Regurgitasi Sedang s/d berat Ringan

Komplikasi paru Sedang Jarang

BB turun Ringan ( 5 kg) Berat (15 kg)

c. Penegakkan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis selain gejala klinis yang dapat memberikan kecurigaan
adanya akalasia perlu beberapa pemeriksaan penunjang seperti radiologis (esofagogram),
endoskopi saluran cerna atas dan manometri. Pemeriksaan radiologis dapat

2
menggunakan foto polos, fluoroskopi, barium, dan skintigrafi. Pemeriksaan endoskopi
bertujuan kumbah esofagus ini untuk membersihkan makanan padat atau cair, meskipun
sudah dipuasakan dalam waktu yang cukup lama. Pemeriksaan manometrik penting
untuk konfirmasi diagnostik.

d. Terapi dan pengobatan


Pengobatan akalsia antara lain dengan cara Medikamentosa oral, dilatasi, peregangan
SEB, esofagomiotomi, injeksi botulinum (Botox) ke stingfer esofagus.
1) Medikamentosa oral
Pengobatan ini digunakan untuk jangka pendek untuk mengurangi keluhan
pasien. Pengobatan ini bertujuan untuk memperbaiki proses pengosongan
esofagus pada akalasia, pertama dengan memberi amil nitrit pada waktu
pemeriksaan esofagogram yang berakinbat relaksasi pada daerah kardia.
2) Dilatasi/ Peregangan SEB
Pengobatan ini digunakan untuk sementara untuk mengurangi keluhan pasien.
Cara sederhana dengan businasi Hurst, yang terbuat dari bahan karet yang berisi
air raksa dalam satuan ukuran F (French) mempunyai 4 jenis ukuran. Cara yang
dianjurkan ialah dilatasi SEB dengan alat yang dinamakan dilatasi pneumatik.
Cara ini dapat berhasil cukup baik yaitu sekitar 75-85% kasus. Hasil dilatasi
akan memuaskan bila dilakukan beberapa kali.
3) Esofagomiotomi
Tindakan bedah esofagomiotomi dianjurkan bila terdapat 1) beberapa kali (>2x)
dilatasi pneumatik tidak berhasil; 2) Adanya ruptur esofagus akibat dilatasi; 3)
Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang sangat
hebat; 4) Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumir esofagus; 5) Akalasia
pada anak berumur < 12 tahun.
4) Injeksi Toksin Botulinum
Pengobatan ini dengan menyuntikkan toksin botulinum ke SEB yang lemah
dengan menggunakan endoskopi. Terapi ini lebih aman tetapi hanya berjangka
pendek dan perlu prnyuntikan yang berulang.

e. Pencegahan
Sampai saat ini belum ditemukan pencegahan akalasia

f. Bagan Manajemen Akalasia

3
2.2 Gastritis
a. Definisi
Proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan
gangguan yang paling sering ditemui di klinik, karena diagnosisnya sering hanya
berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan hispatologi. Gastritis dibagi menjadi dua
yaitu gastritis akut dan kronis. Gastritis akut merupakan inflamasi akut dari lambung,
biasanya terbatas pada mukosa sedangkan gastritis kronik merupakan peradangan bagian
mukosa lambung yang menahun, biasanya terdapat bakteri yaitu Helicobacter pylori.

b. Gejala dan Tanda

Gastritis

4
Akut Kronik

Rasa terbakar
Nyeri abdominal Nyeri yang menggerogoti/ rasa
Kram
terbakar
Sendawa
Mual
Mual parah
Muntah
Muntah
Hilang nafsu makan
Bila kolpas penderita kulit yang
Sendawa
dingin, takhikardi, dan sianose Penurunan BB
Sering merasa panas di epigastrium
yang disertai seperti kejang-kejang

c. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan hispatologi.
Sebaiknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan update Sydney System
yang mengharuskan mencantumkan topografi. Gambaran endoskopi yang dapat
dijumpai eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion, pendarahan, edematous rugae-
Perubahan-perubahan hispatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering
juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya otoimun atau respon
adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel,
hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid,
atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan hispatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan bakteri Helicobacter
pylori.

d. Terapi dan pengobatan


Pengobatan gastritis
akibat infeksi Helicobacter
pylori bertujuan untuk
melakukan eradikasi kuman
tersebut.

