Anda di halaman 1dari 12

JURNAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN NON STERIL

(SUPPOSITORIA)

Oleh:

I Made Sri Astika

171200128

Farmasi Klinis A2A

Dosen Pengampu :

I Gusti Ngurah Agung Windra Wartana Putra S.Farm., M.Sc., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN

MEDIKA PERSADA BALI

DENPASAR

2019
PRAKTIKUM II

SUPPOSITORIA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasikan sediaan
suppositoria dan evaluasi kontrol kualitasnya seperti uji kekerasan, uji waktu larut
dan uji disolusinya.

II. DASAR TEORI


Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan padat dalam
berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umu
mnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. (FI ed IV, 1995).

Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya


berbentuk seperti torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh.
Bahan dasar harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh sebagai
contoh bahan dasar digunakan lemak coklat, polietilenglikol berbobot molekul
tinggi, lemak atau bahan lain yang cocok. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik,
di tempat sejuk. (Depkes RI, 1979)

Macam-macam Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya : (FI ed IV,


1995).
1. Rektal Suppositoria sering disebut Suppositoria saja, bentuk peluru
digunakan lewat rektal atau anus, beratnya menurut FI.ed.IV kurang lebih
2 g. Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keuntungan, yaitu bila
bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, maka Suppositoria
akan tertarik masuk dengan sendirinya.
2. Vaginal Suppositoria (Ovula), bentuk bola lonjong seperti kerucut,
digunakan lewat vagina, berat umumnya 5 g. Supositoria kempa atau
Supositoria sisipan adalah Supositoria vaginal yang dibuat dengan cara
mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara
pengkapsulan dalam gelatin lunak. Menurut FI.ed.IV, Suppositoria vaginal
dengan bahan dasar yang dapat larut / bercampur dalam air seperti PEG atau
gelatin tergliserinasi berbobot 5 g.
3. Urethral Suppositoria (bacilla, bougies) digunakan lewat urethra, bentuk
batang panjang antara 7 cm - 14 cm.

Tujuan penggunaan sediaan bentuk suppositoria : (Anief, 2000)


1. Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik dalam rektum maupun
vagina atauurethra, seperti penyakit haemorroid / wasir / ambein dan infeksi
lainnya.
2. Juga secara rektal digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap
olehmembran mukosa dalam rektum.
3. Apabila penggunaan obat peroral tidak memungkinkan, seperti pasien
mudah muntah,tidak sadar.
4. Aksi kerja awal akan diperoleh secara cepat, karena obat diabsorpsi melalui
mukosarektal langsung masuk ke dalam sirkulasi darah.
5. Agar terhindar dari pengrusakan obat oleh enzym di dalam saluran
gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hepar

Keuntungan dan Kerugian dari sediaan bentuk suppositoria (Anief, 2000)


Keuntungan :
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam
lambung.
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat
berefek lebihcepat daripada penggunaan obat peroral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

Kerugian :
1. Daerah absorpsinya lebih kecil
2. Absorpsi hanya melalui difusi pasif
3. Pemakaian kurang praktis
4. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di rektum
Metode Pembuatan Suppositoria (Lachman, 2008).
1. Dengan tangan :
- Hanya dengan bahan dasar Ol.Cacao yang dapat dikerjakan atau dibuat
dengan tangan untuk skala kecil dan bila bahan obatnya tidak tahan
terhadap pemanasan
- Metode ini kurang cocok untuk iklim panas.
2. Dengan mencetak hasil leburan :
- Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair bagi yang
memakai bahan dasar Gliserin-gelatin, tetapi untuk Ol.Cacao dan PEG
tidak dibasahi karena mengkerut pada proses pendinginan, akan terlepas
dari cetakan.
3. Dengan kompresi.
- Metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan Suppositoria
dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500 -
6000 Suppositoria / jam.

Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut :

 Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh
atau dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum.
 Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.
 Bila bahan obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk
halus.
 Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan
ke dalam cetakan Suppositoria kemudian didinginkan.
 Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain,
ada juga yang dibuat dari plastik Cetakan ini mudah dibuka secara
longitudinal untuk mengeluarkan Suppositoria.
 Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.
 Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, maka
pembuatan Suppositoria harus dibuat berlebih (10 %) dan cetakannya
sebelum digunakan harus dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau
minyak lemak atau spiritus saponatus (Soft Soap liniment), tetapi spiritus
saponatus ini, jangan digunakan untuk Suppositoria yang mengandung
garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti
digunakan Ol. Recini dalam etanol. Khusus Suppositoria dengan bahan
dasar PEG dan Tween tidak perlu bahan pelicin cetakan karena pada
pendinginan mudah lepas dari cetakannya yang disebabkan bahan dasar
tersebut dapat mengkerut.

Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang


dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat
dalam suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh
sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya, segera setelah
pemakaian. Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria yang umum
digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG)
dengan berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol. Basis supp
ositoria yangdigunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik (FI ed
IV, 1995).

Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah : (FI ed IV, 1995).

1. Asal dan komposisi kimia

2. Jarak lebur/leleh

3. Solid-Fat Index (SFI)

4. Bilangan hidroksil

5. Titik pemadatan

6. Bilangan penyabunan (saponifikasi)

7. Bilangan iodidah)

8. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)

9. Bilangan asam
Syarat basis yang ideal antara lain :

1. melebur pada temperatur rektal

2. tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi

3. dapat bercampur (kompatibel) dengan berbagai obat

4. tidak berbentuk metastabil

5. mudah dilepas dari cetakan

6. memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi

7. bilangan airnya tinggi

8. stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan

9. dapat dibentuk dengan tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi

Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut :

1. Bilangan asam < 0,2

2. Bilangan penyabunan 200 – 245

3. Bilangan iodine

Uji kualitas :

1. Uji sikap lebur/kisaran leleh


Waktu lebur dapat diperoleh melalui metode yang amat sederhana
yaitu meletakkan sebuah suppositoria dalam sebuah pingan terkristalisasi
terisis dengan air bersuhu 370 C dalam suatu penangas air. Waktu yang
diperlukan suppositoria untuk melebur disebut waktu lebur.
2. Uji keseragamanbobot
Ditimbang 20 suppositoria dan dihitung rata-rata
dari suppositoria, kemudian dihitung persen penyimpangan.

