FARMAKOTERAPI I
TATALAKSANA PENYAKIT HIPERTENSI
B1 - KELOMPOK 4
PUTU AYU WIDYA GALIH MEGA PUTRI 162200022
NI P. IRMA RIANA RAHMADEWI 162200023
SANG PUTU GEDE ADI PRATAMA 162200024
SANTY DEWI KUMALASARI W. 162200025
SI NGURAH MADE SUTA PRARAMA 162200026
SITI NUR AINI 162200027
STEFANIE DWIARTI OMON 162200028
VERIDIANA HANAT 162200029
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA
2017
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit hipertensi.
2. Mengetahui klasifikasi penyakit hipertensi.
3. Mengatahui patofisiologi penyakit hipertensi.
4. Tatalaksana penyakit hipertensi (farmakologi dan non-farmakologi).
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit hipertensi secara mandiri
dengan menggunakan metode SOAP.
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi melibatkan banyak faktor, diantaranya peningkatan
cardiac output, peningkatan tahanan perifer, vasokonstriksi dan penurunan
vasodilatasi. Ginjal juga berperan pada regulasi tekanan darah melalui kontrol
sodium, ekskresi air, dan sekresi renin, yang mempengaruhi tekanan vaskular
dan ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme neuronal seperti sistem saraf
simpatis dan sistem endokrin juga terlibat pada regulasi tekanan darah. Oleh
karena itu, sistem-sistem tersebut merupakan target terapi pengobatan untuk
menurunkan tekanan darah.
a. Tekanan darah arteri
Pengukuran tekanan darah (BP) dilakukan pada pembuluh darah arteri,
dimana akan menghasilkan dua batas nilai. Batas nilai atas, yang sering
disebut sebagai sistolik, adalah tekanan darah pada saat kontraksi jantung,
Tabel 3. Faktor yang Berpengaruh pada CO dan TPR
sedangkan batas nilai bawah, yang sering disebut diastolik adalah tekanan
darah pada saat relaksasi jantung. Perbedaan antara nilai sistolik dan diastolik
disebut sebagai nadi, dan menunjukkan tekanan pada dinding arteri. Selain itu,
tekanan darah dipengaruhi oleh cardiac output (CO) dan total peripheral
resistance (TPR). Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut:
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi primer:
1. Ketidaknormalan humoral, seperti RAAS (renin-angiotensin-aldosteron
system), hormon natriuretik atau hiperinsulinemia.
2. Gangguan patologis pada CNS, autonomic nerve fibers, reseptor
adrenergik, atau baroreseptor.
3. Gangguan pada renal atau pada jaringan yang mengatur proses ekskresi
sodium, volume plasma, dan konstriksi arteriolar.
4. Defisinsi sintesis substansi vasolitasi pada vaskular endothelium, seperti
prostacyclin, bradikinin dan nitrit oksida, atau peningkatan produksi
substansi vasokonstriksi seperti angiotensin 2 dan endothelin 1.
5. Tingginya pemasukan sodium dan peningkatan penghambatan sirkulasi
hormon natriuretik dari transport sodium intraselular, sehingga
meningkatkan reaktifitas vaskular dan peningkatan tekanan darah.
Peningkatan konsentrasi kalium di intraselular sehingga merubah fungsi otot
halus vaskular dan meningkatkan resistensi periferal vaskular.
b. Mekanisme Hipertensi berdasarkan Renin Angiotensin Aldosterone
System (RAAS)
Gambar 1. Mekanisme RAAS menurut Dipiro
Gambar di atas menunjukkan skema patofisiologi terjadinya peningkatan
tekanan darah berdasarkan sistem renin angiotensin aldosterone (RAAS).
Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh
interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang
mempengaruhi dua variabel hemodinamik yaitu curah jantung dan resistansi
perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume
darah sangat bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total
terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh
saraf dan hormon. Tonus vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara
pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin)
dan vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat). Resistensi
pembuluh juga memperlihatkan autoregulasi: peningkatan aliran darah
memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal
lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (sistem adrenergik - dan ),
juga berpengaruh. Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah,
melalui sistem renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan
homeostasis natrium. Angiontensin II meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan resitensi perifer (efek langsung pada sel otot polos vaskular)
dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorbsi
natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga mengasilkan berbagai zat
vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin melawan efek vasopresor
angiotensin. Bila volime darah berkurang, laju filtrasi glomerulus (glomerular
filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium oleh
tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat
(Kumar, et al, 2007).
2.4 Penatalaksanaan Hipertensi
Secara umum terapi pada penderita hipertensi dibagi menjadi dua yaitu
terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Untuk pasien yang masih
dalam pre hipertensi, masih dapat menggunakan terapi non farmakologi saja.
Tetapi untuk penderita hipertensi baik hipertensi stage 1 ke atas, harus
menggunakan terapi farmakologi. Pemilihan obat tergantung tinggi nya
tekanan darah dan adanya indikasi khusus pada penderita. Terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi harus mendukung satu sama lain demi
tercapainya target terapi pasien.
a. Tujuan terapi
Tujuan terapi dari penatalaksanaan hipertensi adalah:
Mencapai penurunan maksimum pada risiko total jangka panjang dari
penyakit kardiovaskular.
Regulasi tekanan darah yang sesuai target:
<140/90 mmHg pada pasien dengan hipertensi saja tanpa
diabetes atau penyakit ginjal.
<130/80 mmHg pada pasien hipertensi disertai diabetes dan
atau penyakit ginjal dan jantung.
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan
darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah
untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah 130/80 mmHg.
