Disusun Oleh
Kelompok 9 RB
Nurhikmah R011211078
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat Pada Pasien Gastroenteritis dan Dehidrasi” ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas dosen Abdul Majid,
S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB pada mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Kami
mengucapkan terima kasih kepada bapak Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Gawat darurat yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus.
Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna
makanan, serta penyerapan zat gizi yang penting bagi tubuh kita untuk hidup dan
tumbuh. Saluran pencernaan berawal dari mulut, dan berlanjut ke esofagus dan
lambung. Makanan disimpan sementara di lambung sampai disalurkan ke usus halus.
Usus halus di bagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, yeyunum dan ileum.
Pencernaan dan penyerapan makan berlangsung terutama di usus halus. Dari usus halus,
makanan kemudian masuk ke usus besar yang terdiri dari kolon dan rektum. (Elizabeth
J. Corwin 2009)
Pada sistem pencernaan ada berbagai penyakit salah satunya adalah pada bagian Colon.
Ca. Colon atau usus sering dijumpai di amerika serikat. Sebagian besar akan ke
kolorektum adalah karsinoma dan biasanya berasal dan kelenjar sekretorik lapisan
mukosa. Sebagian besar kanker kolorektum berawal dipolip yang sudah ada
sebelumnya. Faktor resiko untuk kanker koleorektum adalah mencakup makanan diet
tinggi lemak dan rendah serabut. Pada akhirnya, masih dalam penelitian, apakah ada
bukti yang menyatakan bahwa resiko kanker kolorektum lebih rendah pada individu
yang menerima statin untuk mengobati hiperlipidemia, meskipun mekanismenya belum
jelas. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep umum dari Gastroenteritis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan dari Gastroenteritis?
3. Bagaimana konsep umum dari dehidrasi?
4. Bagaimana asuhan keperawatan dari dehidrasi?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep umum dari Gastroenteritis
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan darri Gastroenteritis
3. Untuk mengetahui konsep umum dari dehidrasi
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari dehidrasi
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
b. Membran mukosa mulut dan bibir kering
c. Rasa perih di ulu hati
d. Mual, kadang-kadang sampai muntah, lemah
e. Nafsu makan berkurang
f. Rasa lekas kenyang
g. Perut kembung
h. Rasa panas di dada dan perut
i. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
5. Patofisiologi
Menurut Mujasyaroh (2019) Proses terjadinya gastroenteritis kemungkinan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor: Pertama, faktor infeksi. Proses terjadinya penyakit
gastroenteritis melalui faktor ini berawal dari adanya mikroorganisme atau kuman
yang masuk ke dalam saluran pencernaan, kemudian mikroorganisme tersebut
bekembang di dalam usus serta merusak sel mukosa usus yang pada akhirnya bisa
menurunkan daerah permukaan usus itu sendiri. Selanjutnya, terjadi perubahan
kapasitas usus yang bisa mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan
dan elektrolit. Bisa juga dikatakan bahwa adanya toksin bakteri bisa menyebabkan
sistem transport aktif di dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi
kegagalan dalam melakukan absorpsi mengakibatkan tekanan osmotik meningkat,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus, sehingga terjadilah gastroenteritis. Ketiga, faktor
makanan. Hal ini bisa terjadi jika toksik yang ada tidak bisa atau tidak mampu
diserap dengan baik, sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian
menyebabkan gastroenteritis.
6
6. Pathway
7. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang rentan terjadi pada seseorang dengan GEA adalah:
a. Dehidrasi dan Syok Hipovolemik
Komplikasi terbanyak yang dapat disebabkan oleh gastroenteritis adalah
dehidrasi dan syok hipovolemik. Pada diare yang disebabkan Shigella dapat
terjadi kejang dan ases intestinal begitu juga dengan bakteri Salmonella
sehingga menyebabkan perforasi intestinal. Kematian dapat terjadi pada diare
dengan gangguan cairan dan elektorit sehingga menyebabkan dehidrasi,
ketidakseimabngan eletrolit, instabilitas vascular dan syok. Gizi buruk dapat
terjadi pada penderita dengan diare persisten. Hal ini dikarenakan kurangnya
asupan nutrisi yang dibutuhkan, menurunya nafsu makan, makanan yang keluar
bersamaan dengan feses, peningkatan katabolisme dan kehilangan cairan. Diare
merupakan faktor resiko dari malnutrisi.(Annisa,2022).Oleh karena itu, hal yang
pertama kali diperiksa pada anak dengan diare akut adalah status hidrasi. Jika
status hidrasi sudah ditentukan, berikan terapi cairan untuk mengembalikan
7
keadaan dehidrasi anak. Cairan rehidrasi oral untuk anak-anak yang masih bisa
minum. Jika anak dalam keadaan lemah dan tidak memungkinkan untuk minum,
bisa diberikan cairan infus. (Jap,A.L, 2021).
b. Kejang
Kejang dapat terjadi dengan adanya demam tinggi, terutama pada infeksi
Shigella. Abses intestine dapat terjadi pada infeksi Shigella dan Salmonella,
terutama pada demam tifoid, yang dapat memicu terjadinya perforasi usus, suatu
komplikasi yang dapat mengancam jiwa (Abdilllah, 2020)
c. Hipokalemia.
