“GASTROINTESTINAL INFECTION”
OLEH
KELOMPOK 3
III. KASUS
Tn Y MRS (UGD) 14 Agustus 2013, sore hari. Pengobatan direview (by
pharmacist) 15 Agustus 2013, pagi hari. Usia pasien 54 tahun. Riwayat penyakit
terdahulu Hiperurisemia, Dislipidemia dengan riwayat pengobatan terdahulu
Alluric®, Lipitor®, Entrostop®. Tidak ada riwayat alergi obat. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan endoskopi atas dan bawah. Pemakaian Obat di Rumah Sakit adalah
sebagai berikut :
Tanda Complaint
Presenting -tanda Tgl : Tgl : Tgl : Tgl : Tgl : Tgl :
Vital diare selama kurang
14/8 lebih 215/8
Pasien minggu terakhir, dengan frekuensi diare 3-4 kali per-
hari. Untukdarah
Tekanan mengatasi diare
110 / tersebut,
70 120pasien
/ 80 minum Enterostop. Selain itu pasien
mengeluhkan perut terasa kembung, fesesnya ada darahnya, feses tidak mengandung lendir,
Nadi 80 88
feses cair, dan ada ampasnya.
Suhu 36,2 36,2
Laju Pernafasan 18 -
Diagnosa Kerja : Duodenal Ulcer (DU)
No. Further Information Required Alasan
Diagnosa Banding :
1. 2. Apakah pasien sudah melakukan Untuk mengetahui penyebab Peptic
pemeriksaan laboratorium terkait Ulcer Deases
Relevant Past Medical History : Entrostop®, Alluric®, Lipitor®
H.phylori?
3. 4. Apakah warna feses pasien serta Untuk memberikan terapi yang tepat
bagaimana
Drug Allergies : Pasien keadaaanya?
tidak memiliki alergi obat
5. 6. Apakah pasien ada mengkonsumsi Untuk memberikan terapi yang tepat
obat untuk mengatasi keluhan yang
di rasakan?
PHARMACEUTICAL PROBLEM
a. Subjective (symptom)
Diare yang terjadi selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan durasi
3-4 per-hari , untuk mengatasi diare tersebut pasien minum Entrostop
Perut terasa kembung, pada feses ada darah tetapi tidak ada lender, serta
feses yang cair dan ada ampasnya
b. Objective (signs)
Tekanan darah : 110/70 (mmHg) (14/8) ; 120/80 (mmHg) (15/8)
Nadi : 80 kali/menit (14/8) ; 88 (kali/menit) (15/8)
Temperature : 36,2 (°C)
Laju pernafasan : (18 kali/menit)
Leukosit : 11,66 (x 109/L)
LED :14-29 (mm/Jam)
Asam urat : 8,5 (mg/dL)
Kolesterol total : 283 (mg/dL)
Trigliserida : 212 (mg/dL)
LDL : 155,4 (mg/dL)
c. Assesment (with evidence)
PROBLEM MEDIC TERAPI DOSIS DRP SARAN
Duodenal Ulcer (DU) - - P.1.4 indikasi yang Untuk keluhan pasien
tidak tertangani yang menderita
Duodenal Ulcer dengan
C.1.8 Tidak H.phylori positif (+)
menerima obat yang disarankan di berikan
dibutuhkan terapi PPI, Amoxcicilin,
dan Claritromicyn
C.1.9. Dibutuhkan selama 14 hari (Laurent
indikasi obat yang et al, 2015)
baru
Dispilidemia Lipitor - P.2.1 Adanya efek Penggunaan Lipitor
(atorvastatin samping (alergi) diberhentikan terlebih
) dahulu selama
C.1.1 Obat yang tidak pengobatan Duodenal
tepat (termasuk Ulcer.
kontraindikasi)
Efek samping
pemakaian
atorvastatin adalah
atralgia , dyspepsia,
diare, mual,
nasofaringitis,
insomnia, infeksi
saluran kemih, dan
nyeri pada
ekstreimitas( Nemati
et al, 2021)
Hiperurisemia Alluric - P.2.1 Adanya efek Penggunaan Alluric
(Allopurinol samping (alergi) diberhentikan terlebih
) dahulu selama
C.1.1 Obat yang tidak pengobatan Duodenal
tepat (termasuk Ulcer
kontraindikasi)
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisa terkait kondisi medis pasien agar
dapat diberikan rekomendasi terapi yang tepat sesuai dengan kondisi yang dialami
pasien. Dari kasus dan hasil praktikum mengenai SOAP pada pasien dengan Peptic
Duodenal Ulcer (PUD) yang telah dilakukan, didapatkan bahwa pasien yang
berinisial Tn. Y (54 tahun) dengan keluhkan diare selama kurang lebih 2 minggu
terakhir, dengan frekuensi diare 3-4 kali perhari. Untuk mengatasi diare tersebut,
pasien mengkonsumsi obat Entrostop. Selain itu, pasien mengeluh perut terasa
kembung, terdapat darah didalam feses namun feses tidak mengandung lendir, feses
cair dan ada ampasnya. Endoskopi atas bawah pada tanggal 15 Agustus 2022
menunjukan hasil duodenal ulcer, gastritis erosive, colon polip, colitis, dan internal
hemoroid grade 1-2. Pasien sebelumnya juga memiliki riwayat penyakit yaitu
Hiperurisemia atau kadar asam urat yang tinggi, dan Dislipidemia atau peningkatan
kadar kolesterol. Pengobatan yang telah pasien dapatkan sebelumnya adalah Alluric®
untuk mengobati Hiperurisemia, Lipitor® untuk mengobati Dislipidemia, dan
Entrostop® untuk mengobati diare yang dialami oleh pasien.
Penyelesaian kasus PUD pada praktikum ini menggunakan metode subject,
object, assessment, dan plan (SOAP) dimana metode ini sangat membantu dalam
menyusun kerangka pikir bertindak dan sebagai alat untuk mempermudah proses
telaah status pasien. Subjective berisi tentang keluhan atau kondsi yang dialami oleh
pasien. Objective berisi tentang data penunjang kondisi pasien seperti hasil
pemeriksaan laboratorium. Assesment memuat tentang problem medic dari pasien,
terapi yang telah dijalani dan DRP sebagai pertimbangan dalam rekomendasi terapi
selanjutnya. Plan adalah rencana atau rekomendasi terapi yang akan diberikan kepada
pasien. Selain itu juga diterapkan FIR (Further Information Required) untuk mencari
informasi lebih jauh terkait kondisi pasien agar terapi yang direkomendasikan tepat.
FIR digunakan untuk mendapatkan informasi tambahan yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk menyelesaikan kasus. FIR yang ditanyakan secara garis besar
meliputi terlaksana atau tidaknya pemeriksaan laboraturium pada pasien terkait
bakteri H.pylori, warna dan tekstur feses, dan ada tidaknya terapi tambahan yang
dikonsumsi pasien untuk mengatasi keluhan dimana hal-hal yang ditanyakan ini yang
menjadi alasan agar farmasis dapat mengetahui penyebab penyakit peptic ulcer
duodenal dan dapat memilihkan terapi yang tepat untuk pasien.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa Tn. Y
menderita PUD yaitu Duodenal Ulcer akibat positif terinfeksi H. pylori. Selain itu
pasien juga menderita penyakit lain seperti dyslipidemia, hiperuresemia dan diare.
Dari hasil laboratorium yang dijalani oleh pasien, diketahui bahwa kadar kolesterol
total pasien yaitu 283 mg/dL dan trigliserida 212 mg/ddL. Kondisi tersebut tergolong
tinggi karena melebihi nilai normal yaitu kolesterol total <200 mg/dL dan trigliserida
195 mg/dL. Nilai kadar asam urat pasien adalah 8,5 mg/dL. Nilai ini tergolong tinggi
karena melebihi nilai normal yaitu 3,4-7 mg/dL. Pasien juga mengalami diare selama
kurang lebih 2 minggu dengan frekuensi 3-4 kali per hari disertai dengan feses cair,
tidak berlendir dan berampas.
