PENDAHULUAN
Lanjut usia (lansia) merupakan bagian dari proses tumbuh kembang dan
merupakan proses fisiologis, dimana terjadi kemunduran fisik, mental dan sosial
secara bertahap. Lanjut usia bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan proses
alami setiap individu yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkungan.1 Pada lansia kehilangan massa otot yang sangat
signifikan sebagai hal yang sangat penting yang menurunkan kapasitas dan
dekade kedua dan keempat kehidupan, kemudian menurun sejalan dengan usia.4
Hasil Sensus Penduduk tahun 2010, Indonesia saat ini termasuk ke dalam lima
besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni 18,1
juta jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk. Berdasarkan proyeksi Bappenas,
jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih diperkirakan akan meningkat dari
18,1 juta di tahun 2010 menjadi 29,1 juta pada tahun 2020 dan 36 juta pada tahun
2025. Perubahan itu antara lain meliputi perubahan fisik, perubahan kognitif,
ditangani dengan baik dapat menimbulkan masalah bagi individu lanjut usia,
maupun keluarga dan lingkungannya.3 Salah satu masalah yang dapat timbul
1
akibat perubahan tersebut adalah masalah gizi pada lansia dan pada keadaan
sarkopenia.2
Salah satu cara untuk mencegah dan menyelamatkan terhadap keadaan ini
diperlukan latihan atau olahraga yang teratur dan rutin serta suplementasi asam
amino seperti leusin. tambahan asam amino kaya leusin dalam asupan makanan.
sistemik yang dapat menurunkan kualitas hidup pada lanjut usia. Oleh sebab itu,
masalah gizi pada lansia perlu diperhatikan untuk meningkatkan derajat kesehatan
lansia agar tetap sehat, mandiri dan berdaya guna sehingga tidak menjadi beban
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Sarkopenia berasal dari bahasa Yunani yaitu sarx yang berarti daging dan
adanya kehilangan masa otot yang progresif yang berhubungan dengan proses
penuaan.7
Pada keadaan sarkopenia disini saat di kaitkan dengan kebutuhan asam amino
yang bisa membantu dalam pemberian nutrisi. Leusin adalah asam amino esensial
yang digunakan dalam hati, jaringan lemak, dan jaringan otot. Leusin juga diduga
menjadi satu-satunya asam amino yang dapat merangsang pertumbuhan otot, dan
juga dapat membantu mencegah kerusakan otot yang terjadi karena faktor
pertambahan usia.12
menurunnya massa dan fungsi otot skeletal terkait dengan usia. Diagnosis
mengalami tirah baring, tidak dapat berdiri sendiri dari kursi tanpa bantuan,
dengan kecepatan berjalan (gait speed) <1.0 m/detik, skeletal muscle index (SMI)
3
laki-laki< 6.87 kg/m2, Wanita: < 5.46 kg/m2, kekuatan otot: laki-laki <30 kg,
2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut New Mexico Elder Health Survey sarkopenia terjadi pada 20% pria
usia 70-75 tahun, 50% kejadiannya pada pria diatas 80 tahun, sedangkan pada
wanita sebesar 25% pada usia 70-75 tahun dan 40% pada usia diatas 80 tahun.8,9
2.3 Patofisiologi
Perubahan pada jaringan otot salah satu akibat dari penuaan adalah hilangnya
massa, kekuatan dan fungsi otot secara diluar kendali. Massa otot mengalami
penurunan kira-kira 3-8% per dekade sesudah usia 30 tahun dan laju penurunan
ini lebih cepat terjadi sesudah usia 60 tahun.6 Hilangnya massa, kekuatan dan
fungsi otot ini merupakan penyebab fundamental dan kontributor disabilitas pada
lansia. Sarkopenia meningkatkan risiko jatuh dan kerentanan terhadap injury yang
primer adalah sarkopenia yang terjadi berkaitan dengan penuaan (age related) dan
4
tidak ada penyebab lain yang ditemukan menjadi penyebab sarkopenia.
Sarkopenia sekunder jika ditemukan satu atau lebih sebagai penyebab sarkopenia.
Primer sarkopenia
penuaan.
Sekunder sarkopenia
gravity.
(otak,jantung,paru,hati,ginjal ), penyakit
endokrin.
5
2.5 Sarkopenia di Tingkat Seluler
terkait usia meliputi reduksi jumlah sel otot, twitch time dan twitch force otot,
16
volume retikulum sarkopl asma dan kapasitas pemompaan kalsium. Perubahan
biokimia dan metabolik juga terjadi seiring penuaan. Mutasi delesi DNA
telah dilaporkan dan mungkin terkait dengan reduksi aktivitas enzim glikolitik dan
Perubahan metabolik otot ini berperan dalam kapasitas kebugaran fisik umum
lansia dan merupakan komponen penting dari reduksi kemampuan sebesar sekitar
perubahan spesifik otot yang ditekankan diatas, perubahan terkait usia lainnya
dalam hal fungsi endokrin dan responsivitas terhadap stimulus hormonal, nutrisi
atau responsivitas terhadap gizi, dan aktivitas fisik bisa bertanggung jawab
fisik dan nutrisi tepat kemungkinan besar dapat diobati dengan intervensi perilaku
6
Berikut adalah berbagai etiologi dan faktor risiko yang diperkirakan menjadi
inaktivitas otot dapat mereduksi massa dan kekuatan otot. Sebagai contoh adalah
tirah baring dan weightlessness (keadaan tanpa bobot). 16 Perubahan otot ini dapat
meningkatkan sintesis protein otot miofibril pada orang dewasa muda maupun
peralatan yang khusus dan supervisi, kemungkinan bahwa latihan tersebut bisa
pengeluaran energi pada individu muda dan tua. Dua penelitian menunjukkan
7
bahwa aerobic exercise yang panjang dan intens dapat meningkatkan sintesis
Faktor neurologi yang berperan pada sarkopenia adalah penurunan dari akson
alfa motor neuron. Dari penelitian ditemukan bahwa setelah dekade ketujuh
terjadi penurunan akson alfa motor neuron sebesar 50% dan lebih mengenai pada
Berbagai perubahan hormonal pada proses penuaan yang bisa berperan dalam
penurunan masa otot, kekuatan otot dan peningkatan risiko jatuh. Kadar vitamin
Pada kondisi penyakit kronis seperti penyakit paru obstruktif kronis, gagal
penurunan berat badan termasuk lean body mass. Kondisi ini dapat terjadi pada
usia tua maupun muda dan disebut sebagai cachexia. Cachexia diasosiasikan
8
dengan inflamasi, resistensi insulin, anoreksia, dan peningkatan pemecahan
protein otot. Sehingga pada individu yang mengalami kaheksia juga akan terjadi
sarkopenia, akan tetapi pada individu yang sarkopenia belum tentu kaheksia.23,24
dimana proses lebih lama. Proses penuaan terjadi peningkatan sitokin secara
gradual dan kronis, terjadi peningkatan kadar IL-6 dan IL-1. Proses penuaan
juga berkaitan dengan inflamasi. Pada individu yang mengalami sarkopenia dan
obesitas disebut sebagai sarcopenic obesity.21 Kondisi ini lebih merupakan faktor
terjadi infiltrasi lemak pada otot skeletal yang berkaitan dengan penurunan
kekuatan otot.22,25
muscle mitochondrial DNA (mtDNA) yang terjadi akibat penuaan. Akibat dari hal
tersebut adalah penurunan metabolisme rate dari sintesis protein otot, sintesis
adenosin trifosfat, dan akhirnya mengakibatkan kematian pada serabut otot dan
penurunan dari masa otot. Akan tetapi adanya aktivitas yang terbatas pada lansia
7) Pengaruh genetika
9
Beberapa faktor genetika merupakan kontributor utama terhadap variasi
Sintesis protein otot menurun sebesar 30% pada lansia. Penuaan juga
wasting.
yang mudah dan keamanan. Penelitian untuk meningkatkan masa, kekuatan, dan
sintesis protein otot dengan suplemen nutrisi komersial atau diet berprotein tinggi
sebagian besar tidak berhasil. Suplementasi nutrisi atau makanan berprotein tinggi
massa, kekuatan, atau sintesis protein otot dibandingkan dengan latihan fisik saja
.29,
suplemen nutrisi untuk manula tidaklah bermanfaat dan bahkan bisa melemahkan
10
respons anabolik protein otot terhadap efek positif asam amino saja. Kedua,
terdapat laporan bahwa orang dewasa tua, yang diberi suplemen tanpa adanya
energi total harian mereka tetap tak berubah. Hal ini mengindikasikan bahwa
otot, untuk mencapai efisiensi anabolik tertinggi (efek anabolik per unit energi).
