Oleh:
NIM : 171200211
Kelas : A2C
Kelompok :4
DENPASAR
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
2
GASTROESOFAGUS REFLUX DISEASE (GERD)
3
endoscopy negative reflux disease (ENRD). Dengan demikian, GERD merujuk pada
esofagitis yang telah ditentukan melalui endoskopi atau penyakit refluks dengan hasil
endoskopi negatif (ENRD). Pasien dengan gejala refluks yang belum dapat ditelusuri
diperlakukan sebagai pasien dengan uninvestigated dyspepsia (Philip O, et al., 2013).
4
mempengaruhi tekanan intraabdomen antara lain hamil, obesitas, dan pakaian terlalu
ketat.
5
1.2.4. TANDA DAN GEJALA GERD
Tanda dan gejala khas GERD adalah regurgitasi dan hearburn. Regurgitasi
merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa asam
dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah epigastrium yang
dapat disertai nyeri dan pedih. Dalam bahasa awam, heartburn sering dikenal dengan
istilah rasa panas di ulu hati yang terasa hingga ke daerah dada. Kedua gejala ini
umumnya dirasakan saat setelah makan atau saat berbaring. Gejala lain GERD adalah
kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa, hipersalivasi, disfagia hingga odinofagia.
Disfagia umumnya akibat striktur atau keganasan Barrett’s esophagus. Sedangkan
odinofagia atau rasa sakit saat menelan umumnya akibat ulserasi berat atau pada kasus
infeksi. Nyeri dada nonkardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis merupakan gejala
ekstraesofageal penderita GERD (Monica dan Budianto, 2017).
6
4. Struktural, umumnya berkaitan dengan hiatus hernia. Selain hiatus hernia, panjang
LES yang < 3 cm juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya GERD.
5. Indeks Massa Tubuh (IMT); semakin tinggi nilai IMT, maka risiko terjadinya
GERD juga semakin tinggi (Monica dan Budianto, 2017).
1.2.6. DIAGNOSIS
Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal
Reflux Disease yang dikeluarkan oleh American College of Gastroenterology tahun
1995 dan revisi tahun 2013, diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan (Monica
et al, 2017) :
a. Empirical Therapy
b. Use of Endoscopy
c. Ambulatory Reflux Monitoring
d. Esophageal Manometry (lebih direkomendasikan untuk evaluasi preoperasi untuk
eksklusi kelainan motilitas yang jarang seperti achalasia atau aperistaltik yang
berhubungan dengan suatu kelainan, misalnya skleroderma)
1. Terapi Farmakologi
Obat-obat yang digunakan dalam penatalaksanaan GERD antara lain:
a. Antasida
Antasida bekerja dengan cara memberikan efek sitoprotektif, menetralisir
asam lambung, dan menstimulasi ketahanan mukosa lambung. Aluminium dalam
antasida berguna untuk menekan H.pylori dan meningkatkan pertahanan
7
mukosa. Antasida juga mengandung magnesium yang seharusnya tidak
digunakan pada pasien dengan klirens kreatinin kurang dari 30 ml/menit karena
ekskresi magnesium diganggu sehingga menyebabkan toksisitas (Lullmann, et
al., 2000).
Antasid berguna hanya untuk menghilangkan gejala ringan yang terkait
dengan GERD. Karena durasi kerja yang pendek dan ketidakmampuan untuk
menyembuhkan esofagitis, ini bukan pilihan mengobati GERD sedang sampai
berat (Kimble, Koda., 2013).
b. Antagonis Reseptor Histamin 2 (H2RA)
H2 bloker bekerja melalui blokade reseptor Histamin H2 pada sel parietal,
sehingga mengurangi sekresi asam lambung. H2 reseptor antagonis menghambat
secara kompetitif dan selektif kerja dari histamin di reseptor H2 pada sel parietal,
sehingga menurunkan sekresi asam lambung (Lullmann, et al., 2000).
H2RA efektif dalam mengobati pasien dengan penyakit ringan sampai
sedang GERD, namun tingkat respons bervariasi dengan tingkat keparahan
penyakit, dosis obat, dan durasi terapi (Kimble, Koda., 2013).
c. Proton Pump Inhibitor (PPI)
Obat-obat dari golongan penghambat pompa proton (PPI) bekerja dengan
cara memblok pompa proton (H+, K+, -ATPase) yang terdapat di membran sel
parietal lambung sehingga menghambat sekresi asam lambung oleh sel parietal
secara irreversibel. PPI hanya menghambat pompa proton yang aktif mensekresi
asam sehingga paling efektif jika diberikan 30-60 menit sebelum makan
(Lullmann, et al., 2000).
PPI adalah obat pilihan untuk pasien gejala GERD yang parah dan
esofagitis karena lebih cepat menghilangkan gejala dan penyembuhan esofagus
dari pada H2RA (Kimble, Koda., 2013).
