Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

PRAKTIKUM III
POTENSIOMETRI (PENGUKURAN pH)

DISUSUN OLEH:
GELOMBANG II
KELOMPOK 2

Ladila Anggita Fitri 19021027


Leny Oktayanti Wayan 19021028
Luh Gede Ratih Dewi Tri Nugrahaeni 19021029
Luh Pradnya Paramita Devi 19021030
Luh Putu Arisanthi Maharani 19021031

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2021
PRAKTIKUM III
POTENSIOMETRI (PENGUKURAN pH)
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Membuat kurva hubungan pH-volum pentiter.
2. Menentukan titik akhir titrasi.
3. Menghitung kadar zat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Potensiometri adalah suatu metode pengukuran ion dalam suatu
larutan secara kuantitatif yang berdasarkan prinsip elektrokimia. Metode
potensiometri digunakan untuk mengukur potensial sel, pH, dan
menentukan konsentrasi ion logam dan non logam dalam suatu larutan
elektrolit (Bow, 2014). Potensiometri memiliki keunggulan antara lain
biaya analisisnya murah, dapat digunakan pada larutan yang berwarna dan
keruh, waktu analisis sangat cepat, akurasi dan selektivitasnya tinggi.
Salah satu kekurangan dalam pengukuran potensiometri yaitu nilai
potensial yang diukur dapat berubah secara reversibel terhadap kereaktifan
dari ion tertentu (Muldel, 1996).
Potensiometri adalah cabang ilmu kimia elektroanalisis yang
mempelajari pengukuran perubahan potensial dari elektroda untuk
mengetahui konsentrasi dari suatu larutan. Prinsip potensiometri
didasarkan pada pengukuran potensial listrik antara elektrode pengukur
(elektroda indikator) dan elektroda pembanding yang dicelupkan pada
larutan. Elektroda indikator adalah elektroda yang potensialnya bergantung
pada konsentrasi ion yang akan ditetapkan dan dipilih berdasarkan jenis
senyawa yang hendak ditentukan. Sedangkan elektroda pembanding
adalah elektroda yang potensialnya diketahui dan selama pengukuran tetap
konstan. Elektroda pembanding yang banyak digunakan adalah elektroda
kalomel karena konstannya potensial yang dihasilkan.
Antara elekroda pengukur (elektroda indikator) dan elektroda
pembanding terdapat  jembatan arus atau garam dengan larutan elektrolit
yang di dalamnya terdapat transport ion arus. Elektroda membrane gelas
sensitive terhadap perubahan jumlah ion hidrogen (H + ). Untuk titrasi
asam basa, setiap perubahan ion tersebut diamati. Melalui kurva hubungan
antara volume pentiter vs pH dapat ditentukan titik akhir titrasinya. Pada
titik akhir titrasi terjadi lonjakan perubahan pH secara drastis dengan
perubahan volume yang kecil (Roth dan Blaschke, 1994).
Reaksi yang terjadi dalam potensiometri adalah penambahan atau
pengurangan ion dengan jenis elektrodanya. Potensial reaksi dihitung
dengan menambahkan sedikit demi sedikit volume titran secara berturut
turut (Khopkar, 2003). Ion yang dapat dititrasi dan potensial diukur untuk
mengetahui titik ekivalen titrasi. Hal ini diterapkan terhadap semua  jenis
reaksi yang sesuai untuk analisa titrametrik (Day, 1998). Cara
potensiometri ini bermanfaat bila tidak ada indikator yang cocok untuk
menentukan titik akhir titrasi, misalnya dalam hal larutan keruh atau bila
daerah kesetaran sangat pendek dan tidak cocok untuk  penetapan titik
akhir titrasi dengan indikator (Rivai, 1995).
Persamaan Nersnt menyatakan hubungan antara potensial sebuah
elektroda ion logam dan konsentrasi ion dalam sebuah larutan. Persamaan
Nersnt ini sangat penting karena persamaan ini menentukan potensial
elektroda suatu sistem redoks sebagai suatu fungsi konsentrasi bentuk
teroksidasi dan tereduksinya (Gandjar dan Rohman, 2007). Adapun
persamaan Nersnt dibuat dalam persamaan sebagai berikut:
0,059 a0 x
E = E0 + + log
z aRed
Keterangan :
E = potensial (V), diperoleh dari elektroda hidrogen normal
E0 = potensial normal
Z = jumlah elektron yang terlibat dalam proses redoks
aox = aktivitas bentuk teroksidasi
aRed = aktivitas bentuk tereduksi
(Roth dan Blaschke, 1994).
pH-meter adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur pH
suatu larutan. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengikuti titrasi
asam-basa atau menentukan titik akhir titrasi asam-basa sebagai penganti
indikator. Alat ini dilengkapi dengan elektrode kaca dan elektrode kalomel
atau gabungan dari keduanya (elektrode kombinasi), Keuntungan
melakukan pengukuran secara potensiometri untuk mendeteksi titik akhir
adalah bahwa pengukuran dapat dilakukan dalam larutan yang berwarna,
tidak seperti deteksi titik-akhir berdasarkan indikator, dan memberikan
titik akhir yang tidak ambigu ketika perubahan warna indikator tidak jelas
atau tiba-tiba. Kelemahan titrasi potensiometri adalah umumnya
berlangsung lambat, karena dibutuhkan waktu agar pembacaan stabil,
terutama di dekat titik-akhir titrasi. Akan tetapi, titrasi potensiometri dapat
diotomatisasi dan deteksi titik-akhir secara potensiometri digunakan pada
alat titrasi otomatis, tempat titran dipompa ke dalam sampel di bawah
kendali mikroprosesor. Elektrode yang biasanya digunakan untuk
melakukan pengukuran dalam titrasi potensiometri adalah indikator
elektrode kaca peka pH (Watson, 2007).
Asam Oksalat mengandung tidak kurang dari 99,5% C:H:O4.2H.0
dengan rumus molekul H;C:O, dan bobot molekul 126,07 Asam Oksalat
hablur, tidak berwarna. Larut dalam air dan larut dalam etanol (Depkes RI,
2014).
Gambar 1. Struktur Asam Oksalat (Oxtoby, 2001)

Natrium hidroksida memiliki rumus molekul NaOH dengan bobot


molekul 40 gr/mol. Natrium Hidroksida berwarna putih dan praktis putih,
massa lebur, berbentuk pelet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras,
rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudara akan
cepat menyerap karbon dioksida dan lembap. Mudah larut dalam air dan
etanol (Depkes RI, 2014).
Asam Klorida mengandung tidak kurang dari 35 % dan tidak lebih
dari 38 % HCL. Berupa cairan : tidak berwama, berasap, mudah menguap,
bau merangsang. Jika diencerkan dengan dua bagian air asap akan hilang
(Depkes RI, 2014).
Fenolftalein memiliki rumus molekul CH1O, dengan bobot molekul
318,33 gr/mol. Berupa serbuk hablur, putih, atau putih kekuningan lemah,
tidak berbau, stabil di udara. Praktis tidak larut dalam air, larut dalam
etanol, agak sukar larut dalam eter (Depkes RI, 2014). Fenolftalein adalah
salah satu indikator yang mengubah warna menjadi merah muda bila
larutan berubah dari asam ke basa (Oxtoby, 2001).
III. ALAT DAN BAHAN
III.1 Alat
a. Labu takar 25 mL dan 50 mL
b. Pipet volume 1 mL, 5 mL, dan 10 mL
c. Pipet ukur 1 mL, 5 mL, dan 10 mL
d. Labu Erlenmeyer 100 mL
e. pH meter digital
f. Buret 10 mL dan 25 mL
g. Botol semprot
h. Tissue
i. Lap pel
j. Elektroda gelas (pH meter)
k. Statif
l. Ballfiller
III.2 Bahan
a. Larutan NaOH 0,1 N
b. Larutan HCl 0,1 N
c. Aquadest
d. Larutan asam oksalat 0,1 N

IV. PROSEDUR KERJA


IV.1 Perhitungan Pembuatan Larutan
a. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Diketahui :M = 0,1 M
V = 100 ml
Mr NaOH = Ar Na + Ar O + Ar H
= 23 + 16 + 1
= 40 gram/mol
Ditanya : gram NaOH yang diambil?
gram 1000
Jawab :M = ×
Mr V
gram 1000
0,1 M = ×
40 100
m
0,1 M = × 10 ml
40
0,1 M × 40 g /mol
Gram =
10 ml
= 0,4 gram
Jadi, NaOH yang diambil sebanyak 0,4 gram.
b. Pembuatan Larutan HCL 0,1 N
Diketahui : Konsentrasi HCL = 37%
BJ = 1,19 gr/mol
BM = 36,5 gr/mol
M1 = 0,1 M
V1 = 25 ml
Ditanya : Volume larutan HCL yang diambil ?
(10 % × BJ )
Jawab : M=
BM
M = 12,06 M
HCL untuk 25 ml
M1 ×V1 = M2 × V2
0,1 × 25 = 12,06 × V2
2,5 = 12,06 × V2
2,5
V2 =
12,06
V2 = 0,2 ml
Jadi volume larutan HCL yang diambil sebanyak 0,2 ml.
c. Pembutan Larutan Asam Oksalat 0,1 N
0,1
Diketahui :M = = 0,05 M
2
V = 100 ml
Mr = 126
Ditanya : gram Asam Oksalat yang diambil ?
gram 1000
Jawab :M= ×
Mr V
gram 1000
0,05 M = ×
126 100
m
0,05 M = ×10 ml
126
0,05 M ×126 g /mol
Gram =
10 ml
= 0,6 gram
Jadi, Asam Oksalat yang diambil sebanyak 0,6 gram.
IV.2 Penyiapan Larutan
1. Pembuatan Larutan NaoH 0,1 N
Ditimbang sebanyak 0,4 gram NaOH dengan gelas beaker.
Ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk sampai larut.
Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan
aquadest sampai tanda batas 100 mL kemudian digojog hingga
homogen.
2. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N
Dipipet sebanyak 0,2 mL HCl 37% b/b. Dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas
25 mL kemudian di gojog hingga homogen.
3. Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,1 N
Ditimbang sebanyak 0,6 gram asam oksalat kemudian
dimasukan ke dalam gelas beaker. Ditambahkan aquadest
secukupnya dan diaduk sampai larut. Larutan dimasukkan kedalam
labu ukur 100 mL. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas 100
mL kemudian digojog hingga homogen.
IV.3 Pengukuran
1. Penyiapan Buret
Buret yang sudah bersih dipasang pada statif dengan baik.
Buret diisi dengan NaOH sesuai kebutuhan.
2. Standarisasi NaOH 0,1 N
Dipipet sebanyak 5 mL asam oksalat dan dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator
phenolphtalein dilakukan titrasi dengan NaOH sampai terbentuk
warna merah muda stabil. Dicatat volume NaOH yang digunakan.
Titrasi diulang sebanyak 3 kali.
3. Titrasi Asam-Basa
Elektroda membran gelas dicuci dengan aquadest dan
dikalibrasi. Dimasukkan HCl sebanyak 10 mL pada gelas beaker.
Dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 25 mL. Elektroda membran
gelas dicelupkan pada larutan HCl tersebut, dijaga agar elektroda
tidak bersinggungan dengan dinding dasar gelas kimia. Dilakukan
titrasi menggunakan NaOH yang telah dibakukan dengan
penambahan volume sesuai buku petunjuk praktikum pada tabel
penambahan pentiter. Diukur potensial larutan setiap penambahan
pentiter dengan melihat angka yang tertera pada pH meter.
Dilakukan titrasi hingga terjadi penurunan drastis nilai potensial.
V. SKEMA KERJA
V.1Penyiapan Larutan
a. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

Ditimbang sebanyak 0,4 gram NaOH dengan gelas beaker.

Ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk sampai larut.

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas 100 mL kemudian


digojog hingga homogen.

b. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

Dipipet sebanyak 0,2 mL HCl 37% b/b.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL.

Ditambahkan aquadest
sampai tanda batas 25 mL kemudian di gojog hingga homogen.
c. Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,1 N

Ditimbang 0,6 gram asam oksalat kemudian dimasukan ke dalam


gelas beaker.

Ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk sampai larut.

Larutan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL.

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas 100 mL kemudian digojog


hingga homogen.

V.2Pengukuran
a. Penyiapan Buret

Buret yang sudah bersih dipasang pada statif dengan baik.

Buret diisi dengan NaOH sesuai kebutuhan.


b. Standarisasi NaOH 0,1 N

Dipipet sebanyak 5 mL asam oksalat dan dimasukkan ke dalam labu


Erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein dilakukan titrasi dengan


NaOH sampai terbentuk warna merah muda stabil.

Dicatat volume NaOH yang digunakan

Titrasi diulang sebanyak 3 kali.


c. Titrasi Asam-Basa

Elektroda membran gelas dicuci dengan aquadest dan dikalibrasi

Dimasukkan HCl sebanyak 10 mL pada gelas beaker.

Dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 25 mL.

Elektroda membran gelas dicelupkan pada larutan HCl, dijaga agar


tidak bersinggungan dengan dinding dasar gelas kimia.

