PRAKTIKUM III
POTENSIOMETRI (PENGUKURAN pH)
DISUSUN OLEH:
GELOMBANG II
KELOMPOK 2
Ditambahkan aquadest
sampai tanda batas 25 mL kemudian di gojog hingga homogen.
c. Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,1 N
V.2Pengukuran
a. Penyiapan Buret
volume jumlah
pH
pentiter volume [H+] [H+]
meter
(mL) pentiter (mL)
0 0 1.4125x10^-3 0,0014125375446 2,85
2 2 1.0471x10^-3 0,0010471285481 2,98
2 4 8.7096x10^-4 0,0008709635900 3,06
2 6 6.9183x10^-4 0,0006918309709 3,16
1 7 5.8884x10^-4 0,0005888436554 3,23
1 8 4.4668x10^-4 0,0004466835922 3,35
1 9 1.7378x10^-4 0,0001737800829 3,76
1 10 1.0233x10^-4 0,0001023292992 3,99
1 11 6.9183x10^-5 0,0000691830971 4,16
0,5 11,5 4.8978x10^-5 0,0000489778819 4,31
0,2 11,7 3.0902x10^-5 0,0000309029543 4,51
0,2 11,9 1.8621x10^-5 0,0000186208714 4,73
0,1 12 9.1201x10^-6 0,0000091201084 5,04
0,1 12,1 1.4125x10^-6 0,0000014125375 5,85
0,1 12,2 3.7154x10^-9 0,0000000037154 8,43
0,1 12,3 1.1482x10^-9 0,0000000011482 8,94
0,1 12,4 8.9125x10^-10 0,0000000008913 9,05
0,1 12,5 6.0256x10^-10 0,0000000006026 9,22
0,1 12,6 4.4668x10^-10 0,0000000004467 9,35
0,1 12,7 3.3113x10^-10 0,0000000003311 9,48
0,1 12,8 2.5119x10^-10 0,0000000002512 9,6
0,1 12,9 1.8621x10^-10 0,0000000001862 9,73
0,2 13,1 1.4454x10^-10 0,0000000001445 9,84
0,2 13,3 1.4482x10^-10 0,0000000001148 9,94
0,5 13,8 4.8978x10^-11 0,0000000000490 10,31
1 14,8 3.0902x10^-11 0,0000000000309 10,51
1 15,8 2.3442x10^-11 0,0000000000234 10,63
Diketahui :
N Asam Oksalat : 5 mL
V NaOH Titrasi I : 19 mL
Ditanya :
Jawab :
V1 X N1 = V 2 X N2
Titasi I : V1 X N1 = V 2 X N2
: 5 mL X 0,1 N = 19 mL X N2
5 mL X 0,1 N
: = N2
19 mL
: 0,026 N = N2
Titrasi II : V1 X N1 = V 2 X N2
: 5 mL X 0,1 N = 20,7 mL X N2
5 mL X 0,1 N
: = N2
20,7 mL
: 0,024 N =N
Titrasi III : V1 X N1 = V 2 X N2
: 5 mL X 0,1 N = 20,4 mL x N2
5 mL X 0,1 N
: = N2
20,4 mL
: 0,025 N = N2
0,026+0,024+ 0,025
Normalitas Rata-Rata NaOH =
3
= 0,025 N
Standar Deviasi
Titras N rata-rata
N NaOH
i (x) (y) x-y (x-y)2
1 0.026 0.025 0.001 0.000001
2 0.024 0.025 -0.001 0.000001
3 0.025 0.025 0 0
jumlah (x-y)2 0.000002
2
= Σ (x− y)
SD
√n−1
0,000002
=
√ 2
= 0,001
Normalitas NaOH = N NaOH rata-rata ± standar deviasi
Normalitas NaOH = 0,025 ± 0,001 N
B. Kurva Hubungan Ph – Volume Pentiter
Volume Ph
Pentiter (mL)
0 2,85
2 2,98
2 3,06
2 3,16
1 3,23
1 3,35
1 3,76
1 3,99
1 4,16
0,5 4,31
0,2 4,51
0,2 4,73
0,1 5,04
0,1 5,85
0,1 8,43
0,1 8,94
0,1 9,05
0,1 9,22
0,1 9,35
0,1 9,48
0,1 9,6
0,1 9,73
0,2 9,84
0,2 9,94
0,5 10,31
1 10,51
1 10,63
12
10
8
6
4
2
0
00,000,000,000,000 00,000,000,000,000 00,000,000,000,000 00,000,000,000,000
[H+]
Diketahui :
V1 HCl = 10 mL
N1 HCl = 0,1 N
V2 HCl = 11,2 mL
Ditanya :
Jawab :
V1 x N1 = V2 x N2
10 mL x 0,1 N = 11,2 mL x N2
10 mL x 0,1 N
= N2
11,2 mL
0,09 N = N2
= 32,85 mg
Massa HCl
Kadar HCl (mg/ml) = Volume HCl
32,85 mg
=
10 ml
32,850 g
=
100 ml
= 0,3285 % b/v
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengukuran kadar sampel, yaitu
HCl. Kadar sampel ditentukan melalui metode titrasi asam basa.
Penentuan titik akhir titrasi pada praktikum ini adalah dengan metode
potensiometri.
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu membuat kurva
hubungan ph-volum pentiter, menentukan titik akhir titrasi, dan
menghitung kadar zat. Praktikum kali ini menggunakan metode
potensiometri dimana potensiometri adalah cabang ilmu kimia
elektroanalisis yang mempelajari pengukuran perubahan potensial dari
elektroda untuk mengetahui konsentrasi dari suatu larutan. Prinsip
potensiometri didasarkan pada pengukuran potensial listrik antara
elektrode pengukur (elektroda indikator) dan elektroda pembanding
yang dicelupkan pada larutan. Titrasi potensiometri melibatkan
pengukuran perbedaan potensial antara elektrode indikator dan elektrode
pembanding selama titrasi. Selisih potensial tersebut diukur dengan
potensiometer atau pH-meter. Hal ini karena nilai pH berbanding
langsung dengan potensial suatu larutan.
Dalam titrasi terdapat dua komponen utama yaitu titrat dan titran.
Titrat merupakan larutan yang mengandung senyawa yang akan
dianalisis secara kuantitatif. Titran merupakan larutan baku yang
diteteskan pada titrat dengan teliti untuk menganalisis senyawa pada
titrat. Semua perhitungan dalam titrasi didasarkan pada konsentrasi
titran sehingga konsentrasi titran harus diketahui secara tepat. Titran
dalam proses titrasi disebut juga sebagai larutan baku. (Wiryawan, dkk,
2008)
Pada praktikum ini dilakukan titrasi asam basa menggunakan larutan
NaOH dimana larutan ini harus dibakukan terlebih dahulu atau
distandarisasi dengan larutan baku primer. Dalam menstandarisasi
larutan NaOH adapun yang perlu diperhatikan yaitu NaOH memiliki
sifat higroskopis, lembab dan bila dibiarkan diudara akan akan cepat
menyerap karbondioksida. (DepkesRI, 1995)
Sifat higroskopis dari NaOH menyebabkan kadar NaOH berubah
selama penyimpanan maupun saat penimbangan. Hal inilah yang
menyebabkan NaOH tidak dapat digunakan secara langsung dan harus
melalui proses standarisasi. Standarisasi merupakan proses dimana
larutan baku sekunder (Larutan NaOH) dibakukan dengan larutan baku
primer untuk diketahui konsentrasinya. Dalam standarisasi larutan
NaOH larutan baku yang digunakan yaitu Asam Oksalat. Asam oksalat
dipilih karena ia merupakan larutan baku primer dimana larutan tersebut
dapat langsung ditentukan konsentrasinya melalui penimbangan serta
mudah didapat dalam keadaan murni atau mudah dimurnikan, bersifat
stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO2, cahaya dan uap air.
(DepkesRI, 1979)
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini yaitu PP (Phenolphtalein).
Karena asam oksalat merupakan asam lemah sedangkan NaOH
merupakan basa kuat dimana pH yang akan mungkin tercapai saat titik
ekuivalen berada diatas 7. PP memiliki trayek pH antara 8,5-10 dengan
transisi warna dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda stabil
saat mencapai titik akhir titrasi. Perubahan warna pada Phenolphtalein
terjadi karena saat peningkatan Ph akan terjadi proses penataan ulang
pada struktur fenolftalein dimana terjadi perpindahan proton dari
struktur fenol membentuk quinoid. (Nuryanti, dkk , 2010)
Pada standarisasi NaOH, Larutan NaOH sebagai titran (Didalam buret)
sedangkan asam oksalat sebagai titrat (Erlenmeyer). Pada tahap awal
dipipet asam oksalat sebanyak 5 mL kemudian dimasukkan kedalam
Erlenmeyer lalu tambahkan indicator Phenolphtalein (PP) sebanyak 3
tetes lalu titrasi dengan NaOH sampai larutan berubah warna menjadi
merah muda stabil. Proses titrasi dilakukan sebanyak tiga kali yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat atau presisi hasil
yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan literatur yang ada, yakni menurut
ICH. Presisi harus dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda (Gandjar,
2007). Titrasi I dapat dikatakan sebagai control, titrasi II sebagai
pembanding dan titrasi III sebagai pengoreksi. Pada titrasi I volume
NaOH yang didapat adalah 19 mL, pada titrasi II sebanyak 20,7 mL,
pada titrasi III sebanyak 20,4 ml. Normalitas rata-rata NaOH yang
diperoleh adalah 0,025 N dengan standar deviasi yaitu 0,001 N Adapun
reaksi yang terjadi pada standarisasi NaOH dengan menggunakan asam
oksalat yaitu
VIII. PENUTUP
VIII.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan diatas,
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada praktikum kali ini dilakukan titrasi asam basa
menggunakan larutan NaOH yang harus dibakukan terlebih
dahulu. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini yaitu PP
(Phenolphtalein). Karena asam oksalat merupakan asam lemah
sedangkan NaOH merupakan basa kuat dimana pH yang akan
mungkin tercapai saat titik ekuivalen berada diatas 7. PP
memiliki trayek pH 8,5-10 dengan transisi warna dari tidak
berwarna menjadi berwarna merah muda stabil saat mencapai
titik akhir titrasi.
2. Proses titrasi dilakukan sebanyak tiga kali yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat atau presisi hasil yang
diperoleh. Titrasi I dapat dikatakan sebagai control, titrasi II
sebagai pembanding dan titrasi III sebagai pengoreksi. Pada
titrasi I volume NaOH yang didapat yaitu 19 mL, pada titrasi II
sebanyak 20,7 mL, pada titrasi III sebanyak 20,4 mL.
Normalitas rata-rata NaOH yang diperoleh 0,025 N dengan
standar deviasi yaitu 0,001 N.
3. Adapun penetapan kadar larutan HCl dilakukan dengan titrasi
asam basa metode potensiometri. Karena pada percobaan ini
yang ditetapkan adalah pH yang memiliki berhubungan dengan
konsentrasi ion H+, maka digunakan electrode indicator yang
potensialnya bergantung pada konsentrasi ion H+, yaitu
elektrode gelas. Untuk menentukan pH pada praktikum kali ini
maka digunakan pH meter.
4. Berdasarkan kurva hubungan volume pentiter dan pH
menunjukkan adanya perubahan atau terjadi peningkatan.
Dimana peningkatan pH menandakan bahwa titik ekuivalen
dalam titrasi potensiometri telah terjadi, yang dibuktikan
dengan terjadinya lonjakan potensial atau pH terhadap
penambhan volume pentiter. Pada kurva terlihat saat volume
pentiter ditambahkan sebanyak 12,1 ml kemudian menjadi 12,2
ml terjadi lonjakan yang tinggi dimana saat volume pentiter 12
mL nilai pH yaitu 5,85 kemudian setelah volume ditambahkan
menjadi 12,2 mL nilai pH yaitu 8,43. Lonjakan pH ini terjadi
karena disebabkan terjadinya titik akhir titrasi dimana ion
hidrogen (H+) dari HCl telah habis bereaksi dengan ion
hydronium (OH-) dari NaOH.
5. Berdasarkan hasil praktikum titik akhir titrasi pada percobaan
ini yaitu saat volume pentiter 12,1 mL. Hal ini berarti bahwa
volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan larutan
sampel (HCl) tersebut adalah 12,1 mL. Adapun hasil normalitas
larutan HCl yang diperoleh sebesar 0,09 N dan kadarnya
sebesar 0,3285%.
VIII.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan maupun
kesimpulan yang dapat disimpulkan dari pemaparan pembahasan
diatas, maka dari itu kami sebagai penulis dapat memberikan saran
yang diharapkan agar mahasiswa mampu mengerti dan memahami
kembali mengenai materi potensiometri (pengukuran pH) dalam
bidang farmasi sehingga dapat menambah pengetahuan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J. dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Bow, Y., Khoirul., and Hajar, I. 2014. The Application of Potentiometric Methods
in Determination Total Organic Carbon Content of Soil. International
Journalon Advanced Science Engineering Information Technology, 4(4): 45-
48.
Day, R.A dan Underwood A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Ke-6.
Jakarta: Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V. Jakarta: Departemen
Keschatan Republik Indonesia.
Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Muldel. M. 1996. Basic Prinsiple Of Membrane Technologiy. Kluer Academic
University.
Nuryanti, Siti., dkk. 2010. Indikator Titrasi Asam Basa Dari Ekstrak Bunga Sepatu
(Hibiscus Rosa Sinensis L) . Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Oxtoby, D. W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Edisi Ke-4. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Roth, H. J. dan G. Blaschke. 1994. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Watson, D. G. 2007. Analisis Farmasi: BA Untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi, Edisi Ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Susanti, Pitri, dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Bukit Jimbaran :
Jurusan Farmasi F MIPA UNUD.
Wiryawan A. 2008. Kimia Analitik. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan