Anda di halaman 1dari 7

PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN

Yang dimaksud dengan penatalaksanaan adalah tindakan yang dilakukan oleh dokter yang
menangani kasus GERD, meliputi tindakan terapi non-farmakologik, farmakologik, endoskopik,
dan bedah. Pada dasarnya terdapat 5 target yang ingin dicapai dan harus selalu menjadi perhatian
saat merencanakan, merubah, serta menghentikan terapi pada pasien GERD. Kelima target
tersebut adalah:

1. menghilangkan gejala/keluhan,
2. menyembuhkan lesi esofagus,
3. mencegah kekambuhan,
4. memperbaiki kualitas hidup, dan
5. mencegah timbulnya komplikasi.
Penatalaksanaan non-farmakologik

Secara garis besar, prinsip terapi GERD di pusat pelayanan kesehatan primer berdasarkan
Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease adalah
dengan melakukan modifikasi gaya hidup dan terapi medikamentosa GERD. Modifikasi gaya
hidup, merupakan pengaturan pola hidup yang dapat dilakukan dengan:

1. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat badan sesuai dengan
IMT ideal

2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap elevasi saat posisi berbaring,

3. Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan
bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus

4. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat, minuman


mengandung kafein, alkohol, dan makanan berlemak - asam - pedas karena dapat
menstimulasi sekresi asam.

5. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena dapat menurunkan tonus LES
sehingga secara langsung dapat mempengaruhi sel – sel epitel.

6. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena
keduanya dapat menimbulkan distensi lambung

7. Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen

8. Jika memungkinkan menghindari obat – obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti
anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, antagonis beta adrenergic,
progesterone.

Penatalaksanaan farmakologik
Obat-obatan yang telah diketahui dapat mengatasi gejala GERD meliputi antasida, prokinetik,
antagonis reseptor H2, Proton Pump Inhibitor (PPI) dan Baclofen

PPI merupakan salah satu obat untuk terapi GERD yang memiliki keefektifan serupa
dengan terapi pembedahan. Jika dibandingkan dengan obat lain, PPI terbukti paling efektif
mengatasi gejala serta menyembuhkan lesi esophagitis. Yang termasuk obat-obat golongan PPI
adalah omeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg, lansoprazole 30 mg, esomeprazole 40 mg, dan
rabeprazole 20 mg. PPI dosis tunggal umumnya diberikan pada pagi hari sebelum makan pagi.
Sedangkan dosis ganda diberikan pagi hari sebelum makan pagi dan malam hari sebelum makan
malam. Penggunaan PPI sebagai terapi inisial GERD menurut Guidelines for the Diagnosis and
Management of Gastroesophageal Reflux Disease dan Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia adalah dosis tunggal selama 8 minggu. Apabila
gejala tidak membaik setelah terapi inisial selama 8 minggu atau gejala terasa mengganggu di
malam hari, terapi dapat dilanjutkan dengan dosis ganda selama 4 – 8 minggu. Bila penderita
mengalami kekambuhan, terapi inisial dapat dimulai kembali dan dilanjutkan dengan terapi
maintenance. Terapi maintenance merupakan terapi dosis tunggal selama 5 – 14 hari untuk
penderita yang memiliki gejala sisa GERD.

Selain PPI, obat lain dalam pengobatan GERD adalah antagonis reseptor H2, antasida,
dan prokinetik (antagonis dopamin dan antagonis reseptor serotonin). Antagonis reseptor H2 dan
antasida digunakan untuk mengatasi gejala refluks yang ringan dan untuk terapi maintenance
dikombinasi dengan PPI. Yang termasuk ke dalam antagonis reseptor H2 adalah simetidin (1 x
800 mg atau 2 x 400 mg), ranitidin (2 x 150 mg), farmotidin (2 x 20 mg), dan nizatidin (2 x 150
mg). Prokinetik merupakan golongan obat yang berfungsi mempercepat proses pengosongan
perut, sehingga mengurangi kesempatan asam lambung untuk naik ke esofagus. Obat golongan
prokinetik termasuk domperidon (3 x 10 mg) dan metoklopramid (3 x 10 mg).

Apabila kondisi klinis masih belum menunjukkan perbaikan harus dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk mendapatkan kepastian adanya kelainan pada mukosa saluran cerna atas.
Pengobatan selanjutnya dapat diberikan sesuai dengan ringan-beratnya kerusakan mukosa.
Penatalaksanaan endoskopik

Komplikasi GERD seperti Barret’s esophagus, striktur, stenosis ataupun perdarahan, dapat
dilakukan terapi endoskopik berupa Argon plasma coagulation, ligasi, Endoscopic Mucosal
Resection, bouginasi, hemostasis atau dilatasi.
Terapi endoskopi untuk GERD masih terus berkembang dan sampai saat ini masih dalam
konteks penelitian. Terapi endoskopi yang telah dikembangkan adalah:

 Radiofrequency energy delivery

 Endoscopic suturing

Namun demikian sampai saat ini masih belum ada laporan mengenai terapi endoskopi
untuk GERD di Indonesia.

Penatalaksanaan bedah

Penatalaksanaan bedah mencakup tindakan pembedahan antirefluks (fundoplikasi Nissen,


perbaikan hiatus hernia, dll) dan pembedahan untuk mengatasi komplikasi. Pembedahan
antirefluks (fundoplikasi Nissen) dapat disarankan untuk pasien-pasien yang intoleran terhadap
terapi pemeliharaan, atau dengan gejala mengganggu yang menetap (GERD refrakter). Studi-
studi yang ada menunjukkan bahwa, apabila dilakukan dengan baik, efektivitas pembedahan
antirefluks ini setara dengan terapi medikamentosa, namun memiliki efek samping disfagia,
kembung, kesulitan bersendawa dan gangguan usus pascapembedahan.

Sumber:
1. Syam AF, Aulia C, Renaldi K, Simadibrata M, Abdullah M, Tedjasaputra TR. Revisi
konsensus nasional penatalaksanaan penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal
reflux disease/GERD) di Indonesia. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2013 :
263-70.
2. Saputera MD, Budianto W. Diagnosis dan tatalaksana gastroesophageal reflux disease
(GERD) di pusat pelayanan kesehatan primer. Cermin Dunia Kedokteran. 2017 ; 44(5) :
329-32.
3. Amran A. Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux
disease pada karyawan X. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ; 2019.

Anda mungkin juga menyukai