Hipokalemia ini dapat ditandai dengan kelemahan otot, bradikardi, perubahan
elektrokardiogram. (Maharini, 2020).
d. Asidosis Metabolik.
Komplikasi asidosis metabolic terjadi ketika produksi asam dalam tubuh terlalu
berlebihan atau saat ginjal tidak mampu mengeluarkan asam dari dalam tubuh
(Maharini,2020).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ristianingsih (2021) pemeriksaan diagnostic yang diperlukan untuk
gastroenteritis adalah :
a. Pemeriksaan darah rutin untuk mendeteksi kadar berat jenis plasma dan
mendeteksi adanya kelainan pada peningkatan kadar leukosit.
b. Pemeriksaaan analisa gas darah, untuk mengidentifikasi gangguan keseimbangan
asam basa dalam darah.
c. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kadar natrium, kalium, dan fosfat.
d. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
e. Pemeriksaan feses, untuk mendeteksi agen penyebab.
f. Pemeriksaan enzim, untuk menilai keterlibatan rotavirus.
9. Tatalaksana Medis
Terapi non farmakologi yang diberikan adalah terapi cairan. Rehidrasi merupakan
upaya untuk mengganti cairan yang hilang dengan menggunakan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat. Selain diberikan secara
oral,cairan dapat diberikan secara parenteral. Jenis cairan yang biasa digunakan
untuk mengatasi dehidrasi pada gastroenteritis adalah cairan Ringer Laktat.
Terapi farmakologi yang paling banyak adalah Antibiotik, Antiemetik,
Antihistamin, Antipiretik, Probiotik, dan Suplemen. (Waroka, E. 2022).
8
10. Penanganan Kegawatdaruratan
Dalam kegawatdaruratan gastroenteritis akut, penting untuk menjaga hidrasi.
Minum cairan elektrolit seperti larutan oralit atau air mineral dapat membantu
menggantikan cairan yang hilang akibat diare dan muntah. Selain itu, hindari
makanan atau minuman yang dapat memperburuk kondisi, seperti makanan
berlemak atau pedas. Jika gejala parah, pingsan, atau dehidrasi berat, segera cari
pertolongan medis. Penatalaksanaan optimal dengan cairan oral atau intravena
meminimalkan risiko dehidrasi dan dampak buruknya.
11. Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara
intervensi,observasi, psikal assesment.
a. Pengkajian Primary Survey
1) Airway
Klien dengan Klien dengan gastroenteritis biasanya didapatkan kondisi dengan
karakteristik adanya mual dan muntah serta diare yang disebabkan oleh infeksi,
alergi atau keracunan zat makanan
Emergency treatment :
● Pastikan kepatenan jalan napas
- Kaji adanya penyumbatan jalan napas seperti air ludah,
muntahan, dan secret.
- Pasien dimiringkan ke kanan untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
- Lidah dijaga agar tidak menghalangi jalan nafas atau tergigit.
● Siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika perlu
2) Breathing
Pada klien GEA dapat ditemukan abnormalitas metabolik atau
ketidakseimbangan asam basa yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan.
Emergency treatment :
- Kaji respiratory rate
- Kaji saturasi oksigen
- Inspeksi (Bentuk dada, pergerakan, apa ada retraksi intercostal),
- Palpasi (Apa ada benjolan), Perkusi (Suara paru) Auskultasi (Suara
nafas)
9
Berikan oksigen jika ada hipoksia untuk mempertahankan saturasi
3) Circulation
Pada klien GEA ditemukan penurunan kadar kalium darah di bawah 3,0
mEq/liter (SI: 3 mmol/L) sehingga menyebabkan disritmia jantung (talukardio
atrium dan ventrikel, fibrilasi ventrikel dan kontraksi ventrikel prematur).
Emergency treatment :
- Kaji kesadaran umum
- Kaji denyut jantung
- Monitor tekanan darah
- Kaji lama pengisian kapiler
- Pasang infus, berikan cairan jika pasien dehidrasi
- Catat temperature
- Lakukan kultur jika pireksia
- Lakukan monitoring ketat
- Berikan cairan per oral
- Jika ada mual dan muntah, berikan antiemetik IV
4) Disability
Pada klien GEA ditemukan penurunan kadar kalium darah di bawah 3,0
mEq/liter (SI: 3 mmol/L) sehingga menyebabkan disritmia jantung (talukardio
atrium dan ventrikel, fibrilasi ventrikel dan kontraksi ventrikel prematur).
