Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FARMAKOLOGI PEPTIC ULCER

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 11:

MAYA AMELIA (142012018066)

NI’MATUL KHOIRIYAH (142012018071)

RAHAYU RAHMATIKA (142012018076)

REZALADY SURATAMA (142012018079)

DOSEN PENGAMPU :

DWI AULIA RAMDINI, M.Farm., Apt

PRODI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH

PRINGSEWU LAMUNG

TP 2018/2019
1. DEFINISI DAN PREVALENSI PENYAKIT PEPTIC ULCER
1.1 Definisi

PUD (Peptic Ulcer Desiace) merupakan salah satu kelainan ulceratif


padasaluran cerna bagian atas yang membutuhkanasam dan pepsin
untukpembentukan nya.

PUD kronis berbeda dari erosi dan gastritis dimana PUD kronis merusak ke
mukosa lebih dalam sampai ke mukosa muskularis. Hal ini terjadi karna faktor
agresif (asam lambung, pepsin,dan infeksi H. pylori) lebih dominan dari pada
faktor independen pelindung mukosa (prostaglandin, gastric mucus, bikarbonat
dan aliran darah mukosa).

Tiga penyebab umum dari PUD yaitu helycobacter pylori (100%


menyebabkan Duodenal Ulcer dan 80% menyebabkan Gastric Ulcer), obat anti
inflamasi non steroid (NSAID), dan Stres ulcer yaitu stres yang berhubungan
dengan kerusakan mukosa (Stress-releted mucosal damagel SRMD) (Reni
Besyanita.,2011)

PUD dibagi menjadi 2 berdasarkan letak ulcer:

a. Gastric ulcer :
 Tukak pada lambung.
 80% kasus berhubungan dengan infeksi H. pylori dan penggunaan
NSAIDs pada pasien dengan gastric ulcer biasanya sekresi asam
normal atau berkurang.
b. Duodenal ulcer :
 Tukak yang terjadi pada usus halus.
 100% kasus berhubungan dengan infeksi bakteri H. pylori.
Kemungkinan infeksi H. pylori menyebabkan meningkatkan sekresi
asam yang diamati pada pasien dengan duodenal ulcer.
1.2 Prevelensi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika, PUD (peptic ulcer


disease) mempengaruhi sekitar 4,5 jutaorang prevalensi tukak lambung pada
laki-laki adalah 11-14% dan pada wanita adalah 8-11% (Ahmad dan Katz.,2011)

Di dunia, inside tukak lambung sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk
setiap tahun. Insiden tukak lambung di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari
jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi tukak lambung yang dikonfirmasi
melalui endoskopis pada populasi si Shanghai sekitar 17,2% yang secara
subsitanstial lebih tinggi dari populasi yang di barat berkisaran 4,1% dan bersifat
asimptomatik (Zhaoshen et at.,2014).

Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Dapertemen Kesehatan RI


angka kejadian tukak lambung di beberapa kota di indonesia yang tertinggi
mencapai 91,6% yaitu kota Medan, lalu di beberapa kota lain seperti
Surabaya31,2%, Denpasar46%, Bandung 32,5%, Jakarta 50%, Palembang
35,3%, Aceh 31,7%dan Pontianak 31,2% (Karwati et al.,2013).

Tukak lambung merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran


gastrointestinal dengan penyabab paling besar karena infeksi Helicobacter pylori
yaitu sebesar 70% (Wanmacher, 2011). Tukak lambung disebabkan karena
penggunaan obat NSAID (Non Steroid Anti Inflamatory Drugs) yang dapat
mengganggu peresapan mukosa, menghancurkan dan menyebabkan kerusakan
mukosa (Ahmad dan Katz.,2011).

Terapi penggunaan obat ditunjukkan untuk meningkatkan kualitas atau


mempertahankan hidup pasien.. Terdapat hal yang dapat disangkal dalam
pemberian obat yaitu kemungkinan terjadinya hasil pengobatan tidak seperti
yang diharapkan (Ahmad dan Katz.,2011).

2. PATOFISIOLOGI PENYAKIT

Pada individu yang sehat terdapat keseimbangan fisiologi antara sekresi asam
lambung dan pertahanan mukosa saluran cerna. Sebaliknya pada PUD terdapat
gangguan keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung, pepsin, garam empedu,
H. pylori, dan NSAID) dan mekanisme defensif mukosa resitusi, dan pembaruan sel
eoitel).
Berikut ini adalah faktor fisiologi terkait patofisiologi PUD :

2.1 Asam lambung dan pepsin


2.1.1 Pada Gastric ulcer

Bahan iritan akan menimbulkam defek mukosa barier dan terjadi difusi baik
ion H+, Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung,
timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembunuh kapiler, kerusakan
mukosa lambung, gastritis akut/kronik, dan tukak gester.

Plasma membran sel epitel-epitel labung terdiri dari lapisan-lapisan lipid


bersifat pendukung mukosa barier. Dalam faktor asam lambung termasuk faktor
genetik, yaitu seseorang mempunyai massa sel parietal yang besar. Tukak gaster
yang letaknya dekat pylorus atau dijumpai bersama dengan tukak duodeni
biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinya pada tempat lain
dilambung biasanya disertai hiposekresi asam.

2.1.2 Pada Deodenum ulcer

Pada tukak deudenum terjadi peningkatan produksi dan pelepasan gastrin.


Sensitivitas mukosa lambung terhadap rangsangan gastric meningkat secara
berlebihan, jumlah sel parietal, pepsinogen khususnya pepsinogen 1 juga
meningkat. Sekresi bikarbonat dalam duodenum.

2.2 H. pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri berbentuk spiral, gram negatif


sensitif terhadap pH, bakteri mikroaerophilic berada diantara lapisan mucus dan
permukaan lapisan sel epitel dilambung, atau lokasi lain dimana terdapat sel
epitel tipe gastric.

Patifisiologi infeksi akibat H.pylori tidak diketahui dengan pasti, tapi diduga
karena H. pylori menghasilkan sitotoksin yang mengakibatkan hancurnya
mukosa lambung, sekresi interleukin-8 dan terjadi adherence dari sel epitel
lambung karena meningkatkan sekresi asam lambung.

2.3 NSAID

NSAID bisa menyebabkan PUD dengan cara menghambat COX-1 sehingga


menyebabkan penghambatan sistesis prostaglandin yang secara sekunder
berpengaruh pada sekresi mucus.

H.pylori dan NSAID merupakan penyebab perubahan dalam pertahanan


mukosa dengan mekanisme yang berbeda dan merupakan faktor penting dalam
pembentukan PUD.

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Kebanyakan PUD terjadi karna hiperekskresi asam dan pepsin yang dapat
dipicu NSAID, H.pylori, dan faktor lainnya (kerusakan mukosa yang disebabkan
karena stress/SRMD) sehingga dapat merusak pertahanan mukosa normal dan
mekanisme pertahanan diri.

Penyebab lain yang jarang terjadi dapat dikarenakan hiperekskresi asam


lambung (contohnya Zollinger-Ellison’s syndrome), infeksi virus (contohnya
cytomegalovirus), isufisiensi pada vaskuler (crack cacaine associated), radiasi,
kemoterapi (contohnya hepatic artery infusions), Rare genetic subtypes dan
idiopatik.

Beberapa faktor yang menyebabkan resiko tinggi PUD adalah :

1) H. pylori

Infeksi H.pylori menyebabkan gastritis kronis, PUD, kanker lambung, dan


MALT (mucosa-associated lymfhoid tissue). Hanya 20% dari yang terifeksi H.
pylori berkembang menjadi gejala PUD.

2) NSAID

Banyak bukti penelitian bahwa pemakaian kronis NSAID non selektif dapat
menyebabkan luka pada saluran cerna. (sehingga dapat diartikan bahwa NSAID
berkontribusi dalam terjadinya peptic ulcer). 15-30% dari pengguna NSAID non
selektif menyebabkan PUD (Gastrodeudenal ulcer).

3) Merokok

Merokok dapat menyebabkan tertunda pengosongan lambung, menghambat


sekresi bikarbonat dari pankreas, dan pemicu dari deudenogastric reflux.
Merokok dapat menyebabkan sekresi asam lambung, tetapi efek tersebut tidak
konsisten.
4) Faktor psikologi (stres)

Faktor psikologi merupakan faktor penting dalam pathogenesis PUD. Tetapi


masih kontrofersi (masih sedikit penelitiannya). Emosional stress meningkatkan
resiko kebiasaan seperti merokok, penggunaan NSAID, respon inflamasi atau
resisten terhadap infeksi H. pylori.

5) Faktor makanan dan minuman

Makanan dan minuman yang mengandung kaffein, susu, alkohol, makanan


pedas dapat menyebabkan dyspepsia tetapi tidak meningkatkan resiko dari PUD.
Meskipun kaffein dapat menstimulasi asam lambung, kopi atau teh yang
dihilangkan kandungan kaffeinnya (dekaffeinasi), minuman yang bebas dari
karbonat dan kaffein seperti wine, bir juga dapat meningkatkan asam lambung.

Pada konsentrasi tinggi alkohol menyebabkan kerusakan mukosa lambung


akut dan pendarahan GI (saluran cerna bagian atas), tetapi masih belum ada bukti
yang cukup dapat menyatakan bahwa alkohol dapat menyebabkan PUD.

6) Penyakit yang berhubungan dengan PUD

Terdapat bukti epidemologi ulkus dendenum berhubungan dengan penyakit


kronis tertentu. Tetapi mekanisme patofisiologi belum jelas. Penyakit yang
memiliki kaitan erat dengan Ulkus deudenum antara lain, systemic mastocytosis,
multiple endocrine neoplasia type 1, chronic pulmonary diseases, chronic renal
failure kidney stones, hepatic cirrhosis, al-antitrypsin deficiency. Sedangkan
penyakit lainnya yang kemungkinan memiliki hubungan dengan ulkus deudenum
yaitu coronary artery disease, polycytemhia vera, dan hyperparathyroidism.
4. GEJALA KLINIS DAN TANDA
4.1 Gejala klinis
Gejala peptic ulcer yang muncul sebagai berikut :
1. Gejala PUD yang paling sering terjadi adalah rasa sakit pada bagian perut
( sering pada bagian epigastric ) dan terasa seperti terbakar , tapi biasa
berupa ketidak nyamanan yang tidak jelas, perut terasa penuh dan keram.
2. Rasa sakit yang khas pada waktu malam yang dapat membangunkan
pasien saat tidur, khususnya pada jam 12 malam sampai pukul 3 dini
hari.
3. Keparahan dari rasa sakit akibat tukak bervariasi pada masing-masing
pasien , dan bisa terjadi musiman untuk jangka waktu tertentu.
4. Perubahan karakter nyeri dapat menunjukan adanya komplikasi.
5. Rasa sakit dapat disertai dengan mual, kembung, dan bersendawa.
6. Mual, muntah dan aorexia, lebih umum terjadi pada pasien dengan GU
dari pada DU , tetapi bisa juga tanda-tanda ulkus terkait komplikasi.
4.2 Tanda klinis
Tanda peptic ulcer yang muncul sebagai berikut :
1. Penurunan berat badan terkait dengan mual, muntah dan anorexia.
2. Komplikasi termasuk pendarahan pada ulkus, perforasi, penetrasi,
atau obstruksi.
5. DIAGNOSIS
 Pemeriksaat fisik menunjukkan rasa sakit epigastrik meliputi daerah dari
bawah tulang dada hingga daerah sekitar pusar, jarang melebar ke bagian
belakang tubuh.
 Tes raboratorium yang rutin tidak menolong menegakkan diagnosis ulkus
tanpa komplikasi. Hematrokit, hemoglobin dan hemoccult test (test untuk
mendektedi darah di tinja).
 Diagnosis dari H.pylori dapat dengan digunakan tes invasif dan non invasif.
Tes invasif dengan melakukan endoskopi dan biospi mukosa atas lambung
untuk histologi, kultur bakteri dan mendeteksi aktivitas urease. Tes non
invasif meliputi uji pernafasan urea dan test deteksi antibodi. Uji pernafasan
urea, berdasarkan produksi urease oleh H.pylori. Deteksi antibodi berguna
untuk mendeteksi igG yang mengatasi H.pylpri, tetapi test tidak biasa
dilakukan untuk mengetahui teratasinya H.pylori, karena titer antibodi
memerlukan waktu 0,5-1 tahun untuk kembali ke kisaran tidak rerinfeksi.
 Tes deteksi antibodi adalah awal dari tes skrinning karena prosesnya cepat,
tidak mahal dan kurang invasif dibandingkan tes biopsi endoskopi.
 Diaknosis ulkus tergantung dari visualisasi dari lubang tukak melalui
radiografi saluran cerna atas. Radiografi lebih dipilih sebagai prosedur
diagnosis awal pada pasien yang dicurigai menderita tukak tanpa komplikasi.
Jika penyakit tukak ditemukan pada radiografi, maka keganasan harus
dipastikan dengan visualisasi endoskopik langsung dan histologi.
6. PENGGOLONGAN OBAT TUKAK LAMBUNG

Obat Efektivitas Efek Ikutan Komplikasi


Regimen 2 Obat
1. Klaritromisin, 500 mg 3x1 Cukup-baik Rendah-sedang Sering
hari PPId atau 2x1 selama
14-28 hari
2. Klaritromisin, 500 mg 3x1 Cukup-baik Rendah-sedang Sering
hari selama 14 hari RBC,
400 mg 2x1 hari selama 14-
28 hari
3. Amoksilin, 1 gr 2x1 hari Kurang- Rendah-sedang Sering
selama 14 hari PPId atau cukup
2x1 hari selama 14-28 hari
Regimen 3 Obat
4. Klaritromisin, 500 mg 2x1 Baik-sangat Rendah-sedang Sering
hari selama 10-14 hari baik
Amoksisillin, 1 gr 2x1 hari
selama 10-14 hari
PPId 2x1 hari selama 10-14
hari
5. Klaritromoisin, 500 mg 2x1 Baik-sangat Sedang Sering
hari selama 10-14 hari baik
Metronidazol, 500 mg 2x1
hari selama 10-14 hari
PPId 2x1 hari selama 10-14
hari
6. Amoksisillin, 500 mg 2x1 Baik Sedang Sering
hari selama 10-14 hari
Metronidazol, 500 mg 2x1
hari selama 10-14 hari
PPId 2x1 hari selama 10-14
hari
7. Klaritromisin, 500 mg 2x1 Baik Sedang Sering
hari RBC 400 mg 2x1 hari
selama 14 hari
8. Klaritromisin, 500 mg 2x1 Baik-sangat Sedang Sering
hari baik
Metronidazol, 500 mg 2x1
hari selama 14 hari
RBC 400 mg 2x1 hari
selama 14 hari
9. Klaritromisin, 500 mg 2x1 Baik-sangat Sedang Sering
hari baik
Tetrasiklin, 500 mg 2x1
hari selama 14 hari
RBC 400 mg 2x1 hari
selama 14 hari
Regimen 4 Obat
10. BBS 500 mg 4x1 hari Baik-sangat Sedang-tinggi Tidak sering
selama 14 hari baik
Metronidazol, 250-500 mg
4x1 hari selama 14 hari
Tetrasiklin, 500 mg 4x1
hari selama 14 hari
H2RA atau PPIe sebagai
dosis penggunaan standar
secara langsung
11. BBS 500 mg 4x1 hari Baik-sangat Sedang-tinggi Tidak sering
selama 14 hari baik
Metronidazol, 250-500 mg
4x1 hari selama 14 hari
Klaritrimicin, 250-500 mg
4x1 hari selama 14 hari
H2RA atau PPIe sebagai
dosis penggunaan standar
secara langsung
12. BBS 500 mg 4x1 hari Cukup baik Sedang-tinggi Tidak sering
selama 14 hari
Metronidazol, 250-500 mg
4x1 hari selama 14 hari
Amoksisillin, 500 mg 4x1
hari selama 14 hari
H2RA atau PPIe sebagai
dosis penggunaan standar
secara langsung
7. TERAPI TUKAK LAMBUNG

Terapi PUD bertujuan untuk menghilangkan gejala ulkus, memyembuhkan,


mencegah kekambuhan, mencegah komplikasi berhubungan dengan ulkus,
memilih regimen obat yang paling efektif dan efisien biaya. Eradikasi H. pylori
menurunkan morbiditas.

 Terapi non Farmakologi


 Menghindari stres psikis, merokok, dan penggunaan NSAID
(terutama COX-1).
 Menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan
dyspepsia dan gejala ulcer (seperti makanan pedas, kafein dan
alcohol).

 Terapi Farmakologi
 Uji H.pylori di rekomondasikan hanya bila direncanakan terapi
eradikasi Eradikasi direkomendasi untuk semua pasien yang
terinfeksi H.pylori dengan tukak aktif, tukak yang sudah ada
sebelumnya, atau dengan komplikasi tukak. Regimen individual
harus diseleksi berdasarkan efikasi, toleransi, interaksi obat yang
potensial, resistensi antibiotik, biaya dan kepatuhan pasien, tabel
32.1.
 Pengobatan harus diawali dengan regimen 3 obat-PPI. Obat ini
lebih efektif, memiliki toleransi yang lebih baik, lebih simpel dan
akan membuat pasien lebih patuh dalam menjalankan pengobatan.
14 hari dipilih lebih dari 10 hari karena durasi yang lama
menyebabkan pengobatan berhasil. 7 hari secara teratur tidak
dianjurkan.
 Regimen 2 obat kurang efektif dibandingkan dengan regimen 3
obat dan hanya termasuk satu antibiotik yang dapat menyebabkan
resitensi anti mikroba.
 Bismuth-based four drug regimens (regimen 4 obat dengan
bismuth) efektif tetapi memiliki aturan dosisi yang komplek dan
tingginya efek yang tidak diinginkan.
 Pasien dengan penyakit tukak aktif harus menerima terapi
tambahan dengan PPI atay H2RA untuk meringankan penyakit.
 Jika pengobatan kedua untuk H.pylori dibutuhkan maka harus
dipilih antibiotik yang berbeda.
 Pasien harus diminta untuk menggunakan seliruh obat (kecuali
PPI) dengan makanan dan pada waktu istirahat (jika perlu). PPI
harus dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan.
 Eradikasi H.pylori tidak menjamin kesembuhan pasien yang tidak
patuh atau tidak toleran pada pasien dengan tukak karena NSAID
yang bebas H.pylori atau pasien dengan sindrom Zollinger-
Ellison.
 Pengobatan anti tukak yang konvensional (H2RA, PPI, atau
sukralfat) (Tabel 32.2.) adalah pengobatan yang alternatif tapi
tidak begitu efektif karena dapat menyebabkan kekambuhan.
Terapi kompinasi ini tidak meningkatkan keefektifan dan
memerlukan biaya yang mahal.
 Terapi pemeliharaan dengan H2RA dosisi rendah, PPI, atau
sukralfat (Lihat tabel 32.2.) harus dibatasi karena memiliki resiko
yang tinggi untuk pasien yang H.pylorinya gagal dieradikasi,
pasien dengan beberapa penyakit komplikasi, dan pasien tukak
dengan H.pylori negatif.
 Tukak yang sulit disembuhkan dengan dosisi obat standar PPI
(contoh: omeprazol 20 mg/hari) atau dosis tinggi H2RA biasanya
dapat disembuhkan dengan dosis PPI yang lebih tinggi (contoh:
omeprazol 40 mg/hari). Terapi pemeliharaan dengan dosis PPI
penting untuk mencegah kekambuhan.
 Kebanyakan tukak-indukasi NSAID yang tidak komplek sembuh
dengan regimen terapi standar H2RA, PPI atau sukralfat, jika
NSAID dihentikan. Jika NSAID harus dilanjutkan, PPI merupakan
obat pilihan, karena baik untuk penekan asam yang kuat
dibutuhkan untuk mempercepat kesembuhan tukak. Jika H.pylori
ada, pengobatannya harus dimulai dengan regimen eradikasi yang
mengandung PPI. Pasien yang beresiko menderita kmplikasi yang
serius sementara dia masih menggunakan NSAID, harus
mendapati terapi profilaksis dengan misoprostolatau PPI.
 Pasien dengan komplikasi (peredaran saluran cerna atas, obstruksi,
perforasi, atau penetrasi) sering membutuhkan terapi pembedahan
atau endoskopi.

8. EVALUASI DAN MONITORING TERAPI


a. Nyeri akut

Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibatkerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (Internasional Association for the study of Plain) : awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.

Batas karakteristik :

 Perubahan selera makan


 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernafasan
 Laporan isyarat
 Diaforesis
 Perilaku distraksi (misal, berjalan mondar-mandir mencari orang lain dan atau
aktivitas lain, atau aktivitas yang berulang)
 Masker wajah (misal, matakurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpancar atau tetap pada satu fokus meringis)
 Sikap melindungi area nyeri
 Fokus menyempit (misal, gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berfikir,
penurunan intensitas dengan orang dan lingkungan)
 Indikasi nyeri yang dapat diamati
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Sikap tubuh melindungi
 Dilatasi pupil
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Gangguan tidur

Faktor yang berhubungan :

Agen cedera (misal, biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

b. NIC

Plain Management :

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
percahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi da
interpersoal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan interfensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik intuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolabarasi dengan dokter jika ada keluhan tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerima pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian


obat
 Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebi dari satu kali
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pemberian obat secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gelaja

c. NOC
 Pain Level
 Pain control
 Comfort level

Kriteria Hasil :

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik


nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenai nyeri (skala,intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda.&Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan


berdasarkan diagnosa medis&NANDA. Jogjakarta : Mediaction.

Sukandar, elin yulinah, dkk. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI

Anda mungkin juga menyukai