Dilakukan titrasi menggunakan NaOH yang telah dibakukan dengan


penambahan volume sesuai buku petunjuk pada tabel penambahan
pentiter.

Diukur potensial larutan setiap penambahan pentiter dengan melihat


angka yang tertera pada pH meter.

Dilakukan titrasi hingga terjadi penurunan drastis nilai potensial.


VI. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
VI.1 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat

Titrasi V NaOH (mL) Warna Kesimpulan


1 19 Merah muda TAT
stabil
2 20,7 Merah muda TAT
stabil
3 20,4 Merah muda TAT
stabil

VI.2 Titrasi HCL

volume jumlah
pH
pentiter volume [H+] [H+]
meter
(mL) pentiter (mL)
0 0 1.4125x10^-3 0,0014125375446 2,85
2 2 1.0471x10^-3 0,0010471285481 2,98
2 4 8.7096x10^-4 0,0008709635900 3,06
2 6 6.9183x10^-4 0,0006918309709 3,16
1 7 5.8884x10^-4 0,0005888436554 3,23
1 8 4.4668x10^-4 0,0004466835922 3,35
1 9 1.7378x10^-4 0,0001737800829 3,76
1 10 1.0233x10^-4 0,0001023292992 3,99
1 11 6.9183x10^-5 0,0000691830971 4,16
0,5 11,5 4.8978x10^-5 0,0000489778819 4,31
0,2 11,7 3.0902x10^-5 0,0000309029543 4,51
0,2 11,9 1.8621x10^-5 0,0000186208714 4,73
0,1 12 9.1201x10^-6 0,0000091201084 5,04
0,1 12,1 1.4125x10^-6 0,0000014125375 5,85
0,1 12,2 3.7154x10^-9 0,0000000037154 8,43
0,1 12,3 1.1482x10^-9 0,0000000011482 8,94
0,1 12,4 8.9125x10^-10 0,0000000008913 9,05
0,1 12,5 6.0256x10^-10 0,0000000006026 9,22
0,1 12,6 4.4668x10^-10 0,0000000004467 9,35
0,1 12,7 3.3113x10^-10 0,0000000003311 9,48
0,1 12,8 2.5119x10^-10 0,0000000002512 9,6
0,1 12,9 1.8621x10^-10 0,0000000001862 9,73
0,2 13,1 1.4454x10^-10 0,0000000001445 9,84
0,2 13,3 1.4482x10^-10 0,0000000001148 9,94
0,5 13,8 4.8978x10^-11 0,0000000000490 10,31
1 14,8 3.0902x10^-11 0,0000000000309 10,51
1 15,8 2.3442x10^-11 0,0000000000234 10,63

A. Perhitungan Normalitas Konsentrasi NaOH da Normalitas Rata-


Rata

Diketahui :

V Larutan Asam Oksalat : 0,1 N

N Asam Oksalat : 5 mL

V NaOH Titrasi I : 19 mL

V NaOH Titrasi II : 20,7 mL

V NaOH Titrasi III : 20,4 mL

Ditanya :

 Normalitas rata-rata NaOH…..?

Jawab :

V1 X N1 = V 2 X N2

Titasi I : V1 X N1 = V 2 X N2

: 5 mL X 0,1 N = 19 mL X N2

5 mL X 0,1 N
: = N2
19 mL

: 0,026 N = N2

Titrasi II : V1 X N1 = V 2 X N2
: 5 mL X 0,1 N = 20,7 mL X N2

5 mL X 0,1 N
: = N2
20,7 mL

: 0,024 N =N

Titrasi III : V1 X N1 = V 2 X N2

: 5 mL X 0,1 N = 20,4 mL x N2

5 mL X 0,1 N
: = N2
20,4 mL

: 0,025 N = N2

0,026+0,024+ 0,025
Normalitas Rata-Rata NaOH =
3

= 0,025 N

Standar Deviasi

Titras N rata-rata
N NaOH
i (x) (y) x-y (x-y)2
1 0.026 0.025 0.001 0.000001
2 0.024 0.025 -0.001 0.000001
3 0.025 0.025 0 0
jumlah (x-y)2 0.000002

2
= Σ (x− y)
SD
√n−1

0,000002
=
√ 2
= 0,001
Normalitas NaOH = N NaOH rata-rata ± standar deviasi
Normalitas NaOH = 0,025 ± 0,001 N
B. Kurva Hubungan Ph – Volume Pentiter

Volume Ph
Pentiter (mL)