% Penyimpangan = bobot tiap suppo – bobot rata-rata suppo x 100%


bobot rata-rata suppo
Syarat : tidak satupun suppositoria yang bobotnya menyimpang lebih dari
5% dari bobot rata-ratanya dan tidak lebih dari 2 suppositoria yang
menyimpang tidak lebih dari 7,5% dari bobot rata-ratanya.
3. Uji keseragaman bentuk
Suppositoria dipotong memanjang dan diamati secara visual bagian
luar dan dalam dari masing-masing suppositoria dan harus tampak
homogen.
4. Uji waktu lunak
Dimasukkan suppositoria kedalam pipa U yang dicelupkan pada
penangas air dengan suhu 370 C, kemudian dimasukkan batang
pengaduk dan waktu sampai batang pengaduk menembus suppositoria
disebut waktu lunak.
5. Uji kehancuran
Alat yang digunakan terdiri dari ruang berdinding rangkap dimana
suppositoria yang diuji ditempatkan, dirancang untuk mengukur
kerapuhan suppositoria
6. Uji disolusi
Digunakan untuk menahan sampel ditempatnya dengan kapas,
kawat, dan manik-manik gelas.(Voight, 1994; Lachman, 2008).
III. ALAT DAN BAHAN

ALAT ;

1. Alat penentu kekerasan suppositoria

2. Alat penentu waktu leleh (erweka)

3. Labu takar 1000 ml

4. Termometer

5. Stopwatch

6. Tabung reaksi

7. Pipet volum 1 ml

8. Pipet tetes

9. Beaker glass

BAHAN :

1. Aminofilin : 250 mg

2. Oleum cacao : qs

3. Cera alba : 5%

4. Sediaan suppositoria jadi

IV. PEMERIAN BAHAN

1. Aminofilin (FI ed IV hal 90)


a. Pemerian : butir atau serbuk putih atau agak kekuningan, bau ammonia
lemah, rasa pahit. Jika dibiarkan di udara terbuka, perlahan-lahan
kehilangan etilenadiamina dan menyerap karbondioksida dengan
melepaskan teofilin. Larutan bersifat basa terhadap kertas lakmus.
b. Kelarutan : tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan 1 g dalam 25
air menghasilkan larutan jernih, larutan 1 g dalam 5 ml air menghablur
jika didiamkan dan larut kembali jika ditambahs edikit etilenadiamina.
c. Khasiat : obatasma
2. Oleum cacao (FI III hal 453)
a. Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatic, rasa khas
lemak agak rapuh.
b. Kelarutan : sukar larut dalam etanol (95 %) P, mudah larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P.
c. Suhu lebur : 310° – 340° C.
d. Khasiat : Zat tambahan
3. Cera alba (FI ed V hal 809)
a. Pemerian : padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam
keadaan lapisan tipi, bau khas lemah dan bebas bau tengik. Bobot jenis
lebih kurang 0,95
b. Kelarutan : ridak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin,
etanol mendidih melarutkan asam serotat dan bagian dari mirisin, yang
merupakan kandungan malam putih, larut sempurna dalam kloroform,
dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri. Sebagian larut dalam
benzen dingin dan dalam karbon disulfida dingin. Pada suhu lebih kurang
30°C larut sempurna dalam benzen, dan dalam karbon disulfida.
c. Suhu lebur : 62°-65° C
d. Khasiat : Zat tambahan
V. SKEMA KERJA

Siapkan alat dan bahan

Hitunglah bahan yang diperlukan untuk membuat 8 suppositoria

Timbang semua bahan-bahan yang digunakan

Lelehkan oleum cacao dan cera alba

Setelah semua basis melebur tambahkan zat aktif

Aduk sampai basis dan zat aktif tercampur homogen

Masukkan kedalam cetakan suppositoria

Dinginkan didalam almari pendingin

Kemas suppositoria yang telah jadi dengan menggunakan


aluminium foil

Bandingkan suppositoria yang dibuat dengan yang ada dipasaran


VI. PERHITUNGAN BAHAN
1. Aminofilin : 250𝑚𝑔 × 8 = 2000𝑚𝑔
5
2. Cera alba : 100 × 3000𝑚𝑔 = 150𝑚g

Untuk 8 supp :150𝑚𝑔 × 8 = 1200𝑚𝑔


3. Oleum cacao : 3000𝑚𝑔(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 1 𝑠𝑢𝑝𝑝) − 250𝑚𝑔(𝑎𝑚𝑖𝑛𝑜𝑓𝑖𝑙𝑖𝑛) −
150𝑚𝑔 (𝑐𝑒𝑟𝑎 𝑎𝑙𝑏𝑎) = 2600𝑚𝑔
Untuk 8 supp 2600𝑚𝑔 × 8 = 20800𝑚𝑔

VII. DATA PENGAMATAN


DAFTAR PUSTAKA

Anief, M, 2000, Farmasetika, 2000, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih Bahasa Ibrahim, F.
Jakarta : UI Press.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia

Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri Farmasi
Edisi III, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soedani, N.,
Edisi V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.

Anda mungkin juga menyukai