Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI 2

Disusun Oleh :
Nama : Desy Puspita Sari
NIM : 161210002
Prodi : S1 Farmasi
Semester : IX (Sembilan)

Dosen Pengampu :
Mawaqit Makani, M.Clin.Pharm., Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BORNEO CENDIKIA MEDIKA PANGKALAN BUN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Alamat : Jl. Sultan Syahrir No. 11 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat
MODUL 3

“Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)”

I. Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi refluks
gastroesofageal.
II. Dasar Teori
a. Definisi
Penyakit Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah kelainan medis yang
umum. Definisi umum dari GERD adalah “gejala atau komplikasi akibat refluks isi
lambung ke esofagus atau lebih jauh, ke dalam rongga mulut (termasuk laring) atau
paru-paru”. GERD dapat dijelaskan berdasarkan gejala esofagus atau cedera jaringan
esofagus. Gejala umum termasuk mulas, kurang asam, regurgitasi, nyeri dada, dan
disfagia (DiPiro : Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, 2017).
b. Patofisiologi
Patogenesis GERD adalah refluks abnormal isi lambung dari perut ke
kerongkongan, rongga mulut, dan / atau paru-paru. Dalam beberapa kasus, GERD
dikaitkan dengan kerusakan tekanan atau fungsi sfingter esofagus bagian bawah
(LES). Penderita GERD yang mengalami penurunan tekanan sfingter gastroesofageal
terkait dengan (a) relaksasi LES transien spontan, (b) peningkatan sementara tekanan
intra-abdominal, atau (c) LES atonik, yang semuanya dapat menyebabkan
perkembangan refluks gastroesofagus.
Masalah dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya, seperti anatomi
esofagus yang abnormal, pembersihan cairan lambung yang tidak tepat dari esofagus,
berkurangnya resistensi mukosa terhadap asam, pengosongan lambung yang tertunda
atau tidak efektif, produksi faktor pertumbuhan epidermal yang tidak memadai, dan
berkurangnya buffering asam saliva, juga dapat berkontribusi untuk pengembangan
GERD (DiPiro : Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, 2017).
c. Etiologi
Penyebab utama terjadinya GERD adalah, tidak normalnya fungsi dari sfingter
esofagus (LES / Lower Esophageal Sphincter). Dalam kerja normalnya, sfingter
esofagus ini dalam keadaan tonik, berkontraksi, dan mencegah refluks bahan lambung
dari perut, kemudian akan relaksasi ketika menelan, untuk memungkinkan masuknya
makanan ke dalam perut (DiPiro : Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, 2017).
d. Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko terjadinya refluks gastroesofageal antara lain : obesitas,
usia lebih dari 40 tahun, wanita, hiatal hernia, kehamilan, merokok, diabetes, asma,
riwayat keluarga dengan GERD, dan skleroderma (Makmun D., 2015).
e. Diagnosis
Hal yang paling berguna dalam diagnosis GERD adalah riwayat klinis, termasuk
gejala yang muncul dan faktor risiko terkait. Pasien dengan gejala khas refluks, seperti
mulas atau regurgitasi, biasanya tidak memerlukan evaluasi esofagus invasif. Pasien-
pasien ini umumnya mendapat manfaat dari percobaan empiris awal terapi supresi
asam.
Tes yang berguna dalam mendiagnosis GERD termasuk endoskopi atas,
pemantauan refluks rawat jalan, pemantauan impedansi-pH gabungan, manometri /
topografi tekanan esofagus resolusi tinggi, dan manometri impedansi (DiPiro :
Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, 2017).

“Tes untuk mendiagnosa GERD”


