Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA


PRAKTIKUM I: FARMAKOKINETIKA IV KOMPARTEMEN TERBUKA

OLEH:

NI PUTU INTAN UTAMI DANADYAKSA MARHAENI (171200264)


PUTU AYU TANIA IVANA (171200265)
PUTU BASKARA YOGA (171200266)
PUTU SISTHA PURWANINGRUM (171200267)
PUTU WIKA WISMANTARI (171200268)
TRISNA PERMATAYUNI (171200269)

TANGGAL PRAKTIKUM : Senin, 25 Maret 2019


DOSEN PENGAMPU : Dewa Ayu Putu Satrya Dewi, S.Farm.,M.Sc., Apt
KELAS : A2D
KELOMPOK : V (Lima)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ULMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2019
PRAKTIKUM I
FARMAKOKINETIKA INTRA VENA KOMPARTEMEN TERBUKA

I. Tujuan Praktikum
I.1 Mengetahui prinsip farmakokinetika IV kompartemen terbuka;
I.2 Mengetahui cara simulasi data klinis farmakokinetika IV kompartemen terbuka;
I.3 Mampu memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika obat yang
diberikan melalui rute IV kompartemen terbuka;
I.4 Untuk mengetahui gambaran model dua kompartemen pada pemberian intravena;
dan
I.5 Untuk mengetahui parameter model farmakokinetika dua kompartemen.

II. Dasar Teori


Biofarmasetika merupakan cabang ilmu farmasi yang mempelajari hubungan antara
sifat-sifat fisiko kimia dari bahan baku obat dan bentuk sediaan dengan efek terapi sesudah
pemberian obat tersebut kepada pasien. Terdapat faktor yang mempengaruhi
biofarmasetika obat yaitu stabilitas obat didalam suatu produk obat, pelepasan obat, laju
pelepasan obat pada saat obat mengalami proses absorbs dan absorpsi sistemik obat
(Shargel et al, 2012).
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari penyerapan, penyaluran dan
pengurangan obat. Deskripsi tentang penyaluran dan pengurangan obat sangat penting
untuk merubah permintaan dosis pada individu dan kelompok pasien. Pada fase
farmakokinetika, obat mengalami proses ADME yaitu absorpsi, distribusi, biotransformasi
(metabolisme) dan ekskresi yang berjalan secara stimulant langsung atau tak langsung
meliputi perjalanan suatu obat melintasi sel membrane (Shargel & Yu, 1988).
Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan
konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari
waktu (Tjay dan Rahardja, 2007). Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Metabolisme atau biotransformasi, dan
ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat (Setiawati, 2008).
Model farmakokinetik berguna untuk (Shargel & Yu, 1988):
a) Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada berbagai
pengaturan dosis
b) Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual
c) Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dengan aktivitas farmakologi atau
metabolit – metabolit
d) Menghibungakan kemungkinan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau
toksikologik
e) Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi
f) Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi,
distribusi dan eliminasi
g) Menjelaskan interaksi obat

