Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 1

PRAKTIKUM I (PENYAKIT HIPERTENSI)

Oleh
Kelompok 4/A4C
1. Putu May Astiti Eliani Tirta (19021075)
2. Putu Negia Suci Cahyani Buana (19021076)
3. Putu Rismayanti Putri (19021077)
4. Putu Yoga Adi Suandika (19021078)
5. Putu Yuda Putrananda (19021079)
6. Putu Yudha Pramesthicha (19021081)
7. Tria Mas Anggeliana (19021082)
Dosen pengampu : Ni Putu Aryati Suryaningsih, S.Farm.,M.Farm-Klin.,Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2021
PRAKTIKUM I
PENYAKIT HIPERTENSI

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit Gagal Ginjal.
2. Mengatahui patofisiologi penyakit Gagal Ginjal.
3. Mengetahui tatalaksana penyakit Gagal Ginajal (Farmakologi & Non-
Farmakologi).
4. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit Gagal Ginjal secara mandiri
dengan menggunakan metode SOAP.

II. DASAR TEORI


a) Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ
tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal
ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat
darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut
dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti,
2010).
Hipertensi dapat didifinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg (Syamsudin, 2011). Populasi manula, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg (Smeltzer dan Bare, 2002). Hipertensi merupakan penyebab utama
gagal jantung, stroke, infak miokard, diabetes dan gagal ginjal (Corwin,
2009).
b) Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson
(2006), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :
1.Hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan
dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:
1) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor
genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga
yang memliki tekanan darah tinggi.
2) Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia
bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat
dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada
perempuan.
3) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa
dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena
dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan
darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan pendeita
hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika
garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk
mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang
seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan
menyebabkan peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan
kata lain pembuluh darah membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra
yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan
pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan
darah didalam dinding pembuluh darah. Kelenjar adrenal
memproduksi suatu hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini
akan lebih banyak memproduksi hormon tersebut ketika seseorang
mengkonsumsi terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi
untuk menghadirkan protein yang menyeimbangkan kadar garam dan
kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika konsumsi garam
meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan
kalsium dan garam dalam pembuluh darah. Konsumsi garam per hari
yang dianjurkan adalah sebesar 1500 – 2000 mg atau setara dengan
satu sendok teh. Perlu diingat bahwa sebagian orang sensitif terhadap
garam sehingga mengkonsumsi garam sedikit saja dapat menaikan
tekanan darah. Membatasi konsumsi garam sejak dini akan
membebaskan anda dari komplikasi yang bisa terjadi.
4) Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga
berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas
BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan
darah atau hipertensi.
5) Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup
dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi
itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah
rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan
berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan
darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus
menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika
memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari
alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya
hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi
adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti
penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal,
kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit
tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut
hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling
banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan
pada arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai
darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun maka ginjal
akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta
ganguuan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung,
meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi
pembuluh darah sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor pencetus
munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,
coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan
psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan
stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga
meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah.
c) Klasifikasi
MenurutWHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan
darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang
dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2014) tekanan darah dapat
diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya
adalah:
Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII Tahun
2014
Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association (2014)

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi


primer dan hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare, 2002, Udjianti, 2010).
Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer.
Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
primer adalah genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup.
Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu
kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan
tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan
kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar
dan stres (Udjianti, 2010).
d) Penatalaksanaan Hipertensi
a. Pengaturan diet : Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet
rendah garam dan rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita
hipertensi untuk dapat mengendalikan tekanan darahnya dan secara tidak
langsung menurunkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi. Selain itu
juga perlu mengkonsumsi buah-buahan segar sepeti pisang, sari jeruk dan
diet dan terapi penunjang
b. Sebagainya yang tinggi kalium dan menghindari konsumsi makanan
awetan dalam kaleng karena meningkatkan kadar natrium dalam makanan
(Vitahealth, 2005). Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko
penyakit kardiovaskuler. Mengurangi asupan lemak jenuh dan
mengantinya dangan lemak polyunsaturated atau monounsaturated dapat
menurunkan resiko tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama ikan
yang masih segar yang belum diawetkan dan tidak diberi kandungan
garam yang berlebih (Syamsudin, 2011). Perubahan gaya hidup menjadi
lebih sehat Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan meningkatkan
resiko komplikasi hipertensi seperti merokok, mengkonsumsi alkohol,
minum kopi, mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food), malas
berolahraga (Junaidi, 2002), makanan yang diawetkan didalam kaleng
memiliki kadar natrium yang tinggi didalamnya. Gaya hidup itulah yang
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi karena jika pasien
memiliki tekanan darah tinggi tetapi tidak mengontrol dan merubah gaya
hidup menjadi lebih baik maka akan banyak komplikasi yang akan terjadi
(Vitahealth, 2005). Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya
hidup yang baik bagi penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat
badan hingga berat badan ideal dengan munggurangi asupan lemak
berlebih atau kalori total. Kurangi konsumsi garam dalam konsumsi harian
juga dapat mengontrol tekanan darah dalam batas normal. Perbanyak buah
dan sayuran yang masih segar dalam konsumsi harian (Syamsudin, 2011).
c. Menejemen Stres Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah,
murung, dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya
komplikasi hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi
diharapkan mampu mengendalikan stres, menyediakan waktu untuk
relaksasi, dan istrirahat (Lumbantobing, 2003). Olahraga teratur dapat
mengurangi stres dimana dengan olahraga teratur membuat badan lebih
rileks dan sering melakukan relaksasi (Muawanah, 2012). Ada 8 tehnik
yang dapat digunakan dalam penanganan stres untuk mencegah terjadinya
kekambuhan yang bisa terjadi pada pasien hipertensi yaitu dengan cara :
scan tubuh, meditasi pernafasan, meditasi kesadaran, hipnotis atau
visualisasi kreatif, senam yoga, relaksasi otot progresif, olahraga dan
terapi musik (Sutaryo, 2011).
d. Mengontrol kesehatan Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu
memonitor tekanan darah. Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar
dan mereka baru menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita
hipertensi dianjurkan untuk rutin memeriksakan diri sebelum timbul
komplikasi lebih lanjut. Obat antihipertensi juga diperlukan untuk
menunjang. keberhasilan pengendalian tekanan darah (Sudoyo,
Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2010). Keteraturan berobat
sangat penting untuk menjaga tekanan darah pasien dalam batas normal
dan untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit
hipertensi yang tidak terkontrol (Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani,
2013).
e. Olahraga teratur Olahraga secara teratur dapat menyerap atau
menghilangkan endapan kolestrol pada pembuluh darah nadi. Olahraga
yang dimaksut adalah latihan menggerakan semua nadi dan otot tubuh
seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda, aerobik. Oleh karena itu
olahraga secara teratur dapat menghindari terjadinya komplikasi hipertensi
(Corwin, 2009). Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan
kebugaran dan kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis
mungkin bukan bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud
yaitu latihan ringan seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011).
e) Manajemen Pengobatan Hipertensi
Manajemen pengobatan hipertensi (Farmakologi hipertensi) menurut
Ganiswarna, Setiabudy, Suyatna, Purwantyyastuti, dan Nafrialdi, (2005),
Syamsudin (2011), Tjay, dan Rahardja (2010), Sukandar, Andrajati, Sigit,
Adnyana, Stiadi, dan Kusnandar (2009) : Prinsip pengobatan dengan
antihipertensi adalah sebagai berikut:
a) Tujuan pengobatan hipertensi yaitu untuk mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi.
b) Manfaat terapi hipertensi menurunkan tekanan darah dengan
antihipertensi yang telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan
memberatnya hipertensi.
c) Memutuskan untuk memulai pengobatan hipertensi tidak hanya
ditentukan dengan tingginya tekanan darah tetapi adanya faktor rsiko
penyakit kardiovaskuler lainnya.
d) Mulai pengobatan dengan suatu obat dosis rendah (jika tekanan darah
tidak dikendalikan). Penderita hipertensi pada tahap awal atau tahap 1
memulai dengan jenis obat antihipertensi diuretik, β- bloker, penghambat
ACE, antagonis Kalsium dan α - bloker dengan memodifikasi pola hidup
serta menjonsumsi obat monoterapi antihipertensi.
e) Mulai dengan satu obat juga bisa mengobati dan atau tidak
mengganggu suatu kondisi yang ada contoh obat yang bisa digunakan
yaitu jenis diuretik: diuretik tiazid (hidroklorotiazid, klortalidon,
bendroflumetiazid, indapamid. Xipamid), beta bloker (kardioselektif:
asebutolol, atenolol, bisopronol, metoprolol, Nonselektif: alprenolol,
karteolol, nedolol, oksprenolol), Alfa bloker: Doxazosin, prazosin,
terazosin, terazosin, bunazosin, labetalol, Penghambat ACE: kaptropil,
lisinopril, enalapril, benazepril, delapril, fosinopril, kuinapril, perinderopi,
ramipril, silazapril, Antagonis kalsium: Verapamil, diltiazem, nifedipin).
f) Tambahkan obat kedua dari kelas obat yang berbeda (pelengkap) jika
tekanan darah tidak dikontrol dengan dosis sedang untuk agen pertama,
obat antihipertensi lainnya yang bisa digunakan yaitu vasodilator
langsung, adrenolitik sentral (α2 agonis) dan penghambat saraf adrenergik
ini semua bukan jenis obat monoterapi tahapan pertama antihipertensi
tetapi merupakan obat antihipertensi tambahan.
g) Mulai dengan obat yang mungkin paling mudah ditoleransi oleh pasien.
Kepatuhan jangka panjang berkaitan dengan tolerabilitas dan khasiat obat
pertama yang digunakan. Rekomendasi yang diberikan WHO
menganjurkan lima jenis obat yaitu diuretik, β- bloker, penghambat ACE,
antagonis Kalsium dan α - bloker.
h) Gunakan terapi diuretik jika ada dua obat yang digunakan, berlaku
untuk hampir semua kasus.
i) Gunakan diuretik tiazid hanya dengan dosis rendah 25mg/ hari untuk
hidroklorotiazida atau obat yang ekuivalen, kecuali ada alasan yang
mendesak.
j) Gunakan terapi kombinasi dosis rendah, jika diperlukan, sebagai terapi
awal.
k) Suatu diuretik dengan penyekat β (beta), ACE inhibitor, atau antagonis
angiotensin II.
l) Suatu kalsium antagonis denga ACE inhibitor atau penyekat β (beta).
m) Satu atau dua obat akan mengendalikan tekanan darah pada 90%
pasien hipertensi. Cara untuk mendapatkan tekanan darah diastolik < 90
mmHg, sekitar 70% kasus memerlukan dua obat.
n) Jika terjadi komplikasi yang terjadi jika hipertensi dengan diabetes
kombinasi obat memiliki resistensi insulin. Pada kasus ini digunakan suatu
penghambat ACE atau β-bloker selektif. Jika terdapat kontraindikasi
terhadap kelompok ini, dianjurkan untuk obat-obat lain seperti alfa-bloker
dan angiotensin kalsium. Komplikasi yang disertai gagal jantung dengan
diuretika, β-bloker, atau ACE inhibitor. Hipertensi dengan angina pectoris
dengan β-bloker, atau antagonis kalsium. Reniopati diabetes dengan
hipertensi bisa menggunakan ACE inhibitor. Hipertensi disertai infark
jantung menggunakan β-bloker, atau ACE Inhibitor. 2) Obat
Antihipertensi Antihipertensi adalah agen yang menurunkan tekanan darah
tinggi (Dorland, 2012).
o) Rekomendasi obat antihipertensi menurut World Health Organization
(WHO) 2003 dan The Joint National Committee (JNC VIII) tahun 2014
adalah :
a. Diuretik adalah obat yang menghambat reabsorbsi natrium dan air di
bagian asenden ansa henle (Dorland, 2012). Diuretika adalah senyawa
yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang lebih banyak. Menghambat
reabsorpsi garam di tubulus distal dan membantu reabsopsi kalium. Jika
pada peningkatan ekskesi air, terjadi juga peningkatan ekskresi garam–
garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (Gray,
Dawkins, Morgan, Simpson, 2005). Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi respon diuretik. Pertama, diuretik mereabsorpsi sedikit
sodium akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
diuretik yang bekerja pada daerah yang mereabsorpsi banyak sodium.
Kedua, status fisiologi organ akan memberikan respons yang berbeda
dengan diuretik. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, dan gagal
ginjal. Ketiga, interaksi anatara obat dengan reseptor (Syamsudin, 2011).
Jenis diuretika berdasarkan cara kerjanya menurut Sutedjo (2008) :
i. Menghambat reabsorbsi Natrium dan air dari Tubulus Ginjal dan
Ansa Henle, misalnya: Tiazid dan Derifatnya (Chlortalidon,
Hidroklorotiazid, Indopamid, Sipamid) merupakan Diuretika potensi
sedang mampu mengesresikan 5-10% Natrium yang difiltrasikan
Glomerulus, Diuretika Loop atau High Celling (Furosemid,
Bumetanide,Asam Etakrinat) Diuretik kuat dibanding Tiazid, dapat
mengekresikan 15-30% Natrium yang difiltrasikan Glomerulus, dan
bekerja banyak pada Anse Henle Asenden (Loop).
ii. Diuretik osmotik yaitu menarik cairan jaringan peritubuler menuju
tubulus dan menambah jumlah kencing karena adanya perbedaan
tekanan osmotis antara intratubuler dan peritubuler.
iii. Antagonis Aldosteron (spironolakton) digunakan untuk diuretik,
pengurangan oedema, hiperaldosteron primer maupun sekunder dan
jenis obat deuretik lainnya.
b. Penyekat α (α - Blocker) Obat golongan ini bekerja dengan
menghambat reseptor α, tetap hambatan reseptor α (alpha) tergantung dari
perbedaan profil farmakokinetiknya. Obat golongan ini bekerja dengan
menghambat efek vasokonstriktor epinefrin dan norepinefrin. Efek ini
menyebabkan vasodilatasi arteriola dan resistensi vascular perifer yang
lemah. Kombinasi efek penurunan resistensi vascular perifer dan
penurunan kembalinya pembuluh vena menyebabkan terjadinya hipotensi
ortostatik khususnya pada dosis awal (first dose effect). Efek
antihipertensi dari penyekat α dapat menurunkan tekanan darah 10/10
mmHg dan meningkatkan kadar HDL. Prazosin dapat digunakan pada
penderita asma sebab memiliki efek sebagai relaksan ringan pada otot
polos bronkus. Penyekat α dapat digunakan pada hipertensi dengan
prostatis sebab penyekat α dapat mengurangi gejala urinary hesitancy dan
spasme leher kandung kemih yang berhubungan dengan hipertrofi prostat.
c. Penyekat b (bBlocker) Golongan obat ini memiliki efek kronotropik dan
inotropik negative yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan
menurunkan curah jantung dan resistensi vascular perifer. Efek
penghambatan terhadap reseptor β2 yang terdapat dipermukaan membrane
sel jukstaglomruler dapat menyebabkan penurunan sekresi renin yang
berperan didalam sistem renin angiotensin aldosteron dan menurunkan
tekanan darah.
d. ACE Inhibitor Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitor memiliki
efek dalam penurunan tekanan darah melalui penurunan resistansi perifer
tanpa disertai dengan perubahan curah jantung, denyut jantung, maupun
laju filtrasi glomerolus. Penurunan tekanan darah melalui penghambatan
sistem renin angiotensin aldosteron (RAA). Renin merupakan enzim yang
disekresi terutama dari sel jukstaglomeruler di bagian arteriol aferen ginjal
dan menyebabkan perangsangan pada sitem RAA sehingga menurunkan
tekanan darah, penurunan konsentrasi ion Na+ sehingga dapat
menurunkan tekanan darah, nyeri, dan stres. Pada sistem RAA, kerja ACE
inhibitor adalah menghambat enzim ACE yaitu suatu enzim yang dapat
menguraikan angiotensin I menjadi angitensin II. Angiotensin II
merupakan suatu vasokonstriktor yang pontensial merangsang korteks
adrenal untuk menyitesis dan menyekresi aldosteron dan secara langsung
menekan pelepasan renin. Enzim ACE juga dapat mendegradasi
bradikinin dari bentuk aktif. ACE Inhibitor dapat menyebabkan bradikinin
tidak terdegradasi dan terakumulasi di saluran pernafasan dan paru
sehingga menimbulkan batuk kering. Batuk kering merupakan efek
samping yang paling sering terjadi, insidennya sampai 10 – 20% lebih
sering pada wanita dan terjadi pada malam hari.
e. Antagonis Reseptor Angiotensin II Obat-bat yang mempengaruhi jalur
sistem renin angiotensin (RAS) antara lain adalah ACE inhibitor dan A II
RA. Tampaknya A II RA merupakan obat yang mempunyai prospek yang
baik karena obat ini mampu memblok kerja semua angiotensin II yang
terbentuk baik melalui jalur ACE atau non-ACE. A II RA dapat secara
selektif memblok kerja Angiotensin II pada reseptor AT, sehingga A II
RA disamping menurunkan tekanan darah juga mempunyai kemampuan
melindungi organorgan lain (end organ protection). Terdapat dua tipe
reseptor yaitu AT1 dan AT2 dengan efek kerja yang berbeda. Angiotensin
II yang seharusnya bekerja pada reseptor AT1 akan diblokade oleh A II
RA sehingga terjadi penurunan tekanan darah, penurunan retensi air dan
sodium, serta penurunan aktivitas seluler yang merugikan (antaralain
hiperetrofi sel dan lain-lain). Angiotensin II yang terakumulasi akan kerja
di reseptor AT2 dengan efek berupa vasodilatasi dan antiproliferasi.
Akhirnya rangsangan reseptor AT2 akan bekerja sinergis dengan efek
hambatan pada reseptor AT1.
f. Antagonis Kalsium Penghambat kanal kalsium merupakan senyawa
heterogen yang memiliki efek bervariasi pada otot jantung, nodus, SA,
konduksi AV, pembuluh darah perifer, dan sirkulasi koroner. Senyawa
penghambat kanal kalsium tersebut adalah nifedipin, nikardipin,
nimodipin, felodipin, isradipin, amlodipin, verapamil, diltiazem, bepridil,
dan mibefradil. Ion kalsium berperan penting dalam mengatur kontraksi
otot polos dan rangka, serta tampilan jantung normal dan sakit. Antagonis
kalsium banyak digunakan untuk pengobatan hipertensi dengan cara
mengambat masuknya ion kalsium kedalam sel otot polos melalui
penghambatan kanal ion kalsium yang bergantung pada tegangan (tipe I).
Ada dua macam kanal ion kalsium pada membrane sel eksitabel yaitu
voltage operated channel (VCO) yang terbuka oleh depolarisasi dan
receptor operated channel (ROC) yaitu kalsium yang terbuka oleh
neurotransmitter tanpa terjadi depolarisasi. Selanjutnya VOC dapat dapat
dibedakan atas tiga jenis, yaitu kanal N(neuronal), T(transien), dan L (long
lasting). Kanal N terutama terutama terdapat pada jaringan saraf,
sedangkan kanal T terdapat pada pacemaker dan jaringan konduksi. Kanal
N dan T tidak sensitive terhadap antagonis kalsium sedangkan kanal L
sangat sensitive terhadap antagonis kalsium dan terdapat pada otak,
jantung, otot polos, serta otot rangka. Kanal L terdiri atas lima subunit
yaitu α1, α2,β,γ dan δ sedangkan reseptor antagonis kalsium terdapat pada
subunit α1. Terapi Farmakologi menurut Departemen Kesehatan (DepKes,
2006) Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi menjelaskan ada 9
kelas obat antihipertensi : diuretik, penyekat beta, penghambat enzim
konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB),
dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama.

III. ALAT DAN BAHAN


III.1 Alat
- Form SOAP.
- Form Medication Record.
- Catatan Minum Obat.
- Kalkulator Scientific.
- Laptop dan koneksi internet.
III.2 Bahan
- Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH, ECS, JNC).
- Data nilai normal laboraturium.
- Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).
IV. KASUS
Tuan DK berusia 43 tahun, masuk rumah sakit di UGD dengan tanda-
tanda vital, TKD 195/ 140 mmHg, Nadi 141 x/menit, dan Temperatur 37,5 °C
disertai keluhan pusing, tidak mual, tidak demam, mimisan 3 hari lalu, namun
sudah berhenti, kemudian mimisan kembali esok harinya satu kali, sudah
berhenti dan pukul 2 hari ini mimisan lagi. Pasien punya riwayat penyakit
Diabetes Mellitus
Sebagai seorang farmasi klinis, tentukan rekomendasi terapi dan
assesment terapi yang anda usulkan untuk pasien ini.

V. LAMPIRAN
1. FORM SOAP
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn. / Ny. DK
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl. MRS : 7 April 2020
Usia : 45tahun Tgl. KRS :
Tinggi badan :-
Berat badan :-
BMI :-
Presenting Complaint
TKD 195/140 mmHg, Nadi 141 x/menit, dan Temperatur 37,5 °C
disertai keluhan pusing, mimisan 3 hari lalu, namun sudah berhenti,
kemudian mimisan kembali esok harinya satu kali, sudah berhenti dan
pukul 2 hari ini mimisan lagi. Ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus

Diagnosa kerja : Hipertensi urgency


Diagnosa banding :

 Relevant Past Medical History:

Drug Allergies:

Tanda-tanda Vital 7 April 2020 tgl tgl tgl tgl

Tekanan darah 195/140 mmHg

Nadi 141 x/menit

Suhu 37,5 °C

RR -

MEDICATION
NO Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis terapi
Digunakan (literature)
1. Captopril Menurunkan 12,5mg 3x sehari
tekanan darah 12,5mg
2. Metformin Menurunkan kadar 500mg 3x sehari
gula darah 500mg

LABORATORY TEST
Test (normal range) 7 April 2020 tgl
WBC (4000-10000/mm3)
Hb (L: 13-17 g/dL)
RBC (4-6x106/mm3)
Hct (L:40-54%)
PLT (150000-450000/mm3)
Gula darah puasa (76-110 mg/dL)
Gula darah 2 jam PP (90-130 mg/dL)
Gula darah acak
Cholesterol (150-250 mg/dL)
TG (50-200 mg/dl)
Uric acid (L:3,4-7 mg/dL)
Albumin (3,5-5,0 g/dL)
SGOT (0-35 u/L)
SGPT (0-37 u/L)
BUN (10-24 mg/dL)
Kreatinin (0,5-1,5 mg/dl)
Natrium (135-15 mEq/L)
Kalium (3,5-5,0 mEq/L)

Further Information Required Tujuan


Apakah pasien pernah melakukan tes Untuk mengetahui penyebab dari
laboratorium? penyakit hipertensi
Apakah pasien memiliki alergi obat? Untuk memberikan terapi yang tepat
kepada pasien agar tidak terjadi reaksi
alergi
Sudah berapa lama pasien menderita Untuk memberikan terapi yang tepat
penyakit hipertensi?
Sudah berapa lama pasien menderita Untuk memberikan terapi yang tepat
penyakit DM watu itu?
Obat apa saja yang sudah pernah Agar bisa memberikan terapi yang tepat
dikonsumsi untuk hipertensi dan DM?
Berapa kadar gula darah pasien? Untuk memberikan terapi yang tepat

Problem List (Actual Problem)


Medical Pharmaceutical
1) P 1.4Indikasi yang tidak tertangani 1). C1.9 Tidak menerima obat yang
. dibutuhkan
2) P 2.1 Adanya efek samping 2). C 1.3 Kombinasi obat tidak sesuai
. (non-alergi)
3) P 1.3 Efek terapi tidak optimal 3). C3.5 Tidak ada monitoring terapik
.
2. Form Medication Record
Nama Tanggal Waktu Nama Dosis Alergi Tanda
Pasien Diberikan Pemberian Obat Obat Obat Tangan
Obat Obat dan Apoteker
Reaksi
Alergi

3. Form Medication Reminder


Nama Pasien :
Dokter Pemeriksa :
Umur :
Apoteker :

Na Bulan / Tahun
ma Wakt (Tanggal Pemberian Obat)
Oba u 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
t 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
Pagi
Siang
Sore
Mala
m
Pagi
Siang
Sore
Mala
m

METODE SOAP
1. Subjective (Symptom)
Keluhan pasien :
- Pusing
- Mimisan 3 hari lalu sempat berhenti dan mimisan lagi
2. Objective (signs)
- TKD : 195/140 mmHg
- Temperatur: 37,5oC
- Nadi: 141 kali/menit
- Kadar gula darah : 180mg/dL saat puasa
3. Assesment (with evidence)
- Hipertensi urgency dengan TKD 195/140 mmHg
- DRP :
Masalah : P 1.4Indikasi yang tidak tertangani
Penyebab : C1.9 Tidak menerima obat yang dibutuhkan
Masalah : P 2.1 Adanya efek samping (non-alergi)
Penyebab : C 1.3 Kombinasi obat tidak sesuai
4. Planning (including primary care implication)
a. Terapi Farmakologi
- Captopril 25mg 1x sehari 1 tablet, dengan peningkatan dosis yang
diberikan setelah 90-120 menit adalah captopril 25mg 2x sehari 1 tabet
untuk terapi tekanan darah pasien.
- Metformin 500mg 2x ssehari 1 tablet untuk terapi diabetes mellitus.
b. Terapi Non-Farmakologi
Perubahan/ modifikasi lifestyle: aktivitas fisik yang teratur, diet rendah
sodium, konsumsi alcohol yang dibatasi, serta tidak merokok untuk terapi
hipertensi.
Monitoring
a. Efektivitas
- Monitoring TKD pasien
- Monitoring gula darah pasien
b. Efek samping obat
- Monitoring efek samping obat (batuk)

VI. PEMBAHASAN
Tuan DK berusia 43 tahun masuk rumah sakit di UGD dengan tanda-
tanda vital TKD 195/ 140 mmHg, Nadi 141 x/menit, dan Temperatur 37,5 °C
disertai keluhan pusing, tidak mual, tidak demam, mimisan 3 hari lalu, namun
sudah berhenti, kemudian mimisan kembali esok harinya satu kali, sudah
berhenti dan pukul 2 hari ini mimisan lagi. Berdasarkan pengukuran tekanan
darah maka hipertensi yang diderita Tuan DK termasuk ke dalam krisis
hipertensi, karena tekanan darah pasien yang berada ≥180 mmHg untuk
tekanan darah sistolik dan atau ≥110 mmHg untuk tekanan darah diastolic
(JNC 7).
PM Subyek Objek Terapi DRP Plan
Hipertensi Pusing, tidak mual, Suhu : 37,5°C - P1.4 Indikasi yang tidak Obat Golongan
urgensi tidak demam, mimisan Nadi : tertangani ACEI yaitu
3 hari lalu, namun 141x/menit P2.1 Adanya efek Captopril
sudah berhenti, TKD : 195/140 samping (non-alergi) (Sarafidis and
kemudian mimisan mmHg P1.3 Efek terapi tidak Bakris, 2019)
kembali esok harinya optimal
satu kali, sudah C1.9 Tidak menerima
berhenti dan pukul 2 obat yang dibutuhkan
hari ini mimisan lagi C1.3 Kombinasi obat
tidak sesuai
C3.5 Tidak ada
monitoring terapik
Diabetes - Kadar gula - P1.4 Indikasi yang tidak Metformin 500mg
Mellitus darah 180 tertangani (Eliana, 2015)
mg/dl saat P2.1 Adanya efek
puasa samping (non-alergi)
P1.3 Efek terapi tidak
optimal
C1.9 Tidak menerima
obat yang dibutuhkan
C1.3 Kombinasi obat
tidak sesuai
C3.5 Tidak ada
monitoring terapik

Pertanyaan Tujuan Jawaban


Apakah pasien pernah Untuk mengetahui penyebab Tidak
melakukan tes dari penyakit hipertensi
laboratorium?
Apakah pasien memiliki Untuk memberikan terapi Tidak
alergi obat? yang tepat kepada pasien agar
tidak terjadi reaksi alergi
Sudah berapa lama pasien Untuk memberikan terapi Sudah 2 tahun
menderita penyakit yang tepat
hipertensi?
Sudah berapa lama pasien Untuk memberikan terapi Sudah 5 tahun
menderita penyakit DM yang tepat
watu itu?
Obat apa saja yang sudah Agar bisa memberikan terapi Hanya yang ada di
kasus
pernah dikonsumsi untuk yang tepat
hipertensi dan DM?
Berapa kadar gula darah Untuk memberikan terapi 180mg/dL saat
puasa
pasien? yang tepat

Hipertensi Tuan DK tergolong kedalam crisis hipertensi khususnya


hipertensi urgency. Karena terjadi peningkatan tekanan darah ≥ 180/120
mmHg yang tidak disertai dengan kerusakan organ target (Nurkhalis, 2011).
Krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi :
- Hipertensi emergensi
Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah ≥ 180/120 mmHg yang berhubungan dengan kerusakan
organ target yang progresif seperti diseksi aorta, edema paru akut,
infark miokard akut, unstable angina pectoris, acute kidney injury,
ensefalopati hipertensi, infark serebral, perdarahan intrakranial, gagal
jantung kiri akut, eklampsia atau pre-eklampsia, hipertensi
perioperative, krisis pheochromocytoma dan krisis hipertensi yang
disebabkan oleh penggunaan kokain, amfetamin, phencyclidine atau
monoamine oxidase inhibitor. Hipertensi emergensi memerlukan
penurunan tekanan darah secepat mungkin (dalam menit sampai 2
jam) untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ target.
Hipertensi maligna ditandai dengan kerusakan organ iskemik (retina,
ginjal, jantung dan otak).Hipertensi maligna ditandai dengan adanya
edema papil pada pemeriksaan funduskopi (retinopati KW-4)
sedangkan accelerated malignant hypertension bila terdapat eksudat
dan perdarahan (retinopati KW-3). (Nurkhalis, 2011)
- Hipertensi Urgensi
Hipertensi urgensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah ≥ 180/120 mmHg yang tidak disertai dengan kerusakan organ
target.Hipertensi urgensi dapat terjadi tanpa gejala (asimtomatik)
maupun dengan gejala seperti epistaksis dan nyeri kepala
hebat.Kondisi ini berhubungan dengan penghentian atau pengurangan
pengobatan dan kondisi kecemasan. Penurunan tekanan darah
diharapkan terjadi dalam kurun waktu 24-48 jam pengobatan
hipertensi dan anticemas (Nurkhalis, 2011).
Penatalaksaan terapi hipertensi dibedakan menjadi dua, yaitu terapi
farmakologi dan terapi non farmakologi. Prinsip dalam pengobatan pada
pasien hipertensi diawali dengan terapi non farmakologi. Untuk terapi non
farmakologi lebih ditekankan pada perubahan gaya hidup dari pasien.
Perubahan gaya hidup dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan
dapat mengurangi berkembangnya penyakit hipertensi menjadi lebih parah
(Dipiro, 2008). Untuk penatalaksanaan terapi non farmakologi yang dapat
diberikan kepada Ibu NE adalah sebagai berikut:
- Mengurangi Konsumsi Alkohol
Mekanisme alkohol dalam meningkatkan tekanan darah masih belum
jelas, tetapi ada kaitannya dengan aktivitas saraf simpatik dan terdapat
peran dari perubahan konsentrasi kortisol dan kalsium dalam sel
(Chobaniam, 2003). Orang yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 5 kali
atau lebih per hari dapat menyebabkan tekanan darah orang tersebut naik
setelah terjadi acute alcohol withdrawal. Pria hipertensi yang
mengkonsumsi alkohol sebaiknya disarankan untuk membatasi konsumsi
alkohol tidak lebih dari 20-30 g etanol per hari, sedangkan pada wanita
yang hipertensi konsumsinya tidak lebih dari 10-20 g etanol per hari
(Mancia et al., 2007). Membatasi konsumsi alkohol dapat dapat
menurunkan tekanan darah 2-4 mmHg (Krsnawan, 2011).
- Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang sedikit merupakan predictor yang kuat terhadap
tekanan darah dan faktor risiko kardiovaskular lainnya (Mancia et al.,
2007). Manfaat aktivitas fisik yaitu mengurangi berat badan, lemak tubuh,
lingkar pinggang, meningkatkan sensitivitas insulin, dan HDL dan
menurunan tekanan darah istirahat terutama pada pasien hipertensi. Pasien
hipertensi sangat disarankan melakukan aktivitas fisik intensif seperti 30-
45 menit/ hari. Jenis aktivitas fisik yang dilakukan yaitu berjalan, jogging,
berenang (Dipiro et al., 2008).
- Diet Rendah Garam
Peningkatan konsumsi natrium akan diikuti dengan kenaikan tekanan
darah, sebaliknya peningkatan konsumsi kalium justru akan menurunkan
tekanan darah. Pembatasan konsumsi garam efektif untuk menurunkan
tekanan darah. Sebuah studi RCT pada pasien hipertensi menunjukkan
bahwa dengan menurunkan intake garam sebanyak 4,7-5,8 g NaCl per hari
dapat menurunkan tekanan darah dengan rata-rata penurunan 4-6 mmHg.
Kelebihan intake garam dapat menyebabkan resistant hypertension.
Konsumsi garam yang direkomendasikan adalah kurang dari 5 g / hari
NaCl (Mancia et al., 2007).
Penatalaksanaan farmakologi hipertensi yang diderita oleh Tuan
DK, berdasarkan berbagai guideline kami memilihkan terapi sebagai
berikut:
1. Untuk penatalaksaan terapi farmakologi hipertensi. Kami memilihkan
obat golongan ACE Inhibitor yaitu captopril. Kami memilih ACE
inhibitor karena ini merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien
hipertensi dengan diabetes mellitus tipe 2. Mekanisme ACE inhibitor
adalah menghambat perubahan angiostensin I menjadi angiostensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosterone
(Gunawan et al, 2007).
2. Untuk penatalaksanaan terapi farmakologi diabetes mellitus. Kami
memilihkan obat metformin (Eliana, 2015). Karena metformin bisa
mengontrol kadar gula darah dengan cara menghambat produksi
glukosa di hati (ADA, 2014).
3. Jika mengalami mimisan berulang atau mimisan disertai dengan gejala
lainnya, disarankan untuk melakukan pemeriksaan hidung untuk
mencari tahu penyebab mimisan atau kemungkinan masuknya benda
asing yang memicu mimisan. Disamping pemeriksaan rutin THT,
dilakukan pemeriksaan tambahan foto tengkorak kepala, hidung dan
sinus paranasal, kalau perlu CT-scan (Becker et al., 1994).
Monitoring pada Tuan DK dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan melihat efektivitas obat dan efek samping yang ditimbulkan dari
mengkonsumsi obat-obatan yang sudah diberikan.
1. Efektivitas
a. Pengobatan Hipertensi
Tekanan darah yang harus dicapai setelah meminum obat pada kasus
ini adalah dibawah 140/80 mmHg (JNC 8) dan melakukan monitoring
tekanan darah dapat dilakukan selama 2-4 minggu setelah pemberian
terapi (Depkes RI, 2006).

(ESC, 2013 & JNC 8)


b. Kadar gula darah menurun setelah meminum obat terapi pada kasus
ini.
2. Efek Samping Obat
a. Pengobatan Hipertensi
Efek samping dari penggunaan obat captopril yang sering terjadi
adalah batuk. (Medscape)
VII. PENUTUP
VII.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan suatu gejala yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah arteri, yaitu tekanan sistolik diatas 120
mmHg dan tekanan diastolic diatas 80 mmHg. Pasien menderita penyakit
hipertensi stage 3 , karena tekanan darah pasien yang berada ≥180 mmHg
untuk tekanan darah sistolik dan atau ≥110 untuk tekanan darah diastolik.
Kemudian termasuk juga kedalam crisis hypertension yaitu urgency
hypertension. Pasien juga menderita diabetes mellitus. Pengobatan
hipertensi yang diberikan adalah obat golongan ACE Inhibitor yaitu
captopril dengan dosis 12,5mg. Sedangakn untuk pengobatan diabetes
mellitus menggunakan metformin. Untuk monitoring, tekanan darah yang
harus dicapai oleh pasien adalah dibawah 140/90 mmHg (JNC VIII).
Monitoring efek samping dari pemberian obat captopril adalah batuk.
DAFTAR PUSTKA

Annisa A.F.N, Wahiduddin, Ansar Jumriani. (2013). Faktor yang Berhubungan


dengan Kepatuhan Berobat Hipertensi pada Lansia di Puskesmas
Pattingalloang Kota Makassar. Makassar : Universitas Hasanuddin

American Diabetes Association. Standarof medical care in diabetes. Diabetes Care.  

2014; 37(1):S14‐S80.

Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear, nose, and throat disease, a pocket
reference.Second Edition. New York, Thieme Medical Publiseher, Inc, 1994:
170 – 80 dan 253 – 60.

Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta Depkes RI. 2006.
Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Chobaniam AV et al. Seventh report of the joint national committee on prevention,


detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. JAMA
2003;289:2560-2572.

Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. EGC
Medical Publisher. Jakarta
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM.
Pharmacotherapy a pathophysiologic approach 7th edition. New
York:McGraw-Hill; 2008.p.589-606.

Gray, H., Dawkins, K. D., Morgan, J. M., Simpson., 2005, Lectures notes kardiologi,
edisi keempat, Jakarta, Erlangga

Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi, Elysabeth. 2007. Farmakologi


dan Terapi Edisi 5. Jakarta.

Irianto K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular Dan Tidak Menular Panduan


Klinis. Bandung: Alfabeta.

Junaidi, S., 2002. Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori


Produk, dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan
Merek. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.

JNC (Joint National Committee), 7th. (2003). The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure. Amerika: National High Blood Pressure Education
Program.

Kresnawan, T. 2011. Asuhan Gizi Pada Hipertensi. (serial online), [cited March 24,
2019],Availablefrom:https://ejournal.persagi.org/index.php/Gizi_Indon/article
/view/110/107.

Lumbantobing,2003. Stroke; Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Mancia G, De Backer G, Dominiczak A, Cifkova R, Fagard R, Germano G,et al.


2007. Guidelines for the management of arterial hypertension, the task force
for the management of arterial hypertension of the european society of
hypertension (ESH) and of the european society of cardiology (ESC). J
Hypertension 2007; 25:1105–87.
Muawanah. (2012). Hubungan tingkat pengetahuan tentang manajemen stres
terhadap tingkat kekambuhan pada penderita hipertensi di Panti Wreda
Dharma Bakti Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nurkhalis, 2011. Penanganan Krisis Hipertensi. SMF Kardiologi dan Kedokteran


Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / Rumah Sakit Umum
dr.Zainoel Abidin Banda Aceh.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Price, A. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi IV.


Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
(Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2010. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing;

Sutaryo. (2011). Bagaimana menjaga kesehatan jantung. Yogyakarta: Cinta Buku

Sutedjo, M. M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta

Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta:


Penerbit Salemba Medika

Sarafidis PA, Bakris GL. 2019. Evaluation and Treatment of Hypertensive


Emergencies and Urgencies. In: Feehally J, Floege J, Tonelli M, Johnson RJ,
editors. Comprehensive Clinical Nephrology 2019. 6th edition. Elsevier.p.
444-452

Tjay, T.H., dan Rahardja, K.. (2010). Obat-Obat Penting, Elex Media Komputindo,
Jakarta.

Udjianti, Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.


Vitahealth, 2005. Hipertensi , PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

WHO. 2013. World Health Day 2013: Measure Your Blood Pressure, Reduce Your
Risk.

Anda mungkin juga menyukai