Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ulkus peptikum ( tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan dan ulkus
duodenum. Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab ulkus peptikum selain
NSAID, asam lambung/ pepsin dan faktor-faktor lingkungan. Ulkus duodenum
merupakan jenis ulkus yang sering dijumpai.1

1.2 Tujuan
 Untuk meningkatkan kinerja penulis agar lebih mampu dalam pola berfikir agar lebih
baik lagi.
 Untuk menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, pengenalan dan pengamatan
tentang penyakit ulkus duodenum kepada semua mahasiswa/i Klinik Madya FK
UNCEN di RSUD Jayapura.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi ulkus duodenum?
2. Bagaimana etiologi ulkus duodenum?
3. Bagaimana patogenesis ulkus duodenum?
4. Apa saja gambaran klinis ulkus duodenum?
5. Bagaimana menegakan diagnosa dari ulkus duodenum?
6. Bagaimana penatalaksanaan ulkus duodenum?
7. Bagaimana prognosis ulkus duodenum?
8. Bagaimna mengedukasi pasien dengan ulkus duodenum?

1
1.3 Manfaat Penulisan
 Mengaplikasikan, mengidentifikasi, memperluas wawasan dan pandangan mahasiswa/i
Klinik Madya FK UNCEN di RSUD Jayapura terhadap prospek kemajuan teknologi dan
perkembangan informasi di bidang kesehatan, khususnya penyakit ulkus duodenum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Ulkus duodenum atau tukak duodenum (TD) secara anatomis didefinisikan sebagai
suatu defek mukosa/ submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa
sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. 1

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko 2,3,4,5,6


Umumnya yang berperan besar terjadinya ulkus adalah H. Pylori yang merupakan
organisme yang menghasilkan urease dan berkoloni pada mukosa antral dari lambung
dimana penyebab tersering ulkus duodenum dan ulkus lambung. Penyebab lain dari ulkus
peptikum adalah penggunaan NSAIDs, kurang dari 1% akibat gastrinoma (Zollinger-
Ellison syndrome), luka bakar berat, dan faktor genetik.
Ada sejumlah mekanisme mendalilkan dimana H.pylori dapat menyebabkan cedera
mukosa, urease dapat menghasilkan produksi amonia dan faktor hemostatik dan sitotoksin
(misalnya, protease, lipase dan fosfolipase A dan vacuolating cytotoxin) yang dapat
menyebabkan cedera).
Faktor risiko terjadinya ulkus adalah herediter (berhubungaan dengan peningkatan
jumlah sel parietal), merokok, hipercalcemia, mastositosis, alkohol, dan stress.
Tukak lambung adalah lesi mukosa dalam yang mengganggu lapisan muskularis
mukosa dinding lambung atau duodenum..Ulkus duodenum primer sangat jarang terjadi
pada anak di bawah usia 10 tahun . Stres akibat ulserasi di perut lebih sering terjadi pada
periode neonatal. Tukak lambung stres harus dicurigai pada neonatus yang mengalami
perdarahan gastrointestinal besar setelah melahirkan yang sulit dan asfiksia lahir.

2.3 Patogenesis 3,4,7


1. Helicobacter pylori
H. pylori, adalah bakteri berbentuk batang gram negatif, berkolonisasi mukosa
lambung sekitar satu-setengah dari populasi dunia. H. pylori hadir dalam 95% dari
pasien dengan ulkus duodenum dan 70% dari mereka dengan ulkus lambung. Hal ini

