Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN

FARMASI NON STERIL


PRAKTIKUM IV KRIM

Oleh :
Kelompok IV

Putu Negia Suci Cahyani Bhuana 19021076/A4C


Putu Rismayanti Putri 19021077/A4C
Putu Yoga Adi Suandika 19021078/A4C
Putu Yuda Putra Nanda 19021079/A4C
Putu Yudha Pramestica 19021081/A4C
Tria Mas Anggeliana 19021082/A4C

Hari/Tanggal Praktikum : Kamis, 08 April 2021


Dosen Pengampu : I Gusti Ngurah Windra Wartana Putra
S.Farm,.M.Sc.,Apt
Asisten Dosen :

PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2021
PRAKTIKUM IV
KRIM

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Agar mahasiswa mengetahui formulasi dan cara pembuatan krim beserta cara uji
kualitasnya.

II. DASAR TEORI


Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obatterlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara
tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak
dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri
dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk
pemberian obat melalui vaginal (DepKes RI, 1995). Menurut Farmakope Indonesia
Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Formularium Nasional menyatakan bahwa krim adalah sediaan setengah


padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaianluar. Secara Tradisional istilah krim digunakan
untuk sediaan setengah padat yangmempunyai konsistensi relatif cair di formulasi
sebagai emulsi air dalam minyak (a/m)atau minyak dalam air (m/a) Krim
merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yangdioleskan ke bagian kulit
badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melaluimulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk
obatluar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat
wasir,injeksi, dan lainnya (Rowe., dkk, 2009).

Istilah krim secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah


padat yangmempunyai konsistensi relative cair diformulasikan sebagai emulsi air
dalam minyak atau minyak dalam air. Krim merupakan sediaan yang digunakan
secara topical. Tujuan umum dibentuknya sediaan krim adalah untuk mendapatkan
efek emolien atau pelembut (Anief, 1999). Sifat umum sediaan semi padat terutama
krim ini adalah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu
yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim yang
digunakan sebagai obat umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit kulit seperti
jamur, infeksi ataupun sebagai anti radang yang disebabkan oleh berbagai jenis
penyakit (Anwar, 2012)

Krim merupakan sediaan semisolida yang tersusun atas emulsi minyak


dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang
dalam air yang dapat dicuci dengan air. Ada dua tipe krim, yaitu (Jemmy, dkk.,
2015): a. Tipe a/m, yaitu krim yang tersusun atas campuran air terdispersi dalam
minyak Misalnya : cold cream. Cold cream atau krim dingin merupakan sediaan
semisolida  berwarna putih dan bebas dari butiran, digunakan guna memberikan
rasa dingin dan nyaman pada kulit dan sering digunakan sebagai krim pembersih.
Krim dingin mengandung mineral minyak dalam jumlah besar.  b. Tipe m/a, yaitu
krim yang tersusun atas campuran minyak terdispersi dalam air Misalnya :
vanishing cream. Vanishing cream merupakan sediaan semisolida yang  biasa
digunakan dalam kosmetika sebagai pembersih, pelembab sekaligus alas bedak.
Vanishing cream sebagai pelembab akan meninggalkan lapisan berminyak pada
kulit. (Jemmy, dkk. 2015)

