Anda di halaman 1dari 4

THALIDOMIDE

Rumus Kimia : C13H10N2O4


Massa molar : 258,23 g/mol
Nama sistematik (IUPAC) : (RS) -2 - (2,6-
dioxopiperidin-3-il)-1H-isoindole-1, 3 (2H)-dion
Protein mengikat masing-masing 55% dan 66%
untuk (+)-R dan (-)-enansiomer S

Sejarah Thalidomide
Thalidomide merupakan obat penenang yang diproduksi sekitar akhir tahun 1950-an hingga
awal tahun 1960-an. Obat ini banyak diberikan kepada wanita hamil untuk membantu mereka
mengatasi kesulitan tidur dan mengurangi rasa mual. Akan tetapi efek klinisnya berbeda saat
dikonsumsi oleh ibu hamil. Dokter tidak menyadari bahwa ketika thalidomide diberikan
selama masa kehamilan, hal tersebut akan sangat mengganggu perkembangan janin.
Di seluruh dunia, sekitar 10-12000 bayi lahir cacat pada bagian tungkai dan atau organ dalam
mereka. Sekitar 5000 diantara mereka masih dapat betahan hidup hingga saat ini. Akibat dari
efek thalidomide tak ada seorang pun yang tahu berapa banyak bayi yang tidak akan selamat
sebelum kelahiran atau berapa banyak bayi yang meninggal hanya selang beberapa hari
setelah mereka dilahirkan. Karena hal tersebutlah obat ini kemudian ditarik dari pasar
penjualan obat.

Phocomelia
phocomelia adalah cacat ekstrem yang paling sering
dikaitkan dengan thalidomide. Kata phocomelia
berasal dari kata Yunani phoke yang berarti "segel"
dan melos yang berarti "tungkai", di mana tangan dan
/ atau kaki segera dimulai pada sendi utama (bahu /
pinggul). Cacat yang disebabkan thalidomide hampir

1
bilateral / simetris. Itu berarti kedua sisi tubuh mengalami dampak yang sama (cacat kedua
lengan, cacat kedua kaki, atau cacat keempatnya).

Cacat Lain Yang Disebabkan Oleh Thalidomide


Hilang atau cacat anggota tubuh (bilateral)
Tidak mempunyai telinga atau tuli
Hilang atau kelebihan jari tangan atau kaki
Kehilangan napas sebagian atau total
Pembentukan ginjal, jantung dan organ internal lainnya yang tidak sempurna
Pembentukan anus dan/atau alat kelamin yang tidak sempurna
Langit-langit mulut yang terbelah
Memiliki tulang hidung yang rata

Penyebab Kecacatan
Efek klinis yang terjadi pada ibu hamil yang mengkonsumsi Thalidomide bukan lah
merupakan efek samping dari obat. Hal ini terjadi karena
1. senyawa Thalidomide memiliki dua enantiomer yaitu (R)-Thalidomide yang memiliki
efek klinis sebagai obat penenang dan (S)-Thaidomide yang memiliki efek klinis
mengganggu pertumbuhan janin.
Stereoisomer atau isomer optis merupakan isomer yang diakibatkan oleh keberadaan
atom C kiral (atom C yang mengikat empat gugus yang berbeda) dalam suatu
senyawa.
Chan-Ingold-Prelog membuat sistem tata nama untuk stereoisomer dengan
menglasifikasikan atom C kiral sebagai R atau S yang disebut juga sebai konfigurasi
absolut. Konfigurasi R dan S ini tidak ada hubungannya dengan kemampuan senyawa
tersebut untuk memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan atau ke kiri. Konfigurasi
ini menunjukan urutan prioritas gugus dari prioritas tinggi ke prioritas rendah, dimana
gugus dengan prioritas terendah (biasanya atom H) disimpan di belakang atom C
dengan struktur ruang tertutup oleh atom C. Jika urutan prioritas gugus ini searah
jarum jam maka dinamakan konfigurasi R dan jika sebaliknya dinamakan konfigurasi
S.
Enantiomer adalah salah satu bentuk stereoisomer yang memiliki sifat-sifat fisika
(titik didih, kelarutan, dan lain-lain) yang sama tetapi berbeda dalam arah rotasi