30,31
setiap lansia yang mengalami frailty mengalami sarkopenia, beberapa lansia yang
sarkopenia mengalami frailty. Secara umum konsep frailty tidak hanya meliputi
faktor fisik akan tetapi juga meliputi faktor psikologis, sosial yang juga meliputi
2.7 DIAGNOSIS
memenuhi yaitu adanya massa otot yang kurang disertai kekuatan otot yang
otot, sedangkan pada sarkopenia ditemukan adanya penurunan masa otot disertai
dengan penurunan kekuatan otot atau performa otot, sedangkan pada sarkopenia
Presarcopenia ↓
Sarcopenia ↓ ↓ or ↓
Severe sarcopenia ↓ ↓ ↓
Diagnosis sarcopenia didasarkan pada adanya gabungan dari dua kriteria sebagai
berikut (1):
Masa otot yang rendah, yaitu persentase masa otot 2 standar deviasi di
bawah rata-rata yang diukur pada orang dewasa muda dengan jenis
kelamin dan etnis yang sama. Pasien yang berusia 18-39 tahun di
12
score berbasis disarankan sarcopenia berkaitan erat dengan diagnosis
osteoporosis.
a. Antropometri
13
untuk mendeteksi perubahannya. Pemeriksaan antropometri dengan
merupakan jaringan yang paling kaya akan cairan dalam tubuh (Jansen
et al. 1998 & 2000). Metode ini bisa dilakukan dengan cepat dan
14
tubuh yaitu lemak, tulang dan mineral, serta jaringan bebas lemak. Juga
untuk mengukur massa otot total dan massa otot appendikular, yang
sehingga tidak bisa dilakukan secara rutin di praktek klinis dan terbatas
radiasi.7
e. Ultrasounografi (USG)
mudah diterapkan pada praktik klinis dan survei populasi yang besar.
disamping bed pasien namun tidak bisa mengukur massa otot dan
tiap tangan.8
16
2.9 PENATALAKSANAAN
keluaran primer dan sekunder. Untuk terapi yang bersifat intervensi EWGSOP
merekomendasikan tiga variabel keluaran yaitu masa otot, kekuatan otot dan
performa fisik.4,5
1) Olahraga
Tidak ada terapi farmakologis atau terapi perilaku yang lebih efektif
adalah olahraga dengan resistance training. Masa otot, kekuatan dan kualitas otot
latihan dimulai antara 70-90% repetisi maksimal pada dua hari atau lebih setiap
resistance training, akan tetapi olahraga ini lebih disukai orang tua karena tidak
satelit, dan peningkatan serabut otot pada daerah sekitarnya. Keuntungan lainnya
olahraga ini dapat mengurangi lemak tubuh termasuk lemak didalam sel otot10.
17
2. Nutrisi
Pada prinsipnya kebutuhan gizi pada lanjut usia mengikuti prinsip gizi
seimbang. Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang bermanfaat bagi lanjut
usia untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit degeneratif dan kekurangan
Pada lansia yang mengalami malnutrisi, intake protein yang kurang akan
menyulitkan produksi masa otot dan kekuatan sebagai hasil dari olahraga. Proses
Intervensi nutrisi memiliki peran penting. Banyak usia lanjut yang tidak
mengkonsumsi protein dalam jumlah cukup sehingga terjadi penurunan lean body
3. Peran Leusin
Ketika usia bertambah tua, dapat diikuti dengan pengecilan jaringan dan
massa otot yang dikenal dengan nama sarkopenia. Keadaan sarkopenia dapat
lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara untuk mencegah dan
menyelamatkan terhadap keadaan ini diperlukan latihan atau olahraga yang teratur
dan rutin serta suplementasi asam amino seperti leusin. tambahan asam amino
18
kaya leusin dalam asupan makanan. Suplementasi asam amino sendiri atau
bersamaan dengan latihan jasmani untuk sarkopenia masih perlu di teliti lebih
lanjut. Pemberian asupan protein ini tetap harus memperhatikan pula kondisi
Leusin adalah asam amino esensial yang digunakan dalam hati, jaringan
lemak, dan jaringan otot. Leusin juga diduga menjadi satu-satunya asam amino
yang dapat merangsang pertumbuhan otot, dan juga dapat membantu mencegah
kerusakan otot yang terjadi karena faktor pertambahan usia. Leusin merupakan
asam amino yang tidak diproduksi oleh tubuh. Oleh karena itu, tubuh perlu
Leusin bekerja dengan isoleusin dan valin untuk memperbaiki kerusakan dan
membangun otot, mengatur gula darah, dan memberikan tubuh energi. Selain
fungsi dari asam amino untuk menciptakan energi salah satunya adalah leusin
tersebut. Metabolisme gula dan lemak yang ada di dalam tubuh akan dibakar dan
diubah menjadi energi. Orang yang mengkonsumsi leucine setiap harinya akan
19
Leusin merupakan asam amino esensial yang berarti bahwa
beberapa jenis makanan.Sumber alami dari leusin termasuk beras merah, kacang-
sarkopenia bisa juga dapat memperoleh Leusin dalam bentuk suplemen, akan
tetapi perlu diingat bahwa leusin harus dikonsumsi bersama dengan dua jenis
asam amino lainnya yaitu isoleusin dan valin agar pemberian nya maksimal
membutuhkan leucine setiap harinya. Jumlah leusin yang dapat dikonsumsi yaitu
sekitar 12 mg per hari. Studi menunjukkan bahwa tambahan diet 360 kkal perhari
perbaikan kekuatan genggam tangan dan 6 minute walking distance pada usia
Pada lansia yang tidak mengalami lansia malnutrisi suplemantasi ini tidak
memberikan hasil yang jelas terhadap peningkatan masa dan kekuatan otot.
20
Berikut ini beberapa cara untuk menghitung kebutuhan energi:
sekitar 0,8 gram/ kgBB atau 10-15% dari kebutuhan energi. Pada
21
kacangan dan produk olahannya. Sumber protein hewani yang dianjurkan
adaiah ikan, daging dan ayam tanpa lemak, susu tanpa lemak. Pemberian
asupan protein ini tetap harus memperhatikan pula kondisi setiap orang
a. Pada lanjut usia konsumsi lemak dianjurkan tidak melebihi 20-25% dari
didalam makanan.
dan mineral diberikan dalam jumlah yang lebih tinggi atau lebih rendah
22
6. Serat
7. Kebutuhan cairan
dan menurunnya cairan tubuh total (penurunan massa lemak). Lanju usia
dan sarkopenia membutuhkan cairan antara 1,5 - 2 liter per hari (6-8 gelas)
6,25 (nitrogen)
seperti contohnya diberikan asam amino essensial yaitu leusin memberikan efek
anabolik. Pada penelitian pada lansia didapatkan yang memberikan efek adalah
asam amino essensial dibandingkan dengan asam amino non essensial. Pemberian
asam amino essensial dianjurkan pada dosis besar satu kali saat makan
23
menerus selama hidup. Sebaiknya intake kalsium dan makanan yang cukup sejak
lansia dan mempercepat penyembuhan penyakit yang diderita. Lansia yang tidak
apabila ada gangguan pada saluran cerna bagian atas maka makanan enteral dapat
diberikan. Namun bila saluran cerna tidak dapat difungsikan, maka pilihan
pasien, namun pembatasan yang terlalu ketat dapat menyebabkan asupan makanan
menurun.16
bagian atas terbukti efektif memperbaiki status gizi. Pemberian makanan melalui
adekuat dan memelihara fungsi usus. Pemilihan formula makanan enteral pada
24
mikronutrien, kemampuan pasien untuk mencerna makanan, penyakit yang
yang berpindah tempat atau tersumbat, serta banyak lansia tidak dapat mentolerir
pipa yang masuk melalui hidung. Perasaan tidak nyaman pada pasien
menyebabkan gelisah dan bahkan mencabut pipa yang sudah terpasang. Selain itu,
diare merupakan salah satu komplikasi yang sering muncul pada lansia yang
mendapatkan makanan melalui pipa nasogastrik. Diare ini dapat disebabkan oleh
Nutrisi parenteral diberikan pada lansia dengan asupan enteral yang tidak
enteral (kontra indikasi diberikan makanan enteral). Bila nutrisi parenteral hanya
digunakan sebagai dukungan gizi tambahan, maka dapat diberikan melalui vena
Namun apabila terdapat indikasi untuk restriksi cairan, maka pilihan vena
kebutuhan kalori per hari pada lansia dapat dilakukan dengan formula Harris
Benedict atau rule of thumb. Glukosa merupakan sumber utama nutrisi parenteral.