3
biasanya ditularkan melalui rute fecal-oral pada anak usia dini dan berlangsung selama
beberapa dekade. Bakteri ini diketahui penyebab ulkus lambung dan duodenum 5 dan
merupakan faktor risiko untuk mukosa terkait jaringan limfoid (MALT) limfoma dan
adenokarsinoma lambung.2
Infeksi H. Pylori sebagian besar ditemukan pada pasien dengan ulkus peptikum,
meskipun hanya sekitar 15% dari infeksi tersebut berkembang menjadi ulkus. Eradikasi
infeksi H. Pylori secara permanent dapat mengobati sebagian besar pasien dengan
ulkus peptikum.
Kebanyakan kuman patogen memasuki barier dari mukosa lambung, tetapi HP
sendiri jarang sekali memasuki epitel mukosa lambung ataupun bagian yang lebih
dalam dari mukosa tersebut. Bila HP bersifat patogen maka yang pertama kali terjadi
adalah HP dapat bertahan dalam suasana asam di lambung; kemudian terjadi penetrasi
terhadap mukosa lambung; dan pada akhirnya HP berkolonisasi di lambung tersebut.
Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari HP memainkan peranan penting
diantaranya urease memecah urea menjadi amoniak yang bersifat basa lemah yang
melindungi kuman tersebut terhadap asam lambung.
Infeksi H. Pylori pada antrum gaster, yang menstimulasi produksi gastrin,
menyebabkan hipersekresi asam dan ulkus duodenum, sementara infeksi pada corpus
lambung, dimana terdapat sel parietal paling banyak, menyebabkan berkurangnya
produksi asam lambung dan dihubungkan dengan gastritis, ulkus lambung, kanker
lambung, dan lymphoma gaster.
2. Faktor Asam Lambung “No Acid No Ulcer”
Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik/ zimogen
mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl diubah jadi pepsin dimana HCl dan pepsin
adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH < 4. Bahan iritan akan menimbulkan
defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih
banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik dan ulkus
lambung.
Produksi asam lambung (HCl) distimulasi oleh gastrin yang disekresi oleh sel
G pada antrum, asetilkolin dilepaskan oleh nervus vagus dan histamin dilepaskan oleh

4
sel entero-chromaffin-like (ECL), yang semuanya menstimulasi reseptor pada sel
parietal yang merupakan penghasil asam.
Ulkus duodenum sangat jarang terjadi pada orang yang tidak menghasilkan
asam lambung, ulkus rekuren terjadi ketika produksi asam sangat meningkat, sebagai
contoh, oleh tumor yang mensekresi gastrin. Bagaimanapun, produksi asam lambung
biasanya rendah pada orang-orang dengan ulkus lambung dan ini dapat menghasilkan
gastritis kronik.
3. Obat Anti Inflamasi Non- Steroid (OAINS)
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal penggunaan
OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/ iritasi langsung pada mukosa yang memerangkap
OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai
tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS/ASA yang menghambat kerja dari
enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui, prostaglandin endogen sangat berperan
dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi
sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta
sekresi basal asam lambung.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan
OAINS/ ASA melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat,
terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran darah
mukosa dan kerusakan mikrovaskular yang diperberat oleh kerja sama platelet dan
mekanisme koagulasi.
2.4 Gambaran Klinis 1,3
Secara umum, pasien dengan ulkus duodenum biasanya mengeluh dispepsia.
Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/ kumpulan gejala pada saluran cerna seperti mual,
muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh dan cepat merasa
kenyang. 2,3,5
Pada ulkus duodenum rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa
membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat
antasida (Hunger Pain Food Relief = HPFR). Sakit yang dirasakan seperti rasa terbakar, rasa
tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisir

5
Pada ulkus lambung rasa sakit timbul setelah makan, rasa sakit di rasakan sebelah
kiri, anoreksia, nafsu makan berkurang, dan kehilangan berat badan. Walaupun demikian,
rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis ulkus lambung karena dispepsia non ulkus
juga dapat menimbulkan rasa sakit yang sama. Muntah juga kadang timbul pada ulkus
peptikum yang disebabkan edema dan spasme seperti pada ulkus kanal pilorik (obstruction
gastric outlet).