American Heart Association (AHA) merekomendasikan target tekanan darah
yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan
penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri
kronik, dan 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan
menurut National Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus
dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan
diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria. Khusus
untuk guideline JNC VIII, usia <60 tahun target kendali TD adalah sama yaitu
<140/90 mmHg dan usia 60 tahun adalah <150/90 mmHg.
b. Terapi Non-Farmakologi
Pada dasarnya, terapi non farmakologi pada penderita hipertensi adalah
modifikasi gaya hidup/lifestyle. Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap
orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan
bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan
prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.
Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada
tabel 4 sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan
tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup
juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-
pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan
darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;
mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan
mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan
pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;
mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari
menggunakan obat.
Rokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara akut
dan heart rate dan bertahan selama lebih dari 15 menit setelah merokok
satu batang rokok.4,13 Mekanismenya adalah adanya stimulasi pada sistem
saraf simpatetik sehingga terjadi peningkatan kathekolamin plasma4, selain
itu merokok dapat menyebabkan pembuluh darah arteri menjadi kaku dan
keras akibatnya tekanan darah meningkat.9 Berhenti merokok adalah suatu
tindakan preventif yang paling efektif pada penyakit-penyakit
kardiovaskular, termasuk pada infark miokard.
Penurunan Berat Badan
Beberapa studi observasional memaparkan adanya hubungan antara
berat badan dan tekanan darah.15 Pada suatu penelitian secara meta-
analysis, penurunan rata-rata tekanan sistolik dan diastolik yang
berhubungan dengan rata-rata penurunan berat badan 5,1 kg adalah 4,4
dan 3,6 mmHg.16
Peningkatan intake kalium dan diet DASH (diet yang kaya buah-
buahan, sayuran dan produk rendah lemak) juga memiliki efek
menurunkan tekanan darah.
Konsumsi Alkohol
Mekanisme alkohol dalam meningkatkan tekanan darah masih belum
jelas, tetapi ada kaitannya dengan aktivitas saraf simpatik dan terdapat
peran dari perubahan konsentrasi kortisol dan kalsium dalam sel.3
Orang yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 5 kali atau lebih per hari
dapat menyebabkan tekanan darah orang tersebut naik setelah terjadi acute
alcohol withdrawal. Pria hipertensi yang mengkonsumsi alkohol
sebaiknya disarankan untuk membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari
20-30 g etanol per hari, sedangkan pada wanita yang hipertensi
konsumsinya tidak lebih dari 10-20 g etanol per hari.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang sedikit merupakan predictor yang kuat terhadap
tekanan darah dan faktor risiko kardiovaskular lainnya. 4 Manfaat aktivitas
fisik yaitu mengurangi berat badan, lemak tubuh, lingkar pinggang,
meningkatkan sensitivitas insulin, dan HDL dan menurunan tekanan darah
istirahat terutama pada pasien hipertensi. Pasien hipertensi sangat
disarankan melakukan aktivitas fisik intensif seperti 30-45 menit/ hari.
Jenis aktivitas fisik yang dilakukan yaitu berjalan, jogging, berenang.
Diet rendah garam
Peningkatan konsumsi natrium akan diikuti dengan kenaikan tekanan
darah, sebaliknya peningkatan konsumsi kalium justru akan menurunkan
tekanan darah. Pembatasan konsumsi garam efektif untuk menurunkan
tekanan darah.10 Sebuah studi RCT pada pasien hipertensi menunjukkan
bahwa dengan menurunkan intake garam sebanyak 4,7-5,8 g NaCl per hari
dapat menurunkan tekanan darah dengan rata-rata penurunan 4-6 mmHg.17
Kelebihan intake garam dapat menyebabkan resistant hypertension.
Konsumsi garam yang direkomendasikan adalah kurang dari 5 g / hari
NaCl.
Tabel 4. Modifikasi Gaya Hidup Terapi Non-Farmakologi
Hipertensi
Penurunan Potensial
Modifikasi Rekomendasi
TDS
Membatasi diet natrium
Diet natrium tidak lebih dari 2.400 2-8 mmHg
mg/hari atau 100 meq/hari
Menjaga berat badan 5-20 mmHg per 10 kg
Penurunan berat
normal BMI = 18,5-24,9 penurunan berat
badan
kg/m2 badan
Olahraga aerobik secara
teratur, bertujuan untuk
melakukan aerobik 30
menit latihan sehari-hari
Olahraga aerobik dalam seminggu. 4-9 mmHg
Disarankan pasien
berjalan-jalan 1 mil per
hari di atas tingkat
aktivitas saat ini.
Diet yang kaya akan buah-
buahan, sayuran, dan
Diet DASH 4-14 mmHg
mengurangi jumlah lemak
jenuh dan lemak total.
Membatasi Pria 2 minum per hari,
2.4 mmHg
konsumsi alkohol wanita 1 minum per hari
1 2 kali
Benazepril 10-40mg Tab 5mg, 10mg
sehari
Kardioseletif
Nonselektif
2 kali sehari
320mg/hari (tab
80mg (tab biasa) (tab biasa)
biasa)
Oksprenolol 80mg (tab lepas 1 kali sehari
320mg/hari (tab
lambat) ( tab lepas
lepas lambat)
lambat)
Hipokalemia,
hiperurisemia,
glucose intolerance
Carbama (kecuali
zepin, indapamide),
Thiazid Pirai Hiponatremia
chlorprop hiperkalsemia
amid (tiazid),
hiperlipidemia,
hiponatremia,
impoten (tiazid).
Ekskresi
Kehamilan,
Diuretik kalium melalui Angioedema
bilateral
penahan ginjal (jarang),
ARB artery
Kalium berkurang hiperkalemia,
stenosis,
NSAID Retensi Na dan dusfungsi renal.
hiperkalemia
H2O
JNC (Joint National Committee), 7th. (2003). The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure. Amerika: National High Blood Pressure
Education Program