Emergency treatment :
- Kaji kesadaran umum
- Kaji denyut jantung
- Monitor tekanan darah
- Kaji lama pengisian kapiler
- Pasang infus, berikan cairan jika pasien dehidrasi
- Catat temperature
- Lakukan kultur jika pireksia
- Lakukan monitoring ketat
- Berikan cairan per oral
- Jika ada mual dan muntah, berikan antiemetik IV
5) Eksposure
Klien GEA biasanya mengalami dehidrasi akibatnya dapat terjadi peningkatan
suhu tubuh karena proses infeksi sekunder.
10
Emergency treatment :
- Kaji riwayat sedetail mungkin
- Kaji makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya
- Kaji tentang waktu sampai adanya gejala
- Kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yang terkena
- Ambil sampel feses untuk pemeriksaan mikroskopi, kultur dan
sensitivitas
- Berikan anti diare seperti codein atau loperamide sampai hasil kultur
diketahui
b. Pengkajian Sekunder
a) Identitas klien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan dan nomor
telepon.
Yang perlu diperhatikan yaitu usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidensi penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
b) Keluhan utama
Keluhan Buang Air Besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB <4 kali
dan cair (GEA tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi
ringan/sedang), atau BAB >10 kali (dehidrasi berat). Apabila GEA
berlangsung <14 hari maka GEA tersebut merupakan GEA akut,
sementara apabila langsung selama 14 hari atau lebih maka merupakan
GEA persisten.
c) Riwayat penyakit sekarang
1) Keadaan umum klien. suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan
menurun atau tidak ada, dan kemungkinan timbul GEA.
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
3) Frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran 3-5 hari, lebih dari 7
hari (diare berkepanjangan), lebih dari 19 hari (diare kronis).
11
4) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
5) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah GEA.
6) Apabila telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi
7) Diuresis: terjadi oliguria (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi
dehidrasi.
d) Riwayat kesehatan
1) Riwayat imunisasi terutama campak, karena GEA lebih sering
terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau
yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai
akibat dari penurunan kekebalan pada pasien.
2) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik),
karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab
GEA
3) Riwayat penyakit yang terjadi sebelum, selama, atau setelah GEA.
Informasi diperlukan untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain
yang menyebabkan GEA.
4) Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakaian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.
e) Riwayat nutrisi
Cara pengolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan sanitasi makanan,
dan kebiasan cuci tangan.
Riwayat pola makanan sebelum sakit GE meliputi:
1) Konsumsi makanan penyebab GEA, pantangan makanan atau
makanan yang tidak biasa dimakannya.
2) Perasaan haus. Pada pasien yang GEA tanpa dehidrasi tidak merasa
haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang pasien
merasa haus dan ingin banyak minum. Sedangkan pada dehidrasi
berat, sudah malas minum atau tidak mau minum.
f) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare
12
g) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan
lingkungan tempat tinggal
h) Pemeriksaan fisik
1 ) Keadaan umum
- Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
- Gelisah, (dehidrasi ringan atau sedang)
- Lesu, lemah ,lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat)
2) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan
turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut atau tangan
menggunakan kedua ujung jari (buka kedua kuku). Apabila turgor
kembali dengan cepat (Kurang dari 2 detik), berarti GEA tersebut
tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali dengan lambat (cubit kembali
dalam waktu 2 detik), ini berarti GEA dengan dehidrasi ringan atau
sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (cubitan kembali lebih
dari 2 detik), maka ini termasuk GEA dengan dehidrasi berat.
3) Kepala
Pada pasien dewasa tidak ditemukan tanda-tanda, tetapi pada anak
berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, biasanya ubun-
ubun nampak cekung kedalam
4) Mata
Kelopak mata tampak cekung bila dehidrasi berat saja
5) Mulut dan lidah
- Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)
- Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan atau sedang)
- Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
6) Abdomen kemungkinan mengalami distensi kram dan bising
usus yaitu :
- Inspeksi : melihat permukaan abdomen simetris atau
tidak dan tanda lain
- Palpasi : ada tidak nyeri tekan epigastrium kadang juga
terjadi distensi perut
13
- Auskultasi : terdengar bising usus meningkat > 30 x/
menit
- Perkusi : biasanya Terdengar bunyi timpani / kembung
7) Anus: apakah terdapat iritasi pada kulitnya
8) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat >35 x/menit, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
9) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat >40 x/menit
karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
10) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat >120 x/menit dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang
11) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dtk,
suhu meningkat > 37°C, akral hangat/akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memanjang > 2 dtk, kemerah pada
daerah perianal.
12) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-
400 ml/24 jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
i) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam meningkatkan
diagnosis yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat
pula. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada klien yang mengalami
GEA, yaitu:
(a) Laboratorium
- Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopik maupun
mikroskopik dengan kultur
- Tes malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (ph, Clinitest)
dan lemak
- Serum elektrolit : Hiponatremia, Hipernatremi,
Hipokalemi
- AGD : asidosis metabolic (Ph menurun, pCO2 meningka
HCO3 menurun)
- Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
14
(b) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumonia
15
1. Gelisah ↓
Terjadi metabolisme di
Gejala & tanda minor saluran pencernaan
Ds: ↓
1. Tidak mampu rileks Menghasilkan gas H2,
2. Mengeluh mual dan CO2
↓
Do: Distensi abdomen
1. Tampak ↓
merintih/menangis Mual & muntah
2. Pola eliminasi berubah ↓
3. Postur tubuh berubah Gangguan Rasa
Nyaman
Do:
1. Kejang
2. Takikardi
3. Takipnea
4. Kulit terasa hangat
Do:
1. Pola napas berubah
2. Nafsu makan berubah
3. Diaforesis
16
6. Faktor Risiko: Gastroenteritis Akut Risiko
1. Ketidakseimbangan (GEA) Ketidakseimbangan
cairan (mis. dehidrasi) ↓ Elektrolit
2. Diare Elektrolit tidak dapat
3. Muntah diabsorpsi
↓
Risiko
Ketidakseimbangan
Elektrolit
17
13. Rencana Asuhan Keperawatan
b. Identifikasi Riwayat
pemberian makanan
c. Monitor warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi feses
18
e. Monitor iritasi dan
ulserasi kulit di daerah
perianal
f. Monitor jumlah dan
pengeluaran diare
g. Monitor keamanan
penyiapan makanan
Terapeutik
c. Berikan cairan
intravena (mis: ringer
asetat, ringer laktat), jika
perlu
Edukasi
a. Anjurkan makanan
porsi kecil dan sering
secara bertahap
b. Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas,
19
pedas, dan mengandung
laktosa
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas (mis:
loperamide, difenoksilat)
b. Kolaborasi pemberian
antispasmodik/spasmolit
ik (mis: papaverine,
ekstrak belladonna,
mebeverine)
c. Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses (mis:
atapugit, smektit, kaolin-
pektin)
20
g. Takikardi membaik c. Identifikasi faktor
h. Dilatasi Pupil penyebab mual (mis:
pengobatan dan a.
prosedur)
d. Identifikasi antiemetik
untuk mencegah mual
(kecuali mual pada
kehamilan)
Terapeutik
a.Kendalikan faktor
lingkungan penyebab
mual (mis: bau tidak
sedap, suara, dan
rangsangan visual yang
tidak menyenangkan)
c. Berikan makanan
dalam jumlah kecil dan
menarik
d.Berikan makanan
dingin, cairan bening,
21
tidak berbau, dan tidak
berwarna, jika perlu
Edukasi
b. Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
c. Anjurkan makanan
tinggi karbohidrat, dan
rendah lemak
d. Ajarkan penggunaan
teknik non farmakologis
untuk mengatasi mual
(mis: biofeedback,
hipnosis, relaksasi, terapi
musik, akupresur)
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat antiemetik, jika
perlu
Manajemen Muntah
(1.03118)
Observasi
a. Identifikasi
pengalaman muntah
22
b. Identifikasi dampak
muntah terhadap kualitas
hidup (mis: nafsu makan,
aktivitas, kinerja,
tanggung jawab peran,
dan tidur)
c. Identifikasi faktor
penyebab muntah (mis:
pengobatan dan
prosedur)
d. Identifikasi antiemetik
untuk mencegah muntah
(kecuali muntah pada
kehamilan)
e. Monitor muntah (mis:
frekuensi, durasi, dan
tingkat keparahan)
Terapeutik
a.Kontrol lingkungan
penyebab muntah (mis:
bau tidak sedap, suara,
dan stimulasi visual yang
tidak menyenangkan)
b. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab muntah (mis:
kecemasan, ketakutan)
c. Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
d. Pertahankan kepatenan
jalan napas
23
e. Bersihkan mulut dan
hidung
f. Berikan dukungan fisik
saat muntah (mis:
membantu membungkuk
atau menundukkan
kepala)
g. Berikan kenyamanan
selama muntah (mis:
kompres dingin di dahi,
atau sediakan pakaian
kering dan bersih)
h. Berikan cairan yang
tidak mengandung
karbonasi minimal 30
menit setelah muntah
Edukasi
a. Anjurkan membawa
kantong plastik untuk
menampung muntah
b.Anjurkan
memperbanyak istirahat
c. Ajarkan penggunaan
Teknik non farmakologis
untuk mengelola muntah
(mis:biofeedback,hipnosi
s, relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
24
a. Kolaborasi pemberian
obat antiemetik, jika
perlu
25
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
26
5. Gangguan Rasa Nyaman Manajeman Mual
b.d Gejala penyakit Status
(1.03117)