2.5 Penegakan Diagnosa 1,8


Diagnosis ulkus duodenum ditegakkan berdasarkan:
1) anamnesis (dispepsia/ rasa sakit pada ulu hati/kanan atas, demam, dan kelemahan
umum.
2) Pemeriksaan penunjang (radiologi dengan barium meal kontras/ colon in loop dan
endoskopi)
3) Deteksi H. Pylori
Deteksi antibodi pada serum dan rapid urease test pada biopsi antral. Urea breath
test umumnya digunakan untuk mengetahui eradikasi dari H. Pylori

GAMBAR 1. A, Beberapa erosi ditemukan di pertama dan bagian kedua


9
duodenum. B, vili atrof

6
2.6 Penatalaksanaan 1,3,5,8
TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA
 DIET. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang
dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada ulkus yang aktif
perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, lebih baik daripada
makan yang sekaligus kenyang. Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran
asam lambung/ pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain
yang dapat mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal.5
TERAPI MEDIKAMENTOSA 1,5
 ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering
digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang
mengandung magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan
hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan
konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat menghilangkan efek samping.
Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc.
 KOLOID BISMUTH (COLOID BISMUTH SUBSITRAT/CBS DAN BISMUTH
SUBSALISILAT/BSS). Mekanisme belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh
asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat,
mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro toksik.
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta adanya efek
bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga kemungkinan relaps berkurang.
Dosis anjuran 2x2 tablet sehari dengan efek samping berupa tinja berwarna kehitaman
sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
 PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung
menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat
dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus
lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis anjuran 4x200 mg atau 2x400
mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan

7
kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjuran pada orang hamil dan yang
menginginkan kehamilan.
 ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2. (Cimetidin, Ranitidine, Famotidine,
Nizatidine), struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek
histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan sekresi
asam post prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam rangka
penyembuhan dan kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari
Famotidin : 1x40 mg malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam potensi
yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari famotidin karena dosis
terapeutik lebih besar.
 PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol, pantoprazol,
Rabeprazol, Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+
H+ ATPase yang akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan
untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan
pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor agresif pepsin
dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs regimen.
Dosis Terapetik :
Rabeprazole 2x 20 mg/ hari
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari
Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari
Pantoprazole 2x 40 mg/ hari

8
 REGIMEN TERAPI HELICOBACTER PYLORI 5
Terapi Triple. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan adalah:
bismuth, metronidazole, tetrasiklin. Regimen triple terapi (PPI 2x1, Amoxicillin
2x1000, klaritromisin 2x500, metronidazole 3x500, tetrasiklin 4x500) dan yang
banyak digunakan saat ini:
1. Proton pump inhibitor (PPI) 2x1 + Amoksisilin 2 x 1000 + Klaritromisin 2x500
2. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Claritromisin 2x500 (bila alergi penisilin)
3. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x 1000
4. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 bila alergi terhadap
klaritromisin dan penisilin
Lama pengobatan eradikasi HP 1 minggu (esomesoprazol), 5 hari rabeprazole. Ada
anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk kesembuhan ulkus, bisa
dilanjutkan pemberian PPI selama 3-4 minggu lagi. Keberhasilan eradikasi sebaiknya
di atas 90%. Efek samping triple terapi 20-30%.
Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek samping dan
compliance dan resisten kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan pasca eradikasi biasanya
suatu rekurensi denfan infeksi kuman lain.
Tujuan eradikasi HP adalah mengurangi keluhan/gejala, penyembuhan ulkus,
mencegah kekambuhan. Eradikasi selain dapat mencegah kekambuhan ulkus, juga
dapat mencegah perdarahan dan keganasan.
Terapi Quadripel. Jika gagal dengan terapi triple, maka dianjurkan memberikan
regimen terapi Quadripel yaitu: PPI 2x sehari, Bismuth subsalisilat 4x2 tab, MNZ
4x250, Tetrasiklin 4x500, bila bismuth tidak tersedia diganti dengan triple terapi. Bila
belum berhasil, dianjurkan kultur dan tes sensitivitas.
TINDAKAN OPERASI
Tindakan operasi dilakukan pada keadaan:
1. Elektif (gagal pengobatan/ ulkus refrakter)
2. Darurat (komplikasi: perdarahan, perforasi, stenosis pilorik)
3. Ulkus lambung dengan keganasan
Terdapat tiga tindakan operasi yang dilakukan pada ulkus lambung, yaitu: highly
selective vagotomy (HSV), vagotomi dan drainage, vagotomi dan gastrectomi distal.

