Anda di halaman 1dari 8

JURNAL PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

PRAKTIKUM III : FARMAKOKINETIKA OBAT PADA FENOMENA


INHIBISI ENZIM

Kadek Santi Dwi Paramita

Kelompok II

171200207

A2C FARMASI KLINIS

Hari, tanggal praktikum : Kamis, 18 April 2019

Dosen Pengampu : I Gusti Ngurah Jemmy Anton Prasetia

,S.Farm.,M.Si.,Apt

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN

MEDIKA PERSADA BALI

DENPASAR

2019
PRAKTIKUM III

FARMAKOKINETIKA OBAT PADA FENOMENA INHIBISI ENZIM

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui prinsip farmakokinetika obat pada fenomena inhibisi
enzim.
2. Mengetahui cara simulasi data klinis farmakokinetika obat pada
fenomena inhibisi enzim.
3. Mampu memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika
obat pada fenomena inhibisi enzim.
II. DASAR TEORI
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara sifat
fisiko kimia obat, bentuk sediaan yang mana obat diberikan, dan rute
pemakaian terhadap laju dan jumlah absorpsi obat sistemik. Biofarmasetika
juga mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas obat dalam
produk obat, pelepasan obat dari produk obat, laju disolusi atau pelepasan
obat pada site absorpsi, dan absorpsi sistemik obat (Shargel, dkk 2005).
Farmakokinetika merupakan suatu rangkaian proses mulai dari
absorpsi, distribusi dan eliminasi (metabolisme dan eksresi) obat. Absorpsi
merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke dalam
sirkulasi sistemik (sirkulasi darah). Setelah obat diabsorpsi dan masuk di
sistem sirkulasi darah, maka obat akan terdistribusi ke berbagai ruang tubuh.
Faktor yang berpengaruh terhadap distribusi obat adalah ikatan dengan
protein plasma, aliran darah, perpindahan lewat membran dan kelarutan di
dalam jaringan. Apabila obat terikat kuat dengan protein plasma, obat bisa
tetap berada dalam ruang vaskuler sampai di eksresi sehingga tidak
menimbulkan efek farmakologi, sedangkan obat yang tidak berikatan
dengan protein plasma atau dalam bentuk bebas maka obat akan dapat
menembus membran biologis dan memberi efek farmakologis pada site
effect. Metabolisme merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim yang bertujuan untuk
mengakhiri efek farmakologik atau efek toksik suatu obat, dengan
mengubah obat yang bersifat lipofilik menjadi hidrofilik, dari non-polar
menjadi polar sehingga lebih mudah diekskresi. Proses metabolisme terjadi
di hepar dan intestinal dengan bantuan enzim-enzim metabolisme (seperti
sitokrom P450). Pengeluaran obat melalui organ ekskresi dapat dalam
bentuk metabolit atau dalam bentuk asalnya. Obat yang larut dalam air
(hidrofilik) lebih cepat diekskresi dibanding dengan obat yang larut dalam
lemak (lipofilik) (Sargel, 2012).
Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu inhibisi enzim,
dimana inhibisi enzim merupakan suatu proses penonaktifan enzim oleh
oleh suatu molekul yang disebut dengan inhibitor seperti yang
diilustrasiukan pada gambar berikut:
(Stockley, 2008)

Gambar 1. Inhibisi Enzim


Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat,
sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim,
yang mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk
berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai
3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur
metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh
isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi
enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum
tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis
(Stockley, 2008)
Berdasarkan proses terjadinya, inhibisi dapat dibagi menjadi 4
proses utama, yaitu:
1. Inhibisi Kompetitif
Pada inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat
berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor
kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat
asli enzim (Stockley, 2008)
2. Inhibisi Tidak Kompetitif (Uncompetitive)
Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat
berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan
komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian
menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun
dapat terjadi pada enzim-enzim multimeric (Stockley, 2008).
3. Inhibisi Non-Kompetitif
Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada
saat yang sama substrat berikatan dengan enzim (Stockley,
2008).
4. Inhibisi campuran
Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-
kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas
enzimatik residual (Stockley, 2008).
Secara sederhana keempat jenis inhibisi tersebut dapat dirangkum
dalam skema sederhana seperti berikut :
Gambar 2. Jenis – Jenis Inhibisi Enzim

Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat


transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang
menjadi substrat enzim yang bersangkutan. (Mardjono, 2007). Induksi
enzim metabolism pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa kerja
obat. Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah atau
aktivitas enzim metabolisme dan bukan karena permeablelitas mikrosom
atau adanya reaksi penghambatan. Peningkatan aktivitas enzim
metabolisme obat-obat tertentuatau proses induksi enzim mempercepat
proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma
sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih
singkat. Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena
dapat meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif (Setiawati, 2005).
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh
atau metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainya. Parameter
farmakokinetik suatu obat ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran
dan mempelajari suatu kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi didalam
tubuh.
Parameter farmakokinetik yang digunakan pada praktikum kali ini
diantaranya adalah AUC (area under curve), Vd (volume distribusi), F
(fraksi obat terabsorbsi atau bioavailabilitas), C (clearance), t-max (waktu
maksimal) dan Cp max (konsentrasi plasma maksimum) (Shargel, 1988).
1. AUC (area under curve)
Nilai AUC (Area Under Curva) dapat dihitung pada
berbagai periode pengamatan, sesuai kebutuhan. nilai ini
menggambarkan derajad absorpsi, yakni berapa banyak obat
diabsorpsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Bila intensitas
efek obat sangat erat kaitannya dengan kadar, secara tidak
langsung nilai ini juga akan menggambarkan durasi dan
intensitas efek obat (Shargel, 2005).
2. Volume Distribusi
Volume distribusi merupakan suatu parameter yang
berguna yangmengaitkan konsentrasi plasma dengan jumlah
obat dalam tubuh. Dalamkinetika kompartemen ganda kita
dapat menganggap secara matematik volume hipotesa,
seperti dari kompartemen sentral dan volume perifer
atauvolume kompartemen jaringan (Shargel, 2005).
3. Clearance (Cl)
Klirens merupakan parameter eliminasi, diartikan
sebagai pembersihan obat dari volume darah (plasma atau
serum) persatuan waktu. Nilai VD dan Cl saling tidak
bergantung, karena VD merupakan parameter distribusi
obat, sedangkan Cl merupakan parameter eliminasi.
Adakalanya Cl dan VD dapat berubah searah dan
berlawanan dengan besaran yang tidak sama. Artinya benar-
benar terjadi perubahan eliminasi obat. Laju pembersihan
obat bergantung pada konsentrasi obat pada semua waktu
(Aiache, 1993).
4. Waktu Paruh Eliminasi (T ½)
T ½ adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat
di dalam darah berkurang menjadi setengahnya (50%) dari
kadar semula, Nilai waktu paruh eliminasi dipengaruhi oleh
perubahan volume distribusi dan klirens obat di dalam tubuh
(Shargel, 1988).
5. Waktu mencapai kadar puncak (tmax)
Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam
sirkulasi sistemik mencapai puncak. Hambatan pada proses
absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari
mundurnya/memanjangnya tmax.(Shargel, 1988).
6. Kadar puncak (Cmax)
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur
dalam darah, serum, plasma. Cmax ini umumnya juga
digunakan sebagai tolak ukur, apakah dosis yang diberikan
cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis
dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi
kadar toksik minimal (Tjay dan Rahardja, 2002)

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 ALAT
1. Kalkulator scientific
2. Laptop
3. Kertas semilogaritmik
4. Alat tulis
5. Penggaris
3.2 BAHAN
1. Text book
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M., 1993, Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi ke-2, Surabaya: Penerbit


Airlangga University Press.

Mardjono , Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Universitas Indonesia


press.

Setiawati, A., 2005, Farmakokinetik Klinik Farmakologi dan Terapi Edisi 4.


Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction. Edisi kedelapan. Great Britain:
Pharmaceutical Press. Halaman 1-9.

Shargel, L. dan Andrew, A, 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.


Surabaya : Airlangga University Press.
Shargel, L. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Universitas
Airlangga: Surabaya.

Shargel, L. dan Yu., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,


Surabaya: Airlangga Univeersity Press.
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan.
Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai