Anda di halaman 1dari 31

JURNAL PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI II

PRAKTIKUM III : PEPTIC ULCER DISEASE (PUD)

I Made Astawa Ari Putra 171200245


I Putu Aditiya Pradnya Putra 171200246
I Putu Pasek Ardita Nindya 171200247
Khoiriyyahtus sa'diyah 171200249

Hari, tanggal praktikum : Senin, 18 Nopember 2019

Dosen Pengampu : Putu Aryati Suryaningsih, S. Farm., M.Farm


- Klin, Apt

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

I. TUJUAN...........................................................................................................1

II. DASAR TEORI...............................................................................................1


2.1 Definisi Pud ........................................................................................ 1
2.2 Etiologi ............................................................................................... 2
2.3 Faktor resiko ....................................................................................... 3
2.3 Patofisiologi Pud ................................................................................. 4
2.4 Tatalaksana terapi Pud ........................................................................ 5
III. KASUS .......................................................................................................... 12

IV. SOAP dan PEMBAHASAN ...........................................................................

V. KESIMPULAN ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

i
ii
PRAKTIKUM III
PEPTIC ULCER DISEASE / TUKAK LAMBUNG

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi PUD
2. Mengetahui klasifikasi PUD
3. Mengetahui patofisiologi PUD
4. Mengetahui tatalaksana PUD (Farmakologi dan Non-Farmakologi)
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait PUD secara mandiri dengan menggunakan metode
SOAP

II. DASAR TEORI


2.1 Definisi PUD
Tukak peptic (peptic ulcer disease) merupakan lesi pada lambung atau duodenum
yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara faktor agresif (sekeresi asam lambung,
pepsin dan infeksi bakteri H.pylori) dengan faktor defensive atau faktor pelindung
mukosa. (Dipiro, J.T., et al. 2008). Tukak peptic merupakan keadaan kontinuitas mukosa
lambung terputus dan meluas sampai ke bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
sampai meluas ke bawah epitel di sebut dengan erosi (Dipiro, J.T., et al. 2008).
Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah salah satu penyakit pada saluran cerna bagian
atas, yang ditandai adanya defek pada lambung (gastric ulcer) atau duodenum (duodenal
ulcer), yang diakibatkan karena gangguan sekresi asam lambung dan pepsin. Penyakit
terkait asam (gastritis, erosi dan tukak lambung) dari saluran gastrointestinal (GI) bagian
atas diinduksi oleh adanya asam lambung. Penyakit ulkus peptik berbeda dengan gastritis
dan erosi pada ulkus yang biasanya meluas lebih dalam ke mukosa muscularis. Ada tiga
penyebab umum ulkus peptik yaitu Helicobacter pylori (H. pylori), obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID), dan stress ulcers (Dipiro, J.T., et al. 2008).
Berdasarkan letak tukaknya, PUD dibagi menjadi (Jaya dan Dwicandra, 2017):
a. Gastric ulcer (GU) yaitu tukak terjadi pada lambung. 80% kasus berhubungan dengan
infeksi H.pylori dan penggunaan NSAIDs. Pada pasien dengan GU biasanya sekresi
asam normal atau berkurang.
b. Duodenal ulcer (DU) yaitu tukak terjadi pada usus halus. 95% kasus berhubungan
dengan infeksi bakteri H.pylori. Meningkatnya sekresi asam diamati pada pasien
dengan DU dan diduga akibat infeksi H.pylori.

1
Gambar 1. Lokasi gastric ulcer dan duodenal ulcer (Dipiro, J.T., et al. 200

2.2 ETIOLOGI
Perkiraan 95% tukak duodenum dan 70% tukak lambung disebabkan oleh H.pylori.
sekitar 14%-25% ulkus lambung dan duodenum ditemukan terkait dengan penggunaan
NSAID. Data interaksi dan uji coba secara acak dengan NSAID dan H. Pylori terapi
eradikasi mengungkapkan bahwa efek ulkus dari kedua faktor risiko tersebut bersifat
kumulatif. Namun, interaksi potensial mereka dalam induksi penyakit maag tetap tidak
teridentifikasi. Pemberantasan H. Pylori tidak mengurangi tingkat kekambuhan ulkus
pada pengguna NSAID jangka panjang yang ada. PUD memiliki jalur penyakit
multifactorial yang sebagian besar diatur oleh ketidakseimbangan asam dan rendah
pertahanan mukosa yang mengarah ke peradangan. Ini diwakili oleh hiperseksi
hidroklorik asam dan pepsin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara faktor
luminal lambung dan degradasi pada fungsi defesif dari penghalang mukosa lambung
seperti lendir, sekresi bikarbonat, mukosa aliran darah, dan pertahanan sel epitel. Pada
invasi asam dan pepsin melalui urea yang melemah penghalang mukosa menyebabkan
pelepasan histamine. Histamine merangsang sel parietal untuk mengeluarkan lebih
banyak asam. Dengan kelanjutan dari siklus ini menghasilkan erosi untuk membentuk
tukak lambung (Habeeb, H. et all., 2019).