Grafik 1. Kurva Kadar dalam Plasma-Waktu

Pada grafik di atas menunjukkan keterkaitan antara biofarmasetika dan


farmakokinetika obat. Arti dari grafik tersebut adalah obat yang diminum harus berada
pada rentang jendela terapeutik (therapeutic window) yang merupakan suatu konsentrasi
obat dapat berefek pada batas yang aman dan tidak menimbulkan efek toksik. MEC
(Minimum Effect Concentration) merupakan konsentrasi minimal yang harus dicapai oleh
obat untuk menimbulkan suatu efek farmakologis. Jika konsentrasi obat yang diminum
masih berada di bawah MEC, maka obat akan menimbulkan respon sub terapeutik, yaitu
obat tidak akan bisa menimbulkan suatu efek farmakologis. MTC (Minimum Toxic
Concentration) merupakan konsentrasi obat mulai bersifat toksik pada tubuh. Jika
konsentrasi obat yang diminum berada diatas MTC, maka dapat mengakibatkan toksik
pada tubuh. Lama kerja obat (Duration of Action) merupakan selisih waktu antara waktu
mulai kerja obat dan waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk kembali ke MEC. AUC
(Area Under the Curve) merupakan suatu kurva yang menggambarkan waktu untuk
mencapai kadar pucak di dalam plasma. Waktu kadar puncak dalam plasma (t-max)
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum dan
menunjukkan laju absorpsi obat. Kadar puncak dalam plasma (C-max) umumnya
menunjukkan absorpsi dan eliminasi obat (Shargel et al, 2012).
Kurva kadar plasma–waktu dihasilkan melalui pengukuran konsentrasi obat dalam
cuplikan plasma yang diambil pada berbagai jarak waktu setelah pemberian suatu obat.
Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan plasma digambar pada koordinat kertas
semilogaritma terhadap waktu pengambilan cuplikan plasma. Selama obat mencapai
sirkulasi umum sistemik, konsentrasi obat dalam plasma akan naik sampai maksimum.
Pada umumnya absorbsi suatu obat terjadi lebih cepat dari pada eliminasi. Selama obat
diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik, obat didistribusikan ke semua jaringan dalam tubuh
dan juga secara bersamaan dieliminasi. Eliminasi suatu obat dapat tercapai melalui
ekskresi atau biotransformasi, atau kombinasi dari keduanya (Shargel dan Yu, 2005).
Model kompartemen dibagi menjadi dua yaitu kompartemen yaitu model
kompartemen satu terbuka intravena dan model kompartemen dua terbuka intravena.
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambarkan dengan
suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Suatu model kompartemen dapat
digunakan untuk mengetahui dan memprediksi nasib obat dalam tubuh. Dalam sistem
kompartemen, obat dianggap didistribusi secara merata, dengan aliran darah dan afinitas
obat yang sama. Perbedaan dari 2 model tersebut antara lain (Shargel Leon, Andrew B.C.
Yu. 2005) :
1. Model Kompartemen Satu Terbuka Intravena
Model kompartemen satu terbuka menawarkan cara paling sederhana untuk
menggambarkan proses distribusi obat dan eliminasi dalam tubuh. Model ini
mengasumsikan bahwa obat dapat masuk atau keluar dari tubuh (misalnya: Modelnya
"terbuka"), dan tubuh bertindak seperti tunggal, kompartemen yang seragam. Rute
pemberian obat yang paling sederhana dari perspektif pemodelan adalah injeksi
intravena cepat (bolus IV) (Shargel Leon, Andrew B.C. Yu. 2005)
Gambar 2. Kompartemen 1 terbuka intravena (Shargel Leon, Andrew B.C. Yu. 2005)
Model kinetik yang paling sederhana yang menggambarkan disposisi obat dalam
tubuh adalah dengan mempertimbangkan bahwa obat disuntikkan sekaligus ke dalam
kotak, atau kompartemen, dan bahwa obat didistribusikan secara instan dan homogen di
seluruh kompartemen. Obat eliminasi juga terjadi dari kompartemen segera setelah
injeksi (Shargel Leon, Andrew B.C. Yu. 2005).
Di dalam tubuh, ketika obat diberikan dalam bentuk bolus IV, seluruh dosis obat
segera memasuki aliran darah, dan proses penyerapan obat dianggap seketika. Dalam
kebanyakan kasus, obat tersebut didistribusikan melalui sistem sirkulasi untuk
berpotensi untuk semua jaringan di dalam tubuh. Serapan obat oleh berbagai organ
jaringan akan terjadi pada tingkat yang bervariasi, tergantung pada aliran darah ke
jaringan, lipofilisitas obat, berat molekul obat, dan afinitas pengikatan obat untuk massa
jaringan (Oktavia, 2009).
Sebagian besar obat dieliminasi dari tubuh baik melalui ginjal dan / atau dengan
dimetabolisme di hati. Karena kesetimbangan obat cepat antara darah dan jaringan,
eliminasi obat terjadi seolah-olah dosisnya adalah semua dilarutkan dalam tangki cairan
seragam (satu kompartemen) dari mana obat dihilangkan (Oktavia, 2009).
Model kompartemen satu terbuka tidak memprediksi kadar obat didalam jaringan,
tetapi model kompartemen satu menganggap bahwa perubahan kadar obat didalam
plasma merupakan suatu perubahan yang sebanding dengan kadar obat didalam suatu
jaringan (Shargel et al, 2012).
2. Model Kompartemen Dua Terbuka Intravena
Pada model dua kompartemen, tubuh dianggap terdiri atas dua kompartemen yaitu
kompartemen sentral dan kompartemen perifer. Kompartemen sentral meliputi darah,
cairan ekstraseluler dan jaringan dengan perfusi tinggi. Sedangkan kompartemen
jaringan atau perifer merupakan jaringn yang obatnya berkesetimbangan dengan lebih
lambat (Shargel et al, 2012). Model dua kompartemen ini pada prinsipnya sama dengan
model satu kompartemen, bedanya terdapat dalam proses distribusi karena adanya
kompartemen perifer; eliminasi tetap dari kompartemen sentral (Priyanto, 2010)
Gambar 3. Kompartemen 2 Terbuka Intravena. (Priyanto, 2010)
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari
model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah,
urin atau cairan hayati lainnya. Fungsi penetapan parameter farmakokinetika suatu obat
adalah untuk memperoleh gambaran yang dapat dipergunakan untuk mengkaji kinetika
absorpsi, distribusi dan eliminasi didalam tubuh (Shargel & Yu, 1988).
Bioavailabilitas obat ialah jumlah relatif obat atau zat aktif suatu produk obat yang
diabsorpsi, serta kecepatan obat itu masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Obat dinyatakan
“available” bila setelah diabsorpsi obat tersebut tersedia untuk bekerja pada
organ/jaringan/sel yang dituju dan memberikan efek farmakologis setelah sampai pada
reseptor sel/jaringan/organ tersebut. Parameter yang menetukan bioavailabilitas obat,
yaitu waktu yang diperlukan sampai tercapai kadar puncak (tmaks), kadar puncak atau
tertinggi dalam darah yang sesungguhnya (Cpmaks), dan area di bawah kurva (AUC)
(Oktavia, 2009).
Parameter-parameter yang digunakan didalam model kompartemen antara lain:
1. Tetapan laju eliminasi (k)
Tetapan laju eliminasi (k) merupakan suatu proses dari orde kesatu dan
bergantung pada jumlah atau konsentrasi obat. Tetapan laju eliminasi (k) memiliki
-1
satuan waktu (misalnya Jam-1 atau 1/Jam). Perhitungan tetapan laju eliminasi (k)
dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut (Shargel et al, 2012):
k =−slope x 2,303
log Cp 1−log Cp 2
Slope=
t 1−t 2
Dengan:
k : Tetapan laju eliminasi (Jam-1 atau 1/Jam)
Cp1 : Konsentrasi obat pada waktu pertama (µg/mL atau mg/L)
Cp2 : Konsentrasi obat pada waktu kedua (µg/mL atau mg/L)
t1 : Waktu pertama (Jam)
t2 : Waktu kedua (Jam)
(Shargel et al, 2012)
2. Volume distribusi (Vd)
Volume distribusi (Vd) merupakan parameter dari model kompartemen satu
terbuka dan digunakan untuk menentukan konsentrasi obat didalam plasma setelah
pemberian obat dengan dosis tertentu. Volume distribusi digunakan untuk
menyatakan volume yang harus diperhitungkan dan memperkirakan jumlah obat
didalam tubuh. Vd memiliki satuan mL atau L. Perhitungan volume distribusi (Vd)
dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut (Shargel et al, 2012) :
D
Vd=
C0P

