DOSEN PENGAMPU :
PRODI SI KEPERAWATAN
PRINGSEWU LAMUNG
TP 2018/2019
1. DEFINISI DAN PREVALENSI PENYAKIT PEPTIC ULCER
1.1 Definisi
PUD kronis berbeda dari erosi dan gastritis dimana PUD kronis merusak ke
mukosa lebih dalam sampai ke mukosa muskularis. Hal ini terjadi karna faktor
agresif (asam lambung, pepsin,dan infeksi H. pylori) lebih dominan dari pada
faktor independen pelindung mukosa (prostaglandin, gastric mucus, bikarbonat
dan aliran darah mukosa).
a. Gastric ulcer :
Tukak pada lambung.
80% kasus berhubungan dengan infeksi H. pylori dan penggunaan
NSAIDs pada pasien dengan gastric ulcer biasanya sekresi asam
normal atau berkurang.
b. Duodenal ulcer :
Tukak yang terjadi pada usus halus.
100% kasus berhubungan dengan infeksi bakteri H. pylori.
Kemungkinan infeksi H. pylori menyebabkan meningkatkan sekresi
asam yang diamati pada pasien dengan duodenal ulcer.
1.2 Prevelensi
Di dunia, inside tukak lambung sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk
setiap tahun. Insiden tukak lambung di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari
jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi tukak lambung yang dikonfirmasi
melalui endoskopis pada populasi si Shanghai sekitar 17,2% yang secara
subsitanstial lebih tinggi dari populasi yang di barat berkisaran 4,1% dan bersifat
asimptomatik (Zhaoshen et at.,2014).
2. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
Pada individu yang sehat terdapat keseimbangan fisiologi antara sekresi asam
lambung dan pertahanan mukosa saluran cerna. Sebaliknya pada PUD terdapat
gangguan keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung, pepsin, garam empedu,
H. pylori, dan NSAID) dan mekanisme defensif mukosa resitusi, dan pembaruan sel
eoitel).
Berikut ini adalah faktor fisiologi terkait patofisiologi PUD :
Bahan iritan akan menimbulkam defek mukosa barier dan terjadi difusi baik
ion H+, Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung,
timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembunuh kapiler, kerusakan
mukosa lambung, gastritis akut/kronik, dan tukak gester.
2.2 H. pylori
Patifisiologi infeksi akibat H.pylori tidak diketahui dengan pasti, tapi diduga
karena H. pylori menghasilkan sitotoksin yang mengakibatkan hancurnya
mukosa lambung, sekresi interleukin-8 dan terjadi adherence dari sel epitel
lambung karena meningkatkan sekresi asam lambung.
2.3 NSAID
Kebanyakan PUD terjadi karna hiperekskresi asam dan pepsin yang dapat
dipicu NSAID, H.pylori, dan faktor lainnya (kerusakan mukosa yang disebabkan
karena stress/SRMD) sehingga dapat merusak pertahanan mukosa normal dan
mekanisme pertahanan diri.
1) H. pylori
2) NSAID
Banyak bukti penelitian bahwa pemakaian kronis NSAID non selektif dapat
menyebabkan luka pada saluran cerna. (sehingga dapat diartikan bahwa NSAID
berkontribusi dalam terjadinya peptic ulcer). 15-30% dari pengguna NSAID non
selektif menyebabkan PUD (Gastrodeudenal ulcer).
3) Merokok
Terapi Farmakologi
Uji H.pylori di rekomondasikan hanya bila direncanakan terapi
eradikasi Eradikasi direkomendasi untuk semua pasien yang
terinfeksi H.pylori dengan tukak aktif, tukak yang sudah ada
sebelumnya, atau dengan komplikasi tukak. Regimen individual
harus diseleksi berdasarkan efikasi, toleransi, interaksi obat yang
potensial, resistensi antibiotik, biaya dan kepatuhan pasien, tabel
32.1.
Pengobatan harus diawali dengan regimen 3 obat-PPI. Obat ini
lebih efektif, memiliki toleransi yang lebih baik, lebih simpel dan
akan membuat pasien lebih patuh dalam menjalankan pengobatan.
14 hari dipilih lebih dari 10 hari karena durasi yang lama
menyebabkan pengobatan berhasil. 7 hari secara teratur tidak
dianjurkan.
Regimen 2 obat kurang efektif dibandingkan dengan regimen 3
obat dan hanya termasuk satu antibiotik yang dapat menyebabkan
resitensi anti mikroba.
Bismuth-based four drug regimens (regimen 4 obat dengan
bismuth) efektif tetapi memiliki aturan dosisi yang komplek dan
tingginya efek yang tidak diinginkan.
Pasien dengan penyakit tukak aktif harus menerima terapi
tambahan dengan PPI atay H2RA untuk meringankan penyakit.
Jika pengobatan kedua untuk H.pylori dibutuhkan maka harus
dipilih antibiotik yang berbeda.
Pasien harus diminta untuk menggunakan seliruh obat (kecuali
PPI) dengan makanan dan pada waktu istirahat (jika perlu). PPI
harus dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan.
Eradikasi H.pylori tidak menjamin kesembuhan pasien yang tidak
patuh atau tidak toleran pada pasien dengan tukak karena NSAID
yang bebas H.pylori atau pasien dengan sindrom Zollinger-
Ellison.
Pengobatan anti tukak yang konvensional (H2RA, PPI, atau
sukralfat) (Tabel 32.2.) adalah pengobatan yang alternatif tapi
tidak begitu efektif karena dapat menyebabkan kekambuhan.
Terapi kompinasi ini tidak meningkatkan keefektifan dan
memerlukan biaya yang mahal.
Terapi pemeliharaan dengan H2RA dosisi rendah, PPI, atau
sukralfat (Lihat tabel 32.2.) harus dibatasi karena memiliki resiko
yang tinggi untuk pasien yang H.pylorinya gagal dieradikasi,
pasien dengan beberapa penyakit komplikasi, dan pasien tukak
dengan H.pylori negatif.
Tukak yang sulit disembuhkan dengan dosisi obat standar PPI
(contoh: omeprazol 20 mg/hari) atau dosis tinggi H2RA biasanya
dapat disembuhkan dengan dosis PPI yang lebih tinggi (contoh:
omeprazol 40 mg/hari). Terapi pemeliharaan dengan dosis PPI
penting untuk mencegah kekambuhan.
Kebanyakan tukak-indukasi NSAID yang tidak komplek sembuh
dengan regimen terapi standar H2RA, PPI atau sukralfat, jika
NSAID dihentikan. Jika NSAID harus dilanjutkan, PPI merupakan
obat pilihan, karena baik untuk penekan asam yang kuat
dibutuhkan untuk mempercepat kesembuhan tukak. Jika H.pylori
ada, pengobatannya harus dimulai dengan regimen eradikasi yang
mengandung PPI. Pasien yang beresiko menderita kmplikasi yang
serius sementara dia masih menggunakan NSAID, harus
mendapati terapi profilaksis dengan misoprostolatau PPI.
Pasien dengan komplikasi (peredaran saluran cerna atas, obstruksi,
perforasi, atau penetrasi) sering membutuhkan terapi pembedahan
atau endoskopi.
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibatkerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (Internasional Association for the study of Plain) : awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Batas karakteristik :
b. NIC
Plain Management :
Analgesic Administration
c. NOC
Pain Level
Pain control
Comfort level
Kriteria Hasil :