(Source : DiPiro : Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, 2017)
f. Tatalaksana Terapi
Tujuan terapi : (a) meringankan atau menghilangkan gejala pasien, (b) mengurangi
frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks gastroesofagus, (c) meningkatkan
penyembuhan mukosa yang terluka, dan (d) mencegah komplikasi.
Terapi diarahkan pada (a) penurunan keasaman refluks, (b) penurunan volume
lambung yang tersedia untuk direfluks, (c) perbaikan pengosongan lambung, (d)
peningkatan tekanan LES, (e) peningkatan pembersihan asam esofagus, dan (f)
melindungi mukosa esofagus.
1. Terapi Non-Farmakologi
Potensi perubahan gaya hidup tergantung pada situasi pasien :
 Tinggikan kepala tempat tidur dengan menempatkan blok 6-8-in di bawah
kepala.
 Penurunan berat badan untuk pasien yang kelebihan berat badan atau obesitas.
 Hindari makanan yang menurunkan tekanan LES.
 Sertakan makanan kaya protein untuk meningkatkan tekanan LES.
 Hindari makanan dengan efek iritan pada mukosa esofagus.
 Makan dalam porsi kecil dan hindari makan sebelum tidur (dalam 3 jam jika
memungkinkan).
 Berhenti merokok.
 Hindari alkohol.
 Hindari pakaian yang ketat.
 Untuk pengobatan wajib yang mengiritasi mukosa esofagus, minum dalam
posisi tegak dengan banyak cairan atau makanan (jika sesuai) (DiPiro :
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition, 2015).
2. Terapi Farmakologi

“Alogaritma tatalaksana GERD”


(Source : GERD : A Practical Approach, 2020)
“Daftar obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi GERD)”
(Source : DiPiro : Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, 2017)
III. Kasus
Kasus C :
Ny. C, usia 35 tahun (BB 69 Kg, TB 150 cm) datang kedokter dengan keluhan sering
merasakan cairan terasa asam yang berasal dari saluran cerna saat sendawa. Gejala sudah
dirasakan sejak 1 minggu ini. Frekuensi keluarnya cairan asam cukup sering dan
memburuk jika perut penuh setelah makan. Selain itu ny. C merasakan nyeri di ulu hati
disertai rasa panas disekitar dada. Terapi yang sudah digunakan adalah Antasida 15 mL
(4 x sehari), namun tidak mengurangi gejala yang dirasakannya. Ny. C menggunakan
IUD sebagai alat kontrasepsi, tetapi sudah 1 bulan terakhir ny. C menggantinya dengan
pil KB sebagai pengganti IUD. Ny. C sangat suka makan bersantan dan pedas, dan
terkadang minum kopi dipagi hari sebelum berangkat kekantor. Dari hasil pemeriksaan
endoskopi, dokter mendiagnosa GERD disertai peradangan pada esofagus dan
memberikan resep berupa antasida sirup, sukralfat siruf, ranitidin tablet, omeprazole
kapsul selama 1 minggu.
Penyelesaian kasus (Metode SOAP) :
1. Subjektif

Nama : Ny. C
Usia : 35 tahun
BB/TB : 69 kg/ 150 cm
Keluhan : Sering merasakan cairan terasa asam yang
berasal dari saluran cerna saat sendawa.
Gejala sudah dirasakan sejak 1 minggu ini.
Frekuensi keluarnya cairan asam cukup
sering dan memburuk jika perut penuh
setelah makan. Selain itu ny. C merasakan
nyeri di ulu hati disertai rasa panas
disekitar dada.
Antasida 15 mL 4 x sehari
Riwayat pengobatan :
Alat kontrasepsi IUD

2. Objektif

Pemeriksaan Endoskopi : GERD disertai peradangan pada esofagus

3. Assesment
 Disarankan untuk melukukan pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy
(EGD), untuk melihat kondisi esofagitis yang pasien alami (Grade A-D).
4. Plan
Profil pengobatan :

Antasida sirup
Sukralfat sirup
Penggunaan selama 1 minggu
Ranitidin tablet
Omeprazole kapsul
IV. Tatalaksana Terapi
1. Terapi Non-Farmakologi
 Kurangi konsumsi makanan tinggi lemak, bersantan, minuman berkabonasi
(bersoda), coklat, kopi, makanan pedas, mengandung alkohol.
 Elevasi kepala saat tidur.
 Hindari makan sebelum tidur, setidaknya 2/3 jam.
 Makan dengan porsi yang tidak berlebihan.
 Diet, untuk pasien obesitas.
 Hindari menggunakan pakaian yang ketat.
 Pasien dalam kondisi esofagus yang iritasi/lesi, usahakan minum dalam posisi
tegak, dan konsumsi banyak cairan.
2. Alternatif lain
 Jika terapi non-farmakologi dan farmakologi tidak menunjukkan perbaikan pada
kondisi pasien. Maka disarankan untuk dilakukan operasi. Operasi ini bertujuan
untuk mengurangi resiko hianatal hernia, refluks esofagitis/gejala GERD lainnya.
3. Terapi Farmakologi