Kenyamanan(L.08064)
Observasi
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama x jam, a.Identifikasi
maka status kenyamanan pengalaman mual
meningkat, dengan kriteria
b.Identifikasi dampak
hasil:
mual terhadap kualitas
1. Keluhan tidak hidup (mis: nafsu makan,
nyaman menurun aktivitas, kinerja,
2. Gelisah menurun tanggung jawab peran,
dan tidur)
c. Identifikasi faktor
penyebab mual (mis:
pengobatan dan
prosedur)
d. Identifikasi antiemetik
untuk mencegah mual
(kecuali mual pada
kehamilan)
Terapeutik
a.Kendalikan faktor
lingkungan penyebab
mual (mis: bau tidak
sedap, suara, dan
27
rangsangan visual yang
tidak menyenangkan)
c. Berikan makanan
dalam jumlah kecil dan
menarik
d.Berikan makanan
dingin, cairan bening,
tidak berbau, dan tidak
berwarna, jika perlu
Edukasi
b. Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
c. Anjurkan makanan
tinggi karbohidrat, dan
rendah lemak
d. Ajarkan penggunaan
teknik non farmakologis
untuk mengatasi mual
(mis: biofeedback,
28
hipnosis, relaksasi, terapi
musik, akupresur)
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat antiemetik, jika
perlu
Manajemen Muntah
(1.03118)
Observasi
a. Identifikasi
pengalaman muntah
b. Identifikasi dampak
muntah terhadap kualitas
hidup (mis: nafsu makan,
aktivitas, kinerja,
tanggung jawab peran,
dan tidur)
c. Identifikasi faktor
penyebab muntah (mis:
pengobatan dan
prosedur)
d. Identifikasi antiemetik
untuk mencegah muntah
(kecuali muntah pada
kehamilan)
e. Monitor muntah (mis:
frekuensi, durasi, dan
tingkat keparahan)
Terapeutik
29
a.Kontrol lingkungan
penyebab muntah (mis:
bau tidak sedap, suara,
dan stimulasi visual yang
tidak menyenangkan)
b. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab muntah (mis:
kecemasan, ketakutan)
c. Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
d. Pertahankan kepatenan
jalan napas
e. Bersihkan mulut dan
hidung
f. Berikan dukungan fisik
saat muntah (mis:
membantu membungkuk
atau menundukkan
kepala)
g. Berikan kenyamanan
selama muntah (mis:
kompres dingin di dahi,
atau sediakan pakaian
kering dan bersih)
h. Berikan cairan yang
tidak mengandung
karbonasi minimal 30
menit setelah muntah
Edukasi
30
a. Anjurkan membawa
kantong plastik untuk
menampung muntah
b.Anjurkan
memperbanyak istirahat
c. Ajarkan penggunaan
Teknik non farmakologis
untuk mengelola muntah
(mis:biofeedback,hipnosi
s, relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat antiemetik, jika
perlu
31
diuretic, jika perlu
32
c. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (albumin,
plasmanate)
Edukasi
33
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
a.Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
34
B. KONSEP DEHIDRASI
1. Definisi
Secara definisi, dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh
karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi
keduanya (Leksana, 2015). Dehidrasi diartikan sebagai kurangnya cairan di dalam
tubuh karena jumlah yang keluar lebih besar dari pada jumlah yang masuk. Jika
tubuh kehilangan banyak cairan, maka tubuh akan mengalami dehidrasi
(Rismayanthi dalam Sari & Nindya, 2017).
2. Etiologi
Beberapa faktor patologis penyebab dehidrasi yang sering:
a. Gastroenteritis Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang disertai
muntah, dehidrasi akan semakin progresif. Dehidrasi karena diare menjadi
penyebab utama kematian bayi dan anak di dunia.
b. Stomatitis dan faringitis. Rasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat membatasi
asupan makanan dan minuman lewat mulut.
c. Ketoasidosis diabetes (KAD). KAD disebabkan karena adanya diuresis osmotik.
Berat badan turun akibat kehilangan cairan dan katabolisme jaringan.
d. Demam. Demam dapat meningkatkan IWL dan menurunkan nafsu makan.
Selain hal di atas, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat stroke,
tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fi brosis sistik, diabetes insipidus, dan luka
bakar (Leksana, 2015).
3. Klasifikasi
Secara umum, dehidrasi terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Dehidrasi ringan, terjadi ketika tubuh kehilangan 3-5% cairan.
b. Dehidrasi sedang, ketika tubuh kehilangan 5-10% cairan
c. Dehidrasi berat ketika tubuh kehilangan lebih dari 10% cairan (Fukushima et
al., 2018)
Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang, dehidrasi
dibedakan menjadi tiga tipe yaitu:
a. Dehidrasi isotonik. Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan
jumlah natrium yang hilang, natrium dalam darah pada dehidrasi tipe ini 135-145
mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295 mOsm/L.
35
b. Dehidrasi hipertonik. Natrium hilang yang lebih banyak daripada air. Penderita
dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari
135 mmol/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mOsml/L).
c. Dehidrasi hipotonik. Hilangnya air lebih banyak daripada natrium. Dehidrasi
hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145
mmol/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 295 mOsm/L)
(Leksana, 2015).
4. Manifestasi Klinis
Pada tahap dehidrasi ringan tubuh sudah mengalami kekurangan cairan sebesar 1
sampai 2% dan mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti haus, lemah, lelah, sedikit
gelisah, dan hilang selera makan. Pada tahap dehidrasi sedang tubuh sudah
mengalami kekurangan cairan sebesar 3-4% dan mengalami tanda-tanda dehidrasi
seperti kulit kering, mulut dan tenggorokan kering, volume urin berkurang. Pada
tahap dehidrasi berat, tubuh sudah mengalami kekurangan cairan 5 sampai 6% dan
mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti sulit berkonsentrasi, sakit kepala,
kegagalan pengaturan suhu tubuh serta peningkatan frekuensi nafas. Kehilangan
cairan >6% dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan, seperti dapat
mengakibatkan otot kaku dan collapse, saat tubuh kehilangan cairan sebesar 7%
sampai dengan 10% dapat menurunkan volume darah serta berakibat kegagalan
fungsi ginjal saat tubuh kehilangan cairan sebesar 11%. (Gustam dalam Nika &
Triska, 2018)
5. Patofisiologi
Berdasarkan proses patofisiologinya, dehidrasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu:
a. Dehidrasi isotonik
Dehidrasi isotonik (isonatremik) merupakan keadaan dimana defisit cairan yang
dialami oleh tubuh sebanding dengan defisit natrium, sehingga volume cairan
ekstraseluler akan berkurang, dan perfusi ke jaringan akan menurun. Penurunan
perfusi pada ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang
memiliki efek kompensasi untuk reabsorbsi natrium dan air. Sekresi hormone
ADH selanjutnya akan menyebabkan retensi cairan, sehingga memperbaiki
defisit cairan. Pada dehidrasi isotonik biasanya kadar osmolalitas, kadar natrium,
dan kadar cairan intraseluler tetap normal. Dehidrasi isotonik biasanya terjadi
36
pada pasien yang mengalami perdarahan, luka bakar, orang yang sedang
berpuasa, muntah, atau diare.
b. Dehidrasi Hipotonik
Dehidrasi hipotonik ( hiponatremia ) merupakan keadaan dimana defisit natrium
lebih besar dibandingkan defisit cairan. Penyebab utama dehidrasi hipotonik
adalah muntah, diare (gastroenteritis), berkeringat, hiperventilasi, perdarahan,
olahraga, dan kelainan pada ginjal yang menyebabkan ekskresi elektrolit berlebih
c. Dehidrasi Hipertonik
Dehidrasi hipertonik (Hiponatremia) merupakan keadaan dimana defisit air lebih
besar dibandingkan defisit natrium. Dehidrasi tipe ini dapat terjadi ketika rasio
BUN terhadap kreatinin ≥20 atau kadar natrium ≥150 mmol/L. Peningkatan kadar
natrium pada plasma akan meningkatkan osmolalitas, yang mengakibatkan cairan
akan berpindah ke kompartemen ekstraseluler, termasuk pada jaringan otak, yang
dapat menyebabkan penyusutan volume otak dan perdarahan intraserebral atau
subarachnoid. Dehidrasi hipertonik dapat terjadi pada pasien diabetes insipidus,
pasien yang mendapat terapi diuretic loop ( furosemide ), demam, luka bakar
(maupun luka bakar pada anak), ataupun hiperventilasi (Leksana, 2015).
6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika pasien dehidrasi karena diare / GEA adalah
renjatan hipovolemik, hipokalemia, hipotoni otot, kelemahan, bradikardia, dan
perubahan pada pemeriksaan EKG, hipoglikemia, kejang, malnutrisi energi protein
(Dewi dalam Kurniawati, 2016). Proses dehidrasi yang berkelanjutan dapat
menimbulkan syok hipovolemia yang akan menyebabkan gagal organ dan kematian
(Leksana, 2015).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan menurut Nika & Triska (2018)
adalah:
37
a. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk penting
tentang status hidrasi seseorang. Tanda-tanda seperti turgor kulit menurun,
selaput lendir kering, dan tekanan darah rendah dapat mengindikasikan
dehidrasi.
b. Tes Darah : Tes darah dapat membantu mengevaluasi kadar elektrolit, seperti
natrium dan kalium, yang dapat dipengaruhi oleh dehidrasi. Nitrogen urea darah
(BUN) dan kadar kreatinin juga dapat mengindikasikan dehidrasi.
c. Urinalisis : Urinalisis dapat membantu menilai fungsi ginjal dan konsentrasi
urin, yang dapat dipengaruhi oleh dehidrasi.