0 2,85

2 2,98

2 3,06

2 3,16

1 3,23

1 3,35

1 3,76

1 3,99

1 4,16

0,5 4,31

0,2 4,51

0,2 4,73

0,1 5,04

0,1 5,85

0,1 8,43

0,1 8,94

0,1 9,05

0,1 9,22
0,1 9,35

0,1 9,48

0,1 9,6

0,1 9,73

0,2 9,84

0,2 9,94

0,5 10,31

1 10,51

1 10,63

C. Kurva Hubungan Volume Pentiter Dan Volume [H+]


[H+] jumlah volume pentiter (mL)
0,0014125375446 0
0,0010471285481 2
0,0008709635900 4
0,0006918309709 6
0,0005888436554 7
0,0004466835922 8
0,0001737800829 9
0,0001023292992 10
0,0000691830971 11
0,0000489778819 11,5
0,0000309029543 11,7
0,0000186208714 11,9
0,0000091201084 12
0,0000014125375 12,1
0,0000000037154 12,2
0,0000000011482 12,3
0,0000000008913 12,4
0,0000000006026 12,5
0,0000000004467 12,6
0,0000000003311 12,7
0,0000000002512 12,8
0,0000000001862 12,9
0,0000000001445 13,1
0,0000000001148 13,3
0,0000000000490 13,8
0,0000000000309 14,8
0,0000000000234 15,8
18
kurva hubungan [H+] - volume pentiter
16
14
Volume Pentiter (mL)

12
10
8
6
4
2
0
00,000,000,000,000 00,000,000,000,000 00,000,000,000,000 00,000,000,000,000
[H+]

D. Perhitungan Kadar HCL Pada Sampel

Diketahui :

V1 HCl = 10 mL

N1 HCl = 0,1 N

V2 HCl = 11,2 mL

Ditanya :

N HCl pada sampel = …..?

Jawab :

V1 x N1 = V2 x N2

10 mL x 0,1 N = 11,2 mL x N2

10 mL x 0,1 N
= N2
11,2 mL

0,09 N = N2

Jadi normalitas HCl adalah 0,09 N dalam 10 mL larutan sampel


Massa HCl (mg) = mol HCl x BM HCl

= 0,9 mmol × 36,5 mg/mmol

= 32,85 mg

Massa HCl
Kadar HCl (mg/ml) = Volume HCl
32,85 mg
=
10 ml
32,850 g
=
100 ml
= 0,3285 % b/v

