Anda di halaman 1dari 4

Faktor risiko terjadinya GERD, diantaranya1-3:

 Obesitas
 Hiatus hernia
 Kehamilan
 Kelainan jaringan ikat, seperti skleroderma
 Pengosongan lambung yang tertunda
Faktor yang bisa mengagregasi asam lambung1-3:
 Merokok
 Makan terlalu banyak atau makan saat tengah malam
 Makanan yang memicu, seperti makanan berlemak atau makanan yang digoreng
 Minuman beralkohol dan berkafein
 Konsumsi obat jangka panjang, seperti aspirin
Selain itu, faktor risiko GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari
esophagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esophagus,
adalah pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari lumen esophagus (lini kedua),
dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga). Sedangkan yang termasuk faktor ofensif
adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.4
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intraabdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia,
panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal
antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan faktor hormonal. Selama
kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa
pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam
terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi
LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses
menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa
individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung yang lambat
(delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial.
Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia,
namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus hernia
dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus
serta menurunkan tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah
gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung
dengan dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan
dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan
refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar kemungkinan
terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD ternyata memiliki waktu transit
esophagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltic
esophagus yang minimal.
Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan
kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan
esophagus tidak aktif.
c. ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan
mukus yang melindungi mukosa esophagus.
Mekanisme ketahanan epithelial esophagus terdiri dari :
- membran sel
- batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esophagus
- aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2
- sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl-
intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus,
sedangkan alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Yang
dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan
lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam
empedu, dan enzim pancreas.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang dikandungnya. Derajat
kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya pepsin atau garam
empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah
asam.4
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di
lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung, atau
obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.1-4
Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang
didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori
dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus
dan adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan
konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh
eradikasi infeksi H. pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-
pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant antral
gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala GERD. Sementara itu
pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan corpus
predominant gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung
serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H.
pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperbaiki keluhan
GERD serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala
GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat
memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung. Pengobatan PPI
jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya
gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien
GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang.5
Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid reflux turut
berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Yang dimaksud dengan non-acid reflux
adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini,
timbulnya gejala GERD diduga karena hipersensitivitas visceral.5
1. Kahrilas PJ. Clinical manifestations and diagnosis of gastroesophageal reflux in adults.
http://www.uptodate.com/home. Accessed November 19, 2017.
2. Schwaitzberg SD. Surgical management of gastroesophageal reflux in adults.
http://www.uptodate.com/home. Accessed November 19, 2017.
3. Townsend CM Jr, et al. Gastroesophageal reflux disease and hiatal hernia. In: Sabiston Textbook of
Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 19th ed. Philadelphia, Pa.: Saunders Elsevier;
2012. http://www.clinicalkey.com. Accessed November 19, 2017.
4. Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam : Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
5. Hong SJ, Kim SW. Helicobacter pylori infection in gastroesophageal reflux disease in the Asian
countries. Gastroenterology Research and Practice. Vol 2015. http://dx.doi.org/10.1155/2015/985249.
Accessed November 19, 2017

Anda mungkin juga menyukai