Terapi pada Gastritis akut


yaitu
1) Selama masa akut perlu mendapat istirahat mutlak selama 1-2 hari.
2) Diet:

5
Pada hari 1. sebaiknya jangan diberi makan. Dapat di coba dengan memberi
dengan cairan misalnya air teh hangat dengan gula dan mineral. bila masih
kesakitan, sebaiknya diberikan cairan infus.
Pada Hari 2. Diberi susu, bouillon dengan garam, terutama setelah banyak
muntah.
Pada Hari 3. Boleh makan bubur, telur setengah matang, dll makan lembek
dapat diberikan. Makanan ini dipertahankan selama seminggu, setelah keluhan
hilang.

Terapi pada Gastritis kronis:


1) Diberikan diet makanan lembek
2) Dilarang Merokok

e. Pencegahan
1. Makan secara teratur. Aturlah tiga kali makan makanan lengkap dan tiga kali
makan makanan ringan.
2. Makan dengan tenang jangan terburu-buru. Kunyah makanan hingga hancur
menjadi butiran lembut untuk meringankan kerja lambung.
3. Makan secukupnya, jangan biarkan perut kosong tetapi jangan makan berlebihan
sehingga perut terasa sangat kenyang.
4. Pilihlah makanan yang lunak atau lembek yang dimasak dengan cara direbus,
disemur atau ditim. Sebaiknya hindari makanan yang digoreng karena biasanya
menjadi keras dan sulit untuk dicerna.
5. Jangan makan makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin karena akan
menimbulkan rangsangan termis. Pilih makanan yang hangat (sesuai temperatur
tubuh).
6. Hindari makanan yang pedas atau asam, jangan menggunakan bumbu yang
merangsang misalnya cabe, merica dan cuka.
7. Jangan minum minuman beralkohol atau minuman keras, kopi atau teh kental.
8. Hindari rokok
9. Hindari konsumsi obat yang dapat menimbulkan iritasi lambung, misalnya
aspirin, vitamin C dan sebagaianya.
10. Hindari makanan yang berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi
lambung (coklat, keju dan lain-lain).
11. Kelola stres psikologi seefisien mungkin (Misnadiarly, 2009).

f. Bagan Manajemen Gastritis

6
2.3 Ulkus Peptikum
a. Definisi
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di
bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot dari
suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/pepsin (Sanusi, 2011). Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa biasanya
di lambung atau duodenum (Corwin, 2009). Ulkus terjadi karena pengeluaran asam
pepsin oleh bakteri Helicobacter Pylori, penggunaan NSAID serta faktor-faktor yang
menyebabkan ketidakseimbangan pertahanan mukosal lambung.
Ada 3 jenis ulkus, yaitu :
1) Ulkus Esophagus
2) Ulkus Gastric
3) Ulkus Duodenal

b. Gejala dan Tanda


1) Nyeri
1) Ulkus Esophagus

7
Nyeri terletak dibagian bawah sternum atau tepat di ulu hati yang menjalar ke
manu brium sterni dan ke punggung didaerah interskapuler. Rasa nyeri muncul
pada saat makan atau minum yang akan bertambah parah apabila merubah
posisi.
2) Ulkus Gastric
Rasa nyeri berada pada bagian perut kiri atas atau di epigastrium yang
terkadang menjalar ke punggung kiri.
3) Ulkus Duodenal
Rasa nyeri berada pada perut kanan atas yang terkadang menjalar ke perut
bagian kiri serta ke pinggang kanan. Nyeri biasanya timbul pada saat malam
hari yang terkadang membangunkan penderita dari tidurnya.
2) Nausea dan Vomittus
Apabila rasa nyeri bertambah parah biasanya timbul mual yang diikuti dengan
muntah. Tidak semua penderita ulkus merasakan adanya mual dan muntah.
3) Bloating
4) Nafsu makan menurun
Beberapa penderita ulkus mengalami penurunan nafsu makan, namun ada juga
yang masih memiliki nafsu makan tetapi takut untuk makan karena takut akan
adanya rasa nyeri.
5) Rasa terbakar
Rasa terbakar terjadi pada daerah retrosternal yang terkadang diikuti dengan
regurgitasi. Rasa terbakar biasanya timbul karena makanan atau minumam yang
asam.
6) Water brash dan Regurgitasi Asam
Water brash merupakan keluhan dimana mulut si penderita terasa cepat terisi oleh
cairan, terutama cairan saliva tanpa ada rasa. Regurgitasi asam merupakan
naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai rasa mual
maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat. Regurgitasi juga biasa dikenal
dengan naiknya asam lambung. Pada kasus ini, regurgitasi dari cairan lambung
dengan rasa yang pahit.
7) Gejala dari Kolon

c. Penegakkan Diagnosis
Untuk memastikan atau untuk memperkuat diagnosis, maka perlu dilakukan
pemeriksaan khusus, diantaranya :
1) Pengamatan klinis
Secara klinis pasien mengeluh pirosis yang terkadang menjalar ke pinggang
disertai dengan mual dan muntah.
2) Radiologis
Terlihat adanya gambaran niche atau crater.
3) Endoskopis

8
Terlihat tukak gaster dengan pinggir teratur, mukosa licin, lipatan radiasi keluar
dari pinggir tukak secara teratur.
4) Biopsi untuk pemeriksaan histapatologi
Tidak menunjukkan adanya keganasan.
5) Test CLO (Campylobacter Like Organism)
Untuk menunjukkan apakah ada infeksi Helicobacter Pylori dalam rangka
eradikasi kuman.

d. Terapi dan pengobatan


Pengelolaan penderita dengan ulkus peptikum adalah sebagai berikut :
1) Non-Farmakologi
Istirahat
Secara umum pasien tukak dianjurkan untuk pengobatan rawat jalan, namun
apabila kurang berhasil atau terjadi komplikasi dianjurkan untuk rawat inap.
Dengan adanya tambahan jam istirahat akan berkurangnya refluks empedu,
stress dan penggunaan analgletik.
Diet
Untuk penyakit ulkus peptikum diberikan diet penyakit lambung dengan
tujuan memberikan makanan dan minuman yang tidak memberatkan kerja
lambung serta menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan.
Syarat diet penyakit lambung:
- Makanan cair, mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan
- Energi dan protein cukup, serta lemak rendah (sekitar 10-15%)
- Cairan cukup
- Rendah serat
- Tidak diperbolehkan mengonsumsi makanan yang pedas, asam ataupun
berlemak.
Pantangan merokok
Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat
sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodenum,
menambah refluks duogenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus
meningkatkan kekambuhan tukak.
2) Farmakologi
Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara
berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel
pariental lambung.
Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal.
Omeprazole merupakan salah satu obat PPI pertama kali.

9
Sulkrafat
Sulkrafat memiliki efek menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin,
sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor
pertumbuhan epidermal
Koloid Bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein
pada dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam.
Analog Prostaglandin : Misoprostol
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi
mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya
digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang
menggunakan OAINS.
Antasida
Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan
obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal.
3) Tindakan Operasi
Tindakan pembedahan ada 2 macam,yaitu :
1. Reseksi bagian distal lambung atau gastrektomi sebagian (partial
gastrectomy)
2. Vagotomi yang bermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung terutama
pada tukak duodenum.

e. Pencegahan
1) Menjaga kebersihan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa bakteri H.Pylori
berpotensi menyebar melalui makanan dan air munim.
2) Berhati-hati dalam penggunaan obat anti inflamasi non-steroid agar tidak
berlebihan
3) Mengatur pola makan
4) Mengurangi atau berhenti merokok
5) Menghindari konsumsi alcohol

10
f. Bagan Manajemen Ulkus Peptikum

2.4 Refluks Gastro-Esofagus (GERD)


a. Definisi
Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophagel reflux disease/GERD) adalah
suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus,
dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring, dan
saluran nafas. Penyakit ini merupakan merupakan penyakit saluran pencernaan yang
bersifat kronis. GERD terjadi ketika asam lambung atau terkadang isi lambung naik
kembali ke esofagus (refluks), akibatnya asam lambung akan mengiritasi dan membakar
esofagus atau kerongkongan.