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengukuran kadar sampel, yaitu
HCl. Kadar sampel ditentukan melalui metode titrasi asam basa.
Penentuan titik akhir titrasi pada praktikum ini adalah dengan metode
potensiometri.
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu membuat kurva
hubungan ph-volum pentiter, menentukan titik akhir titrasi, dan
menghitung kadar zat. Praktikum kali ini menggunakan metode
potensiometri dimana potensiometri adalah cabang ilmu kimia
elektroanalisis yang mempelajari pengukuran perubahan potensial dari
elektroda untuk mengetahui konsentrasi dari suatu larutan. Prinsip
potensiometri didasarkan pada pengukuran potensial listrik antara
elektrode pengukur (elektroda indikator) dan elektroda pembanding
yang dicelupkan pada larutan. Titrasi potensiometri melibatkan
pengukuran perbedaan potensial antara elektrode indikator dan elektrode
pembanding selama titrasi. Selisih potensial tersebut diukur dengan
potensiometer atau pH-meter. Hal ini karena nilai pH berbanding
langsung dengan potensial suatu larutan.
Dalam titrasi terdapat dua komponen utama yaitu titrat dan titran.
Titrat merupakan larutan yang mengandung senyawa yang akan
dianalisis secara kuantitatif. Titran merupakan larutan baku yang
diteteskan pada titrat dengan teliti untuk menganalisis senyawa pada
titrat. Semua perhitungan dalam titrasi didasarkan pada konsentrasi
titran sehingga konsentrasi titran harus diketahui secara tepat. Titran
dalam proses titrasi disebut juga sebagai larutan baku. (Wiryawan, dkk,
2008)
Pada praktikum ini dilakukan titrasi asam basa menggunakan larutan
NaOH dimana larutan ini harus dibakukan terlebih dahulu atau
distandarisasi dengan larutan baku primer. Dalam menstandarisasi
larutan NaOH adapun yang perlu diperhatikan yaitu NaOH memiliki
sifat higroskopis, lembab dan bila dibiarkan diudara akan akan cepat
menyerap karbondioksida. (DepkesRI, 1995)
Sifat higroskopis dari NaOH menyebabkan kadar NaOH berubah
selama penyimpanan maupun saat penimbangan. Hal inilah yang
menyebabkan NaOH tidak dapat digunakan secara langsung dan harus
melalui proses standarisasi. Standarisasi merupakan proses dimana
larutan baku sekunder (Larutan NaOH) dibakukan dengan larutan baku
primer untuk diketahui konsentrasinya. Dalam standarisasi larutan
NaOH larutan baku yang digunakan yaitu Asam Oksalat. Asam oksalat
dipilih karena ia merupakan larutan baku primer dimana larutan tersebut
dapat langsung ditentukan konsentrasinya melalui penimbangan serta
mudah didapat dalam keadaan murni atau mudah dimurnikan, bersifat
stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO2, cahaya dan uap air.
(DepkesRI, 1979)
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini yaitu PP (Phenolphtalein).
Karena asam oksalat merupakan asam lemah sedangkan NaOH
merupakan basa kuat dimana pH yang akan mungkin tercapai saat titik
ekuivalen berada diatas 7. PP memiliki trayek pH antara 8,5-10 dengan
transisi warna dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda stabil
saat mencapai titik akhir titrasi. Perubahan warna pada Phenolphtalein
terjadi karena saat peningkatan Ph akan terjadi proses penataan ulang
pada struktur fenolftalein dimana terjadi perpindahan proton dari
struktur fenol membentuk quinoid. (Nuryanti, dkk , 2010)
Pada standarisasi NaOH, Larutan NaOH sebagai titran (Didalam buret)
sedangkan asam oksalat sebagai titrat (Erlenmeyer). Pada tahap awal
dipipet asam oksalat sebanyak 5 mL kemudian dimasukkan kedalam
Erlenmeyer lalu tambahkan indicator Phenolphtalein (PP) sebanyak 3
tetes lalu titrasi dengan NaOH sampai larutan berubah warna menjadi
merah muda stabil. Proses titrasi dilakukan sebanyak tiga kali yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat atau presisi hasil
yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan literatur yang ada, yakni menurut
ICH. Presisi harus dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda (Gandjar,
2007). Titrasi I dapat dikatakan sebagai control, titrasi II sebagai
pembanding dan titrasi III sebagai pengoreksi. Pada titrasi I volume
NaOH yang didapat adalah 19 mL, pada titrasi II sebanyak 20,7 mL,
pada titrasi III sebanyak 20,4 ml. Normalitas rata-rata NaOH yang
diperoleh adalah 0,025 N dengan standar deviasi yaitu 0,001 N Adapun
reaksi yang terjadi pada standarisasi NaOH dengan menggunakan asam
oksalat yaitu