9
5,10
2.7 Prognosis
Prognosis tergantung dari perjalanan penyakit dan komplikasi yang terjadi.
Kebanyakan pasien berhasil diobati dengan eradikasi infeksi H pylori, menghindari
NSAID, dan penggunaan yang tepat terapi anti sekresi. Eradikasi infeksi H pylori
menurunkan tingkat kekambuhan ulkus 60-90% menjadi sekitar 10-20%.
Tingkat mortalitas dari ulkus peptikum, yang telah menurun dalam beberapa
dekade terakhir, sekitar 1 kematian per 100,000 kasus. Jika suatu pertimbangan semua
pasien dengan ulkus duodenum, tingkat mortalitas karena perdarahan ulkus sekitar 5%.
Selama 20 tahun terakhir, tingkat mortalitas pada perdarahan ulkus tidak berubah
walaupun muncul histamin-2 reseptor antagonis (H2RAs) dan PPI.

2.8 Edukasi
Pasien
- Istirahat yang cukup
- Makan-makanan yang bergizi
- Rajin berolahraga
Keluarga Pasien
- Menolong mengingatkan pasien untuk selalu minum obat
- Menolong pasien dengan cara memberikan motivasi untuk tetap bersemangat.

10
BAB III
KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan
1. Penyakit ulkus peptikum ( tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan dan ulkus
duodenum.
2. Faktor risiko terjadinya ulkus adalah herediter (berhubungaan dengan peningkatan
jumlah sel parietal), merokok, hipercalcemia, mastositosis, alkohol, dan stress.
3. Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab ulkus peptikum selain NSAID, asam
lambung/ pepsin dan faktor-faktor lingkungan.
4. Secara umum, pasien dengan ulkus duodenum biasanya mengeluh dyspepsia.
5. Diagnosis ulkus duodenum ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
6. Terapi terdiri terapi non medikamentosa, medikamentosa dan tindakan bedah.
7. Prognosis tergantung dari perjalanan penyakit dan komplikasi yang terjadi.

1.2 Saran.
 Mahasiswa FK UNCEN Klinik Madya di RSUD Jayapura untuk lebih giat
mempelajari kasus-kasus yang sering dijumpai maupun kasus-kasus yang jarang
dijumpai.

11
Daftar Pustaka

1. Graham David.2014. History of Helicobacter pylori , duodenal ulcer, gastric ulcer


and gastric cancer. World J Gastroenterol. Volume 20 Issue 18
http://www.wjgnet.com
2. Marcel JM Groenen MD. 2009. Incidence of duodenal ulcers and gastric ulcers in a
Western population: Back to where it started. Can J Gastroenterol .Vol 23

3. Muztafa M.2015.Risk Factors,Diagnosis, and Manangement of peptic ulcer disease.


Journal of Dental and medical sciences. Volume 14. Malaysia
4. Saudi Med J. 2002. Risk factors for duodenal ulcer disease.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11938392
5. Anand BS. Peptic ulcer disease. [online]. Update: June 20th 2011. [cited October 28th
2011]. Available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/181753
6. Shrivastava.2013. Stress Duodenal Ulcer Presenting as Hematochezia in a Neonate.
Journal of Pediatric Sciences 2013.
7. Koncoro,Hendro.2015. Peptic Ulcer Disease Diffrent Pathogenesis of Duadenal and
Gastric Ulcer. Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of
Udayana. Denpasar

8. Julia Fasher MD.2015 Diagnosis and Treatment of Peptic Ulcer Disease and H. pylori
Infection. American Family Physician. Volume 91, Number 4
9. David Galloway, 2013. Multiple Duodenal Ulcers: An Unexpected Finding in Celiac
Disease. University of Arizona College of Medicine and Phoenix Children’s Hospital,
Phoenix, AZ.. Volume 56, Number 4
10. Bytzer P. 2001. Helicobacter pylori-negative duodenal ulcers: prevalence, clinical
characteristics, and prognosis--results from a randomized trial with 2-year follow-up.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11374675

12
13

Anda mungkin juga menyukai