Dengan:
Vd: Volume distribusi (mL atau L)
C 0P : Konsentrasi obat sesaat (konsentrasi obat saat t=0) (µg/mL atau mg/L)
D : Dosis obat (mg)
3. Klirens (Cl)
Klirens merupakan suatu ukuran eliminasi dari suatu obat dari tubuh tanpa
mengidentifikasi mekanisme atau prosesnya. Klirens menganggap bahwa tubuh
merupakan suatu sistem eliminasi obat dimana berbagai proses eliminasi dapat
terjadi. Klirens dapat dinyatakan dalam satuan bobot/waktu (L/Jam). Untuk
mencari nilai klirens, maka dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
Cl=k x Vd
Dengan:
Cl : Klirens (L/Jam atau mL/Jam)
k : Tetapan laju eliminasi (jam-1 atau 1/Jam)
Vd: Volume distribusi (mL atau L)
(Shargel et al, 2012)
4. T ½ eliminasi
T ½ eliminasi merupakan waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk mencapai ½
dari massa obat awalnya. T ½ eliminasi dapat dinyatakan dengan satuan waktu
(Jam). Untuk dapat mengetahui t ½ dari suatu obat dapat dicari dengan
menggunakan persamaan berikut:
1 0,693
T =
2 k
Dengan:
T 1/2 : Waktu paruh (Jam)
k : Tetapan laju eliminasi (Jam-1 atau 1/Jam)
(Shargel et al, 2012)
5. AUC (Area Under Curve)
AUC (Area Under the Curve) merupakan suatu kurva yang menggambarkan
waktu untuk mencapai kadar pucak di dalam plasma. AUC dapat dicari dengan
menggunakan persamaan berikut (Sharger et al, 2012) :
Cp2+Cp 1
AUC= x (t 2−t 1)
2

