FARMAKOTERAPI II
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
I. TUJUAN...........................................................................................................1
V. KESIMPULAN ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
i
ii
PRAKTIKUM III
PEPTIC ULCER DISEASE / TUKAK LAMBUNG
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi PUD
2. Mengetahui klasifikasi PUD
3. Mengetahui patofisiologi PUD
4. Mengetahui tatalaksana PUD (Farmakologi dan Non-Farmakologi)
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait PUD secara mandiri dengan menggunakan metode
SOAP
1
Gambar 1. Lokasi gastric ulcer dan duodenal ulcer (Dipiro, J.T., et al. 200
2.2 ETIOLOGI
Perkiraan 95% tukak duodenum dan 70% tukak lambung disebabkan oleh H.pylori.
sekitar 14%-25% ulkus lambung dan duodenum ditemukan terkait dengan penggunaan
NSAID. Data interaksi dan uji coba secara acak dengan NSAID dan H. Pylori terapi
eradikasi mengungkapkan bahwa efek ulkus dari kedua faktor risiko tersebut bersifat
kumulatif. Namun, interaksi potensial mereka dalam induksi penyakit maag tetap tidak
teridentifikasi. Pemberantasan H. Pylori tidak mengurangi tingkat kekambuhan ulkus
pada pengguna NSAID jangka panjang yang ada. PUD memiliki jalur penyakit
multifactorial yang sebagian besar diatur oleh ketidakseimbangan asam dan rendah
pertahanan mukosa yang mengarah ke peradangan. Ini diwakili oleh hiperseksi
hidroklorik asam dan pepsin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara faktor
luminal lambung dan degradasi pada fungsi defesif dari penghalang mukosa lambung
seperti lendir, sekresi bikarbonat, mukosa aliran darah, dan pertahanan sel epitel. Pada
invasi asam dan pepsin melalui urea yang melemah penghalang mukosa menyebabkan
pelepasan histamine. Histamine merangsang sel parietal untuk mengeluarkan lebih
banyak asam. Dengan kelanjutan dari siklus ini menghasilkan erosi untuk membentuk
tukak lambung (Habeeb, H. et all., 2019).
2
2.3 FAKTOR RESIKO
Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan resiko tinggi Peptic Ulcer
Disease (PUD) antara lain (Dipiro, 2008):
a. Adanya infeksi H.pylori, hanya 20 % dari pasien yang terinfeksi H.pylori berkembang
menjadi gejala PUD
b. Penggunaan obat NSAID
c. Merokok, dapat menyebabkan penundaan waktu pengosongan lambung,
menghambah sekresi bikarbonat dari pancreas dan pemicu dari duodenogastric reflux.
d. Faktor psikologi (stress)
e. Faktor makanan dan minuman, sering mengkonsumsi kafein, susu, alcohol dan
makanan pedas dapat memicu terjadinya PUD
2.4 PATOFISIOLOGI
Keseimbangan antara sekresi asam lambung dan pertahanan mukosa
gastroduodenal ada pada individu sehat. Ulkus peptik terjadi bila keseimbangan antara
faktor agresif (asam lambung, pepsin, garam empedu, H. pylori, dan NSAID) dan
mekanisme defensif mukosa (aliran darah mukosa, lendir, sekresi bicarbonat mukosa,
restitusi sel mukosa, dan pembaharuan sel epitel) terjadi gangguan. Pepsin adalah
kofaktor penting yang berperan dalam aktivitas proteolitik yang terlibat dalam
pembentukan ulkus. Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa melindungi mukosa
gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya (Alldredge et al., 2013).
Pepsinogen merupakan prekursor tidak aktif dari pepsin yang disekresi utama oleh sel
fundus lambung. Pepsin diaktivasi pada pH asam (optimal pH 1,8-3,5) dan dikembalikan
menjadi aktif pada pH 4 kemudian akan rusak pada pH 7 (Dipiro et al., 2009).
Asam lambung disekresikan oleh sel parietal, yang mengandung reseptor untuk
histamin, gastrin, dan asetilkolin. Asam (dan juga infeksi H. pylori dan penggunaan
NSAID) adalah faktor independen yang berkontribusi terhadap terganggunya integritas
mukosa. Peningkatan sekresi asam telah diamati pada pasien dengan ulkus duodenum
dan mungkin merupakan konsekuensi dari infeksi H. pylori (Dipiro et al., 2009). Ketika
faktor agresif mengubah mekanisme pertahanan mukosa, difusi kembali ion hidrogen
terjadi bersamaan dengan cedera mukosa. H. pylori dan NSAID menyebabkan perubahan
pertahanan mukosa dengan mekanisme yang berbeda dan merupakan faktor penting
dalam pembentukan tukak lambung (Alldredge et al., 2013).
3
Pelepasan asetilkolin, gastrin dan histamin dapat dipicu oleh stress dan makanan,
yang dimana asetilkolin, gastrin dan histamin akan berikatan dengan reseptornya,
sehingga dapat mengaktifkan pompa H+ /K+ ATPase dan akan mensekresikan asam (H+)
ke lumen lambung, kemudian H+ akan berikatan dengan Cl- sehingga membentuk asam
lambung (HCl). Sekresi asam dibawah pengaturan basal, sekresi asam bervariasi sesuai
dengan waktu dan keadaan psikologis individu, usia, jenis kelamin, dan status kesehatan.
Basal Acid Output (BAO) mengikuti ritme sirkadian yaitu terjadi sekresi asam tertinggi
terjadi pada malam hari dan terendah di pagi hari., Maximal Acid Output (MAO) dan
adanya stimulasi dari makanan. Ketiga faktor tersebut berbeda tiap individu dalam
mempengaruhi sekresi asam tergantung status psikologis, umur, jenis kelamin dan status
kesehatan. Peningkatan rasio antara BAO:MAO hipersekresi basal pada pasien ZES
(Dipiro et al., 2009).
Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa (sekresi lendir dan bikarbonat,
pertahanan sel epitel intrinsik, dan aliran darah mukosa) melindungi mukosa
gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya. Sifat kental dan pH netral dari
penghalang lendir bikarbonat melindungi perut dari kandungan asam lumen lambung.
Sebagian besar Gastric Ulcer terjadi karena asam lambung dan pepsin, H.pylori
(Helicobacter Pylori), NSAID, atau faktor lain yang mengganggu pertahanan mukosa
normal dan mengganggu proses penyembuhan. Hipersekresi asam merupakan faktor
independen yang memberikan kontribusi terhadap gangguan integritas mukosa.
Helicobacter pylori di dalam lambung memproduksi enzim urease yang
menghidrolisis urea dalam asam lambung serta mengonversi menjadi keammonia dan
karbondioksida. Efek yang dihasilkan dapat menciptakan lingkungan mikro yang netral
dalam dan sekitar lambung. Hal itu bertujuan untuk melindungi H. pylori dari efek asam
lambung yang mematikan sehingga H. pylori dapat hidup bebas pada suasana asam.
Bakteri ini juga menghasilkan protein yang menghambat asam yang berfungsi untuk
beradaptasi dalam pH rendah (Berardi dan Lynda, 2008). Secara umum, ada 3
mekanisme infeksi bakteri H. pylori yang menyebabkan tukak lambung. Pertama, H.
pylori menginfeksi bagian bawah lambung antrum. Kedua, setelah infeksi akan terjadi
peradangan bakteri yang mengakibatkan peradangan lendir lambung (gastritis), peristiwa
ini seringkali terjadi tanpa penampakan gejala (asimptomotik). Ketiga, terjadinya
peradangan dapat berimplikasi terjadinya tukak lambung atau usus 12 jari. Hal ini dapat
terjadi komplikasi akut, yaitu luka dengan pendarahan dan luka berlubang.
4
Penggunaan obat golongan NSAID nonselektif, misalnya aspirin dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa lambung oleh dua mekanisme penting: (a)
iritasi langsung atau topikal pada epitel gastrik dan (b) penghambatan sistemik sintesis
prostaglandin mukosa endogen. Meskipun cedera awal diawali secara topikal oleh sifat
asam dari banyak NSAID, penghambatan sistemik prostaglandin protektif memainkan
peran utama dalam perkembangan tukak lambung. Siklooksigenase (COX) adalah enzim
pembatas laju dalam konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin dan dihambat oleh
NSAID (Dipiro et al., 2009).
Pada pasien DU biasanya sekresi asam meningkat dimana sekitar 2/3 kasus tukak
lambung akibat dari infeksi H.pylori, sedangkan pasien dengan GU ringan biasanya
memiliki tingkat sekresi asam normal atau berkurang dapat terjadi dimana saja diperut,
meskipun sebagian besar terletak di lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa
lambung bagian antral.
2.5 PENATALAKSANAKAN
Tujuan terapi untuk menangani PUD pada orang dewasa bergantung pada ulkus
berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan perawatan berbeda
tergantung ulkus baru atau berulang/kambuhan dan ada atau tidaknya komplikasi yang
terjadi. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan gejala ulkus, menyembuhkan ulkus,
mencegah kambuh berulang, dan mengurangi komplikasi ulkus. Tujuan terapi pada
pasien dengan ulkus yang disebabkan oleh NSAID adalah menyembuhkan ulkus secepat
mungkin. Pasien yang berisiko tinggi terkena ulkus NSAID harus menerima terapi
profilaksis atau beralih ke inhibitor COX-2 (jika ada) untuk mengurangi risiko maag dan
komplikasi terkait. Bila memungkinkan, rejimen obat dengan biaya paling efektif harus
digunakan (Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,
Kradjan, W.A., et al., 2013; Dipiro, J.T., et al. 2008).
1. Terapi Farmakologi
Tujuan terapeutik untuk mengobati PUD pada orang dewasa bergantung pada
apakah ulkus berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan
perawatan mungkin berbeda tergantung apakah ulkus itu awal atau berulang dan apakah
komplikasi telah terjadi. Seluruh terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat ulkus,
mengobati ulkus, mencegah kekambuhan dan menurunkan resiko komplikasi akibat
peptik ulkus. Tujuan terapi pada pasien ulkus dengan infeksi H.pylori adalah untuk
mengeradikasi bakteri H.pylori dan menyembuhkan ulkus. Kesuksesan eradikasi sangat
5
menentukan proses penyembuhan ulkus selanjutnya dan dapat mengurangi resiko
kekambuhan sebesar ±10%. Tujuan terapi pada pasien peptik ulkus akibat penggunaan
NSAID adalah untuk menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Bila memungkinkan,
rejimen obat dengan biaya paling efektif harus digunakan (Alldredge et al., 2013).
Dalam penatalaksaan PUD, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan endoskopi
untuk penegakan diagnosa PUD pada pasien yang memperlihatkan alarm sign. Tahapan
awal penatalaksanaan PUD berdasarkan lokasi tukak dapat dibagi menjadi
penatalaksanaan terhadap Gastric Ulcer (GU) dan Duodenal Ulcer (DU) dapat dilihat
pada bagan berikut:
6
Gambar 2.3. Penatalaksanaan Duodenal Ulcer
7
Terapi Farmakologi PUD yang Tidak Disebabkan oleh H.pylori.
Sebuah penelitian sytematic review yang membandingkan terapi menggunakan PPI
(omeprazole) vs H2RA (Ranitidine), yang hasilnya terdapat perbedaan signifikan dimana
PPI (Omeprazole) memiliki efek yang lebih baik untuk terapi Gastric Ulcer jika
dibandingkan dengan H2RA (Ranitidine) (RR 0.32; 95% CI 0.17 to 0.62). Untuk terapi
Duodenal Ulcer terdapat perbedaan signifikan dimana PPI (Omeprazole) memiliki efek
yang lebih baik jika dibandingkan dengan H2RA (Ranitidine) (RR 0.11; 95% CI 0.01 to
0.89) (Rostom, et al., 2011).
8
a. Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara
berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel
pariental lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka akan dihasilkan asam.
Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan reseptor digantikan dengan
obat-obat ini, maka asam tidak akan dihasilkan. Efek samping obat golongan ini
yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and
Lynda, 2005 dalam Putri, 2010).
c. Sulkrafat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis protein
mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi
dan ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain
menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga memiliki efek
sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor
pertumbuhan epidermal (Parischa dan Hoogerwefh, 2008 dalam Putri 2010). Dosis
sulkrafat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang sering
dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Berardy dan Lynda, 2005
dalam Putri, 2010).
9
d. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein pada
dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam. Dosis obat 2 x
2 tablet sehari. Efek samping, berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan
dengan pendarahan (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).
e. Analog Prostaglandin (Misoprostol)
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus,
sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya digunakan
sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan NSAID.
Dosis 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual,
muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada
wanita yang bakal hamil (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).
f. Antasida
Penggunaan antasida yakni untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat dispepsia.
Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang
mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan aluminium
menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh
sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali
sehari malam dan sebelum tidur). Efek samping diare, berinteraksi dengan obat
digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin (Tarigan, 2001 dalam Putri, 2010).
2. Terapi Non-Farmakologi
1. Modifikasi gaya hidup termasuk mengurangi stress, karena stres menyebabkan
sekresi asam dalam lambung meningkat.
2. Apabila pasien dengan PUD menggunakan NSAID harus dihentikan
penggunaanya (termasuk aspirin). Jika memungkinkan pasien dapat
menggunakan terapi alternatif seperti acetaminophen, a non-acetylated
salicylate (e.g.,salsalate), atau COX-2 selective inhibitor.
3. Mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok karena dapat mengganggu
penyembuhan luka atau ulkus.
4. Menghindari makanan pedas. Makan makanan secara teratur membantu
mengurangi konsentrasi asam dalam perut. Sebuah makanan kecil sebelum tidur
10
dapat meredakan rasa sakit yang dialami oleh ulkus peptikum pasien. Pasien
juga disaran untuk tidak makan secara berlebihan atau menghindari makanan
berat karena isi lambung yang tinggi memicu sekresi asam.
5. Makan makanan dengan kalori rendah.
6. Dianjurkan mempertahankan diet yang tepat dan menghindari makanan atau
minuman yang mempengaruhi mukosa lambung seperti kopi, teh, cola, dan
alkohol.
11
III. STUDI KASUS
Tn NW MRS (UGD) 20 Agustus 2019, sore hari ini Usia pasien 59 tahun. Riwayat
penyakit terdahulu Nyeri bagian kaki dan bengkak, Hiperurisemia,Dislipidemia dengan
dengan riwayat pengobatan terdahulu Na Diklofenak, Ziloric, Liptor, Tidak ada riwayat
alergi obat. Pada pasien dilakukan pemeriksaan endoskopi atas dan bawah. Pemakian
Obat di Rumah Sakit adalah sebagai berikut
Pasien Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhr, dengan frekuensi diare 3-4
kali perhari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Entrostop. Selain itu, pasien
mengeluh perut terasa kembung, fasenya ada darahnya, fasenya tidak mengandung
lendir, feses cai, da nada ampasnya.
Hasil Pemeriksaan
Parameter Keterangan
20/8 21/4
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 120/80 Normal
Nilai Hasil
Parameter Nilai Normal Keterangan
Pemeriksaan (14/8)
12
Kreatinin 0,6-1,1 (mg/dL) 0,87 (mg/dL) Normal
Dif :
Eo 1–2% -
Ba 0–1% -
Stab 3–5% 4% Stab. Dbn
Seg 54 – 66 % 82 % Seg. Tinggi
Lym 25 – 33 % 12 % Lym.
Mo 3–7% 2% Rendah
Mo. dbn.
13
1V. SOAP dan Pembahasan
4.1 SOAP
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn / Ny NW
Tinggi badan : -
Berat badan :-
Presenting Complaint : Pasien diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan
frekuensi diare 3-4 kali per hari. Pasien juga mengeluh perut terasa kembung, fesesnya
ada darahnya, feses tidak mengandung lender, feses cair da nada ampasnya
Diagnosa banding :
14
Drug Allergies: tidak ada alergi
Nadi 80 88 Normal
RR - - -
Endoskopi 18 - Normal
LABORATORY TEST
15
LDL <77,3 (mg/dl) 155,4 ( mg/dl) Borderline
Gula Puasa 59 – 150 (mg/dl) 81 (mg/dl) Normal
Gula 2 jam PP < 125 (mg/dl) 118 (mg/dl) Normal
Dif :
Eo 1-2 % -
Ba 0-1% -
Stab 3-5 % 4% Stab . dbn
Seg 54-66 % 82% Seg . Tinggi
Lym 25-33 % 12% Lym. Rendah
Mo 3-7 % 2% Mo. dbn
16
Medication
50 mg
Dosis awal 10 mg
40 mg
3. Lipitor Antikolesterol Dosis maksimum
1x1 malam hari
80 mg
17
Untuk mengetahui terapi yang tepat
-
Untuk dapat memberika terapi yang
akan diberikan pada pasien
Jawaban pertanyaan :
Apakah pasien memiliki riwayat
5. Pasien memiliki riwayat
stress dan merokok?
mengkonsumsi makanan pedas dan
pasien tidak merokok
Medical Pharmaceutical
18
2 Ziloric 2.M1.1 Obat tidak efektif atau
pengobatan gagal
5 5
Pharmaceutical problem
Subjective ( symptom )
Pasien diare selama kurang lebih 2 minggu terakhir, dengan frekuensi diare 3-4 kali per
hari. Pasien juga mengeluh perut terasa kembung, fesesnya ada darahnya, feses tidak
mengandung lender, feses cair da nada ampasnya
Objective ( signs )
19
Tanda-tanda Vital 20/4 21/4 Keterangan
Nadi 80 88 Normal
RR - - -
Pasien mengkonsumsi Ziloric : M1.1 Obat tidak efektif atau pengobatan gagal
Pasien masih merasa nyeri : M2.1 Pasien menderita ROTD bukan alergi
20
Melakukan terapi PPI (Omeprazole) selama 2Bulan
Melakukan Terapi Eradikasi H.Pylori menggunakan PMC250
Penggunaan Na diclofenac di teruskan seiringan dengan terapi PPI
Penghentian Na diclofenac ketika nyeri sudah hilang
Penghentian penggunaan Jamu dengan acetaminophen
Penggunaan Zyloric digunakan 1-2 jam setelah penggunaan entrostop
Penggunaan Lipitor di teruskan
Melakukan Endoskopi kembali setelah terapi Eradikasi
Monitoring
4.2 Pembahasan
Pada Pratikum ke-III Farmakoterapi tentang PUD mempunyai kasus yaitu , Tn NW
MRS (UGD) 20 Agustus 2019, sore hari ini Usia pasien 59 tahun. Riwayat penyakit
terdahulu Nyeri bagian kaki dan bengkak, Hiperurisemia,Dislipidemia dengan dengan
riwayat pengobatan terdahulu Na Diklofenak, Ziloric, Liptor, Tidak ada riwayat alergi
obat. Pada pasien dilakukan pemeriksaan endoskopi atas dan bawah.
Pasien Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhr, dengan frekuensi diare 3-4 kali
perhari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Entrostop. Selain itu, pasien
mengeluh perut terasa kembung, fasenya ada darahnya, fasenya tidak mengandung lendir,
feses cair, dan ada ampasnya. Ada catatan bahwa pasien mengkonsumsi jamu dengan
“acetaminophen”
Subjective :
Pasien Diare selama kurang lebih 2 minggu terakhr, dengan frekuensi diare 3-4 kali
perhari. Untuk mengatasi diare tersebut, pasien minum Entrostop. Selain itu, pasien
21
mengeluh perut terasa kembung, fasenya ada darahnya, fasenya tidak mengandung
lendir, feses cai, da nada ampasnya
Objective :
Dari data di atas berdasarkan parameter WBC/ Sel darah putih yang tinggi menandakan
bahwa adanya infeksi pada tubuh sehingga leukosit berjumlah lebih dari pada yang normal.
jumlah leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan jumlah benda
asing yang dihadapi dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi tubuh tanpa
menimbulkan gangguan fungsi (Sadikin, 2002)
Parameter Asam Urat yaitu untuk mengetahui kadar asam urat pada manusia. Biasanya
akan terjadi penumpukan zat purin. Akibatnya, asam urat akan ikut menumpuk. Hal ini
menimbulka risiko penyakit asam urat (Noviyanti, 2015). Parameter Asam Urat pada
22
pasien tersebut menunjukkan angka melebihi nilai normal yang artinya adanya
penumpukan asam urat
Parameter Kolesterol adalah parameter untuk menentukan bagaimana kadar lemak pada
tubuh pasien, kolesterol mempunyai komponen dalam membentuk lemak dan komponen
tersebut terdapat zat seperti Trigliserida, Fosfolipid dan asam lemak bebas(Mumpuni
&Wulandari.2011). Yang artinya nilai Trigliserida dan LDL termasuk disini. Kadar
kolesterol tinggi berpotensi pada tekanan darah tinggi karena penumpukan lemak pada
pembuluh darah mempersempit aliran darah dan beresiko pada penyakit hipertensi dan
gagal jantung(Akuyam S. 2009)
Tanda-tanda
20/4 21/4 Keterangan
Vital
Nadi 80 88 Normal
Dengan begini Terapi berhubungan dengan kolesterol dapat ditunda dan dilanjutkan
setelah terapi, jika terapi/treatment mempunyai kontraindikasi dengan treatment LDL.
Atau mungkin memiliki riwayat terapi untuk LDL
Assesment :
Pasien Tn NW telah melakukan endoskopi atas dan bawah dan dinyatakan Gastric
Ulcer(GU) , Hasil diagnose GU di dukul dari LED pada table objective . Hasil H.pylori di
nyatakan positif di dukung dengan data leukosit meningkat . pasien sebelumnya
mengkonsumsi Jamu dengan “acetaminophen (NSAID). Pasien mendapat pengobatan
seperti berikut :
Na diklofenak (Antiinflamasi)
Ziloric (Menurunkan asam urat)
Lipitor (Antikolesterol)
Entrostop (Antidiare)
23
Menurut Guideline “ACG 2009 guideline for prevention of nonsteroidal anti-
inflammatory agent” Penggunaan NSAID/OAINS seharusnya dihentikan saat melakukan
terapi akan tetapi bisa menggunakan NSAID jika terpaksa dengan syarat :
Zyloric merupakan obat untuk Asam urat dengan kandungan allopurinol, menurut
“drugs.com” allopurinol memiliki efek samping berupa diare saat digunakan, akan tetapi
efek samping ini jarang di temukan
Berdasarkan FIR Pada kasus ini pasien belum mendapat terapi PPI dan Eradikasi. Pasie
juga mengkonsumsi makanan pedas,
24
Obat bermasalah adalah pasien sebelumnya mengkonsumsi jamu dengan
Acetaminophen dimana menurut Guideline ACG 2009 NSAID dapat menstimulasi
terjadinya Ulcer pada lambung.
a. Acetaminophen akan membuat efek NSAID pada GU menjadi dua kali lipat ketika
digunakan juga dengan Na diclofenac
b. Zylorc memiliki efek samping diarrhea dan pasien mengalami diare.
c. Lipitor memiliki interaksi dengan agent PPI dimana antara PPI dan Lipitor
berkopetisi mengikat P-glikoprotein.
d. Entrostop dengan kandungan Attalpugite berinteraksi dengan Allopurinol yang
menurunkan absorbs dari allopurinol
Plan :
Monitoring
25
DAFTARPUSTAKA
Alldredge,et al., 2013.Koda-Kimble & Youngs. Applied Therapeutics The Clinical Use of
Drug. Lippincott Williams & Wilkins, Awolters Kluwer Busines
Berardy, R.R, dan Lynda, S.W., 2005, Peptic Ulcer Disease dalam Pharmacotherapy a
Phatophysiologic Approach, Sixth Edition, McGrawHill, Medical Publishing Division
by The McGra-Hill Companies
Dipiro, J.T., et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach, Seven Edition.The
McGraw-Hill Companies, Inc
Frank L. Lanza .2009.ACG Guideline for Prevention of Nonsteroidal Anti-Inflammatory
Agent. The American Journal of GASTROENTEROLOGY
Habeeb, A., et all. Peptic Ulcer Disease: Descriptive Epidemiology, Risk Factors, Management
and Prevention. India: SMGroup. 2019
Harris RC. 2006. COX-2 and the Kidney. Journals of Cardiovascular Pharmacology.
Jaya dan Dwicandra. 2017. Modul Praktikum Farmakoterapi II (Penyakit Sistem Pencernaan,
Saluran Pernapasan dan Infeksi). Denpasar: Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada
Bali.
Lacy, C. F., Armstrong, L., Golgman, M. P., Lance, L. L., 2008, Drug Information Handbook,
17th ed., Lexi-Copm Inc., New York
MacKenzie SB, Williams JL. 2010. Hematology procedures. Clinical laboratory hematology.
2nd ed. New Jersey: Pearson;
Mumpuni Y., Wulandari A., 2011. Cara Jitu Mengtasi Kolesterol. Yogyakarta: Andi