glukosa diberikan mulai dosis kecil namun tidak kurang dari 100 gram/hari untuk
25
Pada lansia yang memerlukan pembatasan cairan atau gangguan toleransi
glukosa, pemberian energi dapat berupa lemak. Emulsi lemak 10-20% dapat
ginjal dan fungsi hati. Pada lansia tanpa gangguan fungsi ginjal, dosis awal
pemberian protein adalah 1-1,5 g/kgBB/hari pada lansia yang dirawat di rumah
sakit. Pemberian cairan dan elektrolit pada pasien lansia memerlukan monitoring
26
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
dengan proses penuaan. Salah satu masalah yang dapat timbul akibat perubahan
tersebut adalah masalah gizi pada keadaan sarkopenia. Gangguan gizi seperti
menurunkan kualitas hidup pada lanjut usia. Nutrisi merupakan unsur penting
sarkopenia sebagian besar merupakan masalah gizi lebih yang merupakan faktor
risiko timbulnya penyakit degeneratif. Selain itu disarankan pula tambahan asam
amino kaya leusin dalam asupan makanan. Suplementasi asam amino sendiri atau
bersamaan dengan latihan jasmani untuk sarcopenia masih perlu di teliti lebih
lanjut. Pemberian asupan protein ini tetap harus memperhatikan pula kondisi
setiap orang usia lanjut, terkait gangguan fungsi ginjal. Dukungan gizi peroral
diutamakan, namun apabila ada gangguan pada saluran cerna bagian atas maka
makanan enteral dapat diberikan. Namun bila saluran cerna tidak dapat
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Rubby Yu, Liu Ying, et all, Managemen of sarcopenia to improve Quality of life
5. Lau, Edith M C; Lynn, Henry S. et al. Prevalence of and Risk Factors for
6. Hwang Byungkwan; Lim, JY. et al. Prevalence Rate and Associated Factors of
Sarcopenic Obesity in Korean Elderly Population. J Korean Med Sci. 2012; 27:
748-755.
7. Holloszy, J.O..The Biology of Aging. Mayo Clinic Proc. 2000; 75 (Suppl): 53-58.
8. Wolfson, L., et al. Strength is a Major factor in Balance, Gait, and The Occurence
28
10. Volpi, E., et al. Muscle tissue changes with aging. Journal of Endocrinology and
11. Lexel, J. Human Aging , muscle mass, and fiber type composition. J. Gerontol. A
1992..;89:7370–7374.
14. Welle, S., et al. Myofibrillar protein synthesis in young and old men. Am J
15. Volpi, E., Kobayashi, H., Mittendorfer, B. Essential amino acids are primarily
16. Roubenoff, R., Castaneda, C., Sarcopenia : understanding the dynamics of aging
muscle volume during 7 days of strict bed rest. Aviat Space Environ Med.
1995;66:976–981.97
18. Ferrando, A.A., Lane, H.W., Stuart, C.A. Prolonged bed rest decreases skeletal
Metab.1996.;270:E627–E633.
29
19. Yarasheski, K.E., Zachwieja, J.J., Bier, D.M. Acute effects of resistance exercise
on muscle protein synthesis rate in young and elderly men and women. Am J
20. Hasten, D.L., Pak-Loduca, J., Obert, K.A., Yarasheski, K.E. Resistance exercise
acutely increases MHC and mixed muscle protein synthesis rates in 78–84 and
21. Jozsi, A.C., Campbel, W.W., Joseph, L. Changes in power with resistance training
M591-M595.
22. Tseng, B.S., et al. Strength and aerobic training attenuate muscle wasting and
23. Carraro, F., Stuart, C.A., Hartl, W.H.Effect of exercise and recovery on muscle
24. Coggan, A.R. et al. Skeletal muscle adaptations to endurance training in 60- to 70-
25. Charifi, N., Kadi, F., Feasson, L., Denis, C. Effects of endurance training on
satellite cell frequency in skeletal muscle of old men. Muscle and Nerve.
2003.;28:87–92
26. Tracy, B.L et al. Muscle quality. II. Effects Of strength training in 65- to 75-yr-
30
27. Schroeder, E.T., Terk, M., Sattler, F.R. Androgen therapy improves musclemass
and strength but not muscle quality: results from two studies. Am J Physiol
Endocrinol Metab.2003;285:E16–E24.
28. Lamberts, S.W., van den Beld, A.W., van der Lely, A.J. The endocrinology of
29. Tenover, J.S., et al. Age-related alterations in the circadian rhythms of pulsatile
30. Morley, J.E., Perry, H.M III., Kaiser, F.E. Effects of testosterone replacement
.1993;41:149–152.
31. Bhasin, S., Buckwalter, J.G. 2001. Testosterone supplementation in older men : a
rational idea whose time has not yet come. J Androl. p. 22: 728-731.
33. Gower, B.A., Nyman, L. Associations among oral estrogen use, free testosterone
1999;84:1527–1533.
31
35. Blackman, M.R., Sorkin, J.D., Munzer, T. Growth hormone and sex steroid
36. Ferrannini, E., Vichi, S., Beck-Nielsen, H. Insulin action and age. European
37. Thompson, J.L., Butterfield, G.E., Marcus, R. The effects of recombinant human
38. Smith, K., Reynolds, N., Downie, S. Effects of flooding amino acids on
1998 ;275:E73–E78.
32