2NaOH + H2C2O4 ===> Na2C2O4 + 2H2O


Pada penetapan kadar larutan HCl dilakukan dengan titrasi asam
basa metode potensiometri. Larutan sampel HCl dipipet sebanyak 10 ml
kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass, Larutan NaOH yang telah
dibakukan sebelumnya digunakan sebagai pentiter. Larutan HCl di atas
kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.001 N. Di dalam pH meter
terdapat elektrode gelas yang berfungsi sebagai elektrode indicator.
Elektroda indikator suatu sel adalah elektroda yang potensialnya
bergantung pada aktivitas (dan karena itu pada konsentrasi) spesi ion
tertentu yang konsentrasinya akan ditentukan. Dalam potensiometri
langsung atau titrasi potensiometri suatu ion logam, sebuah elektroda
indikator sederhana biasanya akan terdiri dari batang atau kawat yang
dibersihkan dengan seksama yang terbuat dari logam yang tepat dan
yang paling penting adalah permukaan logam yang akan dicelupkan ke
dalam larutan itu bebas dari lapisan tipis oksida atau hasil korosi apa
saja. Dalam beberapa kasus elektroda yang lebih memuaskan dapat
disiapkan dengan menggunakan kawat platinum yang telah disalut
dengan lapisan tipis logam yang tepat dengan cara pengendapan secara
listrik (Bassett, 1994). Karena pada percobaan ini yang ditetapkan
adalah pH yang memiliki berhubungan dengan konsentrasi ion H+,
digunakan elektrode indikator yang potensialnya bergantung pada
konsentrasi ion H+, yaitu elektrode gelas.
Untuk menentukan pH pada praktikum kali ini maka digunakan pH
meter dimana pH meter merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur pH suatu larutan dengan prinsip kerja dari alat ini yang
mengacu pada mekanisme kerja dari elektrode membran gelas yang
terdapat didalamnya. Saat elektrode gelas pada pH meter dicelupkan ke
dalam larutan, terjadi kesetimbangan antara ion-ion hidrogen yang
terdapat di bagian tipis bola gelas dan ion hidrogen yang terletak dalam
larutan yang diuji. Elektrode ini akan membiarkan ion H+ untuk
menembusnya, tetapi menahan ion yang lain. Semakin besar konsentrasi
ion hidrogen dalam larutan HCl, semakin banyak ion hidrogen yang
masuk ke dalam lapisan gelas tadi. Hal ini menyebabkan pada saat awal-
awal titrasi, nilai pH kecil. Dengan bertambahnya volume pentiter yang
ditambahkan, semakin sedikit ion hidrogen yang terdapat dalam larutan
HCl karena ion hidrogen akan bereaksi dengan ion hidronium (OH-) dan
membentuk air. Hal ini akan menyebabkan ion hidrogen yang memasuki
lapisan gelas juga semakin sedikit sehingga muatan elektrode gelas
berkurang, maka nilai pH pun meningkat. Hal ini dapat dilihat pada
kurva hubungan antara pH dan volume pentiter.
Saat praktikum, setiap penambahan larutan NaOH pada volume
tertentu sesuai dengan buku petunjuk praktikum yang terdapat pada
tabel penambahan pentiter, dilakukan pengukuran pH dengan pH meter
dan angka yang ditunjukkan oleh pH meter akan dicatat. Titik akhir
titrasi dari larutan HCl sampel ditentukan dengan cara melihat lonjakan
perubahan pH yang terjadi secara drastis dengan perubahan volume
pentiter (larutan NaOH) yang kecil (Susanti, dkk., 2011).

(Gambar 2. Kurva Hubungan Volume Pentiter Dan pH)


Berdasarkan kurva diatas hubungan volume pentiter dengan pH
menunjukkan adanya perubahan atau terjadi peningkatan. Dimana
peningkatan pH menandakan bahwa titik ekuivalen dalam titrasi
potensiometri telah terjadi. Dimana ini dibuktikan dengan terjadinya
lonjakan potensial atau pH terhadap penambahan volume pentiter. Pada
kurva terlihat saat volume pentiter ditambahkan sebanyak 12,1 ml
kemudian menjadi 12,2 ml terjadi lonjakan yang tinggi dimana saat
volume pentiter 12 mL nilai pH yaitu 5,85 kemudian setelah volume
ditambah menjadi 12,2 mL nilai pH yaitu 8,43. Lonjakan pH ini terjadi
karena disebabkan terjadinya titik akhir titrasi dimana ion hidrogen (H+)
dari HCl telah habis bereaksi dengan ion hidronium (OH-) dari NaOH.
Sebelum titrasi dilakukan, larutan titrat bersifat asam yang
mengandung banyak ion hidrogen dalam larutan tersebut. Namun
setelah titrasi dilakukan, jumlah ion hidrogen perlahan-lahan berkurang
karena telah bereaksi dengan ion hidronium membentuk air, dan saat
terjadi lonjakan pH secara drastis tersebut ion hidrogen (H+) dari HCl
telah habis bereaksi dengan ion hidronium (OH-) dari NaOH. Dengan
demikian, tidak terdapat lagi ion hidrogen dalam bentuk bebas dalam
larutan titrat. Penambahan larutan titrat setelah titik akhir titrasi terjadi
menyebabkan jumlah ion hidronium akan semakin meningkat dan
menyebabkan naiknya pH larutan (pH larutan basa). Tidak adanya ion
hidrogen di dalam elektrode gelas secara tiba-tiba akan membuat arus
yang dihasilkan oleh elektrode gelas menjadi meningkat secara tiba-tiba
dan kemudian turun secara tiba-tiba pula. Hal inilah yang memberi
sinyal pada pH meter mengenai adanya peningkatan harga pH secara
tiba-tiba dari larutan HCl yang dititrasi oleh pentiter (larutan NaOH
0,1N).
Berdasarkan hasil praktikum titik akhir titrasi pada percobaan ini
adalah saat volume pentiter 12,1 mL. Hal ini berarti bahwa volume
NaOH yang diperlukan untuk menetralkan larutan sampel (HCl) tersebut
adalah 12,1 ml. Setelah diperoleh titik akhir titrasi kemudian dilakukan
perhitungan kadar sampel dan praktikan memperoleh hasil Normalitas
larutan HCl sebesar 0,09 N, dan kadarnya sebesar 0,3285 % b/v.

