Oleh :
Kelompok IV
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Agar mahasiswa mengetahui formulasi dan cara pembuatan krim beserta cara uji
kualitasnya.
Adapun formula utama dalam pembuatan krim yaitu fase minyak dan fase
air. Fase minyak berupa bahan obat terlarut dalam minyak dan umumnya bersifat
asam, misalnya adeps lanae, parafin cair maupun padat, asam stearat, minyak
lemak, vaselin, cera, cetaceum, setil maupun stearil alkohol, dan sebagainya.
Sedangkan fase air berupa bahan obat terlarut dalam air dan umumnya bersifat
basa, misalnya Na tetraborat, NaOH, TEA, Na2CO3, KOH, Gliserin, PEG,
Propilenglikol, Na lauril sulfat, Tween, Span. Selain itu terdapat bahan-bahan
penyusun krim antara lain (Lachman dan Lieberman, 1994)
a. Zat khasiat.
Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkasiat dapat menentukan
cara pembuatan dan tipe krim yang akan dibuat, apakah tipe krim
minyak di dalam air atau tipe krim air di dalam minyak. Obat yang
sering diformulasi dalam krim adalah antibiotik, fungisida,
antiinflamasi, antihistamin, antiseptik, analgetik, adstringen dan
keratolitik.
b. Minyak.
Yaitu bahan yang larut dalam minyak dan bersifat asam. Contohnya
adalah asam stearat, adeps lanae, paraffin liquidum, paraffin solidum,
minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol
dan sebagainya.
c. Air.
Yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa. Contohnya adalah
Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH, KOH,
Na CO , Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na
lauril sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/ Tween, Span)
d. Pengemulsi/emulgator.
Berfungsi untuk menstabilkan emulsi krim,umumnya berupa surfaktan
anion, kation atau nonion.pemilihan surfaktan didasarkan atas jenis
dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe minyak – air
digunakan zat pengemulsi sepertitrietanolaminil stearat dan golongan
sorbitan, polisorbat, poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe air-
minyak digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil
alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida.
Bahan tambahan yang digunakan untuk sediaan semi krim adalah
(Lachman dan Lieberman, 1994):
a. Zat untuk memperbaiki konsistensi.
Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang
maksimal, selain itu juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang
“estetis” dan “acceptable”. Konsistensi yang disukai umumnya adalah
sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan bekas, tidak terlalu melekat
dan berlemak. Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube.
Perbaikan konsistensi dapat dilakukan dengan mengatur komponen
sediaan emulsi diperhatikan ratio perbandingan fasa. Untuk krim adalah
jumlah konsentrat campuran zat pengemulsi.
b. Zat pengawet.
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan
dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah
terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Karena pada sediaan krim
mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah ditumbuhi
bakteri dan jamur. Oleh karena itu perlu penambahan zat yang dapat
mencegah pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Zat pengawet yang
digunakan umumnya metil paraben 0.12 % sampai 0,18 % atau propil
paraben 0,02% - 0,05 %.
c. Pendapar.
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga
stabilitas sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan
pendapar harus diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya
yang terdapat dalam sediaan, terutama pH efektif untuk pengawet.
Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan kimia zat aktif atau
zat tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh
pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada proses produksi atau
wadah (tube) seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia
dari bahan sediaan.
d. Pelembab.
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan
untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan
jaringan menjadi lunak, mengembang dan tidak berkeriput sehingga
penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat tambahan ini adalah: gliserol,
PEG, sorbitol.
e. Pengompleks (sequestering).
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat
membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapatdalam
sediaan, timbul pada proses pembuatan atau pada penyimpanan karena
wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA, dsb.
f. Anti Oksidan.
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat
oksidasi oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi,
antioksidan terbagi atas : 1. Anti oksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya:
mencegah oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas dan
mencegah reaksi cincin. Contohnya tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT. 2.
Anti oksidan sebagai agen produksi. Zat-zat ini mempunyai potensial
reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat
yang lain kadang – kadang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal
bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit. 3. Anti oksidan sinergis.
Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks dengan logam, karena
adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh:
sitrat, tartrat, EDTA.
g. Peningkat Penetrasi.
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang
terpenetrasi agar dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat
dermal (kulit)
Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka
krim harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban
yang ada dalam kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh
produk menjadi lunak dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi
adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. Terdistribusi
merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada
penggunaan (Anief, 1994).
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan bersamasama di penangas air pada suhu 70-75°C,
sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam
air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan
berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair
dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5- 10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahanlahan
didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental.
Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilinakan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair (Munson, 1991).
Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube,
botol yang digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah dari gelas
buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka
terhadap cahaya. (Ansel, 1989).