Adapun formula utama dalam pembuatan krim yaitu fase minyak dan fase
air. Fase minyak berupa bahan obat terlarut dalam minyak dan umumnya bersifat
asam, misalnya adeps lanae, parafin cair maupun padat, asam stearat, minyak
lemak, vaselin, cera, cetaceum, setil maupun stearil alkohol, dan sebagainya.
Sedangkan fase air berupa bahan obat terlarut dalam air dan umumnya bersifat
basa, misalnya Na tetraborat, NaOH, TEA,  Na2CO3, KOH, Gliserin, PEG,
Propilenglikol, Na lauril sulfat, Tween, Span. Selain itu terdapat bahan-bahan
penyusun krim antara lain (Lachman dan Lieberman, 1994)
a. Zat khasiat.
Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkasiat dapat menentukan
cara  pembuatan dan tipe krim yang akan dibuat, apakah tipe krim
minyak di dalam air atau tipe krim air di dalam minyak. Obat yang
sering diformulasi dalam krim adalah antibiotik, fungisida,
antiinflamasi, antihistamin, antiseptik, analgetik, adstringen dan
keratolitik.  
b. Minyak.
Yaitu bahan yang larut dalam minyak dan bersifat asam. Contohnya
adalah asam stearat, adeps lanae, paraffin liquidum, paraffin solidum,
minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol
dan sebagainya.
c. Air.
Yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa. Contohnya adalah
Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH, KOH,
Na CO , Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na
lauril sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/ Tween, Span)
d. Pengemulsi/emulgator.
Berfungsi untuk menstabilkan emulsi krim,umumnya berupa surfaktan
anion, kation atau nonion.pemilihan surfaktan didasarkan atas jenis
dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe minyak  – air
digunakan zat pengemulsi sepertitrietanolaminil stearat dan golongan
sorbitan, polisorbat, poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe air-
minyak digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil
alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida.
Bahan tambahan yang digunakan untuk sediaan semi krim adalah
(Lachman dan Lieberman, 1994):
a. Zat untuk memperbaiki konsistensi.
Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang
maksimal, selain itu juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang
“estetis” dan “acceptable”. Konsistensi yang disukai umumnya adalah
sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan bekas, tidak terlalu melekat
dan berlemak. Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube.
Perbaikan konsistensi dapat dilakukan dengan mengatur komponen
sediaan emulsi diperhatikan ratio perbandingan fasa. Untuk krim adalah
jumlah konsentrat campuran zat pengemulsi.  

b. Zat pengawet.
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan
dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah
terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Karena pada sediaan krim
mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah ditumbuhi
bakteri dan jamur. Oleh karena itu  perlu penambahan zat yang dapat
mencegah pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Zat pengawet yang
digunakan umumnya metil paraben 0.12 % sampai 0,18 % atau  propil
paraben 0,02% - 0,05 %.

c. Pendapar.
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga
stabilitas sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan
pendapar harus diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya
yang terdapat dalam sediaan, terutama pH efektif untuk pengawet.
Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan kimia zat aktif atau
zat tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh
pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada proses  produksi atau
wadah (tube) seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia
dari bahan sediaan.

d. Pelembab.
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan
untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan
jaringan menjadi lunak, mengembang dan tidak berkeriput sehingga
penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat tambahan ini adalah: gliserol,
PEG, sorbitol.
e. Pengompleks (sequestering).
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat
membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapatdalam
sediaan, timbul pada proses pembuatan atau pada penyimpanan karena
wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA, dsb.

f. Anti Oksidan.
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat
oksidasi oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi,
antioksidan terbagi atas : 1. Anti oksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya:
mencegah oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas dan
mencegah reaksi cincin. Contohnya tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT. 2.
Anti oksidan sebagai agen produksi. Zat-zat ini mempunyai potensial
reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat
yang lain kadang – kadang bekerja dengan cara  bereaksi dengan radikal
bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit. 3. Anti oksidan sinergis.
Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks dengan logam, karena
adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh:
sitrat, tartrat, EDTA.

g. Peningkat Penetrasi.
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang
terpenetrasi agar dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat
dermal (kulit)

Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka
krim harus  bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban
yang ada dalam kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh
produk menjadi lunak dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi
adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. Terdistribusi
merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada
penggunaan (Anief, 1994).
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan bersamasama di penangas air pada suhu 70-75°C,
sementara itu semua larutan berair yang tahan  panas, komponen yang larut dalam
air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan
berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair
dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5- 10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahanlahan
didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental.
Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilinakan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair (Munson, 1991).

Dibawah pengaruh gravitasi, partikel-partikel atau tetesan-tetesan


tersuspensi cenderung meningkat atau mengendap, tergantung pada perbedaan
dalam gravitasi spesifik antar fase tersebut. Jika pembentukan krim berlangsung
tanpa agregasi apapun.

Emulsi dapat terbentuk kembali dengan pengocokan atau pengadukan.