8
Berikut table tatalaksana terapi menggunaan obat PPI (NICE, 2014):
PPI Full Standard Low Dose (On- Double Dose
Dose Demand Dose)
Esomeprazole 20 mg1 1x sehari Tidak tersedia 40mg3 1x sehari
1
Lebih rendah dari dosis awal berlisensi untuk esomeprazol di GORD,
yaitu 40 mg, namun dianggap setara dengan dosis PPI lainnya. Saat
melakukan meta-analisis efek doserelated, esomeprazol berkolom NICE
20 mg sebagai setara dosis penuh dengan omeprazol 20 mg.
2
Dosis off-label untuk GORD.
3
40 mg direkomendasikan sebagai dosis ganda esomeprazol karena dosis
20 mg dianggap setara dengan omeprazol 20 mg.
d. Prokinetik
Dua agen prokinetik, metoklopramid dan bethanekol, efektif dalam
pengelolaan GERD. Kedua obat tersebut meningkatkan tekanan LES dan
merangsang motilitas saluran pencernaan bagian atas tanpa mengubah sekresi
asam lambung. Meskipun obat ini dapat memberikan kelegaan gejala, namun
tidak efektif dalam penyembuhan esofagitis erosif kecuali jika dikombinasikan
dengan H2RA atau PPI. Prokinetik tidak banyak digunakan untuk mengobati
GERD karena tidak seefektif perawatan lainnya dan terkait dengan banyak efek
samping (sedasi, kegelisahan, ekstrapiramidal gejala, dan lainnya). Prokinetik
disediakan untuk pasien yang tidak tahan terhadap pilihan pengobatan lain yang
9
tersedia atau yang memiliki pengosongan lambung yang tertunda (Kimble,
Koda., 2013).
e. Sucralfat
Mekanisme kerja sukralfat adalah sukralfat bereaksi dengan asam
hidroklorik dalam lambung membentuk sebuah cross-linked yang memiliki
konsistensi kental seperti bahan perekat yang mampu bereaksi sebagai buffer
asam untuk waktu yang lama, yaitu 6-8 jam setelah diminum dalam dosis
tunggal. Sukralfat membentuk kompleks ulser adheren dengan eksudat protein
seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan melindunginya dari serangan
asam, membentuk barier viskos pada permukaan mukosa di lambung dan
duodenum, serta menghambat aktivitas pepsin dan membentuk ikatan garam
dengan empedu. Perlindungan fisik atau kompleks itu besifat melindungi
permukaan ulkus dan mencegah kerusakan lebih lanjut oleh asam, pepsin dan
empedu. Sukralfat sebaiknya dikonsumsi pada saat perut kosong untuk mencegah
ikatan dengan protein dan fosfat (Hasanah, 2007).
10
- Hindari obat-obat yang dapat memicu refluks (seperti: Calcium Channel Blocker,
β- Blockers, Nitrates, Theophylline).
- Menghindari obat-obat yang secara langsung dapat mengiritasi mukosa
gastroesophagus (seperti: Bisphosphonates, Tetracyclines, Quinidine, Potassium
Chloride, Iron Salts, Aspirin, Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs).
- Pada wanita hamil dengan GERD dianjurkan pasien untuk mengangkat kepala
tempat tidur, menghindari posisi membungkuk atau membungkuk; makan kecil,
sering makan; dan menahan diri untuk tidak menelan makanan (kecuali cairan)
dalam waktu 3 jam sebelum tidur (Patti, M.G., 2017).
- Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat badan sesuai
dengan IMT ideal.
2. Bahan
a. Text Book
b. Data nilai normal laboraturium.
c. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).
11
sudah kurang lebih selama 1 bulan, badan terasa panas sejak 26 Agustus 2017, kepala
pusing, setiap kali makan perut terasa sakit.
12
Diagnosis: GERD LA Classification grade A, gastritis Erosiva. Pasien rencana KRS 1
September 2017. Berikut adalah catatan pengobatan pasien pada tanggal 30 dan 31
Agustus 2017
13
DAFTAR PUSTAKA
Hasanah, A. N. 2007. Evaluasi Penggunaan Obat Antipeptik Ulser Pada Penderita Rawat
Tinggal Di Rumah Sakit Advent Bandung. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas
Padjajaran.
Koda-Kimble MA, Young LD, Alldredge B.K., Corelli R.L., Ernst M.E., Gugliemo B.J.,
Jacobson P.A., Kradjan WA, Williams BR. 2010. Applied Therapeutics: The Clinical
Use of Drugs. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins
Lullmann, et al., 2000. Color Atlas of Pharmacology 2nd ed. New York : Thieme Stuttgart.
Monica Djaja Saputra, Budianto Widi, 2017, Diagnosis dan Tatalaksana Gastroesophageal
Refux Disease(GERD) di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. CDK-252/ vol. 44. Hal
329-332
Philip, O., Lauren, B., Gerson, MD., and Marcelo, F. 2013. Guidelines for the Diagnosis and
Management Therapy of Gastroesophageal Reflux Disease. The American Journal of
Gastroenterology. Available at : http://s3.gi.org/patients/pdfs/UnderstandGERD.pdf
Sami, S.S dan Ragunath, K. 2013. The Los Angeles Classification of Gastroesophageal
Reflux Disease. Notinggham : University Nottingham