Dengan:
Cp1 : Konsentrasi obat 1 (µg/mL atau mg/L)
Cp2 : Konsentrasi obat 2 (µg/mL atau mg/L)
t1 : Waktu 1 (Jam)
t2 : Waktu 2 (Jam)
Model kompartemen satu terbuka dan model kompartemn dua terbuka, dapat
digambarkan dengan grafik berikut:

Gambar 4. Grafik Model Kompartemen Satu Terbuka (Shargel et al, 2012)


Persamaan pada model kompartemen dua adalah
Cp= A e−α .t +B e−β . t

Gambar 5. Grafik Model Kompartemen Ganda (Shargel et al, 2012)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka perbedaan dari model kompartemen satu


terbuka dan model kompartemen dua antara lain (Shargel et al, 2012):
Tabel 1. Perbedaan Model Kompartemen Satu dan Model Kompartemen Dua
Model Kompartemen Satu
Model Kompartemen Ganda
Tebuka
Terdiri dari satu kompartemen Terdiri dari 2 kompartemen,
saja kompartemen sentral dan perifer
Proses kesetimbangan Proses kesetimbangan
berlangsung dengan cepat berlangsung dengan lambat
Bersifat satu fase, distribusi
Bersifat 2 fase, distribusi dan
dan eliminasi berjalan
eliminasi terpisah
bersamaan

III. Alat dan Bahan


III.1 Alat
III.1.1 Kalkulator scientific
III.1.2 Laptop
III.1.3 Kertas semilogaritmik
III.1.4 Alat tulis
III.1.5 Penggaris

III.2 Bahan
Text book
IV. Kasus
4.1 Antibiotik
Suatu antibiotika golongan beta laktam diberikan melalui rute I.V, dengan dosis
1500 mg. Profil konsentrasi obat yang dihasilkan pada setiap pengambilan cuplikan
darah dalam 24 jam adalah sebagai berikut:
t (Jam) Cp (mg/L)
0,5 19,30
1 17,57
1,8 15,11
4 9,99
5,8 7,31
8 4,71
12 2,22
18 0,719
24 0,23
Tentukan :
1. Mengikuti model farmakokinetika apakah data tersebut?
2. Persamaan farmakokinetika data tersebut!
3. Tentukan seluruh parameter farmakokinetika yang anda ketahui!

4.2 Antinyeri
Pasien ini juga diberikan obat anti-nyeri dengan dosis 65 mg secara intravena.
Profil konsentrasi obat yang teramati dalam 1 jam adalah sebagai berikut:
t (Jam) Cp (mg/L)
0 54,5
0,5 31,01
0,1 19,47
0,15 13,61
0,2 10,59
0,25 8,96
0,3 8,03
0,35 7,45
0,4 7,04
0,45 6,73
0,5 6,47
0,55 6,23
0,6 6,01
0,65 5,81
0,7 5,61
0,75 5,42
0,8 5,24
0,85 5,06
0,9 4,89
0,95 4,73
1 4,57
Tentukan :
1. Mengikuti model farmakokinetika apakah data tersebut?
2. Persamaan farmakokinetika data tersebut!
3. Tentukan seluruh parameter farmakokinetika yang anda ketahui!
4. Bandingkan parameter farmakokinetika dua data tersebut dan buat pembahasannya!