Pembentukan krim meliputi gerakan sejumlah tetesan heterodispers, dan gerakan
tersebut saling mengganggu satu sama lain dan biasanya menyebabkan rusaknya
tetesan (Lachman, dkk., 1994).

Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya


terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena
penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim
jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim
hanya dapat dilakukan jika diketahui  pengencer yang cocok. Krim yang sudah
diencerkan harus digunakan dalam waktu satu  bulan (Anief, 1994).

Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube,
botol yang digunakan biasanya berwarna gelap atau buram. Wadah dari gelas
buram dan berwarna  berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka
terhadap cahaya. (Ansel, 1989).

Tube bias saja terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi
tambahan kemasan bila krim akan digunakan untuk penggunaan khusus. Tube
dari krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan dapat dilipat yang dapat
menampung (sekitar 8.5 g krim). Tube krim untuk pemakaian topikal lebih sering
dari ukuran 5 sampai 15 gram (Ansel, 1989).

Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan


(safonifikasi) dari suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan
dalam suasana panas yaitu temperatur 700- 800C. (DepKes RI, 1995)

Sedangkan menurut Ansel (1989), prinsip dasar pembuatan krim dibagi


menjadi saponifikasi dan emulsi yang terdiri dari dua fasa. Dimana saponifikasi
merupakan proses penyabunan yang merupakan hasil dari reaksi antara asam
lemah dengan basa kuat yang menghasilkan garamnya dan gliserol. Emulsi
minyak dalam air. Sedangkan emulsi yang terdiri dari dua fasa dimana fasa
minyak lebih sedikit volumenya dari pada fasa air atau bisa juga dikatakan air
sebagai zat pembawanya.

Kerugian dari sediaan krim adalah susah dalam pembuatannya, karena


dibutuhkan suhu yang optimal pada saat pembuatan (fase minyak dan fase air) dan
mudah pecah, karena suhu tidak optimal atau saat pencampuran fase minyak dan
fase air pengadukannya tidak tepat.

Keuntungan penggunaan krim adalah umumnya mudah menyebar rata


pada permukaan kulit serta mudah dicuci dengan air (Ansel, 2005). Krim dapat
digunakan pada luka yang basah, karena bahan pembawa minyak di dalam air
cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut. Basis yang
dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang semipermeabel,
setelah air menguap pada tempat yang digunakan. Tetapi emulsi air di dalam
minyak dari sediaan semipadat cenderung membentuk suatu lapisan hidrofobik
pada kulit (Lachman, 2008).

Evaluasi sediaan krim dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :


A. Evaluasi Fisika
1. Organoleptis.
Evalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau,
warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek
responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya
pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing-
masing kriteria yang di peroleh,  pengambilan keputusan dengan
analisa statistik.
2. Evaluasi pH.
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan
60 g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian
aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang
di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar.
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang
berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di
tingkatkan  bebanya, dan di beri rentang waktu 1  –  2 menit.
kemudiandiameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban,
saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).
4. Evaluasi penentuan ukuran droplet.
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan
emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan
pada objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan  –  tetesan fase
dalam ukuran dan penyebarannya.
5. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu
quisioner di buat suatu kriteria, kemudahan dioleskan, kelembutan,
sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data
tersebut di  buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk
kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut.  
B. Evaluasi Biologi
1. Uji Mikroba. Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba
aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari
bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan perbekalan
farmasi tersebut bebas dari spesimen mikrobatertentu. Spesimen uji
biasanya terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella. Pengujian -3 dilakukan
dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang pengenceran 10
biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen
uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest
atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai  prosedur.

III. ALAT DAN BAHAN


III.1 ALAT
- 2 kaca arloji
- 2 cawan porselin
- Aquadest
- Gelas ukur 100ml
- Kompor penangas
- Batang pengaduk 2
- Gelas beaker 4
III.2 BAHAN
- Setil alkohol
- Asam stearatat
- Trietanolamin
- Gliserin
- Nipagin
- Nipasol
- Aquadest
IV. CARA KERJA

Dibuat sediaan krim sebanyak 500gram

Siapkan alat dan bahan

Timbang bahan yang diperlukan dalam formulasi sesuai


dengan kadar yang ditentukan

Panaskan fase minyak(asam stearat,setil alkohol,nipagin dan


nipasol) diatas waterbath dengan suhu 70 celcius hingga
mencair

Panaskan fase air(trietanolamin,gliserin aquadest)diatas


waterbath dengan suhu yang sama yaitu 70 celcius

Campurkan fase air ke dalam fase minyak diaduk hingga sedikit


mengental dan homogen

Formula yang telah selesai dimaksukkan dalam wadah


yang sesuai

V. UJI KUALITAS
1. Uji Organoleptis
Yang di uji yaitu warna sediaan, bau, dan teksturnya. Prinsip dari uji
organoleptis yaitu diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar
krim dalam hal ini dibandingkan dengan produk yang ada di pasaran,

2. Uji Daya Lekat


Uji daya melekat, ditimbang krim 0,23 gram diletakan diatas gelas objek yang
telah ditentukan luasnya, diletakkan yang lain diatas krim tersebut, diletakkan
dengan beban 1 kg selama 5 menit. Dipasang gelas objek pada alat test,
dilepaskan beban seberat 80 gram. Dicatat waktunya hingga kedua objek gelas
tersebut lepas.
3. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar, ditimbang 0,5 gram krim diletakkan ditengah cawan petri yang
berada dalam posisi terbalik, diletakkan cawan petri yang lain diatas kim.
Dibiarkan selama 1 menit, diukur diameter krim yang menyebar, ditambahkan
50 gram beban tambahan. Didiamkan 1 menit dan diukur diameter setelah
beban mencapai 500 gram.

V. HASIL PENGAMATAN
Uji Organoleptis
A.Sediaan Krim Praktikum
 Bau : Berbau lemah
 Warna : Putih
 Tekstur: Kental
B.Sediaan viva krim
 Bau : Berbau khas wangi
 Warna : Putih susu
 Tekstur : Lembut tidak cair
 Kontaminasi : Tidak DItentukan benda asing

Uji daya sebar :


a.Sediaan krim praktikan
- 1 Menit pertama tanpa beban : 4,2 cm
- 1 Menit dengan beban 50 gr : 4,4 cm
- 5 Menit dengan beban 500 gr : 4,5 cm
b.Sediaan krim
- 1 Menit pertama tanpa beban :6,5 cm
- 1 Menit dengan beban 50gr : 6,8 cm
- 5 Menit dengan beban 500gr: 8 cm

Uji Daya lekat


a.Sediaan krim praktikan
00,16,28 detik
b.Sediaan krim viva
00,23,31 detik

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi sediaan non steril kali ini dilakukan pembuatan
sedian krim yang bertujuan untuk mengetahui formulasi dan cara pembuatan krim
beserta cara uji kualitasnya. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa
emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%). (Syamsuni,
2007)

Pada praktikum kali ini, praktikan akan membuat satu buah sediaan
farmasi dalam bentuk krim untuk di uji dengan sedian krim viva yang dapat dibeli
bebas di pasaran. Salah satu polimer yang digunakan sebagai basis dalam sediaan
krim adalah TEA dan asam stearate selain asam stearate dapat berfungsi
emulgator dalam pembuatan krim, Jika direaksikan dengan basa (KOH) atau
trietanolamin (TEA) ini bisa digunakan umtuk menetralkan krim

Dalam praktikum kali ini, pembuatan basis krim dilakukan dengan cara
melebur terlebih dahulu bahan yang padat seperti asam stearate, niapagin, dan
nipasol di dalam cawan porselen diatas penagas air atau kompor, peleburan
dilakukan agar lebih mudah terjadi campuran yang homogen yang selanjunya
disebut fase minyak, kemudian fase cair yaitu aquadest, trietanolamin dan dan
gliserin dimasukan ke dalam beaker glass kemudian dipanaskan diatas kompor
dengan suhu 700 C. Setelah semua bahan dilebur lalu campurkan semua bahan
kedalam mortir kemudian gerus ad homogen
Setelah formulasi jadi kemudian dilakukan evaluasi meliputi uji
organoleptis, uji daya sebar, dan uji daya lekat. Sediaan yang dibandingkan yaitu
antara sediaan krim pabrik merk viva krim dengan sediaan krim hasil praktikum

Pada pengujian organoleptis, yang di uji yaitu warna sediaan, bau, dan
teksturnya. Prinsip dari uji organoleptis yaitu diamati apakah sediaan yang dibuat
sesuai dengan standar krim dalam hal ini dibandingkan dengan produk yang ada
di pasaran, kali ini klompok kami menggunakan vivakrim. Berdasarkan hasil
pratikum, diperoleh hasil pengamatan perbandingan uji organoleptis antara krim
yang dibuat dengan krim yang ada di pasaran yaitu

Parameter uji Krim pratikum Krim pabrik


Warna Putih Putih susu
Bau Berbau lemah Berbau khas wangi
Tekstur Lembut Lembut

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui adanya persamaan warna antara krim
pabrik dengan krim hasil pratikum, hal ini disebabkan oleh formulasi yang
digunakan dimana dalam krim yang di buat menggunakan bahan yang memiliki
dasar warna pitih. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan
atau pemisahan vasa, timbulnya bau atau tidak, bentuk sediaan dan perubahan
warna (Rahmawati et al, 2010).

Selanjutnya dilakukan uji daya sebar. Uji ini dilakukan untuk mengetahui daya
sebar yang dapat di tempuh sediaan krim yang di buat. Selain itu uji daya sebar
juga bertujuan untuk mengetahui kelunakan masa krim sehingga dapat dilihat
kemudahan pengolesan sediaan kekulit. Permukaan penyebaran yang dihasilkan
dengan meningkatkan beban dapat menggambarkan suatu karakteristik pada krim
(Voight, 1994).

Uji daya sebar ini dilakukan dengan meletakkan 0,5 gram krim praktikan
diletakan di tengah cawan petri yang berada dalam posisi terbalik. Diletakan
cawan petri yang lain di atas krim dibiarkan selama 1 menit pertama tanpa beban
didapatkan hasil 4,2 cm. ditambahkan beban 50 gram dan didiamkan selama 1
menit dan hasil yang didapat yaitu 4,4 cm, selanjutnya ditambahkan dengan beban
500 gram dan didiamkan selama 5 menit didapatkan hasil 4,5 cm. untuk uji daya
sebar krim viva selama 1 mentit pertama tanpa beban didapatkan hasil 6,5 cm, 1
menit dengan beban 50 gram mendaptkan hasil 6,8 cm dan yang terakhir
ditambahkan dengan beban 500 gram didiamkan selama 5 menit hasil yang
didapat yaitu 8 cm. pengukuran diameter dilakukan secara manual menggunakan
penggaris, sehingga diperlukan ketelitiaan untuk memperoleh hasil yang baik.
Secara umum semakin bertambahnya beban maka diameter sebarnya akan
semakin besar. Daya sebar sediaan semisolid dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
semistiff dan semifluit (Garg, dkk, 2002). Semistiff adalah sediaan semisolid yang
memiliki viskositas tinggi dengan syarat daya sebar yang ditetap kan adalah 3-5
cm2. Sedangkan semifluit adalah sediaan semisolid yang memiliki viskositas
rendah dengan syarat daya sebar yang ditetapkan adalah 5-7 cm2.

Berdasarkan hasil pratikum dari uji daya daya sebar antara krim viva dan krim
hasil pratikum mendapatkan perbedaan diameter pada sediaan krim, hal ini
disebabkan oleh viskositas yang berbeda pada kedua sediaan dikarenakan
perbedaan bahan dalam formulasi dan perbedaan metode yang digunakan dalam
pembuatannya.

Selanjutnya dilakukan uji daya lekat yaitu dengan cara ditimbang krim 0,23 gram
diletakan diatas gelas objek yang telah ditentukan luasnya. Diletakan gelas objek
yang lain diatas krim tersebut, ditekan dengan beban 1 kilo selama 5 menit dan
dipasang gelas objek pada alat tes. Dilepas beban seberat 80 gram, untuk uji daya
lekat sediaan krim praktikan didapatkan hasil daya lekatnya 00.16,28 detik
sedangkan pada sediaan krim viva uji daya lekat yang didapat yaitu 00.23,31
detik. Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan krim
tersebut untuk melekat pada kulit. Daya lekat yang baik memungkinkan obat tidak
mudah lepas dan semakin lama melekat pada kulit, sehingga dapat menghasilkan
efek yang diinginkan. Persyaratan daya lekat yang baik untuk sediaan tropical
adalah lebih dari 4 detik (Rachmalia et al., 2016). Dan hasil dari uji daya lekat
sediaan krim viva dan krim hasil pratikum, kedua krim tersebut memenuhi
persyaratan uji daya lekat.

VII. KESIMPULAN
Ada 3 cara pengujian kualitas pada praktikum kali ini yaitu:
- Pengujian organoleptis, yang di uji yaitu warna sediaan, bau, dan
teksturnya. Prinsip dari uji organoleptis yaitu diamati apakah sediaan yang
dibuat sesuai dengan standar krim dalam hal ini dibandingkan dengan
produk yang ada di pasaran,
- uji daya sebar. Uji ini dilakukan untuk mengetahui daya sebar yang dapat di
tempuh sediaan krim yang di buat
- uji daya lekat yaitu dengan cara ditimbang krim 0,23 gram diletakan diatas
gelas objek yang telah ditentukan luasnya

VIII. SARAN
1. Sebaiknya di lakukan penimbangan yang teliti untuk meperoleh hasil kream
yang baik
2. Lebih tepat dalam penggunaan stopwatch pada pengujian kualita krim

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1994. Ilmu Meracik Obat Cetakan 6 . Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.

Anief, M. 1999. Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh


Ibrahim, F.,Edisi IV, 391-397, 607-617, Universitas Indonesia Press,
Jakarta.

Ansel, H.C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat ,


Penerjemah: Farida Ibrahim, Penerbit UI Press, Jakarta.

Anwar, 2012, Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi,


Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.

DepKes RI. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, dan A. K. Sigla. 2002. Spreading of Semisolid


Formulation. USA: Pharmaceutical Technology.

Jemmy, dkk. 2015. Formulasi Dan Teknologi Sediaan Non Steril . Jimbaran :
Universitas Udayana.

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri
Farmasi Edisi III , 1119-1120, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Munson, J. W., 1991, Analisis Farmasi Metode Modern, Airlangga University


Press, Surabaya.

Rachmalia N., Mukhlishah I., Sugihartini N., Yuwono T. (2016) Daya iritasi dan
sifat fisik sediaan salep minyak atsiri bunga cengkih (Syzigium
aromaticum) pada basis hidrokarbon. Maj. Farmaseutik 12:372-376.

Rahmawati D., Sukmawati A., Indrayudha P. (2010) Formulasi krim minyak atsiri
rimpang temu giring (Curcuma heyneanaVal & Zijp): uji sifat fisik dan
daya antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Maj. Obat Trad.
15:56-63.

Rowe, R., Sheskey, P., & Quinn, M., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th, 155-156, Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association, USA.

Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep, Kedokteran EGC, Jakarta.

Wade, A. dan Waller, P. J., 1994, Handbook of Pharmaceutical Excipients,


Second Edition, 231, 310-313, The Pharmaceutical Press, London

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Terjemahan. Yogyakarta:


UGM

LAMPIRAN

N GAMBAR KETERANGAN
O
1 PENGISIAN AQUADEST
SEBANYAK 700 ml

2 KRIM SKIN FOOD CREAM

3 NIPAGIN
4 TRIETILAMINA

5 CETIL ALKOHOL

6 ASAM STEARAT
7 PROPYL PARABEN

8 HASIL DARI KRIM YANG


SUDAH DI CAMPUR DARI
CAMPURAN 1 DAN
CAMPURAN 2

Anda mungkin juga menyukai