Tube bias saja terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi
tambahan kemasan bila krim akan digunakan untuk penggunaan khusus. Tube
dari krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan dapat dilipat yang dapat
menampung (sekitar 8.5 g krim). Tube krim untuk pemakaian topikal lebih sering
dari ukuran 5 sampai 15 gram (Ansel, 1989).
V. UJI KUALITAS
1. Uji Organoleptis
Yang di uji yaitu warna sediaan, bau, dan teksturnya. Prinsip dari uji
organoleptis yaitu diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar
krim dalam hal ini dibandingkan dengan produk yang ada di pasaran,
V. HASIL PENGAMATAN
Uji Organoleptis
A.Sediaan Krim Praktikum
Bau : Berbau lemah
Warna : Putih
Tekstur: Kental
B.Sediaan viva krim
Bau : Berbau khas wangi
Warna : Putih susu
Tekstur : Lembut tidak cair
Kontaminasi : Tidak DItentukan benda asing
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi sediaan non steril kali ini dilakukan pembuatan
sedian krim yang bertujuan untuk mengetahui formulasi dan cara pembuatan krim
beserta cara uji kualitasnya. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa
emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%). (Syamsuni,
2007)
Pada praktikum kali ini, praktikan akan membuat satu buah sediaan
farmasi dalam bentuk krim untuk di uji dengan sedian krim viva yang dapat dibeli
bebas di pasaran. Salah satu polimer yang digunakan sebagai basis dalam sediaan
krim adalah TEA dan asam stearate selain asam stearate dapat berfungsi
emulgator dalam pembuatan krim, Jika direaksikan dengan basa (KOH) atau
trietanolamin (TEA) ini bisa digunakan umtuk menetralkan krim
Dalam praktikum kali ini, pembuatan basis krim dilakukan dengan cara
melebur terlebih dahulu bahan yang padat seperti asam stearate, niapagin, dan
nipasol di dalam cawan porselen diatas penagas air atau kompor, peleburan
dilakukan agar lebih mudah terjadi campuran yang homogen yang selanjunya
disebut fase minyak, kemudian fase cair yaitu aquadest, trietanolamin dan dan
gliserin dimasukan ke dalam beaker glass kemudian dipanaskan diatas kompor
dengan suhu 700 C. Setelah semua bahan dilebur lalu campurkan semua bahan
kedalam mortir kemudian gerus ad homogen
Setelah formulasi jadi kemudian dilakukan evaluasi meliputi uji
organoleptis, uji daya sebar, dan uji daya lekat. Sediaan yang dibandingkan yaitu
antara sediaan krim pabrik merk viva krim dengan sediaan krim hasil praktikum
Pada pengujian organoleptis, yang di uji yaitu warna sediaan, bau, dan
teksturnya. Prinsip dari uji organoleptis yaitu diamati apakah sediaan yang dibuat
sesuai dengan standar krim dalam hal ini dibandingkan dengan produk yang ada
di pasaran, kali ini klompok kami menggunakan vivakrim. Berdasarkan hasil
pratikum, diperoleh hasil pengamatan perbandingan uji organoleptis antara krim
yang dibuat dengan krim yang ada di pasaran yaitu
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui adanya persamaan warna antara krim
pabrik dengan krim hasil pratikum, hal ini disebabkan oleh formulasi yang
digunakan dimana dalam krim yang di buat menggunakan bahan yang memiliki
dasar warna pitih. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan
atau pemisahan vasa, timbulnya bau atau tidak, bentuk sediaan dan perubahan
warna (Rahmawati et al, 2010).
Selanjutnya dilakukan uji daya sebar. Uji ini dilakukan untuk mengetahui daya
sebar yang dapat di tempuh sediaan krim yang di buat. Selain itu uji daya sebar
juga bertujuan untuk mengetahui kelunakan masa krim sehingga dapat dilihat
kemudahan pengolesan sediaan kekulit. Permukaan penyebaran yang dihasilkan
dengan meningkatkan beban dapat menggambarkan suatu karakteristik pada krim
(Voight, 1994).
Uji daya sebar ini dilakukan dengan meletakkan 0,5 gram krim praktikan
diletakan di tengah cawan petri yang berada dalam posisi terbalik. Diletakan
cawan petri yang lain di atas krim dibiarkan selama 1 menit pertama tanpa beban
didapatkan hasil 4,2 cm. ditambahkan beban 50 gram dan didiamkan selama 1
menit dan hasil yang didapat yaitu 4,4 cm, selanjutnya ditambahkan dengan beban
500 gram dan didiamkan selama 5 menit didapatkan hasil 4,5 cm. untuk uji daya
sebar krim viva selama 1 mentit pertama tanpa beban didapatkan hasil 6,5 cm, 1
menit dengan beban 50 gram mendaptkan hasil 6,8 cm dan yang terakhir
ditambahkan dengan beban 500 gram didiamkan selama 5 menit hasil yang
didapat yaitu 8 cm. pengukuran diameter dilakukan secara manual menggunakan
penggaris, sehingga diperlukan ketelitiaan untuk memperoleh hasil yang baik.
Secara umum semakin bertambahnya beban maka diameter sebarnya akan
semakin besar. Daya sebar sediaan semisolid dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
semistiff dan semifluit (Garg, dkk, 2002). Semistiff adalah sediaan semisolid yang
memiliki viskositas tinggi dengan syarat daya sebar yang ditetap kan adalah 3-5
cm2. Sedangkan semifluit adalah sediaan semisolid yang memiliki viskositas
rendah dengan syarat daya sebar yang ditetapkan adalah 5-7 cm2.
Berdasarkan hasil pratikum dari uji daya daya sebar antara krim viva dan krim
hasil pratikum mendapatkan perbedaan diameter pada sediaan krim, hal ini
disebabkan oleh viskositas yang berbeda pada kedua sediaan dikarenakan
perbedaan bahan dalam formulasi dan perbedaan metode yang digunakan dalam
pembuatannya.
Selanjutnya dilakukan uji daya lekat yaitu dengan cara ditimbang krim 0,23 gram
diletakan diatas gelas objek yang telah ditentukan luasnya. Diletakan gelas objek
yang lain diatas krim tersebut, ditekan dengan beban 1 kilo selama 5 menit dan
dipasang gelas objek pada alat tes. Dilepas beban seberat 80 gram, untuk uji daya
lekat sediaan krim praktikan didapatkan hasil daya lekatnya 00.16,28 detik
sedangkan pada sediaan krim viva uji daya lekat yang didapat yaitu 00.23,31
detik. Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan krim
tersebut untuk melekat pada kulit. Daya lekat yang baik memungkinkan obat tidak
mudah lepas dan semakin lama melekat pada kulit, sehingga dapat menghasilkan
efek yang diinginkan. Persyaratan daya lekat yang baik untuk sediaan tropical
adalah lebih dari 4 detik (Rachmalia et al., 2016). Dan hasil dari uji daya lekat
sediaan krim viva dan krim hasil pratikum, kedua krim tersebut memenuhi
persyaratan uji daya lekat.
VII. KESIMPULAN
Ada 3 cara pengujian kualitas pada praktikum kali ini yaitu:
- Pengujian organoleptis, yang di uji yaitu warna sediaan, bau, dan
teksturnya. Prinsip dari uji organoleptis yaitu diamati apakah sediaan yang
dibuat sesuai dengan standar krim dalam hal ini dibandingkan dengan
produk yang ada di pasaran,
- uji daya sebar. Uji ini dilakukan untuk mengetahui daya sebar yang dapat di
tempuh sediaan krim yang di buat
- uji daya lekat yaitu dengan cara ditimbang krim 0,23 gram diletakan diatas
gelas objek yang telah ditentukan luasnya
VIII. SARAN
1. Sebaiknya di lakukan penimbangan yang teliti untuk meperoleh hasil kream
yang baik
2. Lebih tepat dalam penggunaan stopwatch pada pengujian kualita krim
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1994. Ilmu Meracik Obat Cetakan 6 . Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Anief, M. 1999. Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Jemmy, dkk. 2015. Formulasi Dan Teknologi Sediaan Non Steril . Jimbaran :
Universitas Udayana.
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri
Farmasi Edisi III , 1119-1120, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Rachmalia N., Mukhlishah I., Sugihartini N., Yuwono T. (2016) Daya iritasi dan
sifat fisik sediaan salep minyak atsiri bunga cengkih (Syzigium
aromaticum) pada basis hidrokarbon. Maj. Farmaseutik 12:372-376.
Rahmawati D., Sukmawati A., Indrayudha P. (2010) Formulasi krim minyak atsiri
rimpang temu giring (Curcuma heyneanaVal & Zijp): uji sifat fisik dan
daya antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Maj. Obat Trad.
15:56-63.
Rowe, R., Sheskey, P., & Quinn, M., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th, 155-156, Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association, USA.
LAMPIRAN
N GAMBAR KETERANGAN
O
1 PENGISIAN AQUADEST
SEBANYAK 700 ml
3 NIPAGIN
4 TRIETILAMINA
5 CETIL ALKOHOL
6 ASAM STEARAT
7 PROPYL PARABEN