Untuk mengatasi masalah pada kasus diatas, pasien diberikan terapi
farmakologi dan non farmakologi. Untuk terapi farmakologi pada pasien peptic
duodenal ulcer yang positif H.phylori yaitu terapi eradikasi lini pertama yani terapi
rangkap 3 yaitu PPI (omeprazole 2 X 40mg sebelum makan, diminum setiap 12 jam),
Amoksisilin (2 X 1g setelah makan, diminum setiap 12 jam), dan Claritromicyn (2 X
500mg setelah makan, diminum setiap 12 jam). Terapi eradikasi ini digunakan selama
14 hari (Lauret ME, 2015). Namun untuk pasien yang sudah mengalami resistensi
terhadap claritromicyn, terapi lini pertama dengan claritromicyn tidak boleh
digunakan, diganti dengan menggunakan metronidazole. Menurut Kamada, 2020
menyatakan bahwa kombinasi amoksisilin dan metronidazol memiliki efek terapi
yang optimal dalam pengobatan PUD pasien dengan resistensi claritromisin. PPI
yang direkomendasikan untuk pasien adalah omeprazole. Omeprazole dipilih karena
lebih efektif dalam mengurangi keasaman lambung dan meningkatkan pH intragastric
dari pada golongan PPI lain dan juga memiliki efek samping kemungkinan diare yang
lebih rendah yaitu 4% (Javed et al, 2020). Selain itu, omeprazole memiliki enzim H + ,
K+, dan ATPase yang merupakan enzim pemompa proton, sehingga dapat
menghambat sekresi asam lambung. (Ganiswara, 2007).
Untuk riwayat penyakit Dislipidemia yang diderita pasien, penggunaan Lipitor
sebagai terapi dislipidemia diberhentikan terlebih dahulu selama pengobatan
Duodenal Ulcer, dikarenakan Lipitor dapat memicu adanya efek samping obat yaitu
adalah atralgia, dyspepsia, diare, mual, nasofaringitis, insomnia, infeksi saluran
kemih, dan nyeri pada ekstreimitas (Nemati et al, 2021), Penggunaan lipitor diduga
merupakan salah satu penyebab diare yang dialami oleh pasien tidak membaik karena
atorvastatin memiliki persentase efek samping diare 5-14%. Pasien diharapkan untuk
berkonsultasi kembali kepada dokter untuk dipertimbangkan pergantian obat dengan
obat kolesterol yang memiliki efek samping diare lebih kecil dibanding atorvastatin
seperti rosuvastatin dan simvastatin. Hal ini dikarenakan obat kolesterol sangat
penting untuk pasien dengan riwayat dyslipidemia atau penyakit jantung karena dapat
mencegah terjadinya serangan jantung.
Untuk penggunaan Alluric (allopurinol) sebagai terapi hiperuresemia juga
diberhentikan terlebih dahulu selama pengobatan Duodenal Ulcer. Meskipun efek
samping diare yang disebabkan oleh allopurinol kurang dari 1%, tetapi lebih baik di
hentikan ketika feses pasien berdarah untuk mengurasi resiko bertambah parahnya
kondisi pasien. Untuk mengatasi nyeri direkomendasikan obat golongan selective
COX-2 Inhibitor yaitu celecoxib 200 mg 2 x sehari. Golongan selective COX-2
inhibitor dikembangkan untuk menghindari efek samping gangguan cerna saat
digunakan. Inhibitor COX-2 secara selektif mengikat dan menghambat tempat aktif
enzim COX-2 jauh lebih efektif daripada COX-1. (Freedy dan Sulistia, 2011).
Sedangkan terapi diare entrostop yang dilakukan sebelumnya untuk mengatasi
keluhan Diare pada pasien diganti dengan menggunakan loperamide. Loperamide
diberikan 1 x 4mg, diikuti 2mg setiap buang air besar, dosis yang diminum tidak
boleh lebih dari 16mg/ hari. Penggunaaan loperamide dapat dihentikan bila kondisi
tidak membaik dalam 48 jam. Loperamid merupakan obat antidiare turunan piperidin
butiramit yang aktif secara oral. Obat ini meningkatkan waktu transit usus halus dan
juga waktu transit dari mulut ke sekum, meningkatkan tonus sfingter anal, selain itu
loperamid juga memiliki aktivitas antisekretori untuk melawan toksin kolera dan
beberapa bentuk toksin E.coli. Obat ini lebih efektif untuk menangani diare dibanding
difenoksilat, karena penetrasi loperamid ke SSP buruk sehingga kecenderungan untuk
menyalahgunakannya kecil (Goodman, Gilman 2007).
Pada terapi non-farmakologi, pasien dengan keluhan Duodenal ulcer disertai
dislipidiemia dan hiperurisemia diharuskan mengurangi atau menghilangkan
kebiasaan merokok, mengurangi dan mengontrol stress secara psikologis, meskipun
tidak memelurkan diet khusus, pasien disarankan menghindari makanan dan
minuman yang memnyebabkan dyspepsia atau memperburuk gejala maag misalnya
mengkonsumsi makanan pedas, mengkonsumsi kafein berlebihan , dan alcohol.
(Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit, 2015). Kemudian disarankan untuk diet
makanan lunak, seperi bubur, makanan yang mengandung susu tidak lebih baik
daripada makanan biasa, karena maanan halus akan merangsang pengeluaran asam.
Selain itu disarankan untuk mengurangi makanan yang pedas dari cabai yang akan
memperburuk keluhan duodenal ulcer yang dapat menimbulkan rasa nyeri
(Tarigan,2001). Untuk keluhan intenal hemoroid grade 1-2 apat dikurangi gejalanya
dengan minum air putih yang cukup, makan sayuran yang banyak, dan buah-buahan
yang banyak, sehingga membuat feces tidak mengeras. Apabila banyak memakan
makanan yang mengandung serat dan banyak minum air putih yang banyak dapat
meperlancar defekasi, selain itu ginjal menjadi sehat (Gotera, 2006). Selain itu
hemorrhoid dapat dicegah dengan cara olah raga yang cukup, duduk tidak terlalu
lama dan berdiri tidak terlalu lama (Merdikoputro, 2006). Pemberian obat melalui
anus (suppositoria) dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang berarti
kecuali sebagai efek anestetik dan astringen. (Murbawani, 2006)
Berdasarkan kasus yang sudah dibahas diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien
didiagnosa mengalami Peptic Ulcer Disease (PUD) melalui pemeriksaan endoskopi
yang ditandai dengan adanya bakteri H.pylori. Selain itu pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil asam urat yang tinggi yaitu 8,5 mg/dL, sehingga pasien
didiagnosa mengalami hiperurisemia dan hasil pemeriksaan kolesterol total,
trigliserida dan LDL berturut - turut yaitu 283 (mg/dL) ; 212 (mg/dL) ; 155,4 (mg/dL)
yang tinggi, maka pasien didiagnosa mengalami dislipidemia. Terapi farmakologi
untuk pasien PUD pada kasus di atas yaitu diberikan terapi eradikasi lini pertama yani
terapi rangkap 3 yaitu PPI (omeprazole 2 X 40mg sebelum makan, diminum setiap 12
jam), Amoksisilin (2 X 1g setelah makan, diminum setiap 12 jam), dan
Claritromicyn (2 X 500mg setelah makan, diminum setiap 12 jam). Terapi eradikasi
ini digunakan selama 14 hari. Penggunaan obat Lipitor dan Alluric diberhentikan
terlebih dahulu selama pengobatan Duodenal Ulcer, dikarenakan kedua obat ini dapat
memicu adanya efek samping obat. Sedangkan untuk mengatasi keluhan diare oada
pasien, penggunaan obat Entrostop diganti dengan obat Loperamide.
Goodman, Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Editor Joel G Hardman, Lee E.
Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman, Alih bahasa Tim Alih
Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi 10, Volume 1. Jakarta: EGC.
Javed M, Ali MH, Tanveer MS, Tanveer MH. 2020. Omeprazole vs Lansoprazole in
the Management of Gastroesophageal Reflux Disease: A Systematic
Literature Review. J Med Res Innov. 4:2
Kamada, T. et all. 2021. “Evidence-based clinical practice guidelines for peptic ulcer
disease”. Journal of Gastroenterol . The Japanese Society of Gastroenterology.
56:303–322
Maningat P, Gordon BR, Breslow JL. How do we improve patient compliance and
adherence to long-term statin therapy? Curr Atheroscler Rep. 2013
Jan;15(1):291.
Tomoari Kamada, dkk. 2020. Evidence based clinical practice guidelines for peptic
ulcer disease 2020. The Japanese Society of Gastroenterology 2021, Vol. 56
Hal. 303-322. Japan : Springer