Anda di halaman 1dari 42

GAMBARAN SISA MAKANAN PADA PASIEN KELAS III DENGAN

DIET BIASA DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

AGNIA NURUL HIDAYAT 1510714020


ANTANIA HERMADA APRILIA 1510714059

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Penelitian “Gambaran Sisa Makanan


pada Pasien Kelas III dengan Diet Biasa di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih” ini telah mendapat persetujuan dari :

Jakarta, 30 Januari 2019

Pembimbing Materi Pembimbing Penelitian

(Iis Nurishlahiyah, S. Gz, RD) (Umi Puspita Sari, S.Gz, RD)

Mengetahui,
Ka. Ur Gizi
RS Islam Jakarta Cempaka Putih

(Subakti Adiningsih, S.Gz, RD)


LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Penelitian “Gambaran Sisa Makanan


pada Pasien Kelas III dengan Diet Biasa di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih” ini telah mendapat persetujuan dari :

Jakarta, 30 Januari 2019

Pembimbing Materi Pembimbing Penelitian

(Iis Nurishlahiyah, S. Gz, RD) (Umi Puspita Sari, S.Gz, RD)

Mengetahui,
Ka. Ur Gizi
RS Islam Jakarta Cempaka Putih

(Subakti Adiningsih, S.Gz, RD)


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu perlu pelayanan
gizi yang berkualitas pada individu dan masyarakat. Pelayanan gizi merupakan
salah satu sub-sistem dalam pelayanan kesehatan paripurna, yang berfokus kepada
keamanan pasien. Asupan zat gizi yang tidak sesuai kebutuhan sangat berkaitan
dengan peningkatan risiko penyakit maupun komplikasinya. Selain itu terdapat
kecenderungan peningkatan kasus yang terkait gizi, baik pada individu maupun
kelompok. Hal ini memerlukan asuhan gizi yang bermutu guna mempertahankan
status gizi yang optimal dan untuk mempercepat penyembuhan (Kemenkes RI,
2014). Asuhan gizi yang bermutu salah satunya adalah berhasilnya
penyelenggaraan makanan di rumah sakit karena pemberian diet sangat berperan
dalam mempercepat proses penyembuhan pasien
Keberhasilan penyelenggaraan makanan dapat dinilai dari indikator sisa
makanan pasien. Jika banyak makanan yang tersisa akan berdampak pada
malnutrisi pasien di rumah sakit. Beberapa rumah sakit di Indonesia diketahui
memiliki sisa makanan yang masih cukup tinggi. Hasil penelitian sisa makanan yang
dilakukan pada Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid dan RSUD Kota Makassar
didapatkan hasil bahwa sisa makanan pasien di kedua rumah sakit tersebut termasuk
tinggi (≥25%) dengan proporsi terbesar pada makan pagi sebesar 30,9% (Masud et
al., 2015). Penelitian lain yang dilakukan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum, makanan pasien bersisa banyak (≥25 %) pada jenis makanan sayur
yaitu sebesar 67,8 %, lauk hewani bersisa 52,2 % dan lauk nabati bersisa 50,8 %
(Nida, 2011). Sisa makanan pasien lebih dari 20% menunjukkan kurang
berhasilnya penyelenggaraan makanan (Mas’ud dkk, 2015). Sisa makanan adalah
jumlah makanan yang tidak termakan oleh pasien.
Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih tahun 2015, diketahui bahwa rata-rata sisa makanan dari pasien yaitu
40,36% untuk pasien laki-laki dan 53,61% untuk pasien perempuan. Melihat dari
masih tingginya persentase sisa makanan serta dampak yang terjadi dari makanan
pasien yang masih tersisa di rumah sakit, maka pada penelitian ini penulis tertarik
untuk melakukan observasi dan kajian mengenai gambaran sisa makanan serta
penilaian penampilan dan cita rasa makanan pada pasien kelas III dengan diet
biasa di RS Islam Jakarta Cempaka Putih.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana gambaran sisa makanan dan penilaian terhadap penampilan,
cita rasa, dan ketepatan waktu distribusi makanan pada pasien kelas III dengan
diet biasa di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih?
C. Tujuan Penelitian
C.1 Tujuan umum
Mengetahui tentang gambaran sisa makanan dan penilaian terhadap
penampilan, cita rasa, dan ketepatan waktu distribusi makanan pada pasien kelas
III dengan diet biasa di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
C.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik responden
2. Mengidentifikasi penilaian penyajian makanan pasien diet biasa kelas III
3. Mengidentifikasi penilaian cita rasa makanan pasien diet biasa kelas III
4. Mengidentifikasi penilaian ketepatan waktu distribusi makanan pasien
diet biasa kelas III
5. Mengidentifikasi persentase sisa makanan pasien diet biasa kelas III
D Manfaat Penelitian
D.1 Manfaat Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta sebagai pembelajaran mengenai gambaran sisa makanan dan
penilaian terhadap penampilan, cita rasa, dan ketepatan waktu distribusi makanan
pada pasien kelas III dengan diet biasa di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih.
D.2 Manfaat Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan sebagai upaya
memperbaiki permasalahan sisa makanan serta mutu makanan pada pasien kelas
III di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Pelayanan gizi Rumah Sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan
dengan keadaan pasien, berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status
metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien semakin buruk, hal ini
akibat tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh, karena diet yang sudah
diupayakan penyelenggaraannya oleh petugas tidak bisa optimal ( PGRS, 2003 ).
Menurut Moehyi (2002), beberapa faktor penyebab kekurangan gizi di Rumah
Sakit umumnya karena dua sebab, pertama asupan gizi yang kurang bisa
disebabkan oleh nafsu makan yang kurang sehingga intake berkurang dan kedua
kerena infeksi penyakit.
Upaya pemenuhan zat gizi bagi pasien di Rumah Sakit adalah tanggung
jawab nutrisionis, preskripsi yang sesuai dengan tujuan pelayanan gizi Rumah
Sakit akan tercapai bila tim asuhan gizi dibantu oleh panitia asuhan gizi bekerja
dengan sebaik – baiknya (Catur, A 2003). Tujuan khusus pelayanan gizi menurut
PGRS (2003) adalah:
1. Penegakan diagnosis gangguan gizi dan metabolisme zat gizi berdasarkan
anamneses, antropometri, gejala klinis dan biokimia tubuh.
2. Penyelenggaraan pengkajian dietetik dan pola makan berdasarkan
anamnesis diet dan pola makan.
3. Penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan pasien.
4. Penentuan bentuk pembelian bahan makanan, pemilihan bahan makanan
jumlah pemberian serta cara pengolahan bahan makanan.
5. Penyelenggaraan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan sesuai
perubahan klinis, status gizi dan status laboratorium.
6. Penterjemahan preskripsi diet, penyediaan dan pengolahan sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan pasien.
7. Penyelenggaraan penelitian aplikasi dibidang gizi dan dietetik.
8. Penciptaan standar diet khusus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dapat membantu penyembuhan penyakit.
9. Penyelenggaraan penyuluhan dan konseling tentang pentingnya diet pada
pasien dan keluarganya.

B. Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit


Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi diperlukan dalam
menghadapi persaingan dalam berbagai aspek di era globalisasi agar mampu
bersaing dengan negara lain. Kualitas SDM di suatu negara dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain adalah kesehatan dan gizi, yang dapat digambarkan
melalui pertumbuhan ekonomi, usia harapan hidup, dan tingkat pendidikan. SDM
yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai oleh tingkat kesehatan dan status gizi
yang baik. Maka upaya peningkatan status gizi masyarakat perlu dilakukan
dengan melalui upaya perbaikan gizi di dalam keluarga dan pelayanan gizi pada
individu yang karena kondisi kesehatannya harus dirawat di suatu sarana
pelayanan kesehatan misalnya Rumah Sakit.
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan
dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuh. Masalah gizi di rumah sakit secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Kecenderungan peningkatan
kasus penyakit terkait gizi pada semua kelompok rentan mulai dari ibu hamil,
bayi, anak, remaja, hingga lanjut usia memerlukan penatalaksanaan gizi secara
khusus. Selain itu masalah gizi lebih dan obesitas erat hubungannya dengan
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner,
hipertensi, dan penyakit kanker, memerlukan terapi gizi untuk membantu
penyembuhannya. Oleh karena itu dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk
mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal dan mempercepat
penyembuhan.
Risiko kurang gizi dapat timbul pada keadaan sakit, terutama pada pasien
dengan anoreksia, kondisi mulut dan gigi yang buruk, gangguan menelan,
penyakit saluran cerna disertai mual, muntah, dan diare, infeksi berat, lansia
dengan penurunan kesadaran dalam waktu lama, dan yang menjalani kemoterapi.
Asupan Energi yang tidak adekuat, lama hari rawat, penyakit non infeksi, dan diet
khusus merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi di Rumah
Sakit.
Malnutrisi di rumah sakit merupakan masalah yang kompleks, malnutrisi
pada pasien di RS, khususnya pasien rawat inap, berdampak buruk terhadap
proses penyembuhan penyakit dan penyembuhan pasca bedah. Selain itu, pasien
yang mengalami penurunan status gizi akan mempunyai risiko kekambuhan yang
signifikan dalam waktu singkat. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas serta menurunkan kualitas hidup. Untuk mengatasi masalah tersebut,
diperlukan pelayanan gizi yang efektif dan efisien melalui Proses Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT) dan bila dibutuhkan pendekatan multidisiplin maka dapat
dilakukan dalam Tim Asuhan Gizi (TAG)/Nutrition Suport Tim (NST)/Tim
Terapi Gizi (TTG)/Panitia Asuhan Gizi (PAG).

C. Diet di Rumah Sakit


Diet dalam istilah umum sesungguhnya memiliki dua makna, pertama
sebagai makanan dan kedua pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan
setiap hari agar kita tetap sehat, Bila diet dilakukan di Rumah sakit tujuannya
adalah untuk meningkatkan status nutrisi dan atau membantu kesembuhan pasien.
Maka istilah yang lazim digunakan adalah diet rumah sakit ( Hartono, 2000 ).
Pengaturan makanan bagi orang sakit rawat inap di Rumah Sakit bukan
merupakan tindakan yang berdiri sendiri dan terpisah dari perawatan dan
pengobatan, akan tetapi ketiganya merupakan satu kesatuan dalam proses
penyembuhan penyakit pasien antara Dokter, Perawat dan Ahli Gizi (
Moehyi,1992 ).
Di rumah sakit terdapat pedoman diet tersendiri yang akan memberikan
rekomendasi yang lebih spesifik mengenai cara makan yang bertujuan bukan
hanya untuk meningkatkan atau mempertahankan status nutrisi pasien tetapi juga
mencegah permasalahan lain seperti diare akibat inteloransi terhadap jenis
makanan tertentu. Tujuan selanjutnya adalah untuk meningkatkan atau
mempertahankan daya tahan tubuh dalam menghadapi penyakit / cedera
khususnya infeksi. Dan membantu kesembuhan pasien dari penyakit / cideranya
dengan memperbaiki jaringan yang aus atau rusak serta memulihkan keadaan
homeostasis yaitu keadaan seimbang dalam lingkungan internal tubuh yang
normal / sehat ( Hartono, 2000 ). Dengan memperhatikan tujuan diet tersebut
Rumah Sakit umumnya akan menyediakan (Hartono, 2000) adalah :
1. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik dan seimbang, menurut
keadaan penyakit dan status gizi masing – masing pasien.
2. Makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi
gastro intestinal dan penyakit masing – masing pasien.
3. Makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang, seperti misalnya
tidak mengandung bahan yang bisa mengandung bahan yang bisa
menimbulkan gas, tidak mengandung bahan yang lengket, tidak terlalu
pedas, asin, berminyak serta tidak terlalu panas atau dingin.
4. Makanan yang bebas unsur aditif berbahaya misalnya pengawet dan
pewarna. Makanan alami jauh lebih baik daripada makanan yang
diawetkan atau dikalengkan.
5. Makanan dengan cita rasa yang menarik untuk menggugah selera makan
pasien yang umumnya terganggu oleh penyakit dan kondisi indera
pengecap atau pembau.

D. Standar Pelayanan Minimal


Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan
mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Standar Pelayanan Minimal (SPM) juga
merupakan spesifikasi teknis tentang tolok ukur pelayanan minimum yang
diberikan oleh Badan layanan Umum terhadap masyarakat. Dalam penjelasan
pasal 39 ayat 2 PP RI No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal adalah
tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah (Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008). Di dalam surat keputusan itu terdapat
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagian gizi yang harus dipenuhi yaitu
ketepatan waktu pemberian makan pasien harus ≥90%, sisa makanan yang tidak
termakan oleh pasien <20%, dan tidak adanya kesalahan pemberian diet harus
100%.
1) Sisa Makanan
Sisa makanan merupakan salah satu indikator dari standar pelayanan
minimal yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008. Di dalam surat keputusan itu terdapat Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bagian gizi yang harus dipenuhi, salah satunya adalah
sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien <20%. Menurut (Renangtyas,
2004) yang dikutip oleh Elizabet (2011) mengatakan bahwa sisa makanan
dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan makanan ≥20% dan dalam
waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi zat-zat gizi. Sisa makanan
merupakan dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit sehingga masalah
terdapatnya sisa makanan tidak dapat diabaikan karena bila masalah tersebut
diperhitungkan menjadi rupiah maka akan mengakibatkan suatu pemborosan
anggaran makanan (Sumiati, 2008)
2) Ketepatan Waktu Pemberian Makan
Berdasarkan penelitian Nuryati (2008), ada hubungan yang signifikan
antara waktu penyajian dengan sisa makanan. Ketepatan waktu penyajian
berpengaruh terhadap penurunan sisa makanan. Ketepatan waktu pemberian
makan pasien merupakan salah satu standar pelayanan minimal yang telah
ditetapkan. Ini sudah ditetapkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008. Di dalam surat keputusan itu terdapat
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagian gizi yang harus dipenuhi yaitu
ketepatan waktu pemberian makan pasien harus ≥90%.
3) Ketepatan Pemberian Diet
Ketepatan diet merupakan salah satu indikator dari standar pelayanan
minimal yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008. Di dalam surat keputusan itu terdapat Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bagian gizi yang harus dipenuhi, salah satunya adalah
tidak adanya kesalahan pada pemberian diet. Pemberian diet yang dilakukan harus
sepenuhnya benar karena target yang ditetapkan adalah 100%.
E. Faktor-faktor Berhubungan Dengan Sisa Makanan
a. Penampilan Makanan
Komponen-komponen yang berperan dalam penampilan makanan antara lain
yaitu :

1. Warna Makanan
Warna makanan adalah warna hidangan yang disajikan. Warna
makanan akan memberikan penampilan yang lebih menarik terhadap
makanan yang disajikan. Kombinasi warna makanan faktor penting yang
mempengaruhi indra penglihatan, karena itu tenaga penyaji makanan harus
benar-benar mengerti perbedaan warna makanan sebelum dan sesudah
diproses. Kombinasi warna menjadi sangat penting dalam membuat
makanan menjadi menarik. Oleh karena itu dalam suatu menu yang baik
haruslah mendapat kombinasi lebih dari dua macam (West dan Wood,
1988).
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
makanan. Warna yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan
cita rasa. Oleh sebab itu dalam penyelenggaraan makanan harus
mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan
yang alami, baik dalam bentuk teknik memasak maupun dalam
penangaanan makanan yang dapat mempengaruhi warna makanan
(Arifiati, 2000).
Warna penting bagi banyak makanan, baik bagi makanan yang
tidak diproses maupun bagi yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan
bau, rasa, tekstur, warna memegang peranan penting dalam keterterimaan
makanan. Warna merupakan nama umum untuk semua pengindraan yang
berasal dari aktivitas retina mata (Deman, 1997). Warna makanan bahkan
baik digunakan untuk menyajikan makanan itu harus dipilih sedemikian
rupa sehingga menimbulkan kesan menarik dan rasa senang (Moehyi,
1997).
2. Rasa Bumbu
Rasa merupakan salah satu komponenn flavor yang terpenting, karena
mempunyai pengaruh yang dominan pada cita rasa. Berbeda dengan
dengan aroma makanan yang ditimbulkan oleh terbentuknya senyawa
yang mudah menguap, rasa makanan ditimbulkan oleh larutnya senyawa
pemberi rasa ke dalam air liur, yang kemudian merangsang saraf
pengecap, jadi rasa makanan pada dasarnya adalah perasaan yang timbul
setelah menelan makanan (Moehyl, 1992). Rasa lebih banyak melibatkan
indra pengecap (lidah). Pengindraan kecapan dibagi menjadi empat macam
rasa utama yaitu asin, manis, pahit dan asam. Makanan yang mempunyai
variabel keempat macam rasa tersebut lebih disukai daripada hanya satu
macam rasa yang dominan (Winarno, 1996). Rasa makanan sangat
berpengaruh terhadap cita rasa makanan beberapa faktor yang berpengaruh
adalah aroma makanan, bumbu masakan, kerenyahan makanan, tingkat
kematangan, serta suhu makanan. Rasa makanan sangat ditentukan oleh
penggunaan bumbu. Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada
makanan dengan maksud untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan
sama setiap kali pemasakan (Sutiyono, 1996).
3. Porsi Makanan
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan sesuai
kebutuhan setiap individu sesuai dengan kebiasaan makan. Porsi yang
terlalu besar atau kecil akan mempengaruhi penampilan makanan.
Pentingnya porsi makanan tidak hanya berkaitan dengan penerimaan dan
perhitungan pemakaian bahan makanan tetapi juga berkaitan erat dengan
penampilan makanan waktu makanan disajikan dan kebutuhan gizi
(Madjid, 1998 dalam Tatik Hartatik, 2004). Porsi makanan berkenaan
dengan penampilan makanan waktu disajikan juga berkenaan dengan
perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan makanan, contohnya
potongan daging atau ayam yang terlalu kecil atau terlalu besar akan
merugikan penampilan makanan. Oleh karena itu dalam penyelenggaraan
makanan institusi dibutuhkan standar porsi yang berguna untuk menjadi
acuan dalam menentukan kebutuhan gizi yang dianjurkan (Moehyi, 1992).

b. Rasa Makanan
Makanan yang disajikan harus memenuhi 2 syarat utama yaitu cita rasa
makanan harus memberikan kepuasan bagi yang memakannya dan makanan
harus aman dalam arti makanan tidak mengandung zat atau mikroorganisme
yang dapat mengganggu kesehatan tubuh. Cita rasa makanan ditimbulkan oleh
terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia,
terutama indera penglihatan, indera pencium dan indera pengecap. Makanan
yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan dengan
menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat. Cita
rasa makanan mengandung 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu
dihidangkan dan rasa makanan waktu dimakan. Menurut Kemenkes (2013)
bahwa cita rasa makanan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi sisa
makanan.
Komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah:
1) Aroma makanan
Aroma Makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang
mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera
penciuman sehingga mampu membangkitkan selera. Aroma yang dikeluarkan
oleh makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan yang
berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula (Moehyi, 1992 ). Aroma
yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan
mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera.
Aroma yang yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda - beda dan
melalui pemasakan yang berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula.
Untuk mendapatkan bau yang cukup baik untuk sel sensori, beberapa panelis
terlatih menganjurkan untuk menghirup dengan singkat dan kuat ke bagian
atas hidung. Karena respon terhadap bau ini terekam sangat cepat dan singkat.
Untuk mendapatkan penilaian yang sensitif, sebaiknya menghirup udara yang
bersih beberapa detik sebelum melakukan penilaian.
2) Tingkat Kematangan.
Tingkat kematangan adalah mentah atau matangnya hasil pemasakan pada
setiap jenis bahan makanan yang dimasak dan makanan akan mempunyai
tingkat kematangan sendiri – sendiri. Tingkat kematangan suatu makanan itu
tentu saja akan mempengaruhi cita rasa makanan. Pada masakan khas
Indonesia, tingkat kematangan belum mendapat perhatian karena umumnya
makanan Indonesia harus dimasak sampai benar-benar matang. Bila
dibandingkan dengan Eropa yang telah memiliki perbedaan tingkat
kematangan. Ada steak yang dimasak setengah matang, dan ada juga yang
benar-benar matang. Tingkat kematangan adalah mentah atau matangnya hasil
pemasakan pada setiap jenis bahan makanan yan dimasak dan makanan akan
mempunyai tingkat kematangan sendirisendiri (Muchatab, 1991). Tingkat
kematangan suatu makanan itu tentu saja mempengaruhi cita rasa makanan.
3) Temperatur Makanan
Temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan penting dalam
penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu
dingin akan sangat mengurangi sensivitas sarang pengecap terhadap rasa
makanan. Temperatur makanan waktu disajikan mempunyai peranan dalam
penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu
dingin sangat mempengaruhi sensitifitas saraf pengecap terhadap rasa
makanan sehingga dapat mengurangi selera untuk memakannya (Moehyi,
1992). Ketidak puasan konsumen terhadap temperatur makanan akan
membuat terjadi peningkatan sisa makanan. Untuk menjaga suhu makanan
tetap hangat, tentunya harus difasilitasi dengan kereta makanan yang
dilengkapi alat pemanas, sementara alat ini belum tersedia di Rumah Sakit
tempat penelitian nya.
4. Tekstur
Menurut Nasoetion (1988) tekstur menggambarkan keadaan
struktur makanan. Beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu jenis bahan
makanan, cara mengolah, dan kontak makanan dengan udara. Menurut
Moehyi (1992) yang dimaksud dengan kerenyahan makanan adalah
makanan yang dimasak menjadi kering tetapi tidak keras. Kerenyahan
makanan memberi pengaruh tersendiri terhadap cita rasa makanan. Untuk
mendapat makanan yang renyah juga diperlukan cara masak yang tepat.
Menurut Khan (1998) tekstur dapat dirasakan ketika dimulut, seperti
lunak/lembek, keras/kering, kenyal, krispi, berserat, halus. Hal tersebut
beberapa sipat yang digunakan untuk menggambarkan tekstur,( Khan,
1998).
F. Kerangka Teori

Kerangka Teori dapat dilihat pada bagan berikut :

Faktor Internal

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Kebiasaan makan
5. Keadaan psikis
6. Aktifitas fisik
7. Kondisi khusus
8. Gangguan pencernaan
9. Faktor pengobatan

Sisa Makanan
Faktor Eksternal

1. Mutu makanan Rumah Sakit


a. Penampilan makanan
1) Warna
2) Konsistensi
3) Porsi
4) Penyajian
b. Rasa makanan
1) Aroma
2) Bumbu
3) Tekstur
4) Suhu
2. Makanan dari luar Rumah Sakit
3. Jadwal atau ketepatan waktu
penyajian
4. Sikap petugas pramusaji
5. Suasana tempat perawatan

Gambar 1 : Kerangka Teori

Sumber : Depkes RI 2003


G. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep dapat dilihat pada bagan berikut :

Penampilan Makanan
- Warna
- Porsi
- Penyajian

Rasa Makanan
- Aroma
Sisa
- Bumbu
Makanan
- Tekstur
- Suhu

Ketepatan waktu
penyajian

Gambar 2 : Kerangka Konsep

H. Definisi Operasional

Definisi operasionanl dapat dilihat pada tabel 1.


Tabel 1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Penialaian responden 1 : tidak
terhadap warna menarik
Warna makanan yang Kuesioner 2 : cukup Ordinal
disajikan menarik
3 : menarik
Penilaian responden 1 : kecil
Penampilan terhadap porsi 2 : cukup
Porsi Kuesioner Ordinal
Makanan makanan yang 3 : lebih
disajikan
Penilaian responden 1 : tidak
terhadap tempat menarik
Penyajian makanan yang Kuesioner 2 : cukup Ordinal
disajikan menarik
3 : menarik
Penilaian responden 1 : tidak
terhadap aroma harum
Aroma makanan yang Kuesioner 2 : cukup Ordinal
disajikan harum
3 : harum
Penilaian responden 1 : tidak
terhadap rasa enak
Rasa makanan yang Kuesinoner 2 : cukup Ordinal
disajikan enak
Cita Rasa
3 : enak
Makanan
Penilaian responden 1 : tidak
terhadap temperatur hangat
Temperatur makanan yang Kuesioner 2 : cukup Ordinal
disajikan hangat
3 : hangat
Penialain responden 1 : keras
terhadap tekstur 2 : lunak
Tekstur Kuesioner Ordinal
makanan yang 3 : lembek
disajikan
Penialain terhadap 1: tidak
Ketepatan Ketepatan
ketepatan waktu tepat
Waktu waktu Kuesioner Ordinal
penyajian makanan 2: tepat
Penyajian Penyajian
yang disajikan waktu
Sisa
Observasi
makanan <
Makanan yang dengan
20%
Sisa Sisa tersisa di piring dan bantuan
Ordinal
Makanan Makanan tidak dihabiskan form sisa
Sisa
oleh responden makanan
makanan
comstock
≥20%
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah pasien kelas III di Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih. Adapun variabel yang diteliti adalah penampilan, cita rasa
makanan yang disajikan dan sisa makanan.

B. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan.

C. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada pada tanggal 3 - 15 Desember 2018.
Penelitian dilakukan di Pavilliun Marwah Atas, Zam-zam dan Melati kelas III RS
Islam Jakarta Cempaka Putih.

D. Populasi dan Sampling


D.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien kelas III di Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih. Jumlah pasien rawat inap pada bulan Oktober 2018
mencapai 407 orang.

D.2 Sampel Penelitian


Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
rawat inap kelas III di Paviliun Marwah Atas, Zam-zam dan Melati RS Islam
Jakarta Cempaka Putih yang memenuhi kriteria inklusi.
Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi :
- Pasien dengan diet biasa nasi.
- Pasien yang bersedia menjadi responden.
- Pasien dengan rentang usia 17 – 60 tahun.
b. Kriteria Eksklusi :
- Pasien yang memiliki keluhan mual dan muntah
- Pasien yang sulit untuk diajak berkomunikasi
- Pasien pulang di hari yang sama
- Pasien yang sedang berpuasa untuk tindakan medis

Untuk menghitung jumlah sample dalam penelitian cross sectional digunakan


rumus sebagai berikut :

Dimana :
n : Besar sampel minimal
α : Taraf kemaknaan 5%
Z1-α/2 : Deviat baku alpha untuk α = 5% sebesar 1,960.
Z1-β : Deviat baku betha untuk β = 10% sebesar 1,28.
Po : Proporsi pasien rawat inap yang memiliki sisa makanan (penelitian
Sebelumnya di RS Islam Jakarta tahun 2015) sebesar 0,40
Pa : Perkiraan harapan proporsi pasien rawat inap yang memiliki sisa
makanan Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang tahun 2016 sebesar
20%.
Pa – Po : Selisih proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,20.

Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah besar sampel


sebanyak 40 orang pasien rawat inap, untuk mengindari bias sampel ditambahkan
sebanyak 20% menjadi 48 orang pasien rawat inap.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Penelitian
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini berupa observasi dan wawancara
yang dilakukan di Pavilliun kelas III Marwah Atas RS Islam Jakarta Cempaka
Putih. Wawancara dilakukan untuk mengetahui penilaian terhadap
penampilan dan cita rasa makanan yang disajikan.

2. Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara sesaat
setelah responden menyelesaikan makanannya. Pengumpulan data dilakukan
oleh peneliti dengan deskripsi kegiatan sebagai berikut:
a. Enumerator/peneliti melakukan mewawancara responden terkait penilaian
terhadap penampilan dan rasa makanan.
b. Sisa makanan
Dilakukan penilaian dengan metode comstock terhadap sisa makanan
responden. Dengan perhitungan skor, bila:
- Penuh dikalikan 0
- ¾ p dikalikan 1
- ½ p dikalikan 2
- ¼ p dikalikan 3
- 0 p dikalikan 4
Formula:
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖
𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠𝑥4

Kesimpulan:
Sisa makanan ≥ 20%
Sisa makanan < 20%

F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dan sekunder
dalam penelitian ini adalah :
a. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner mengenai
penilaian penampilan, cita rasa, ketepatan waktu distribusi, serta komentar
responden terhadap menu makan siang yang disajikan.
b. Formulir comstock
Skala comstock tersebut pada mulanya digunakan para ahli biotetik
untukmengukur sisa makanan. Untuk memperkirakan berat sisa makanan
yang sesungguhnya,hasil pengukuran dengann skala comstock tersebut
kemudian dikonversi kedalam persen dan dikalikan dengan berat awal. Hasil
dari penelitian tersebut juga menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara
taksiran visual dengan persentasi sisa makanan.
c. Perangkat Lunak SPSS dan Ms. Excel
SPSS dan Ms. Excel digunakan untuk mengolah data yang telah diambil.

G. Prosedur Penelitian
G.1 Tahap Pra Penelitian
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan sebelum melakukan penelitian. Adapun
kegiatan pra penelitian :
1) Mempersiapkan kuesioner untuk responden
2) Mempersiapkan formulir comstock untuk responden.

G.2 Tahap Penelitian


Merupakan kegiatan yang dilaksanakan saat penelitian. Adapun kegiatan
penelitian ialah :
1) Melakukan pendataan pasien kelas III berdiet biasa yang bisa dijadikan
responden
2) Melakukan pengisian kuesioner pada responden
3) Melakukan pengisian formulir comstock

G.3 Tahap Pasca Penelitian


Merupakan kegiatan yang dilakukan setelah penelitian selesai. Adapun tahap
pasca penelitian adalah :
1) Pengolahan dan analisis data
2) Pembuatan laporan

H. Analisis Data
H.1 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menjelaskan dan
mendeskripsikan karakteristik dari setiap variabel penelitian. Variabel yang akan
dianalisa dalam penelitian ini adalah variabel independen yaitu penampilan dan
rasa makanan pada diet biasa dan variabel dependen yaitu sisa makanan sehari
pasien kelas III dengan diet biasa di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
I. Keterbatasan Penelitian
1. Beberapa makanan responden ada yang etiketnya sudah terlepas sehingga
memungkinkan responden mendapat makan siang untuk diet khusus. Serta
ada pula sisa makanan yang langsung dibuang oleh ADM sehingga peneliti
hanya menggunakan metode wawancara.
2. Peneliti tidak mengamati makanan dari luar rumah sakit yang dapat
memengaruhi jumlah sisa makanan pasien.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karateristik Responden

Pada penelitian kali ini karateristik responden yang diambil oleh peneliti
adalah jenis kelamin dan umur. Responden dari penelitian ini adalah pasien kelas
III dengan diet biasa berjumlah 42 orang yang berlangsung selama 12 hari.
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara, pengisian kuesioner dan formulir
Comstock.

Gambar 3. Karakteristik Responden

Persentase Jenis Kelamin Persentase Jenis Kelamin


Responden (%) Responden (%)
54 80
52,38 69.05
52 60
50
47,62 40 30.95
48
46 20
44 0
Jenis Kelamin Usia

Laki-laki Perempuan 17-35 tahun 36-60 tahun

Responden terdiri dari 20 laki-laki dan 22 perempuan dengan rentang usia


17-60 tahun. Reponden yang didapat tidak memenuhi jumlah sampel yang
seharusnya, yaitu 48 responden. Hal tersebut karena adanya keterbatasan waktu
dan jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
B. Gambaran Penilaian Makanan

1. Penilaian Makanan Pokok

Gambar 4. Penilaian Makanan Pokok

Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan. Setiap individu


memiliki kebutuhan dan porsi makan yang berbeda. Dari grafik penilaian
makanan pokok dapat dilihat sebanyak 47,62% (20 orang) menilai bahwa porsi
makanan yang disajikan terlalu banyak (lebih) sehingga mereka tidak mampu
menghabiskan makanan pokok yang disajikan.
Secara keseluruhan dari total 42 responden, untuk aspek penilaian
makanan pokok dari segi warna, sebanyak 83,33% (35 orang) menilai bahwa
warna yang disajikan cukup menarik, dari aspek tempat penyajian sebanyak
71,43% (30 orang) cukup suka terhadap tempat penyajian yang digunakan, dari
aspek aroma sebanyak 85,71% (36 orang) menilai bahwa aroma dari makanan
pokok yang disajikan cukup harum, dari aspek rasa, sebanyak 85,71% (36 orang)
mengatakan cukup enak, dari aspek temperature sebanyak 71,43% (30 orang)
menilai temperature makanan pokok yang disajikan sudah cukup hangat dan dari
aspek tekstur sebanyak 80,95% (34 orang) menilai bahwa tekstur dari makanan
pokok yang disajikan lunak.
Sebagian besar responden mengatakan cukup puas dengan warna, tempat
penyajian, aroma, rasa, temperatur dan tekstur yang disajikan dari lauk hewani.
Namun, terdapat beberapa responden 47,62% (20 orang) menilai porsi dari
makanan pokok yang disajikan terlalu banyak sehingga mereka tak mampu
menghabiskannya. Selain dari segi porsi, beberapa responden 4,76% (2 orang)
menilai bahwa mereka tidak suka dengan tempat penyajiannya karena terpisah
dari tempat lauk dan sayurnya, sebanyak 2 orang juga menilai bahwa aroma dari
makanan pokok yang disajikan tidak harum dan berbau apek. Terdapat 11,90% (5
orang) yang menilai jika temperatur dari makanan pokok yang disajikan tidak
hangat dan 7,14% (3 orang) menilai bahwa teksturnya keras.
Gambar 5. Persentase Penilaian Lauk Hewani

Pentingnya porsi makanan tidak hanya berkaitan dengan penerimaan dan


perhitungan pemakaian bahan makanan tetapi juga berkaitan erat dengan
penampilan makanan waktu makanan disajikan dan kebutuhan gizi. Dari diagram
pie penilaian lauk hewani dapat dilihat sebanyak 38,10% (16 orang) menilai
bahwa porsi makanan yang disajikan terlalu banyak (lebih) sehingga mereka tidak
mampu menghabiskan lauk hewani yang disajikan.
Secara keseluruhan dari total 42 responden, untuk aspek penilaian lauk
hewani dari segi warna, sebanyak 83,33% (35 orang) menilai bahwa warna yang
disajikan cukup menarik, dari aspek tempat penyajian sebanyak 59,52% (25
orang) cukup suka terhadap tempat penyajian yang digunakan dan 33,33% (14
orang) lainnya suka dengan tempat penyajian yang digunakan, dari aspek aroma
sebanyak 80,95% (34 orang) menilai bahwa aroma dari lauk hewani yang
disajikan cukup harum, dari aspek rasa, sebanyak 52,38% (22 orang) mengatakan
rasa dari lauk hewani yang disajikan cukup enak dan terdapat 23,81% (10 orang)
yang mengatakan tidak enak, dari aspek temperature sebanyak 73,81% (31 orang)
menilai temperature lauk hewani yang disajikan sudah cukup hangat dan dari
aspek tekstur sebanyak 78,57% (33 orang) menilai bahwa tekstur dari lauk hewani
yang disajikan lunak.
Sebagian besar responden mengatakan cukup puas dengan warna, tempat
penyajian, aroma, temperatur dan tekstur yang disajikan dari lauk hewani. Namun,
terdapat beberapa responden 38,10% (16 orang) menilai porsi dari lauk hewani
yang disajikan terlalu banyak sehingga mereka tak mampu menghabiskannya.
Selain dari segi porsi, beberapa responden 23,81% (10 orang) menilai bahwa rasa
dari lauk hewani yang disajikan tidak enak, mereka menilai bahwa terdapat lauk
hewani yang rasanya amis dan hambar sehingga tidak mau menghabiskannya.
Dari segi warna terdapat 2,38% (1 orang) yang menilai warna dari lauk hewani
yang disajikan tidak menarik karena terlalu pucat. Terdapat 7,14% (3 orang) yang
tidak menyukai tempat penyajian yang digunakan dan menilai aroma dari lauk
hewani yang disajikan tidak harum, mereka menilai bahwa tempat penyajian yang
digunakan berbeda dengan yang biasa mereka gunakan dan ada aroma amis dari
lauk hewani. Terdapat 9,52% (4 orang) menilai temperatur dari lauk hewani yang
disajikan tidak hangat dan teksturnya keras.
Gambar 6. Persentase Penilaian Lauk Nabati

Posi makanan dapat mempengaruhi sisa makanan karena terdapatnya


perbedaan kebiasaan dan kebutuhan dari masing-masing individu. Dari diagram
pie penilaian lauk nabati dapat dilihat sebanyak 28,57% (12 orang) menilai bahwa
porsi makanan yang disajikan terlalu banyak (lebih) sehingga mereka tidak
mampu menghabiskan lauk hewani yang disajikan.
Secara keseluruhan dari total 42 responden, untuk aspek penilaian lauk
nabati dari segi warna, sebanyak 83,33% (35 orang) menilai bahwa warna yang
disajikan cukup menarik, dari aspek tempat penyajian sebanyak 59,52% (25
orang) cukup suka terhadap tempat penyajian yang digunakan dan 33,33% (14
orang) lainnya suka dengan tempat penyajian yang digunakan, dari aspek aroma
sebanyak 83,33% (35 orang) menilai bahwa aroma dari lauk nabati yang disajikan
cukup harum, dari aspek rasa, sebanyak 69,05% (29 orang) mengatakan rasa dari
lauk nabati yang disajikan cukup enak dan terdapat 21,43% (9 orang) yang
mengatakan tidak enak, dari aspek temperature sebanyak 73,81% (31 orang)
menilai temperature lauk hewani yang disajikan sudah cukup hangat dan dari
aspek tekstur sebanyak 73,81% (31 orang) menilai bahwa tekstur dari lauk hewani
yang disajikan lunak.
Sebagian besar responden mengatakan cukup puas dengan warna, tempat
penyajian, aroma, temperatur dan tekstur yang disajikan dari lauk nabati. Namun,
terdapat beberapa responden 28,57% (12 orang) menilai porsi dari lauk nabati
yang disajikan terlalu banyak sehingga mereka tak mampu menghabiskannya.
Selain dari segi porsi, beberapa responden 21,43% (9 orang) menilai bahwa rasa
dari lauk nabati yang disajikan tidak enak, mereka menilai bahwa terdapat lauk
nabati yang rasanya hambar da nada juga yang tida suka dengan menu lauk nabati
yang disajikan sehingga tidak mau menghabiskannya. Dari segi warna terdapat
2,38% (1 orang) yang menilai warna dari lauk nabati yang disajikan tidak menarik
karena terlalu pucat. Terdapat 7,14% (3 orang) yang tidak menyukai tempat
penyajian yang digunakan, mereka menilai bahwa tempat penyajian yang
digunakan berbeda dengan yang biasa mereka gunakan. Terdapat 9,52% (4 orang)
menilai temperatur dari lauk hewani yang disajikan tidak hangat dan 11,90% (5
orang) menilai bahwa teksturnya keras.
Gambar 7 Persentase Penilaian Sayur

Rasa merupakan salah satu aspek penting dari keberhasilan suatu


makanan, rasa yang enak akan mempengaruhi nafsu makan individu yang
mengkonsumsi makanan tersebut, apabila rasa yang disajikan tidak enak maka
dapat mengurangi nafsu makan. Apabila dilihat dari diagram pie penilaian sayur
terdapat 35,71% (15 orang) yang mengatakan bahwa rasa dari sayur yang
disajikan tidak enak sehingga membuat mereka enggan memakan dan
menghabiskan sayur yang telah disajikan.
Secara keseluruhan dari total 42 responden, untuk aspek penilaian sayur
dari segi warna, sebanyak 83,33% (35 orang) menilai bahwa warna yang disajikan
cukup menarik, dari porsi sebanyak 71,43% (30 oramg) menilai porsi yang
disajikan sudah cukup, dari aspek tempat penyajian sebanyak 59,52 (25 orang)
cukup suka terhadap tempat penyajian yang digunakan dan 33,33% (14 orang)
lainnya suka dengan tempat penyajian yang digunakan, dari aspek aroma
sebanyak 83,33% (35 orang) menilai bahwa aroma dari sayur yang disajikan
cukup harum, dari aspek temperature sebanyak 71,43% (30 orang) menilai
temperature lauk hewani yang disajikan sudah cukup hangat dan dari aspek
tekstur sebanyak 80,95% (34 orang) menilai bahwa tekstur dari lauk hewani yang
disajikan lunak.
Sebagian besar responden mengatakan cukup puas dengan warna, tempat
penyajian, aroma, temperatur dan tekstur yang disajikan dari sayur. Namun,
beberapa responden 35,71% (15 orang) menilai bahwa rasa dari sayur yang
disajikan tidak enak, mereka menilai bahwa terdapat sayur yang rasanya hambar
da nada beberapa orang yang tidak suka sayur sehingga tidak mau
menghabiskannya. Selain dari segi rasa, terdapat beberapa responden 28,57% (12
orang) menilai porsi dari sayur yang disajikan terlalu banyak sehingga mereka tak
mampu menghabiskannya. Dari segi warna terdapat 2,38% (1 orang) yang menilai
warna dari sayur yang disajikan tidak menarik karena terlalu pucat. Terdapat
7,14% (3 orang) yang tidak menyukai tempat penyajian yang digunakan, mereka
menilai bahwa tempat penyajian yang digunakan berbeda dengan yang biasa
mereka gunakan. Terdapat 11,90% (5 orang) menilai temperatur dari lauk hewani
yang disajikan tidak hangat sehingga membuat sayur tidak begitu enak untuk
dimakan.
C. Gambaran Ketepatan Waktu Penyajian

Gambar 8 Penilaian Ketepatan Waktu Penyajian

120
100
100

80

60

40

20
0
0
Ketepatan Waktu (%)

Tidak Tepat Tepat

Ketepatan waktu pemberian makanan merupakan salah satu standar


pelayanan minimal yaitu > 90% sesuai yang telah ditetapkan Kemenkes RI.
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa dari 42 responden, terdapat
100% atau 42 responden mendapatkan makanan tepat pada waktu yang ditetapkan
oleh Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih yaitu dari pukul 11.00 sampai
pukul 12.00. Pendistribusian ini sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh
Kemenkes RI.

D. Gambaran Sisa Makanan

Gambaran mengenai sisa makan pada 42 orang responden dapat dilihat diagram
batang berikut ini.

Gambar 9. Skor Sisa Makan Responden Penelitian

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Skor Sisa Makan Siang

Sisa makan < 20% (%) Sisa makan ≥20% (%)


Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak dimakan.
Ada 2 jenis sisa makanan, yaitu : 1) kehilangan bahan makanan pada waktu proses
persiapan dan pengolahan bahan makanan; 2) makanan yang tidak habis
dikonsumsi setelah makanan disajikan. Berdasarkan diagram batang di atas dapat
diketahui data mengenai sisa makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah
makanan disajikan, yaitu dari 42 orang responden, yang meninggalkan sisa
makanan < 20% sebanyak 66,7 % (28 orang). Secara keseluruhan, rata-rata sisa
makan responden adalah 30,95%. Sisa makanan pasien lebih dari 20%
menunjukkan kurang berhasilnya penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Sisa
makanan dapat terjadi akibat faktor internal dan eksternal pasien. Faktor eksternal
pasien mencakup penampilan makanan (warna, porsi, dan tempat penyajian) dan
cita rasa makanan (aroma, bumbu, tekstur, dan suhu), dan ketepatan waktu
penyajian (Kemenkes,2013).

Gambar 10. Gambaran Sisa Makan per Menu Makan Siang

80
69
70 64.3
61.9
60 54.8

50 45.2
38.1
40 35.7
31
30

20

10

0
Makanan Pokok Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur

Sisa makan < 20% (%) Sisa makan ≥20% (%)

Makanan disajikan berdasarkan kelas perawatan, jenis makan dan waktu


makan. Jenis makanan yang disajikan salah satunya adalah makanan pokok.
Berdasarkan diagram batang di atas dapat diketahui bahwa dari 42 orang
responden, yang meninggalkan sisa makanan pokok ≥20% sebanyak 64,3% (27
orang). Secara keseluruhan, rata-rata sisa makan pokok responden adalah 26%.
Lauk hewani merupakan hidangan yang tinggi nilai protein yang
dibutuhkan dalam proses penyembuhan pada pasien. Berdasarkan hasil penelitian
dapat diketahui bahwa dari 42 orang responden, yang meninggalkan sisa makan
lauk hewani <20% sebanyak 54,8% (23 orang). Secara keseluruhan, rata-rata sisa
makan responden adalah 24%.
Keberhasilan suatu pelayanan gizi antara lain dikaitkan dengan daya
terima pasien terhadap makanan yang disajikan. Penerimaan diet makanan oleh
pasien rumah sakit dapat dilihat dari jumlah sisa makanan di rumah sakit. Untuk
penelitian ini, diketahui bahwa dari 42 orang responden, yang meninggalkan sisa
makanan ≥ 20% sebanyak 61,9% (26 orang). Secara keseluruhan, rata-rata sisa
makan responden adalah 38%.
Sisa makanan pasien mencerminkan rendahnya daya terima pasien
terhadap makanan yang dapat meningkatkan risiko malnutrisi. Penting untuk
mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap adanya sisa makanan pada seluruh
jenis makanan pasien termasuk menu sayur. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
diketahui bahwa dari 42 orang responden, yang meninggalkan sisa makanan
≥20% sebanyak 69% (29 orang). Secara keseluruhan, rata-rata sisa makan
responden adalah 37%.

E. Kecenderungan Penilaian Makanan Terhadap Sisa Makanan

Tabel 2 Penilaian Makanaan dan Sisa Makan Pokok

Sisa Makanan
Indikator Penilaian ≥ 20% < 20%
n % n %
Kecil 0 0 0 0
Cukup 7 25,9 15 100
Porsi
Lebih 20 74,1 0 0
Total 27 100 15 100
Tidak enak 1 3,7 0 0
Cukup enak 26 96,3 10 66
Rasa
Enak 0 0 5 34
Total 27 100 15 100
Tidak hangat 5 18,5 0 0
Cukup hangat 22 81,5 8 53
Temperatur
Hangat 0 0 7 47
Total 27 100 15 100
Tekstur Keras 3 11 0 0
Lunak 20 74,1 14 93
Lembek 4 14,9 1 7
Total 27 100 15 100

Dari hasil penilaian makanan dan sisa makanan, diketahui bahwa yang
meninggalkan sisa makanan ≥ 20% pada menu makanan pokok sebanyak 64,3%
(27 orang). Dari yang memiliki sisa makan makanan pokok ≥ 20%, 74,1% (20
orang) di antaranya menyatakan porsi makanan pokok lebih. Sedangkan untuk
rasa, sebanyak 96,3% (26 orang) menyatakan rasa makanan pokok cukup enak.
Selanjutnya, untuk temperatur dari menu makanan pokok, 81,5% (22 orang)
menilai bahwa temperaturnya cukup hangat. Serta untuk tekstur sebanyak 74,1%
(20 orang) menyatakan bahwa tekstur makanan pokok lunak.
Apabila dilihat dari data yang ada, kecenderungan responden untuk tidak
menghabiskan makanan pokoknya dikarenakan porsi yang disajikan berlebih, ini
dibuktikan dari responden yang memiliki sisa makanan ≥ 20% terdapat 74,1%%
(20 orang) yang mennilai porsi dari makanan pokok yang disajikan berlebih.

Tabel 3 Penilaian Makanaan dan Sisa Makan Hewani

Sisa Makanan
Indikator Penilaian ≥ 20% < 20%
n % n %
Kecil 0 0 0 0
Cukup 3 15,8 23 100
Porsi
Lebih 16 84,2 0 0
Total 19 100 23 100
Tidak enak 10 52,6 0 0
Cukup enak 9 47,4 13 56,5
Rasa
Enak 0 0 10 43,5
Total 19 100 23 100
Tidak hangat 4 21 0 0
Cukup hangat 13 68,4 18 78,3
Temperatur
Hangat 2 10,6 5 21,7
Total 19 100 23 100
Keras 4 21 0 0
Lunak 10 52,6 23 100
Tekstur
Lembek 5 26,4 0 0
Total 19 100 23 100
Dari hasil penilaian makanan dan sisa makanan, diketahui bahwa yang
meninggalkan sisa makanan ≥ 20% pada menu lauk hewani sebanyak 45,2% (19
orang). Dari yang memiliki sisa makan lauk hewani ≥ 20%, 84,2% (16 orang) di
antaranya menyatakan porsi lauk hewani lebih. Sedangkan untuk rasa, sebanyak
52,6% (10 orang) menyatakan rasa lauk hewani tidak enak. Selanjutnya, untuk
temperatur dari menu lauk hewani, 68,4% (13 orang) menilai bahwa
temperaturnya cukup hangat. Serta untuk tekstur sebanyak 52,6% (10 orang)
menyatakan bahwa tekstur lauk hewani lunak.
Apabila dilihat dari data yang ada, kecenderungan responden untuk tidak
menghabiskan lauk hewani dikarenakan porsi yang disajikan berlebih dan rasa
yang tidak enak, ini dibuktikan dari responden yang memiliki sisa makanan ≥
20% terdapat 84,2%% (16 orang) yang menilai porsi dari lauk hewani yang
disajikan berlebih dan terdapat 52,6% (10 orang) menilai rasa dari lauk hewani
yang disajikan tidak enak.

Tabel 4 Penilaian Makanaan dan Sisa Makan Nabati

Sisa Makanan
Indikator Penilaian ≥ 20% < 20%
n % n %
Kecil 0 0 0 0
Cukup 14 53,8 16 100
Porsi
Lebih 12 46,2 0 0
Total 26 100 16 100
Tidak enak 9 34,6 0 0
Cukup enak 17 65,4 12 75
Rasa
Enak 0 0 4 25
Total 26 100 16 100
Tidak hangat 3 11,5 1 6,3
Cukup hangat 17 65,4 14 87,5
Temperatur
Hangat 6 23,1 1 6,3
Total 26 100 16 100
Keras 5 19,2 0 0
Lunak 20 76,9 11 68,8
Tekstur
Lembek 1 3,8 5 31,3
Total 26 100 16 100
Dari hasil penilaian makanan dan sisa makanan, diketahui bahwa yang
meninggalkan sisa makanan ≥ 20% pada menu lauk nabati sebanyak 61,9% (26
orang). Dari yang memiliki sisa makan lauk nabati ≥ 20%, 53,8% (14 orang) di
antaranya menyatakan porsi lauk nabati cukup. Sedangkan untuk rasa, sebanyak
65,4% (17 orang) menyatakan rasa lauk nabati cukup enak. Selanjutnya, untuk
temperatur dari menu lauk nabati, 65,4% (17 orang) menilai bahwa temperaturnya
cukup hangat. Serta untuk tekstur sebanyak 76,9% (20 orang) menyatakan bahwa
tekstur lauk nabati lunak.
Apabila dilihat dari data yang ada, kecenderungan responden untuk tidak
menghabiskan lauk nabati dikarenakan porsi yang disajikan berlebih dan rasa
yang tidak enak, ini dibuktikan dari responden yang memiliki sisa makanan ≥
20% terdapat 46,2%% (12 orang) yang menilai porsi dari lauk nabati yang
disajikan berlebih dan terdapat 34,6% (9 orang) menilai rasa dari lauk nabati yang
disajikan tidak enak. Ini merupakan presentase tertinggi yang ada.

Tabel 5 Penilaian Makanaan dan Sisa Makan Sayur

Sisa Makanan
Indikator Penilaian ≥ 20% < 20%
n % n %
Kecil 0 0 0 0
Cukup 20 69 10 76,9
Porsi
Lebih 9 31 3 23,1
Total 29 100 13 100
Tidak enak 15 51,7 0 0
Cukup enak 13 44,8 10 76,9
Rasa
Enak 1 3,4 3 23,1
Total 29 100 13 100
Tidak hangat 5 17,2 0 0
Cukup hangat 22 75,9 8 61,5
Temperatur
Hangat 2 6,9 5 38,5
Total 29 100 13 100
Keras 3 10,3 0 0
Lunak 22 75,9 12 92,3
Tekstur
Lembek 4 13,8 1 7,7
Total 29 100 13 100
Dari hasil penilaian makanan dan sisa makanan, diketahui bahwa yang
meninggalkan sisa makanan ≥ 20% pada menu sayur sebanyak 69% (29 orang).
Dari yang memiliki sisa makan sayur ≥ 20%, 69% (20 orang) di antaranya
menyatakan porsi sayur cukup. Sedangkan untuk rasa, sebanyak 51,7% (15 orang)
menyatakan rasa sayur tidak enak. Selanjutnya, untuk temperatur dari menu sayur,
75,9% (22 orang) menilai bahwa temperaturnya cukup hangat. Serta untuk tekstur
juga sebanyak 75,9% (22 orang) menyatakan bahwa tekstur sayur lunak.
Apabila dilihat dari data yang ada, kecenderungan responden untuk tidak
menghabiskan sayur yang disajikan adalah karena rasa yang tidak enak, ini
dibuktikan dari responden yang memiliki sisa makanan ≥ 20% terdapat 51,7% (15
orang) menilai rasa dari sayur yang disajikan tidak enak. Ini merupakan
presentase tertinggi yang ada.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

- Karateristik responden berdasarkan usia (17 – 35 tahun) 30,95%, (36 –


60 tahun) 69,05. Sedangkan apabila berdasarkan jenis kelamin yaitu
perempuan 52,38% dan laki-laki 47,62%.
- Penilaian responden terhadap penyajian makanan pada semua jenis
menu makan siang yaitu, sebagian besar responden (70,04%)
menyatakan bahwa warna makanan cukup menarik, porsi makanan
cukup, dan responden cukup menyukai tempat penyajian yang
digunakan.
- Penilaian responden terhadap cita rasa makanan pada semua jenis
menu makan siang yaitu, sebagian besar responden (74,99%)
menyatakan bahwa aroma makanan cukup harum, rasa makanan cukup
enak, temperatur makanan cukup hangat, dan tekstur makanan lunak.
- Ketepatan waktu distribusi sudah mencapai 100% dan sesuai dengan
standar rumah sakit.
- Terdapat rata-rata sisa makanan sebanyak 30,95% per orang dengan
sebagian besar responden (66,7%) memiliki sisa makanan < 20%.
Sebagian besar responden memiliki persentase sisa makan ≥ 20%
untuk rata-rata setiap jenis makanan, yaitu: rata-rata makanan pokok
26%, lauk hewani 24%, lauk nabati 38%, dan sayur 37%.

B. Saran

Dalam meningkatkan kualitas rasa diperlukan adanya evaluasi standar


bumbu atau resep sehingga persentase sisa makan dapat menurun hingga < 20%.
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ________________________________

Ruang : ________________________________

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya secara sukarela bersedia


menjadi responden dalam penelitian ini. Saya akan berpartisipasi dalam penelitian
ini dari awal penelitian hingga penelitian ini selesai. Demikian pernyataan ini saya
buat dengan sebenar-benarnya dan penuh kesadaran tanpa paksaan dari siapapun

Cempaka putih, ......................................... 2018

Responden

( )
FORM OBSERVASI PENGARUH PENAMPILAN DAN CITA RASA
MAKANAN TERHADAP SISA MAKANAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

I. Identitas

No Responden
Nama
Jenis Kelamin
Usia
II. Penilaian Makanan

Aspek Kelompok Makanan


Penilaian
Makanan Lauk Lauk
(Penampilan Sayur
pokok Hewani Nabati
Makanan)
Warna

Porsi
Tempat
penyajian

Aspek Kelompok Makanan


Penilaian Makanan Lauk Lauk
(Cita Rasa) Sayur
pokok Hewani Nabati
Aroma

Bumbu

Temperatur

Tekstur

Waktu Distribusi : 1. Tidak Tepat Waktu


2. Tepat Waktu

Komentar:
III. Formulir Comstock

Sisa Makanan
0% 25% 50% 75% 100%
Waktu Jenis
Makan Makanan

Makanan
Pokok
Lauk
Hewani
Lauk
Siang
Nabati
Sayur

Buah

Keterangan :

Habis Sisa

sisa makanan 0% = makanan habis


Sisa makanan 25% = sisa makanan ¼ porsi
Sisa makanan 50% = sisa makanan ½ porsi
Sisa makanan 75% = sisa makanan ¾ porsi
Sisa makanan 100% = makanan utuh (tidak ada yang dikonsumsi)

Anda mungkin juga menyukai