2
2.3 FAKTOR RESIKO
Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan resiko tinggi Peptic Ulcer
Disease (PUD) antara lain (Dipiro, 2008):
a. Adanya infeksi H.pylori, hanya 20 % dari pasien yang terinfeksi H.pylori berkembang
menjadi gejala PUD
b. Penggunaan obat NSAID
c. Merokok, dapat menyebabkan penundaan waktu pengosongan lambung,
menghambah sekresi bikarbonat dari pancreas dan pemicu dari duodenogastric reflux.
d. Faktor psikologi (stress)
e. Faktor makanan dan minuman, sering mengkonsumsi kafein, susu, alcohol dan
makanan pedas dapat memicu terjadinya PUD

2.4 PATOFISIOLOGI
Keseimbangan antara sekresi asam lambung dan pertahanan mukosa
gastroduodenal ada pada individu sehat. Ulkus peptik terjadi bila keseimbangan antara
faktor agresif (asam lambung, pepsin, garam empedu, H. pylori, dan NSAID) dan
mekanisme defensif mukosa (aliran darah mukosa, lendir, sekresi bicarbonat mukosa,
restitusi sel mukosa, dan pembaharuan sel epitel) terjadi gangguan. Pepsin adalah
kofaktor penting yang berperan dalam aktivitas proteolitik yang terlibat dalam
pembentukan ulkus. Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa melindungi mukosa
gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya (Alldredge et al., 2013).
Pepsinogen merupakan prekursor tidak aktif dari pepsin yang disekresi utama oleh sel
fundus lambung. Pepsin diaktivasi pada pH asam (optimal pH 1,8-3,5) dan dikembalikan
menjadi aktif pada pH 4 kemudian akan rusak pada pH 7 (Dipiro et al., 2009).
Asam lambung disekresikan oleh sel parietal, yang mengandung reseptor untuk
histamin, gastrin, dan asetilkolin. Asam (dan juga infeksi H. pylori dan penggunaan
NSAID) adalah faktor independen yang berkontribusi terhadap terganggunya integritas
mukosa. Peningkatan sekresi asam telah diamati pada pasien dengan ulkus duodenum
dan mungkin merupakan konsekuensi dari infeksi H. pylori (Dipiro et al., 2009). Ketika
faktor agresif mengubah mekanisme pertahanan mukosa, difusi kembali ion hidrogen
terjadi bersamaan dengan cedera mukosa. H. pylori dan NSAID menyebabkan perubahan
pertahanan mukosa dengan mekanisme yang berbeda dan merupakan faktor penting
dalam pembentukan tukak lambung (Alldredge et al., 2013).

3
Pelepasan asetilkolin, gastrin dan histamin dapat dipicu oleh stress dan makanan,
yang dimana asetilkolin, gastrin dan histamin akan berikatan dengan reseptornya,
sehingga dapat mengaktifkan pompa H+ /K+ ATPase dan akan mensekresikan asam (H+)
ke lumen lambung, kemudian H+ akan berikatan dengan Cl- sehingga membentuk asam
lambung (HCl). Sekresi asam dibawah pengaturan basal, sekresi asam bervariasi sesuai
dengan waktu dan keadaan psikologis individu, usia, jenis kelamin, dan status kesehatan.
Basal Acid Output (BAO) mengikuti ritme sirkadian yaitu terjadi sekresi asam tertinggi
terjadi pada malam hari dan terendah di pagi hari., Maximal Acid Output (MAO) dan
adanya stimulasi dari makanan. Ketiga faktor tersebut berbeda tiap individu dalam
mempengaruhi sekresi asam tergantung status psikologis, umur, jenis kelamin dan status
kesehatan. Peningkatan rasio antara BAO:MAO hipersekresi basal pada pasien ZES
(Dipiro et al., 2009).
Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa (sekresi lendir dan bikarbonat,
pertahanan sel epitel intrinsik, dan aliran darah mukosa) melindungi mukosa
gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya. Sifat kental dan pH netral dari
penghalang lendir bikarbonat melindungi perut dari kandungan asam lumen lambung.
Sebagian besar Gastric Ulcer terjadi karena asam lambung dan pepsin, H.pylori
(Helicobacter Pylori), NSAID, atau faktor lain yang mengganggu pertahanan mukosa
normal dan mengganggu proses penyembuhan. Hipersekresi asam merupakan faktor
independen yang memberikan kontribusi terhadap gangguan integritas mukosa.
Helicobacter pylori di dalam lambung memproduksi enzim urease yang
menghidrolisis urea dalam asam lambung serta mengonversi menjadi keammonia dan
karbondioksida. Efek yang dihasilkan dapat menciptakan lingkungan mikro yang netral
dalam dan sekitar lambung. Hal itu bertujuan untuk melindungi H. pylori dari efek asam
lambung yang mematikan sehingga H. pylori dapat hidup bebas pada suasana asam.
Bakteri ini juga menghasilkan protein yang menghambat asam yang berfungsi untuk
beradaptasi dalam pH rendah (Berardi dan Lynda, 2008). Secara umum, ada 3
mekanisme infeksi bakteri H. pylori yang menyebabkan tukak lambung. Pertama, H.
pylori menginfeksi bagian bawah lambung antrum. Kedua, setelah infeksi akan terjadi
peradangan bakteri yang mengakibatkan peradangan lendir lambung (gastritis), peristiwa
ini seringkali terjadi tanpa penampakan gejala (asimptomotik). Ketiga, terjadinya
peradangan dapat berimplikasi terjadinya tukak lambung atau usus 12 jari. Hal ini dapat
terjadi komplikasi akut, yaitu luka dengan pendarahan dan luka berlubang.

4
Penggunaan obat golongan NSAID nonselektif, misalnya aspirin dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa lambung oleh dua mekanisme penting: (a)
iritasi langsung atau topikal pada epitel gastrik dan (b) penghambatan sistemik sintesis
prostaglandin mukosa endogen. Meskipun cedera awal diawali secara topikal oleh sifat
asam dari banyak NSAID, penghambatan sistemik prostaglandin protektif memainkan
peran utama dalam perkembangan tukak lambung. Siklooksigenase (COX) adalah enzim
pembatas laju dalam konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin dan dihambat oleh
NSAID (Dipiro et al., 2009).
Pada pasien DU biasanya sekresi asam meningkat dimana sekitar 2/3 kasus tukak
lambung akibat dari infeksi H.pylori, sedangkan pasien dengan GU ringan biasanya
memiliki tingkat sekresi asam normal atau berkurang dapat terjadi dimana saja diperut,
meskipun sebagian besar terletak di lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa
lambung bagian antral.

2.5 PENATALAKSANAKAN
Tujuan terapi untuk menangani PUD pada orang dewasa bergantung pada ulkus
berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan perawatan berbeda
tergantung ulkus baru atau berulang/kambuhan dan ada atau tidaknya komplikasi yang
terjadi. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan gejala ulkus, menyembuhkan ulkus,
mencegah kambuh berulang, dan mengurangi komplikasi ulkus. Tujuan terapi pada
pasien dengan ulkus yang disebabkan oleh NSAID adalah menyembuhkan ulkus secepat
mungkin. Pasien yang berisiko tinggi terkena ulkus NSAID harus menerima terapi
profilaksis atau beralih ke inhibitor COX-2 (jika ada) untuk mengurangi risiko maag dan
komplikasi terkait. Bila memungkinkan, rejimen obat dengan biaya paling efektif harus
digunakan (Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,
Kradjan, W.A., et al., 2013; Dipiro, J.T., et al. 2008).
1. Terapi Farmakologi
Tujuan terapeutik untuk mengobati PUD pada orang dewasa bergantung pada
apakah ulkus berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan
perawatan mungkin berbeda tergantung apakah ulkus itu awal atau berulang dan apakah
komplikasi telah terjadi. Seluruh terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat ulkus,
mengobati ulkus, mencegah kekambuhan dan menurunkan resiko komplikasi akibat
peptik ulkus. Tujuan terapi pada pasien ulkus dengan infeksi H.pylori adalah untuk
mengeradikasi bakteri H.pylori dan menyembuhkan ulkus. Kesuksesan eradikasi sangat

5
menentukan proses penyembuhan ulkus selanjutnya dan dapat mengurangi resiko
kekambuhan sebesar ±10%. Tujuan terapi pada pasien peptik ulkus akibat penggunaan
NSAID adalah untuk menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Bila memungkinkan,
rejimen obat dengan biaya paling efektif harus digunakan (Alldredge et al., 2013).
Dalam penatalaksaan PUD, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan endoskopi
untuk penegakan diagnosa PUD pada pasien yang memperlihatkan alarm sign. Tahapan
awal penatalaksanaan PUD berdasarkan lokasi tukak dapat dibagi menjadi
penatalaksanaan terhadap Gastric Ulcer (GU) dan Duodenal Ulcer (DU) dapat dilihat
pada bagan berikut:

Gambar 2.2. Bagan Penatalaksanaan PUD berdasarkan Lokasi Tukak

Pengobatan PUD bertujuan pada penyembuhan tukak dan mengurangi risiko


kambuh berulang dan komplikasi terkait. Regimen obat yang mengandung antimikroba
seperti klaritromisin, metronidazol, amoksisilin, dan garam bismut dan obat antisecretory
(PPI atau H2RA) dapat mengurangi gejala maag, menyembuhkan maag, dan membasmi
infeksi H.pylori. PPI lebih dipilh daripada H2RA atau sukralfat untuk penyembuhan
ulkus NSAID negatif H. pylori karena mempercepat penyembuhan maag dan
memberikan kelegaan gejala yang lebih efektif. Pengobatan dengan PPI harus
diperpanjang sampai 8 sampai 12 minggu jika NSAID harus diteruskan. Suatu rejimen
pemberantasan H. pylori berbasis PPI dianjurkan pada pasien positif H.pylori dengan
ulkus aktif yang juga memakai NSAID. Strategi terapeutik optimal untuk pasien yang
berisiko tinggi terhadap kejadian GI terkait NSAID tidak diketahui, namun pasien yang
dipilih dapat memanfaatkan penggunaan inhibitor COX-2 dan PPI (Dipiro et al., 2009).

6
Gambar 2.3. Penatalaksanaan Duodenal Ulcer

Gambar 2.4. Penatalaksanaan Gastric Ulcer

7
Terapi Farmakologi PUD yang Tidak Disebabkan oleh H.pylori.
Sebuah penelitian sytematic review yang membandingkan terapi menggunakan PPI
(omeprazole) vs H2RA (Ranitidine), yang hasilnya terdapat perbedaan signifikan dimana
PPI (Omeprazole) memiliki efek yang lebih baik untuk terapi Gastric Ulcer jika
dibandingkan dengan H2RA (Ranitidine) (RR 0.32; 95% CI 0.17 to 0.62). Untuk terapi
Duodenal Ulcer terdapat perbedaan signifikan dimana PPI (Omeprazole) memiliki efek
yang lebih baik jika dibandingkan dengan H2RA (Ranitidine) (RR 0.11; 95% CI 0.01 to
0.89) (Rostom, et al., 2011).

Terapi eradikasi H. pylori

8
a. Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara
berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel
pariental lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka akan dihasilkan asam.
Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan reseptor digantikan dengan
obat-obat ini, maka asam tidak akan dihasilkan. Efek samping obat golongan ini
yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and
Lynda, 2005 dalam Putri, 2010).

b. PPI (Proton Pump Inhibitor)


Mekanisme kerja PPI adalah menghambat pompa proton yang aktif mensekresi
asam, yang dimana memblokir kerja enzim KH ATPase yang akan memecah KH
ATP akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari sel
pariental ke dalam lumen lambung. Pada manusia belum terbukti gangguan
keamanannya pada pemakaian jangka panjang (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).
Penghambat pompa proton dimetabolisme dihati dan dieliminasi di ginjal. Dengan
pengecualian penderita disfungsi hati berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit
liver dan penyakit ginjal. Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr, Lansoprazol 15-30 mg/hr,
Rabeprazol 20 mg/hr, Pantoprazol 40 mg/hr dan Esomeprazol 20-40 mg/hr. Efek
samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah,
dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari
penggunaan PPI (Lacy dkk, 2008).

c. Sulkrafat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis protein
mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi
dan ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain
menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga memiliki efek
sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor
pertumbuhan epidermal (Parischa dan Hoogerwefh, 2008 dalam Putri 2010). Dosis
sulkrafat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang sering
dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Berardy dan Lynda, 2005
dalam Putri, 2010).

9
d. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein pada
dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam. Dosis obat 2 x
2 tablet sehari. Efek samping, berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan
dengan pendarahan (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).
e. Analog Prostaglandin (Misoprostol)
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus,
sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya digunakan
sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan NSAID.
Dosis 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual,
muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada
wanita yang bakal hamil (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).
f. Antasida
Penggunaan antasida yakni untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat dispepsia.
Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang
mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan aluminium
menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh
sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali
sehari malam dan sebelum tidur). Efek samping diare, berinteraksi dengan obat
digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).

2. Terapi Non-Farmakologi
1. Modifikasi gaya hidup termasuk mengurangi stress, karena stres menyebabkan
sekresi asam dalam lambung meningkat.
2. Apabila pasien dengan PUD menggunakan NSAID harus dihentikan
penggunaanya (termasuk aspirin). Jika memungkinkan pasien dapat
menggunakan terapi alternatif seperti acetaminophen, a non-acetylated
salicylate (e.g.,salsalate), atau COX-2 selective inhibitor.
3. Mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok karena dapat mengganggu
penyembuhan luka atau ulkus.
4. Menghindari makanan pedas. Makan makanan secara teratur membantu
mengurangi konsentrasi asam dalam perut. Sebuah makanan kecil sebelum tidur

10
dapat meredakan rasa sakit yang dialami oleh ulkus peptikum pasien. Pasien
juga disaran untuk tidak makan secara berlebihan atau menghindari makanan
berat karena isi lambung yang tinggi memicu sekresi asam.
5. Makan makanan dengan kalori rendah.
6. Dianjurkan mempertahankan diet yang tepat dan menghindari makanan atau
minuman yang mempengaruhi mukosa lambung seperti kopi, teh, cola, dan
alkohol.

11
III. STUDI KASUS
Tn NW MRS (UGD) 20 Agustus 2019, sore hari ini Usia pasien 59 tahun. Riwayat
penyakit terdahulu Nyeri bagian kaki dan bengkak, Hiperurisemia,Dislipidemia dengan
dengan riwayat pengobatan terdahulu Na Diklofenak, Ziloric, Liptor, Tidak ada riwayat
alergi obat. Pada pasien dilakukan pemeriksaan endoskopi atas dan bawah. Pemakian
Obat di Rumah Sakit adalah sebagai berikut
Pasien Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhr, dengan frekuensi diare 3-4
kali perhari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Entrostop. Selain itu, pasien
mengeluh perut terasa kembung, fasenya ada darahnya, fasenya tidak mengandung
lendir, feses cai, da nada ampasnya.

Hasil Pemeriksaan
Parameter Keterangan
20/8 21/4
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 120/80 Normal

Nadi (kali/Menit) 80 88 Normal

Tempratur (0C) 36,2 36,2 Normal

Laju Pernafasan (kali/Menit) 18 - Normal

 Berikut adalah hasil pemeriksaan laboratorium

Nilai Hasil
Parameter Nilai Normal Keterangan
Pemeriksaan (14/8)

Leukosit 7,5 ± 3,5 (x 109/L) 11,66 (x 109/L) Tinggi

Eritrosit 4,5-5,5 (x 1012/L) 5,0 (x 1012/L) Normal

Hemoglobin 13,0-17,5 (g/dL) 14,4 (g/dL) Normal

Hematokrit 40 - 52 (%) 44,1 (%) Normal

Platelet 150-400 (x 109/L) 287 (x 109/L) Normal

LED <6 ; <10 (mm/Jam) 14-29 (mm/Jam) Tinggi

Natrium 135-145 (mg/dL) 139 (mg/dL) Normal

Kalium 3,6-5 (mg/dL) 3,63 (mg/dL) Normal

12
Kreatinin 0,6-1,1 (mg/dL) 0,87 (mg/dL) Normal

BUN 6-20 (mg/dL) 16,8 (mg/dL) Normal


Asam Urat 3,4-7 (mg/dL) 8,5 (mg/dL) Tinggi

Kolesterol Total < 200 (mg/dL) 283 (mg/dL) Tinggi

TG (trigliserida) < 195 (mg/dL) 212 (mg/dL) Tinggi

HDL > 40 (mg/dL) 62,5 (mg/dL) Baik

LDL < 77,3 (mg/dL) 155,4 (mg/dL) Borderline

Gula Puasa 59 – 150 (mg/dL) 81 (mg/dL) Normal

Gula 2 Jam PP < 125 (mg/dL) 118 (mg/dL) Normal

Dif :
Eo 1–2% -
Ba 0–1% -
Stab 3–5% 4% Stab. Dbn
Seg 54 – 66 % 82 % Seg. Tinggi
Lym 25 – 33 % 12 % Lym.
Mo 3–7% 2% Rendah
Mo. dbn.

13
1V. SOAP dan Pembahasan

4.1 SOAP

PHARMACEUTICAL CARE

PATIENT PROFILE

Tn / Ny NW

Jenis Kelamin : Laki – Laki Tgl. MRS : 20 Agustus 2017

Usia : 59 th Tgl. KRS :

Tinggi badan : -

Berat badan :-

Presenting Complaint : Pasien diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan
frekuensi diare 3-4 kali per hari. Pasien juga mengeluh perut terasa kembung, fesesnya
ada darahnya, feses tidak mengandung lender, feses cair da nada ampasnya

Diagnosa kerja :Gerd A

Diagnosa banding :

 Relevant Past Medical History: Pasien minum entrostop, riwayat pengobatan : Na


diklofenak, Ziloric, Lipitor

14
Drug Allergies: tidak ada alergi

Tanda-tanda Vital 20/4 21/4 Keterangan

Tekanan darah 110/70 120/80 Normal

Nadi 80 88 Normal

Suhu 36,2 36,2 Normal

RR - - -

Endoskopi 18 - Normal

LABORATORY TEST

Parameter Normal Nilai Pemeriksaan Keterangan


WBC 7,5 ± 3,5 (X 11,66 (x 109/L) Tinggi
109/L)
Eritrosit 4,5 – 5,5 (X 5,0 (x 1012/L) Normal
1012/L)
Hb 13,0 – 17,5 (g/dl) 14,4 (g/dl) Normal
HCT 40 – 52 (%) 44,1 (%) Normal
Platelet 150 – 400 (x 287 (x 109/L) Normal
109/L)
LED <6, < 10 (Mm/ 14 – 29 (Mm/ jam) Tinggi
jam)
Natrium 135 – 145 (mg/dl) 139 (mg/dl) Normal
Kalium 3,6 – 5 (mg/dl) 3,63 ( mg/dl) Normal
Kreatinin 0,6 – 1,1 (mg/dl) 0,87 (mg/dl) Normal
BUN 6 – 20 ( mg/dl) 16,8 ( mg/dl) Normal
Asam Urat 3,4 -7 ( mg/dl) 8,5 ( mg/dl) Tinggi
Kolestrol Total <200 (mg/dl) 283 (mg/dl) Tinggi
TG (Trigliserida) < 195 (mg/dl) 212 (mg/dl) Tinggi
HDL >37 (mg/dl) 62,5 (mg/dl) Baik

15
LDL <77,3 (mg/dl) 155,4 ( mg/dl) Borderline
Gula Puasa 59 – 150 (mg/dl) 81 (mg/dl) Normal
Gula 2 jam PP < 125 (mg/dl) 118 (mg/dl) Normal
Dif :
Eo 1-2 % -
Ba 0-1% -
Stab 3-5 % 4% Stab . dbn
Seg 54-66 % 82% Seg . Tinggi
Lym 25-33 % 12% Lym. Rendah
Mo 3-7 % 2% Mo. dbn

16
Medication

No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi


digunakan (literatur)

50 mg

1 Na diklofenak Antiinflamasi 3 X 1 tab Dewasa : 2x3


sehari (100 mg)

Menurunkan (100 mg)


2. Ziloric 100 mg/hari
asam urat 1x1 Malam hari

Dosis awal 10 mg
40 mg
3. Lipitor Antikolesterol Dosis maksimum
1x1 malam hari
80 mg

2 tablet setelah 1,2 – 15 gram/


4. Entrostop Antidiare
diare hari

Analgesik dan Dewasa 1 tab


5. Asetaminofen
antipiretik 3 x sehari

No Further Information Required Alasan

Untuk menentukan dosis pasien

Berapa Berat Badan dan Tinggi Jawaban pertanyaan :


1.
Badan pasien ?
Pasien memiliki berat badan dan tinggi
badan yang normal

Untuk mengetahui terapi yang tepat


untuk pasien
Apakah riwayat penyakit terdahulu
2. Jawaban pertanyaan :
kambuh lagi?
Pasien hanya mengalami nyeri yang
masih terasa

17
Untuk mengetahui terapi yang tepat

Apakah jenis jamu yang untuk pasien


3.
dikonsumsi pasien? Jawaban Pertanyaan :

-
Untuk dapat memberika terapi yang
akan diberikan pada pasien

Apakah pemberian entrostop tetap Jawaban Pertanyaan :


4.
efektif?
Penggunaan entrostop pasien ternyata
tidak efektif, dikarenakan pasien tetap
mengalami diare

untuk dapat menentukan terapi yang


akan diberikan kepada pasien

Jawaban pertanyaan :
Apakah pasien memiliki riwayat
5. Pasien memiliki riwayat
stress dan merokok?
mengkonsumsi makanan pedas dan
pasien tidak merokok

Problem List (Actual Problem)

Medical Pharmaceutical

1 Terapi eradikasi 1 M1.4 Indikasi tidak diterapi

P1.5 Ada indikasi tetapi obat tidak


diresepkan

1.3.6 Obat baru mulai diberikan

18
2 Ziloric 2.M1.1 Obat tidak efektif atau
pengobatan gagal

P1.1 Pemilihan obat tidak tepat

I3.5 Obat dihentikan

3 Rasa Nyeri 3M2.1 Pasien menderita ROTD


bukan alergi

P1.1 Pemilihan obat tidak tepat

I3.1 mengubah jenis obat

4 Pasien + H. Pylori 4.M1.4 Ada indikasi yang tidak


diterapi

P1.5 Ada indikasi tetapi obat tidak


diresepkan

13.6 Obat baru mulai diberikan

5 5

Pharmaceutical problem

Subjective ( symptom )

Pasien diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan frekuensi diare 3-4 kali per
hari. Pasien juga mengeluh perut terasa kembung, fesesnya ada darahnya, feses tidak
mengandung lender, feses cair da nada ampasnya

Objective ( signs )

19
Tanda-tanda Vital 20/4 21/4 Keterangan

Tekanan darah 110/70 120/80 Normal

Nadi 80 88 Normal

Suhu 36,2 36,2 Normal

RR - - -

Laju Pernafasan (kali/


18 - Normal
menit)

Assessment ( with evidence )

Pasein menerima terapi eradikasi : M1.4 Indikasi tidak diterapi

P1.5 Ada indikasi tetapi obat tidak diresepkan

1.3.6 Obat baru mulai diberikan

Pasien mengkonsumsi Ziloric : M1.1 Obat tidak efektif atau pengobatan gagal

P1.1 Pemilihan obat tidak tepat

I3.5 Obat dihentikan

Pasien didiagnosa H. pylori : M1.4 Ada indikasi yang tidak diterapi

P1.5 Ada indikasi tetapi obat tidak diresepkan

13.6 Obat baru mulai diberikan

Pasien masih merasa nyeri : M2.1 Pasien menderita ROTD bukan alergi

P1.1 Pemilihan obat tidak tepat

I3.1 mengubah jenis obat

Plan ( including primary care implication )

20
 Melakukan terapi PPI (Omeprazole) selama 2Bulan
 Melakukan Terapi Eradikasi H.Pylori menggunakan PMC250
 Penggunaan Na diclofenac di teruskan seiringan dengan terapi PPI
 Penghentian Na diclofenac ketika nyeri sudah hilang
 Penghentian penggunaan Jamu dengan acetaminophen
 Penggunaan Zyloric digunakan 1-2 jam setelah penggunaan entrostop
 Penggunaan Lipitor di teruskan
 Melakukan Endoskopi kembali setelah terapi Eradikasi

Monitoring

 Monitoring Rasa nyeri


 Monitoring Kolesterol. TG, LDL
 Monitoring efek samping interaksi antara Lipitor dengan terapi PPI
 Monitoring Asam urat
 Monitoring Tukak pada lambung

4.2 Pembahasan
Pada Pratikum ke-III Farmakoterapi tentang PUD mempunyai kasus yaitu , Tn NW
MRS (UGD) 20 Agustus 2019, sore hari ini Usia pasien 59 tahun. Riwayat penyakit
terdahulu Nyeri bagian kaki dan bengkak, Hiperurisemia,Dislipidemia dengan dengan
riwayat pengobatan terdahulu Na Diklofenak, Ziloric, Liptor, Tidak ada riwayat alergi
obat. Pada pasien dilakukan pemeriksaan endoskopi atas dan bawah.

Pasien Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhr, dengan frekuensi diare 3-4 kali
perhari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Entrostop. Selain itu, pasien
mengeluh perut terasa kembung, fasenya ada darahnya, fasenya tidak mengandung lendir,
feses cair, dan ada ampasnya. Ada catatan bahwa pasien mengkonsumsi jamu dengan
“acetaminophen”

Subjective :

Pasien Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhr, dengan frekuensi diare 3-4 kali
perhari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Entrostop. Selain itu, pasien

21
mengeluh perut terasa kembung, fasenya ada darahnya, fasenya tidak mengandung
lendir, feses cai, da nada ampasnya

Objective :

Ada beberapa Parameter yang bermasalah pada Pasien sebagai berikut :

Parameter Normal Nilai Keterangan


WBC (white 7,5 ± 3,5 (X 11,66 (x Tinggi
blood cell) / 109/L) 109/L)
Leukosit
LED <6, < 10 14 – 29 Tinggi
(Mm/ jam) (Mm/ jam)
Asam Urat 3,4 -7 ( 8,5 ( mg/dl) Tinggi
mg/dl)
Kolestrol <200 (mg/dl) 283 (mg/dl) Tinggi
Total
TG < 195 (mg/dl) 212 (mg/dl) Tinggi
(Trigliserida)
LDL <77,3 155,4 ( Borderline
(mg/dl) mg/dl)

Dari data di atas berdasarkan parameter WBC/ Sel darah putih yang tinggi menandakan
bahwa adanya infeksi pada tubuh sehingga leukosit berjumlah lebih dari pada yang normal.
jumlah leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan jumlah benda
asing yang dihadapi dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi tubuh tanpa
menimbulkan gangguan fungsi (Sadikin, 2002)

Parameter LED digunakan untuk mendapat gambaran adanya inflamasi dan/atau


kerusakan jaringan, tetapi tidak spesifik penyakit tertentu (MacKenzie,2010). Dengan
parameter ini pasien pada kasus ini mengalami inflamasi karena nilai LED pada pasien
adalah 14-29 (Mm/jam)

Parameter Asam Urat yaitu untuk mengetahui kadar asam urat pada manusia. Biasanya
akan terjadi penumpukan zat purin. Akibatnya, asam urat akan ikut menumpuk. Hal ini
menimbulka risiko penyakit asam urat (Noviyanti, 2015). Parameter Asam Urat pada

22
pasien tersebut menunjukkan angka melebihi nilai normal yang artinya adanya
penumpukan asam urat

Parameter Kolesterol adalah parameter untuk menentukan bagaimana kadar lemak pada
tubuh pasien, kolesterol mempunyai komponen dalam membentuk lemak dan komponen
tersebut terdapat zat seperti Trigliserida, Fosfolipid dan asam lemak bebas(Mumpuni
&Wulandari.2011). Yang artinya nilai Trigliserida dan LDL termasuk disini. Kadar
kolesterol tinggi berpotensi pada tekanan darah tinggi karena penumpukan lemak pada
pembuluh darah mempersempit aliran darah dan beresiko pada penyakit hipertensi dan
gagal jantung(Akuyam S. 2009)

Akan tetapi Paremeter lain menunjukkan seperti berikut :

Tanda-tanda
20/4 21/4 Keterangan
Vital

Tekanan darah 110/70 120/80 Normal

Nadi 80 88 Normal

Dengan begini Terapi berhubungan dengan kolesterol dapat ditunda dan dilanjutkan
setelah terapi, jika terapi/treatment mempunyai kontraindikasi dengan treatment LDL.
Atau mungkin memiliki riwayat terapi untuk LDL

Assesment :

Pasien Tn NW telah melakukan endoskopi atas dan bawah dan dinyatakan Gastric
Ulcer(GU) , Hasil diagnose GU di dukul dari LED pada table objective . Hasil H.pylori di
nyatakan positif di dukung dengan data leukosit meningkat . pasien sebelumnya
mengkonsumsi Jamu dengan “acetaminophen (NSAID). Pasien mendapat pengobatan
seperti berikut :

 Na diklofenak (Antiinflamasi)
 Ziloric (Menurunkan asam urat)
 Lipitor (Antikolesterol)
 Entrostop (Antidiare)

23
Menurut Guideline “ACG 2009 guideline for prevention of nonsteroidal anti-
inflammatory agent” Penggunaan NSAID/OAINS seharusnya dihentikan saat melakukan
terapi akan tetapi bisa menggunakan NSAID jika terpaksa dengan syarat :

- Menggunakan Acetaminophen atau nonacetylated salicylates jika


memungkinkan
- Mengunakan Dosis terendah NSAID yang mempunyai efek dan mengubahnya
ke NSAID yang mempunyai toksisitas kecil seperti NSAID terbaru atau COX-2 Inhibitor

Na Diklofenak mempunyai kelebihan yaitu kemampuannya untuk memblokir isoenzim


cyclooxygenase-2 (COX-2) 10 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan OAINS lain.
Hal ini menyebabkan berkurangnya insiden gangguan gastrointestinal, tukak lambung, dan
perdarahan gastrointestinal. (Haris,RC.2006)

Zyloric merupakan obat untuk Asam urat dengan kandungan allopurinol, menurut
“drugs.com” allopurinol memiliki efek samping berupa diare saat digunakan, akan tetapi
efek samping ini jarang di temukan

Lipitor merupakan obat untuk mengurangi kadar kolesterol(LDL) yang mengandung


Atorvastatin. Atorvastatin memiliki interaksi dengan agent PPI dimana atorvastatin
meningkat konsentrasinya dalam plasma. Mekanismenya adalah penghambatan kompetitif
P-glikoprotein pada usus dan meningkatkan konsentrasi atorvastatin. Dan kondisi lainya
(Minor) yaitu menghambat kompetitif pada enzym CYP450 3A4. Adanya gejala ketika
mengkonsumsinya bersamaan seperti kelelahan, nyeri dada ringan, nafas pendek (Sipe BE.
2003). Obat dapat di berikan akan tetapi harus melakukan monitoring terhadap efek
samping

Entrostop merupakan obat antidiare yang mengandung attalpugite. Attalpugite


memiliki interaksi dengan allopurinol dimana interaksinya adalah attapulgite mengurangi
absorpsi allopurinol dan menurunkan efek terapi allopurinol (Weissman I.1987)

Berdasarkan FIR Pada kasus ini pasien belum mendapat terapi PPI dan Eradikasi. Pasie
juga mengkonsumsi makanan pedas,

DRP (Drug Related Problem)

24
Obat bermasalah adalah pasien sebelumnya mengkonsumsi jamu dengan
Acetaminophen dimana menurut Guideline ACG 2009 NSAID dapat menstimulasi
terjadinya Ulcer pada lambung.

a. Acetaminophen akan membuat efek NSAID pada GU menjadi dua kali lipat ketika
digunakan juga dengan Na diclofenac
b. Zylorc memiliki efek samping diarrhea dan pasien mengalami diare.
c. Lipitor memiliki interaksi dengan agent PPI dimana antara PPI dan Lipitor
berkopetisi mengikat P-glikoprotein.
d. Entrostop dengan kandungan Attalpugite berinteraksi dengan Allopurinol yang
menurunkan absorbs dari allopurinol

Plan :

- Melakukan terapi PPI (Omeprazole) selama 2Bulan


- Melakukan Terapi Eradikasi H.Pylori menggunakan PMC250
- Penggunaan Na diclofenac di teruskan seiringan dengan terapi PPI
- Penghentian Na diclofenac ketika nyeri sudah hilang
- Penghentian penggunaan Jamu dengan acetaminophen
- Penggunaan Zyloric digunakan 1-2 jam setelah penggunaan entrostop
- Penggunaan Lipitor di teruskan
- Melakukan Endoskopi kembali setelah terapi Eradikasi

Monitoring

- Monitoring Rasa nyeri


- Monitoring Kolesterol. TG, LDL
- Monitoring efek samping interaksi antara Lipitor dengan terapi PPI
- Monitoring Asam urat
- Monitoring Tukak pada lambung

25
DAFTARPUSTAKA

Alldredge,et al., 2013.Koda-Kimble & Youngs. Applied Therapeutics The Clinical Use of
Drug. Lippincott Williams & Wilkins, Awolters Kluwer Busines

Akuyam S, Aghogho U, Aliyu, Bakari A. 2009. Serum total cholesterol in hypertensive


Northern Nigerians. Int J of Med and Med Sci

Berardy, R.R, dan Lynda, S.W., 2005, Peptic Ulcer Disease dalam Pharmacotherapy a
Phatophysiologic Approach, Sixth Edition, McGrawHill, Medical Publishing Division
by The McGra-Hill Companies
Dipiro, J.T., et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach, Seven Edition.The
McGraw-Hill Companies, Inc
Frank L. Lanza .2009.ACG Guideline for Prevention of Nonsteroidal Anti-Inflammatory
Agent. The American Journal of GASTROENTEROLOGY

Habeeb, A., et all. Peptic Ulcer Disease: Descriptive Epidemiology, Risk Factors, Management
and Prevention. India: SMGroup. 2019
Harris RC. 2006. COX-2 and the Kidney. Journals of Cardiovascular Pharmacology.

Jaya dan Dwicandra. 2017. Modul Praktikum Farmakoterapi II (Penyakit Sistem Pencernaan,
Saluran Pernapasan dan Infeksi). Denpasar: Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada
Bali.
Lacy, C. F., Armstrong, L., Golgman, M. P., Lance, L. L., 2008, Drug Information Handbook,
17th ed., Lexi-Copm Inc., New York
MacKenzie SB, Williams JL. 2010. Hematology procedures. Clinical laboratory hematology.
2nd ed. New Jersey: Pearson;

Mumpuni Y., Wulandari A., 2011. Cara Jitu Mengtasi Kolesterol. Yogyakarta: Andi

Noviyanti,2015.Hidup Sehat Tanpa Asam Urat.Yogyakarta;Notebook

Sadikin, Muhammad, 2002, Biokimia Darah., Jakarta, Widia Medika

Sipe BE, Jones RJ, Bokhart GH .2003."Rhabdomyolysis Causing AV Blockade Due to


Possible Atorvastatin, Esomeprazole, and Clarithromycin Interaction." Ann
Pharmacother
Tarigan, P. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1 Ed. 3 Sirosis Hati. Jakarta: Balai Penerbit
FKU

Weissman I, Krivoy N "Interaction of aluminum hydroxide and allopurinol in patients on


chronic hemodialysis." Ann Intern Med

Anda mungkin juga menyukai