V. Hasil Praktikum
VI. Pembahasan
Pada praktikum ini mahasiswa melakukan praktikum kering dengan 2 metode yaitu
kompartemen 1 terbuka yang merupakan model kompartemen dimana obat masuk dan
menyebar secara homogen kedalam sirkulasi sistemik Kemudian obat dapat lansung
dieliminasi. Dan metode kompartemen 2 terbuka yng merupakan model kompartemen
yang terdiri atas dua fase yaitu distribusi dan eliminasi. Kompartemen 1 terbuka dan
kompartemen 2 terbuka memiliki prinsip yang sama dan memiliki perbedaan dalam proses
distribusi saja, dikarenakan adanya kompartemen perifer, eliminasi tetap dari
kompartemen sentral.
Pada pratikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika kali ini, mahasiswa melakukan
pratikum kering dengan diberikan dua buah data terkait model kompartemen 1 terbuka.
Menurut model ini, tubuh dianggap sebagai satu kompartemen tempat obat menyebar
secara seketika dan merata ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Model ini terlalu
disederhanakan sehingga untuk kebanyakan obat kurang tepat (Gunawan, et al,2009).
Prinsip pemakaian model kompartemen satu yaitu tubuh merupakan satu kompartemen
dengan volume = Vd, kadar obat setiap waktu dinyatakan dengan Cpo, fase distribusi
cepat dan tak teramati. Eliminasi obat dari tubuh dianggap berlangsung menurut reaksi
orde ke satu dengan tetapan laju eliminasi (Kel) yang meliputi tetapan kecepatan
metabolisme (km) dan tetapan laju ekskresi (Ke) (Hasibuan, 2008).
Pada model satu kompartemen terbuka, obat hanya dapat memasuki darah dan
mempunyai volume distribusi kecil, atau juga dapat memasuki cairan ekstra sel atau
bahkan menembus sehingga menghasilkan volume distribusi yang besar. Pada model satu
kompartemen terbuka terlihat seolah olah tidak ada fase distribusi, hal ini disebabkan
distribusinya berlangsung cepat (Wulandari, 2009).
Model kompartemen satu terbuka mempunyai anggapan bahwa perubahan kadar
obat dalam plasma sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Model ini obat akan
didstribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara tepat
berkeseimbangan di dalam tubuh. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi
obat dalam tiap jaringan adalah sama pada berbagai waktu. Di samping itu DB juga tidak
dapat ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan
menggunakan darah. Volume distribusi, Vd adalah volume dalam tubuh dimana obat
tersebut larut (Wirasuta & Niruri, 2007).
Pada praktikum kali ini digunakan obat antibiotik. Antibiotik merupakan komponen
alami ataupun sintetik yang dapat membunuh bakteri, terdapat banyak jenis antibiotik yang
bekerja secara berbeda terhadap bakteri, biasanya antibiotik tidak bekerja langsung
terhadap virus. Antibiotik dihasilkan oleh bakteri, organisme eukaryotik, termasuk
tanaman. Biasanya dihasilkan untuk melindungi diri dan membunuh bakteri lain (Wirasuta
& Niruri, 2007).
Model Kompartemen yang digunakan pada Kasus I mengikuti Model
farmakokinetia kompartemen I. Kurva pada kompartemen I menggambarkan proses
distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh. Jika obat diasumsikan sebagai satu
kompartemen, obat akan distribusikan secara serentak dan homogen ke dalam
kompartemen dan eliminasi obat terjadi dari kompartemen segera setelah diinjeksikan.
Eliminasi (metabolism dan ekskresi) obat dari tubuh berlangsung mengikuti kinetik orde
kesatu, yang berarti bahwa kecepatan eliminasi obat dari tubuh setiap saat sebanding
dengan jumlah atau kadar obat yang tersisa di dalam tubuh pada saat itu. jadi ketika jumlah
obat di dalam tubuh masih tinggi, kecepatan transfernya lebih cepat jika dibandingkan
ketika jumlah atau kadarnya lebih rendah. Kasus II: mengikuti kompartemen 2. Model
kompartemen dua ini menjelaskan dimana setelah suatu injeksi IV cepat, kurva kadar
dalam plasma-waktu tidak menurun secara linear sebagai proses tunggal, laju orde kesatu.
Kurva kadar plasma-waktu nonlinear terjadi oleh karena beberapa obat berdistribusi ke
dalam kelompok jaringan yang berbeda dengan laju yang berbeda. Pada model ini, obat
terdistribusi ke dalam dua kompartemen, kompartemen sentral dan jaringan atau perifer.
Data yang diberikan adalah data untuk obat antibiotik, pada data yang diberikan
setelah dicari parameter-paramter farmakokinetiknya, diketahui t1/2 eliminasi merupakan
waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat di dalam tubuh menjadi seperdua
selama eliminasi. Dari data yang tersedia diperoleh t1/2 eliminasi sebesar 3.58 jam dari
obat antibiotik, dimana hasil tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus dari t1/2
eliminasi yaitu 0,693 dibagi dengan konstanta. Untuk volume dsitribusi, volume distribusi
merupakan volume yang menunjukkan distribusi obat didalam tubuh. Dari data diperoleh
hasil volume distribusi dengan cara dosis yaitu sebesar 1500 mg dibagi dengan Cp0 yang
mana Cp0 = mg/L, maka diperoleh nilai sebesar mg/L. Distribusi obat dipengaruhi oleh
sifat fisika-kimia obat sendiri, distribusi obat terdiri dari 2 fase yaitu fase pertama
merupaka fase yang terjadi segera setelah terjadinya absorbsi, distribusi obat pada fase ini
akan menuju ke organ yang memiliki perfusi yang sangat baik, misalnya jantung, hati,