2
polarimeter dan interaksi dengan zat kiral lainnya. Contoh enentiomer adalah (R)-
Thalidomide dan (S)-Thalidomide.
Dalam kasus obat Thalidomide, kedua enantiomer Thalidomide bercampur sebagai
campuran rasemik yaitu campuran yang mengandung sepasang enantiomer dalam jumlah
yang sama. Akibatnya orang yang mengkonsumsi Thalidomide bisa merasakan dua efek
klinis secara bersamaan.
Berdasarkan kasus obat Thalidomide, maka dikembangkanlah metode untuk memisahkan
enantiomer dalam suatu campuran rasemik. Bagaimana caranya memperoleh suatu
enantiomer dengan enantiomeric excess (ee) yang tinggi? Enantiomeric excess artinya
persentase suatu enantiomer yang berkonfigurasi R dikurangi persentase enantiomer
pasangannya yang berkonfigurasi S dalam suatu campuran atau sebaliknya. Cara yang
digunakan adalah teknik resolusi (pemisahan dengan pengkristalan) dan penggunaan
reaksi enzimatis atau menggunakan mikroorganisme. Dengan adanya metode pemisahan
ini maka enantiomer yang diinginkan akan diperoleh dan memperkecil tragedi efek klinis
ganda jika enantiomer itu digunakan sebagai obat. Dengan contoh kasus Thalomide di
atas maka penting untuk memperhitungkan stereokimia dari senyawa dalam reaksi
biologismakhlukhidup.

2. Para ilmuwan di Jepang percaya bahwa mereka telah


mengungkap salah satu kunci target molekular yang mengikat
pada obat thalidomide yang menyebabkan cacat kelahiran.
Temuan ini dapat memungkinkan beberapa obat baru untuk
dikembangkan yang serupa dengan thalidomide yang efektif
dalam penanganan penyakit kanker tertentu dan kusta namun
tanpa efek samping yang sangat berbahaya dalam pengembangan embrionya.
Takumi Ito, dari Tokyo Institute of Technology, dan para koleganya menempelkan
thalidomide pada manik-manik magnetis dan mengekspos obat yang tidak bergerak
pada ekstrak sel-sel. Mereka menemukan bahwa salah satu protein khusus, yang
disebut cereblon, mengikat pada thalidomide. Aktifitas cereblon secara khusus sangat
penting pada perkembangan anggota badan.
Tim ini kemudian merekayasa anak ayam dan ikan zebra secara genetis sehingga
mereka kekurangan protein ini. Beberapa embrio yang sesudah itu dikembangkan
memiliki cacat anggota badan yang serupa dibanding yang disebabkan oleh
thalidomide. Mereka juga merekayasa beberapa organismeyang mempunyai versi

3
mutasi dari protein yang tidak mampu mengikat pada thalidomide. Pada beberapa
hewan tersebut obat ini tidak menyebabkan cacat perkembangan pada embrionya.
Ikan zebrafish (kiri) dan anak ayam (kanan) direkayasa secara genetis dengan suatu
bentuk cereblon yang tidak mampu mengikat thalidomide (barisan bawah) tidak
mengalami malformasi (cacat) yang berkaitan dengan obat tersebut
Dengan diambil secara bersama-sama, temuan ini mengusulkan bahwa protein perlu
ada dan memfungsikannya guna memastikan perkembangan yang sehat dari
embrionya, dan bahwa thalidomide mengikut sertakan kemampuannya untuk
melakukan hal ini.
Hiroshi Handa, seorang anggota tim, mengatakan bahwa sementara dia percaya
bahwa cereblon meruapakan sasaran utama bagi obat ini, mungki ada sasaran protein
lainnya dan hal tersebut dapat diidentifikasikan dengan menggunakan suatu
pendekatan yang serupa, penghentian thalidomide pada posisi yang berbeda dan
penggunaan persiapan yang berbededa dari bahan selular.
Pekerjaaan ini menyediakan suatu kunci yang selangkah ke depan dalam memahami
mekanisme kerja thalidomide, yang dapat mengarahkan pada perkembangan obat
serupa yang tidak menggangu cereblon.
Neil Vargesson, seorang developmental biologist pada University of Aberdeen di
Inggris, telah meneliti bagaimana thalidomide mempengaruhi perkembangan
embrionis. Hal signifikan mengenai pekerjaan ini adalah bahwa hal ini
mengidentifikasikan suatu pengikatan protein dan dan menunjukkan bahwa hal ini
dapat menyebabkan thalidomide yang cacat, katanya. Apa yang perlu dilakukan
sekarang adalah menentukan bagaimana gangguan protein menyebabkan cacat pada
organisme hidup.
Vargesson menambahkan bahwa, secara pribadi Saya pikir hal ini adalah aksi
antiangiogenis [rintangan dalam formasi pembuluh darah baru] dari suatu obat yang
menyebabkan cacat embrionis dengan mempengaruhi atau mentargetkan sesuatu pada
sel endothelial yang akhir-akhir ini kelompok penelitian kami sedang gencar-
gencarnya mencari tahu. Penelitian baru ini menerima tanpa adanya bukti bahwa
sesuatu dapat saja menjadi cereblon.

Anda mungkin juga menyukai