9. Tatalaksana Medis
Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang
hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan
hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat dehidrasi, penanganan
juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas pasien.
a. Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang
Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui pemberian
cairan ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan volume
intravaskuler dan mengoreksi asidosis
b. Dehidrasi Derajat Berat.
Tahap Pertama berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu
syok hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini
dapat diberikan cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau
NaCl 0,9% sebesar 20 mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat
dilihat dari perbaikan takikardi, denyut nadi, produksi urin, dan status
mental pasien.
Tahap Kedua berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan
pemeliharaan dan penggantian kehilangan yang masih berlangsung.
Penatalaksanaan dehidrasi ditujukan untuk mengatasi defisit cairan dan
mengembalikan keseimbangan elektrolit. Terapi cairan parenteral menjadi
pilihan pada saat asupan cairan melalui ORS tidak cukup atau tidak
memungkinkan. Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler
sampai tercapai perfusi jaringan. Target selanjutnya adalah memulihkan volume
38
intravaskuler dan mengembalikan kadar natrium serum sesuai rekomendasi.
(Leksana, 2015).
10. Penanganan Kegawatdaruratan
Penanganan kegawatdaruratan dehidrasi melibatkan upaya untuk menggantikan
cairan yang hilang secepat mungkin seperti, memberikan minuman elektrolit
seperti larutan oralit atau minuman rehidrasi. Hindari memberi minuman
berkafein atau beralkohol, karena dapat meningkatkan produksi urine. Jika
orang tersebut tidak mampu minum, segera cari bantuan medis. Pemberian
cairan intravena mungkin diperlukan untuk mengatasi dehidrasi secara efektif.
11. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan dan nomor telepon.
b. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang/ Keluhan Utama
1) Mual, muntah, diare
2) Demam
3) Penurunan asupan
4) Penurunan berat badan
5) Perdarahan dari sumber manapun
6) Poliuria, polidipsia
7) Kelelahan dan kram otot
8) Pusing postural dan sinkop
9) Kejang, koma, bingung, sinkop
10) Trauma: kekuatan tumpul atau penetrasi
11) Nyeri perut atau dada (yaitu, disebabkan oleh pankreatitis dan
penurunan organ perfusi)
12) Konsumsi alkohol
b) Riwayat penyakit dahulu
1) Penyakit/penyakit saat ini atau yang sudah ada sebelumnya:
Fistula, Ileostomy, DM, dan Diabetes insipidus.
2) Ada riwayat serupa sebelumnya
3) Penyalahgunaan zat
4) Obat-obatan
39
5) Alergi
c) Pemeliharaan kesehatan
1) Diet rendah garam
2) Pemasukan cairan kurang terpenuhi
c. Pola cairan
- Gejala: haus berkurang, cairan kurang
- Tanda: BB menurun melebihi 2-8% dari BB semula, membran mukosa
kering
d. Pemeriksaan fisik
a) Penampilan Umum
1) Kesadaran apatis-coma
2) Tekanan darah menurun: nadi meningkat, pernafasan cepat dan
dalam, suhu meningkat pada waktu awal
3) Turgor menurun
4) CVP (Central Venous Pressure) menurun
5) Kejang
6) Takikardia, hipotensi, ortostatis
7) Kemungkinan suhu tinggi
8) Distres/ketidaknyamanan sedang hingga berat
b) Inspeksi
1) Laserasi, lecet, ekimosis, ruam, asimetri, atau edema
2) Petechiae
3) Deformitas atau angulasi tulang
4) Vena jugularis eksternal rata
5) Mata cekung
6) Ubun-ubun cekung
7) Membran mukosa mulut kering
8) Pupil, meliputi ukuran, bentuk, kesamaan, reaktivitas terhadap
cahaya
9) Selaput lendir kering
10) Drainase atau perdarahan eksternal
11) Tingkat pernapasan, kedalaman, kerja pernapasan, penggunaan
otot aksesori, perut
12) Otot, gerakan dinding dada paradoksal
40
13) Perut kembung
14) Perangkat akses vena, selang atau kancing pengisi
15) Penurunan berat badan
e. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
1) Urine
a) Osmolalitas kemih 450 m osmol/kg
b) Natrium urine < 10 meq/L (penyebab diluar ginjal)
c) Natrium urine 10 meq/L (penyebab pada ginjal/adrenal)
d) OJ urine meningkat e) Jumlah urine menurun (30-50 cc/jam)
2) Darah
a) HT meningkat
b) Kadar protein serum meningkat
c) Na+ serum normal
d) Rasio buru/ kreatin serum 20:1 (N-10: 1)
e) Glukosa serum: normal/meningkat
f) Hb menurun.
12. Analisa Data
41
Do:
1. Pengisian vena menurun
2. Suhu tubuh meningkat
3. Konsentrasi urin meningkat
4. Berat badan turun tiba-tiba
Do:
1. Edema
2. Indeks ankle-brachial <0,90
3. Bruit femoral
42
Do:
1. Tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat
2. Sianosis
43
e. Tekanan nadi membaik b. Berikan posisi modified
Suhu tubuh membaik
Trendelenburg
(36.5-37.5 0C)
c. Berikan asupan cairan oral
Kolaborasi :
a.Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis:
NaCL, RL)
b.Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis 23 (mis:
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
c. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (albumin,
plasmanate)
44
c. Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada
area yang cedera
d. Lakukan hidrasi
Edukasi
a.Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
b. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
jika perlu
c. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilang rasa)
45
d. Frekuensi nadi membaik (mis: cahaya, suara,
kunjungan)
Edukasi
4. Risiko Gangguan
Integritas Kulit d.d Integritas Perawatan Integritas Kulit
Kekurangan Volume kulit/jaringan (L.14125) (I.11353)
Cairan
Setelah dilakukan Observasi
intervensi keperawatan
a.Identifikasi penyebab
selama 1 x 8 jam, maka
gangguan integritas kulit
integritas kulit meningkat,
(mis: perubahan sirkulasi,
dengan kriteria hasil:
perubahan status nutrisi,
a.Elastisitas meningkat penurunan kelembaban,
suhu lingkungan ekstrim,
b. Hidrasi Meningkat
penurunan mobilitas)
46
Edukasi
a.Anjurkan menggunakan
pelembab (mis: lotion,
serum)
b. Anjurkan minum air yang
cukup
c. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
e. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
47
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gastroenteritis adalah radang lambung dan usus yang dapat menimbulkan gejala diare yang
disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit lebih sering dari biasanya yang mana bersifat
patogen. Penyebab utama gastroenteritis akut adalah bakteri, virus, atau Helicobacter pylori.
Parasit lain juga dapat menyebabkan gastritis. Disebabkan oleh gastritis akut Minum
berlebihan, infeksi dengan makanan yang terkontaminasi, dan penggunaan kokain. Adapaun
masalah kepeawatan yang dapt muncul yaitu diare, anusea, gangguan rasa nyaman, hipertermi,
nyeri akut, risiko ketidakseimbangan elektrolit, risiko hipovolemia, risiko defisit nutrisi.
dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan
secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya. Adapun beberapa
penyebab dehidrasi yaitu Gastroenteritis Diare, demam, Stomatitis dan faringitis, dan
Ketoasidosis diabetes. Masalah keperawatan yang dapat muncul pada kasus dehidrasi yaitu
defisit volume cairan, perfusi perifer tidak efektif, intoleransi aktivitas, risiko gangguan
integritas kulit.
48
DAFTAR PUSTAKA
Jap, A. L., & Widodo, A. D. (2021). Diare Akut pada Anak yang Disebabkan oleh
infeksi. Jurnal Kedokteran Meditek, 27(3), 286-287.
Leksana, E. (2015). Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. CDK-224/ vol. 42 no. 1,
70-73.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II, Jakarta: DPP PPNI
49
Ristianingsih, V. A. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
KEKURANGAN VOLUME CAIRAN (HIPOVOLEMIA) PADA
GASTROENTERITIS AKUT DI PUSKESMAS KESAMBEN JOMBANG
(Doctoral dissertation, STIKES BINA SEHAT PPNI).
Sari, N. A., & Nindya, T. S. (2017). HUBUNGAN ASUPAN CAIRAN, STATUS GIZI
DENGAN STATUS HIDRASI PADA PEKERJA DI BENGKEL DIVISI
GENERAL ENGINEERING PT PAL INDONESIA. Media Gizi Indonesia, Vol.
12, No. 1, 47–53.
Suhanda & Ahmad Nizar. (2022). 'Assistancy in Medical Surgical Nursing Care for
Clients with Digestive System Disorders: Acute Gastroenteritis'. Jurnal
Inspira, Vol. 002, No. 003.
Waroka, E., Fadillah, Q., & Edlin, E. (2022). Gambaran Diagnostik dan
Penatalaksanaan Gastroenteritis Dehidrasi Ringan-Sedang Pasien Anak
Rawat Inap di Rumah Sakit Royal Prima Tahun 2021. Jurnal Pendidikan Dan
Konseling (JPDK) , 4 (5), 5652–5658.
50