Penyakit S/O Terapi DRP Plan

GERD - Cairan terasa Penggunaan obat disarankan


asam saat sendawa. untuk dihentikan, karena
Antasida sirup Obat kurang tepat
- Frekuensi obat ini tidak sesuai dengan
keluarnya cairan kondisi yang pasien alami.
Sukralfat sirup Obat tepat - Obat tetap diberikan. Obat
asam cukup sering
indikasi pelindung mukosa ini,
dan memburuk jika
memiliki efektivitas rendah
perut penuh.
dalam mengatasi penyakit
- Nyeri di ulu hati
GERD. Namun, sangat
disertai rasa panas
berguna untuk mengatasi
disekitar dada.
radiasi esofagitis (DiPiro :
Pharmacotherapy
Handbook Ninth Edition,
2015).
- Bentuk sediaan yang dapat
digunakan yaitu suspensi
oral dengan dosis 1-2 gr 2x/
hari setelah makan dan
sebelum tidur (Teodora
Surdea-Blaga, et. al., 2016).
- Obat disarankan untuk
dihentikan penggunaannya.
Penggunaan obat golongan
H2RAs kurang efektif untuk
mengatasi esofagitis
dibandingkan dengan obat
golongan PPIs (GERD : A
Practical Approach, 2020).
Ranitidin
Obat kurang tepat - Terdapat beberapa studi
tablet
penelitian yang menyatakan
bahwa obat golongan
H2Ras kurang efektif dalam
mengatasi erosif esofagitis
jika dibandingkan dengan
obat golongan PPIs
(GERD : A Practical
Approach, 2020).
Omeprazole Obat kurang tepat - Obat diganti dengan
kapsul Esomeprazole. Obat-obat
golongan PPIs ini
merupakan pilihan utama
untuk mengatasi esofagitis
(sedang-berat).
- Dosis obat yang dapat
digunakan yaitu (20 mg
1x/hari) (DiPiro :
Pharmacotherapy
Handbook Ninth Edition,
2015).
- Esomeprazole ini lebih
efektif mengatasi esofagitis
dibandingkan dengan obat
golongan PPIs lainnya.
- Terapi obat PPIs ini
digunakan selama 4-8
minggu dengan dosis rendah
terlebih dahulu. Jika tidak
ada perubahan, lakukan
pemeriksaan ulang (EGD)
(GERD : A Practical
Approach, 2020).
- Terdapat beberapa
penelitian (studi meta
analisis) yang menyatakan
bahwa efikasi dari
Esomeprazole dibandingkan
dengan obat golongan PPIs
lainnya dalam mengatasi
erosif esofagitis dan gejala
GERD lainnya setelah
penggunaan 2-8 minggu
(Sudha Pandit., et. al.,
2017).