VIII. PENUTUP
VIII.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan diatas,
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada praktikum kali ini dilakukan titrasi asam basa
menggunakan larutan NaOH yang harus dibakukan terlebih
dahulu. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini yaitu PP
(Phenolphtalein). Karena asam oksalat merupakan asam lemah
sedangkan NaOH merupakan basa kuat dimana pH yang akan
mungkin tercapai saat titik ekuivalen berada diatas 7. PP
memiliki trayek pH 8,5-10 dengan transisi warna dari tidak
berwarna menjadi berwarna merah muda stabil saat mencapai
titik akhir titrasi.
2. Proses titrasi dilakukan sebanyak tiga kali yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat atau presisi hasil yang
diperoleh. Titrasi I dapat dikatakan sebagai control, titrasi II
sebagai pembanding dan titrasi III sebagai pengoreksi. Pada
titrasi I volume NaOH yang didapat yaitu 19 mL, pada titrasi II
sebanyak 20,7 mL, pada titrasi III sebanyak 20,4 mL.
Normalitas rata-rata NaOH yang diperoleh 0,025 N dengan
standar deviasi yaitu 0,001 N.
3. Adapun penetapan kadar larutan HCl dilakukan dengan titrasi
asam basa metode potensiometri. Karena pada percobaan ini
yang ditetapkan adalah pH yang memiliki berhubungan dengan
konsentrasi ion H+, maka digunakan electrode indicator yang
potensialnya bergantung pada konsentrasi ion H+, yaitu
elektrode gelas. Untuk menentukan pH pada praktikum kali ini
maka digunakan pH meter.
4. Berdasarkan kurva hubungan volume pentiter dan pH
menunjukkan adanya perubahan atau terjadi peningkatan.
Dimana peningkatan pH menandakan bahwa titik ekuivalen
dalam titrasi potensiometri telah terjadi, yang dibuktikan
dengan terjadinya lonjakan potensial atau pH terhadap
penambhan volume pentiter. Pada kurva terlihat saat volume
pentiter ditambahkan sebanyak 12,1 ml kemudian menjadi 12,2
ml terjadi lonjakan yang tinggi dimana saat volume pentiter 12
mL nilai pH yaitu 5,85 kemudian setelah volume ditambahkan
menjadi 12,2 mL nilai pH yaitu 8,43. Lonjakan pH ini terjadi
karena disebabkan terjadinya titik akhir titrasi dimana ion
hidrogen (H+) dari HCl telah habis bereaksi dengan ion
hydronium (OH-) dari NaOH.
5. Berdasarkan hasil praktikum titik akhir titrasi pada percobaan
ini yaitu saat volume pentiter 12,1 mL. Hal ini berarti bahwa
volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan larutan
sampel (HCl) tersebut adalah 12,1 mL. Adapun hasil normalitas
larutan HCl yang diperoleh sebesar 0,09 N dan kadarnya
sebesar 0,3285%.
VIII.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan maupun
kesimpulan yang dapat disimpulkan dari pemaparan pembahasan
diatas, maka dari itu kami sebagai penulis dapat memberikan saran
yang diharapkan agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami
kembali mengenai materi potensiometri (pengukuran pH) dalam
bidang farmasi sehingga dapat menambah pengetahuan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Bow, Y., Khoirul., and Hajar, I. 2014. The Application of Potentiometric Methods
in Determination Total Organic Carbon Content of Soil. International
Journalon Advanced Science Engineering Information Technology, 4(4): 45-
48.
Day, R.A dan Underwood A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Ke-6.
Jakarta: Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V. Jakarta: Departemen
Keschatan Republik Indonesia.
Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Muldel. M. 1996. Basic Prinsiple Of Membrane Technologiy. Kluer Academic
University.
Nuryanti, Siti., dkk. 2010. Indikator Titrasi Asam Basa Dari Ekstrak Bunga Sepatu
(Hibiscus Rosa Sinensis L) . Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Oxtoby, D. W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Edisi Ke-4. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Roth, H. J. dan G. Blaschke. 1994. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Watson, D. G. 2007. Analisis Farmasi: BA Untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi, Edisi Ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Susanti, Pitri, dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Bukit Jimbaran :
Jurusan Farmasi F MIPA UNUD.
Wiryawan A. 2008. Kimia Analitik. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan

Anda mungkin juga menyukai