ginjal, dan otak. Kemudian fase kedua, merupakn fase distribusi yang jauh lebih luas yaitu
menuju ke jaringan yang memilik perfusi yang tidak sebaik organ jantung, hati, ginjal dan
otak, yang dituju adalah otot dan jaringan lemak.
Klirens merupakan volume darah yang dibersihkan dari kandungan obat per
satuan waktu. Dari data diperoleh hasil sebesar L/jam. Dimana hasil tersebut diperoleh
dengan menggunakan rumus Cl= Volume Distribusi x Konstanta, obat antinyeri memiliki
klirens yang lebih kecil/tinggi daripada klirens dari obat antibiotik.
Konstanta Eliminasi (KE) merupakan fraksi obat yang ada pada suatu waktu
yang akan tereliminasi dalam satu satuan waktu. Konstanta eliminasi menunjukkan laju
penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapai keseimbangan. Dari data diperoleh
Konstanta Eliminasi sebesar -0,67 jam-1. Data tersebut diperoleh dengan ln 2 atau 0,693
dibagi dengan t1/2 eliminasi.
Parameter faramakokinetika primer, Besarnya volume distribusi suatu obat
tergantung pada pengikatan obat oleh material hayati seperti protein atau lemak baik dalam
darah atau jaringan, kecepatan aliran darah dalam jaringan, dan koefisien partisi suatu
obat. Semakin besar dosis maka semakin besar pula Vd-nya karena Vd berbanding lurus
dengan dosis awal.
Volume distribusi menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar
plasma atau serum (Setiawati,2005). Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan
suatu keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan
membuat nilai distribusi lebih besar dengan ikatan pada protein plasma yang
meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil.
Perubahan perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat
mengubah volume distribusi yang ditentukan dari pengukuran-pengukuran konsentrasi
plasma (Holford, 1998).
AUC atau Area Under Curve merupakan permukaan dibawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dihitung
secara matematis dan merupakan ukuran untuk biovaibilitas suatu obat. AUC dapat
digunakan untuk membandingkan kadar masing- masing plasma obat bila penentuan
kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak
dan biovaibilitas terdapat hubungan langsung (Tjay dan Raharja 2002).
Data yang diberikan adalah data untuk obat antinyeri, pada data yang diberikan
setelah dicari parameter farmakokinetiknya, diketahui t1/2 eliminasi adalah waktu yang
dibutuhkan oleh obat unuk dieliminasi separuh konsentrasinya. Dari data yang tersedia
diperoleh t1/2 eliminasi sebesar 1.03 jam dari obat antinyeri, dimana hasil tersebut
diperoleh dengan menggunakan rumus dari t1/2 eliminasi yaitu 0,693 dibagi dengan
konstanta. Untuk volume dsitribusi, volume distribusi merupakan volume yang
menunjukkan distribusi obat didalam tubuh. Dari data diperoleh hasil volume distribusi
dengan cara dosis yaitu sebesar 65 mg dibagi dengan Cp0 yang mana Cp0 = mg/L, maka
diperoleh nilai sebesar 57,87 mg/L. Distribusi obat dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia obat
sendiri, distribusi obat terdiri dari 2 fase yaitu fase pertama merupaka fase yang terjadi
segera setelah terjadinya absorbsi, distribusi obat pada fase ini akan menuju ke organ yang
memiliki perfusi yang sangat baik, misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Kemudian fase
kedua, merupakn fase distribusi yang jauh lebih luas yaitu menuju ke jaringan yang
memilik perfusi yang tidak sebaik organ jantung, hati, ginjal dan otak, yang dituju adalah
otot dan jaringan lemak.
Klirens adalah volume darah yang dibersihkan dari kandungan obat per satuan
waktu. obat anti nyeri memiliki klirens yang lebih kecil/tinggi daripada klirens dari obat
antibiotic. diperoleh data sebesar 0,75 L/jam, Dimana hasil tersebut diperoleh dengan
menggunakan rumus Cl= Volume Distribusi x Konstanta. Dengan Konstanta Eliminasi
sebesar 0,67 jam-1. Data tersebut diperoleh dengan ln 2 atau 0,693 dibagi dengan t1/2
eliminasi.
Parameter farmakokinetik primer adalah parameter yang harganya dipengaruhi oleh
perubahan salah satu atau lebih perubahan fisiologis yang terkait. Termasuk parameter
tersebut adalah ka (konstanta kecepatan absorbsi), Fa (Fraksi obat terabsorbsi), Vd
(volume distribusi), Volume distribusi menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh
dengan kadar plasma atau serum. Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu
keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan
membuat nilai distribusi lebih besar dengan ikatan pada protein plasma yang
meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil.
Perubahan perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat
mengubah volume distribusi yang ditentukan dari pengukuran-pengukuran konsentrasi
plasma (Holford, 1998).
AUC atau Area Under Curve merupakan permukaan dibawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dihitung
secara matematis dan merupakan ukuran untuk biovaibilitas suatu obat. AUC dapat
digunakan untuk membandingkan kadar masing- masing plasma obat bila penentuan
kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak
dan biovaibilitas terdapat hubungan langsung (Tjay dan Raharja 2002).
Pada metode residual nilai Ka dianggap sangat besar dibanding K sehingga laju
absorpsi cepat dan absorspsinya dianggap sempurna.
Persamaan Cp menjadi:

dimana A adalah suatu tetapan


sehingga persamaan Cp menjadi

Cp0 merupakan kadar obat dalam plasma mula-mula, didapat dari anti ln K pada
persamaan regresi linier t vs Cp. Persamaannya : dosis/cp0.

Perbedaan parameter data antibiotik dan antinyeri yang kami dapat dari praktikum
kali ini adalah sebagai berikut:

Parameter Antibiotik Antinyeri


KE (Jam-1) -0,18 (Jam-1) -0,67 (Jam-1)
T1/2 Eliminasi (Jam) 3,58(Jam) 1,03(Jam)
Cp0 (mg/L) 21,47 (mg/L) 57,87 (mg/L)
VD (L) 69.86 (L) 1,12 (L)
Cl (L/Jam) 12,58 (L/Jam) 0,75 (L/Jam)
AUC (mg/L.Jam)
a. AUC TOTAL 103,86(mg/L.Jam) 9,88(mg/L.Jam)
a. AUC SISA 1,28(mg/L.Jam) 6,82(mg/L.Jam)
a. AUC TAK 105,13(mg/L.Jam) 16,70(mg/L.Jam)
TERHINGGA
Berdasarkan tabel perbedaan parameter, obat anti nyeri memiliki profil
farmakokinetik yang lebih baik dibandingkan dengan obat antibiotik golongan beta lactam.
Hal tersebut ditandai dengan lebih rendahnya nilai-nilai parameter obat anti nyeri.
Berdasarkan perbandingan pada tabel, Ke (Konstanta eliminasi) pada obat anti nyeri lebih
besar dibandingkan dengan antibiotik, sehingga konsentrasi obat anti nyeri akan menjadi
lebih besar dibandingkan dengan obat antibiotik karena konstanta eliminasi akan
menentukan konsentrasi obat di dalam plasma.
Untuk Cp0, anti nyeri memiliki konsentrasi didalam plasma saat t=0 sebanyak 54
mg/L, sedangkan antibiotik memiliki konsentrasi sebanyak 21.23 mg/L. Hal tersebut
menandakan bahwa obat anti nyeri memiliki konsentrasi didalam plasma saat t=0 yang
lebih besar dibandingkan dengan antibiotik. Nilai Vd dari antibiotik lebih besar
dibandingkan dengan anti nyeri. Antibiotik memiliki nilai Vd sebesar 70.65 L dan anti
nyeri memiliki nilai Vd sebesar 1.2 L. Nilai Vd yang besar menunjukkan bahwa obat
tersebut memiliki konsentrasi yang lebih kecil didalam tubuh. Antibiotik (dengan nilai Vd
70.65 L) memiliki konsentrasi yang kecil didalam tubuh, sedangkan obat anti nyeri
(dengan nilai Vd 1.2 L) memiliki konsentrasi yang besar didalam tubuh. Untuk nilai
parameter Cl, nilai Cl pada antibiotik lebih besar daripada anti nyeri. Hal tersebut
menandakan bahwa obat antibiotik dapat keluar dari tubuh sebanyak 12.72 mg/L jam,
sehingga obat antibiotik akan lebih cepat keluar dari tubuh dibandingkan dengan obat anti
nyeri yang meiliki nilai Cl sebesar 0.81 mg/L jam.