11
b. Gejala dan Tanda
1) Rasa panas dan pedih di dada tengah.
2) Reguritasi: timbulnya rasa seperti muntah dengan mulut masam.
3) Disfagia, disebabkan kelainan pada esofagus, diantaranya,
kesulitan menelan baik bentuk makanan maupun cairan.
kesulitan meneruskan makanan dari mulut ke dalam lambung.
rasa terhentinya makanan di daerah retrosternal setelah menelan.

c. Penegakkan Diagnosis
1) Radiologi
Pada pemeriksaan ini diberikan kontras media barium. Perlu diamati secara
fluroskopi jalannya barium di dalam esophagus, perlu diperhatikan peristaltic
terutama dibagian distal (SDE). Bila ditemukan refluks barium dari lambung
kembali ke esophagus maka dapat dinyatakan adanya RGE.
2) Endoskopi
Untuk menentukan ada tidaknya kelainan di esophagus, misalnya; esophagitis,
tukak esophagus, achalasia, tumor esophagus, dll.
3) Tes Perfusi Asam dari Bernstein
Untuk evaluasi kepekaan mukosa esophagus terhadap asam. Menggunakan 0,1
N HCl. Test dikatakan positif apabila menimbulkan rasa nyeri di dada seperti
yang biasanya dialami penderita, sedangkan laurtan NaCl tidak nyeri.
4) Tes Farmakologik
Untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari
rekaman gerak peristaltik esophagus secara manometrik untuk memastikan nyeri
dada asal esophagus dengan menggunakan obat edrophonium yang disuntikkan.
5) Pengukuran pH dan Tekanan Esophagus
Pengukuran pH dari esophagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya
RGE. Tes ini dianggap sebagai gold standard untuk memastikan adanya RGE.
6) Tes Gastro-Esofageal Scintigrafi
Tes ini menggunakan bahan radio-isotop untuk penilaian pengosongan
esophagus dan sifatnya non-invasive.

d. Terapi dan pengobatan


1) Konservatif
Pengelolaan konservatif ini dititik beratkan memperbaiki perilaku penderita,
diantaranya, yaitu:
1. Setelah makan jangan cepat berbaring
2. Hindari mengangkat barang berat
3. Hindari pakaian ketat terutama bagian pinggang
4. Penurunan BB untuk penderita yang gemuk
5. Biasakan tidur dengan lambung tidak terisi penuh
6. Tempat tidur di bagian kepala ditinggikan
7. Hindari makanan berlemak

12
8. Kurangi atau hentikan minum kopi, alcohol, coklat dan makanan yang
mengandung rempah-rempah
9. Jangan merokok
10. Jangan menggunakan obat yang menurunkan tekanan di SED.
Sebagian penderita dengan keluhan RGE tanpa adanya kelainan di esophagus
akan membaik dengan mengubah cara hidupnya sebagaimana yang tercantum di
atas.
2) Terapi Medikamentosa
Untuk mengobati penderita dengan keluhan RGE perlu diperhatikan beberapa
faktor patogenik, yaitu :
1. Meningkatkan penghalang anti-refluks; berhenti merokok, mengatur diit,
pemberian obat prokinetik, asam alginik, dsb
2. Meningkatkan pengosongan/pembersihan esophagus; meninggikan posisi
kepala waktu tidur, pemberian betanechol, cisapride
3. Mengurangi asam lambung; pemberian antasida, histamint H2 antagonist,
omeprazole
4. Meningkatkan daya tahan mukosa; pemberian carbenoxolon, obat sitoprotektif

Berdasarkan beberapa faktor pathogenesis, maka dapat dikelompokkan obat


tersebut, diantaranya :
1. Obat prokinetik; mempunyai sifat memperbaiki motilitas dan mempercepat
peristaltic saluran pencernaan (betanechol, metoclopramide, domperidon dan
cispride)
2. Antasida; biasa dipakai untuk menghindari/menghilangkan rasa nyeri dan
menetralisir asam lambung.
3. Obat anti-sekretonik; menurunkan sekresi asam lambung (burinamid,
metiamid, simetidin, ranitidine, roxatidin, nazitidin dan famotidine)
4. Obat sito-protektif; golongan prostaglandin E mempunyai juga sifat anti
sekretonik, golongan sitoprotektif mampu membentuk rintangan mekanik
sehingga akan melindungi mukosa dari asam dan pepsin.

e. Pencegahan
1) Hindari merokok
2) Jaga berat badan ideal (hindari obes)
3) Hindari penggunaan pakaian yang terlalu ketat terutama di sekitar perut
4) Jauhi dan hindari konsumsi beberapa jenis makanan dan minuman, diantaranya
alkohol, kopi, cokelat, tomat, atau makanan yang mengandung lemak tinggi,
atau makanan yang pedas
5) Jarang langsung berbaring setelah makan

f. Bagan Manajemen GERD

13
2.5 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
a. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan
proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises
esophagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam
pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang,
dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.
Kemungkinan pasien datang dengan 1) Anemia defisiensi besi akibat perdarahan
tersembunyi yang berlangsung lama, 2) Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa
anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan
tingkat kegawatan pasien.Penyebab perdarahan SCBA yang sering terjadi adalah
pecahnya varises esophagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati kongestif,
sindroma Mallory-Weiss,dan keganasan.
Pengelolaan dasar pasien perdarahan tujuan pokoknya adalah mempertahankan
stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang.
Langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik
2) Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik

14
3) Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan
4) Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah
5) Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan
6) Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan,
mencegah perdarahan ulang

b. Gejala dan Tanda


Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah
muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena),
mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung
meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis
(sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39 C,
nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht
(anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah
beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan
peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh
bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000)

c. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan lain yang diperlukan. Dalam anamnesis yang perlu ditekankan:
1) Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
2) Riwayat perdarahan sebelumnya
3) Riwayat perdarahan dalam keluarga
4) Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
5) Penggunaan obat-obatan terutama inflamasi non-steroid dan anti koagulan
6) Kebiasaan minum alcohol
7) Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam
tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat-obatan
8) Riwayat transfuse sebelumnya
Pemeriksaan fisis yang perlu dilakukan adalah mengetahui tanda-tanda vital seperti
kesadaran, tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan, keadaan umum, tinggi badan dan berat
badan. Selain itu dalam pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan status generalis
pada kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut, leher, paru, jantung, punggung,
abdomen, anus, ekstermitas.

15
Sarana diagnostik yang bisa digunakan pada kasus perdarahan saluran makanan ialah
endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan angiografi. Pada
semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan SCBA atau yang asal perdarahannya masih
meragukan pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan. Dengan
pemeriksaan ini sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan bisa ditegakkan.
Selain itu dengan endoskopi bisa pula dilakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan masih
tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit diidentifikasi perlu dipertimbangkan
pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk
menghentikan perdarahan. Adapun hasil tindakan endoskopi atau angiografi sangat
tergantung tingkat keahlian, keterampilan, dan pengalaman pelaksana.

d. Terapi dan pengobatan


1) Terapi Medik
1. Non-Endoslopis
Vasopressin
Somatostatin dan analognya (octreotide)
Inhibitor Pompa Proton
2. Endoskopis
Tukak: penyuntikan submukosa menggunakan adrenalin 1 : 10000
Esofagus: Ligasi varises
3. Radiologi
4. Pembedahan
2) Terapi Gizi
1. Tujuan Diet
Memberikan makanan secukupnya yang memungkinkan istirahat pada
saluran cerna, mengurangi risiko perdarahan ulang, dan mencegah
aspirasi.
Mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin
2. Syarat Diet
Tidak merangsang saluran cerna
Tidak meninggalkan sisa
Pada fasse akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48
jam untuk memberi istirahat pada lambung
Diet diberikan jika perdarahan sudah tidak ada.
3. Jenis Diet dan Indikasi Pemeberian
Diet diberikan dalam bentuk Makanan Cair Jernih, tiap 2-3 jam
pascaperdarahan. Nilai gizi makanan ini sangat rendah, sehingga diberikan
selama 1-2 hari saja.

e. Pencegahan

16
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas merupakan suatu komplikasi yang timbul
akibat terjadinya perdarahan pada saluran pencernaaan bagian atas yang diakibatkan oleh
beberapa kelainan yakni kelainan pada esofagus, lambung dan duodenum. Oleh karena
itu upaya preventif dalam masalah ini adalah dengan mencegah seseorang agar tidak
mengalami kelainan-kelainan tersebut. Secara umum pencegahan komplikasi dari suatu
penyakit adalah dengan mengatasi penyebab suatu kelainan , pemberian pengobatan
yang teratur dan benar serta mematuhi arahan dari dokter

f. Bagan Manajemen Perdarahan SCBA


Penilaian Awal dan Resusitasi

17
Anamnesisdan pemeriksaan fisik
TandaVital
Akses Vena
SelangNasogostrik
Pemeriksaan Laboratorium

Cairan Isistaloid
Cairan Koloid
Transfusi Darah
.

Hemodinamik Stabil Hemodinamik tidak stabil


Tidak ada perdarahan aktif Perdarahan aktif

Terapi Empiris

Hemodinamik stabil Hemodinamik stabil


Perdarahan berhenti Perdarahan menetap
Obat Vasoaktif:
Somatostatin
Octreotide
Vasopressin+nitra
Perdarahan berhenti

Endoskopi saluran cerna bagian atas selektif


EMERGENSI or AWAL Endoskopi

Varises esophagus/gaster Sumber perdarahan tidak tam


Ulkus

Skleroterapi
Penyuntikan
atau
Diagnosis
ligastobat
atau
tindakan
hemostatik
selangdan
SB atau
terapioperasi
radiologi
segera
interven

Jika gagal

TERAPI DEFINITIF Terapi Bedah

BAB III

18
HASIL DISKUSI

1. Berliana Budi Putri (1510714041)


Q : Apa perbedaan dilatasi pada pengobatan dan terapi?
A : Dilatasi pada pengobatan dan terapi itu sama. Dilatasi merupakan pengobatan
dengan memperlebar esophagus dengan beberapa opsi, dan dikatakan terapi karena
dilakukan setiap hari selama 6 hari.
2. Dhea Marliana Salsabilla (1510714057)
Q : Bagaimana cara pemotongan pada operasi, apakah akan berpengaruh dengan
saluran pencernaan?
A : Operasi yang dilakukan merupakan operasi Hiller yaitu operasi yang dilakukan
dengan penyayatan bukan pemotongan, jadi saluran yang menyempit disayat agar
salurannya dapat dilewati kembali oleh makanan.
3. Aliifah Rahma Denanti (1510714063)
Q : Mengapa penderita GERD tidak boleh tidur dalam posisi datar?
A : Karena itu bisa menyebabkan asam lambung naik ke esophagus. Oleh sebab itu
untuk mencegahnya, penderita GERD disarankan untuk menaikan bantalnya guna
mempertinggi posisi tidur agar asam lambung tidak bisa naik ke esophagus.

BAB IV
RESUME

No Nama Nama Organ Gejala Diagnosis Diet


Penyakit yang Banding

19
dipengaruhi
a. Miastenia
gravis
a. Disfagia
b. Amiloidosis
b. Nyeri Dada Makanan lunak dan
c. Skleroderma
1. Akalasia Kerongkongan c. Regurgitasi cair
d. Divertikel
d. Komplikasi
Esofagus
paru
e. Spasma
Esofagus difus
a. Rasa terbakar
b. Nyeri a. Makanan
abdominal Lembek
c. Kram b. Mudah
d. Sendawa dicerna, dan tidak
e. Mual parah merangsang
f. Muntah peniingkatan
g. Bila kolpas sekresi
penderita kulit a. GERD
c. Dapat
2. Gastritis Lambung yang dingin, b. Ulkus
menetralisir asam
takhikardi, dan Peptikum
lambung
sianose d. Dilarang
h. Sering merasa makan makanan
panas di pedas dan asam
epigastrium e. Dilarang
yang disertai minum alkohol
seperti kejang- dan merokok
kejang
3. Ulkus a. Esophagus a. Nyeri dibagian a. Dispepsia a. Makanan cair,
Peptikum b. Lambung bawah sternum fungsional dengan frekuensi
c. Duodenum (ulkus b. Gastritis sering diberikan
esophagus) Pankreatis namun dengan
b. Nyeri dibagian porsi yang kecil
perut kiri atas b. Cukup energi dan
atau di protein sesuai
epigastrium dengan kebutuhan
(ulkus pasien
lambung) c. Rendah lemak,
c. Nyeri dibagian sebesar 10-15%
perut kanan dari kebutuhan
atas (ulkus energi total
duodenal) d. Cukup cairan
d. Mual e. Rendah serat
e. Muntah f. Rendah laktosa
f. Penurunan (apabila ada
berat badan gejala intoleransi
(bila sudah laktosa)
kronik) g. Menghindari
makanan/minuma

20
n yang banyak
mengandung gas,
seperti lemak,
sawi, kol, nangka,
pisang ambon,
kedondong,
minuman bersoda.
h. Hindari makanan
yang merangsang
pengeluaran asam
lambung, seperti
kopi, minuman
beralkohol 5-
20%, anggur
putih, sari buah
sitrus, susu
i. Hindari makanan
yang sulit dicerna,
seperti makanan
berlemak, kue
tart, keju
j. Hindari makanan
yang langsung
merusak dinding
lambung, seperti
makanan yang
mengandung cuka
dan pedas,
merica, serta
bumbu yang
merangsang.
4. GERD Esophagus a. Rasa panas dan a. Gastritis a. Diet rendah
pedih di dada b. Dispepsia lemak
tengah. c. Disfagia b. Makan
b. Reguritasi : dengan porsi kecil
timbulnya rasa namun sering
seperti muntah c. Hindari
dengan mulut konsumsi
masam. makanan pedas
c. Disfagia, dan berminyak
kesulitan seperti cabai, saus
menelan baik sambal, atau saus
bentuk barbekyu yang
makanan pedas
maupun d. Untuk buah,
cairan., hindari jeruk
kesulitan karena kandungan

21
asamnya yang
meneruskan tinggi
e. Hindari
makanan dari
konsumsi yaitu
mulut ke dalam
alkohol, kopi, teh,
lambung, rasa
coklat, atau
terhentinya
minuman soda
makanan di
f. Berhenti
daerah
merokok
retrosternal g. Kurangi berat
setelah badan bagi
menelan. penderita berat
badan lebih
a. Sering: Ukus
Peptikum,
Robekan
Mallory-
a. Hematemesis Weiss,
b. Melena Gastritis,
c. Hematoskezia Duodenitis, a. Fasse akut
d. Syok Esofagistis diberikan
e. Akral teraba b. Kadang- makanan
Perdarahan dingin dan kadang: parenteral saja
Saluran a. Esofagus basah Angiodisplasia selama 24-48 jam
5. Cerna b. Lambung f. Koagulopati , varises b. Pasca perdarahan
Bagian c. Duodenum purpura serta esophagus diberikan
Atas memar c. Jarang: Makanan Cair
g. Demam ringan Keganasan Jernih, tiap 2-3
h. Nyeri pada Saluran jam hanya selama
lambung Pencernaan 1-2 hari..
i. Nafsu makan Atas
menurun d. Sangat Jarang:
Lesi
Diculafoy,
Fiztula
Aortoenterik

22
DAFTAR PUSTAKA

Abata, Qorry Aina. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jawa Timur : Yayasan PP Al-Furqon.
Almatsier, Sunita. 2006. Penuntun Diet EdisiBaru. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni.
Hawks, Jane Hokanson & Joyce M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia:
CV Pentasada Media Edukasi.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-irmadyahay-6313-2-babii.pdf
(diakses pada 12 Februari 2017)
http://repository.maranatha.edu/2676/3/0910132_Chapter1.pdf (diakses pada 12 Februari
2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45963/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada 12
Februari 2017)
Purwadianto&Sampurna. 2000. KedaruratanMedikPedomanPelaksanaanPraktis (105-110).
Jakarta: BinarupaAksara.
Putri, Diyah Purbawati Wiseno. 2010. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik Pada Pasien
Tukak Peptik (Peptic Ulcer Disease) Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Surakarta Tahun 2008.http://eprints.ums.ac.id/8907/2/K100050222.pdf . (diakses
pada 11 Februari 2017)
Sloane, Ethel. 2004. Anatmoi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet PadaPasien. Yogyakarta: GrahaIlmu.

23

Anda mungkin juga menyukai