V. Diskusi dan Pembahasan


Definisi umum dari GERD adalah “gejala atau komplikasi akibat refluks isi lambung
ke esofagus atau lebih jauh, ke dalam rongga mulut (termasuk laring) atau paru-paru”.
Gejala umum termasuk mulas, kurang asam, regurgitasi, nyeri dada, dan disfagia.
- Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy
(EGD) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keparahan dari erosif esofagitis
yang pasien alami. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pemeriksaan fisik terlebih
dahulu dengan melihat gejala yang pasien alami, kemudian bisa dilanjutkan dengan
pemeriksaan endoskopi untuk melihat secara anatomi langsung mengenai tingkat
keparahan erosif esofagitis, dan menentukan grade erosif esofagitis yang dialami.
- Pada profil pengobatan pasien menggunakan terapi yaitu : antasida sirup, sukralfat
sirup, ranitidin tablet dan omeprazole kapsul. Namun, penggunaan antasida sirup
dihentikan, karena tidak sesuai dengan kondisi yang pasien alami. Selain itu,
ranitidin tablet juga dihentikan penggunaannya, hal ini dikarenakan obat golongan
H2Ras ini kurang efektif dalam mengatasi erosif esofagitis jika dibandingkan dengan
obat golongan PPIs. Obat PPIs yang digunakan yaitu Esomeprazole kapsul 20mg 1x/
hari.
- Pasien penderita GERD disarankan untuk menjalani terapi non-farmakologi untuk
menunjang dari terapi farmakologi. Salah satu terapi non-farmakologi yang dapat
dilakukan yaitu menghindari makan sebelum tidur setidaknya 2-3 jam. Hal ini
ditujukan agar meminimalisir terjadinya refluks isi lambung menuju esofagus. Maka
dari itu hindari makan sebelum tidur, dan usahakan makan dengan porsi yang tidak
berlebihan.
- Selain menjalani terapi farmakologi, ditunjang pula dengan terapi non-farmakologi.
Namun, apabila dari kedua terapi ini tidak memeberikan kemajuan pada kondisi
pasien. Maka disarankan untuk dilakukannya prosedur bedah, yang bertujuan untuk
meminimalkan resiko hianatal hernia dan menguragi gejala GERD lainnya. Sebelum
dilakukannya tindakan operasi, pasien dipastikan dalam kondisi stabil dari segi
tanda-tanda vital dan lain sebagainya. Jika pasien dalam kondisi baik, maka prosedur
operasi dapat dilakukan. Kemudian, dari dilakukannya prosedur operasi ini,
setelahnya pasien akan melalui masa pemulihan. Pemulihan ini sangat bervariasi
lamanya, ada yang 3 tahun lamanya, ada pula 5 tahun.
- Penggantian alat kontrasespsi pasien IUD → pil KB, dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi kondisi GERD yang dialami pasien. Hal ini dikarenakan, efek
samping dari pil KB ini sendiri dapat menyebabkan mual dan muntah karena adanya
peningkatan dari hormon estrogen yang memicu produksi dari asam lambung. Gejala
ini akan dialami ketika pemakaian 1 bulan pertama. Maka dari itu, disarankan pada
pasien untuk mempertimbangkan tetap menggunakan IUD. Namun, apabila gejala
yang ditimbulkan dari penggunaan pil KB ini tidak menggangu kegiatan keseharian
pasien, maka dapat dilanjutkan.
- Jika ada seorang pasien penderita GERD, yang bekerja kantoran, dan ingin bekerja
lembur, sehingga mengharuskannya untuk mengkonsumsi kopi guna menahan rasa
ngantuk, maka dapat disarankan kepada pasien untuk makan terlebih dahulu sebelum
konsumsi kopi, ataupun bisa juga konsumsi obat yang digunakan terlebih dahulu,
kemudia, 1 atau 2 jam setelahnya barulah konsumsi kopi. Selain itu, dapat
memperhatikan dari pemilihan jenis kopi yang akan dikonsumsi. Dapat
menggunakan jenis kopi yang tidak asam seperti arabica dan lain sebagainya.
- Terdapat obat herbal yang dapat digunakan untuk terapi GERD. Namun, terapi
menggunakan obat herbal ini hanya sebagai penunjang, karena efektivitasnya yang
minim dalam mengatasi gejala yang timbul. Adapun jenis obat herbal yang dapat
digunakan yaitu : Jianpi.
VI. Daftar Pustaka
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.
(2017). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 10e.
Medscape : Information of Drugs Application
Pandit, S., Boktor, M., Alexander, J. S., Becker, F., & Morris, J. (2018).
Gastroesophageal reflux disease: A clinical overview for primary care physicians.
Pathophysiology, 25(1), 1-11.
Surdea-Blaga, T., Băncilă, I., Dobru, D., Drug, V., Frățilă, O., Goldiș, A., ... &
Dumitrașcu, D. L. (2016). Mucosal Protective Compounds in the Treatment of
Gastroesophageal Reflux Disease. A Position Paper Based on Evidence of the
Romanian Society of Neurogastroenterology. Journal of Gastrointestinal & Liver
Diseases, 25(4).
Wells G. Barbara, DiPiro T. Joseph, Schwinghammer L. Terry, DiPiro V. Cecily. 2015.
“Phamacotherapy Handbook” Ninth Edition. U.S.
Young, A., Kumar, M. A., & Thota, P. N. (2020). GERD: A practical approach.
Cleveland Clinic journal of medicine, 87(4), 223-230.

Anda mungkin juga menyukai