Berdasarkan nilai T ½ dari obat antibiotik dan obat anti nyeri, waktu yang
dibutuhkan oleh obat anti nyeri untuk mencapai ½ dari massa awalnya lebih cepat
dibandingkan dengan obat antibiotik. Obat anti nyeri membutuhkan waktu untuk mencapai
½ massa obat awalnya selama 1.03 jam atau 1 jam, sedangkan obat antibiotik
membutuhkan waktu untuk mencapai ½ massa obat awalnya selama 3.85 jam atau 4 jam.
Untuk nilai AUC, obat antibiotik memiliki nilai AUC yang lebih besar dibandingkan
dengan anti nyeri. Nilai AUC merupakan nilai dari suatu kurva yang menggambarkan
waktu untuk mencapai kadar puncak didalam plasma. Nilai AUC total dari obat antibiotik
adalah 103.86 mg/L, sedangkan untuk obat anti nyeri memiliki nilai AUC total adalah 9.88
mg/L. Hal tersebut menandakan bahwa kadar puncak didalam plasma total pada antibiotik
lebih besar dibandingkan dengan obat anti nyeri. Nilai AUC sisa dari obat antibiotik
adalah 1.22 mg/L, sedangkan untuk obat anti nyeri adalah 6.82 mg/L. Hal tersebut
menandakan bahwa obat anti nyeri memiliki kadar puncak didalam plasma sisa pada obat
anti nyeri lebih besar dibandingkan dengan obat antibiotik. Nilai AUC tak hingga pada
obat antibiotik adalah 105.08 mg/L, sedangkan untuk anti nyeri adalah 16.70 mg/L. Hal
tersebut menandakan bahwa obat antibiotik memiliki kadar didalam plasma tak hingga
yang lebih besar dibandingkan dengan obat anti nyeri.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa data pada
obat antibiotik termasuk ke dalam kompartemen satu terbuka dan data pada obat anti nyeri
termasuk dalam kompartemen dua terbuka. Dilihat dari perbandingan parameter, obat
antiobiotik memiliki parameter farmakokinetik (Ke, Vd, Cp0, T ½, AUC dan Cl) yang
lebih baik dibandingkan dengan obat anti nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J. M. 1993. Farmasetika 2 Biofarmasetika Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga


University Press.
Oktavia. 2009.Farmakologi dan Terapi, Ed: V. Jakarta: FKUI
Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar, Edisi II. Jakarta: Lembaga Studi dan Konsultasi
Farmakologi.
Ritschel, W. A. dan Kearns, G. L. 1992. Handbook of Basic Pharmacokinetics-Including
Clinical Applications, 6th Ed. Washington: Apha.
Setiawati, A. 2005. Farmakokinetik Klinik Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Shargel, L., dan Yu, A. B. C., 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan
diterjemahkan oleh Siti Sjamsiah, Edisi Kedua, Hal 85-99, Airlangga University
Press, Surabaya
Shargel Leon, Andrew B.C. Yu. 2005. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics,
7th edition. USA :  McGraw-Hill Education
Shargel, L et al. 2012. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New York:
McGraw-Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai