Anda di halaman 1dari 38

Case Based Discussion

“Pansitopenia et causa Malaria”

Preseptor :
Dr. Yusuf Aulia Rahman, Sp.PD

Disusun oleh :
Luh Dina Yulita, S.Ked
1718012098

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD DR. HJ. ABDOEL MOELOEK
2018
KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Infeksi Malaria dengan Pansitopenia” tepat pada waktunya. Adapun tujuan
pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan proses pembelajaran dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hi. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Saya
mengucapkan terima kasih kepada dr. Yusuf Aulia Rahman, Sp. PD yang telah
meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya
menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

BAB I PENDAULUAN ......................................................................................... 4

BAB II STATUS PASIEN .................................................................................... 5

ANAMNESIS ...................................................................................................... 5

PEMERIKSAAN FISIK ................................................................................... 8

PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................. 10

FOLLOW UP PASIEN ....................................................................................... 16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38

3
BAB I
PENDAULUAN

Malaria menjadi salah satu permasalahan kesehatan di dunia. Pada tahun 2015,
tercatat adanya 212 juta kasus baru malaria di seluruh negara. Angka kematian
akibat malaria pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 429.000 jiwa. Persentase
terbesar terjadi di wilayah Afrika (92%), Asia Tenggara (6%) dan Wilayah Timur
Mediterania (3%). Tingkat insidensi malaria dari tahun 2010-2015 terhitung
menurun sekitar 21%. Angka kematian akibat malaria pun menurun cukup
signifikan, yaitu 58% di Kawasan Pasifik Barat, 46% di Wilayah Asia Tenggara,
37% di Wilayah Amerika dan 6% di Wilayah Mediterania Timur

Malaria masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Indonesia


menggunakan Annual Parasite Incidence (API) untuk melihat morbiditas malaria
pada suatu wilayah. Nilai API merupakan nilai dari jumlah kasus positif terhadap
malaria per 1.000 penduduk dalam satu tahun. Tren API di Indonesia dari tahun
2011-2015 terlihat terus mengalami penurunan, Lampung sebagai salah satu daerah
endemis malaria menduduki peringkat ke-12 dari seluruh provinsi di Indonesia
(Kementrian Kesehatan RI ade) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung menyatakan
pada tahun 2015 angka kasus penderita malaria berjumlah 26.722 jiwa dengan
angka kematiannya dua jiwa. Pada kabupaten atau kota Provinsi Lampung, angka
API tertinggi terletak pada Kabupaten Pesawaran (6.36), diikuti oleh Kabupaten
Pesisir Barat (3.47) dan Kota Bandar Lampung (0.58).

Case based discussion (CBD) ini akan membahas mengenai manajeman kasus
infeksi malaria dengan fenomena pansitopenia pada pasien yang menjalani
perawatan di RSUD Dr. Hj. Abdul Moeloek Lampung. Pada CBD juga akan
membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, siklus hidup Plasmodium,
patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis penyakit
malaria.

4
BAB II
STATUS PASIEN

Tgl. Masuk RSAM : 07 November 2018


Pukul :16.48 WIB

 IDENTIFIKASI PASIEN
Nama Pasien : Tn. S
No RM : 570749
Tempat/Tanggal Lahir : 09/03/1997
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pramuniaga
Alamat : Jl Beringin No. 22, Kec. Kemiling, Bandar
Lampung
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Suku Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

 ANAMNESIS
Diambil dari keterangan pasien
1. Keluhan Utama : Demam sejak 2 minggu smrs
2. Keluhan Tambahan : Nafsu makan berkurang, badan lemas, nyeri
kepala, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri perut.

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan


demam yang timbul sejak 2 minggu smrs.
Demam dirasakan meningkat perlahan dan
terjadi sepanjang hari. Tidak terdapat hari
dengan fase bebas demam. Demam
mengalami penurunan 2-4 jam setelah diberi

5
obat penurun panas paracetamol lalu
meningkat kembali. Demam juga turun
setelah pasien menggigil dan mengeluarkan
keringat dingin yang sangat banyak pada
seluruh bagian tubuh, kemudian setelah itu
demam meningkat kembali. Pasien
mengatakan fase menggigil dan berkeringat
terjadi selama 4 kali dalam 1 hari dengan
jarak antar fase menggigil yang tidak sama.
Demam juga diikuti nyeri kepala, nyeri sendi
dan otot, nyeri perut, badan terasa lemas, dan
nafsu makan berkurang. Namun, keluhan
batuk, pilek, mual, muntah, perdarahan
gusi/hidung, bab cair/sulit bab, dan bab hitam
disangkal oleh pasien.

Pasien diberikan pengobatan berupa obat


penurun panas paracetamol, antibiotik
amoksisilin selama 4 hari, dan jamu
tradisional namun tidak menunjukkan
perbaikan. Keluarga pasien mengatakan
pasien tampak sangat lemah. Selama 4 hari
dirawat di rumah pasien sangat sulit diajak
berkomunikasi.

Pasien bertempat tinggal di wilayah kemiling


dan menceritakan bahwa selama 2 tahun
terakhir setiap hari libur kerja dan akhir pekan
rutin berpergian memancing di laut di
sepanjang kawasan Hanura yang merupakan
daerah endemis malaria di Lampung. Pasien
tidak pernah memakai lotion anti nyamuk
maupun meminum obat profilaksis malaria
saat berpergian memancing.

6
4. Riwayat Masa Lampau :
 Riwayat penyakit Cacar air
dahulu  Tidak ada
 Trauma terdahulu  Tidak ada
 Operasi  Tidak ada
 Sistem saraf  Tidak ada
 Sistem kardiovaskuler  Tidak ada
 Sistem gastrointestinal  Tidak ada
 Sistem urinarius  Tidak ada
 Sistem genitalis  Tidak ada
 Sistem muskuloskeletal

5. Riwayat Penyakit Keluarga :  Tidak ada keluhan serupa


6. Riwayat Personal :  Pasien merupakan perokok aktif
dan berhenti sebelum sakit.
 Riwayat menggunakan narkoba
disangkal
 Riwayat minum-minuman
beralkohol disangkal

7. Riwayat Imunisasi  Hepatitis B, BCG, Polio, DPT,


Campak

 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal /Sal. Kemih

(+) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)

(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat

(-) Batuk Rejan (-) Tifus (-) Wasir

(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes

(+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi

7
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor

(-) Kholera (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh Darah

(-) Demam Rematik (-) Ulkus (-) CRF


Akut Ventrikuli

(-) Pneumonia (-) Ulkus (-) Operasi


Duodeni

(-) Pleuritis (-) Dispepsia (-) Kecelakaan

(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu

 PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Umum
a. Keadaan umum : Sakit Sedang
b. Kesadaran : GCS E3 V4 M5 (12/15)
c. Tinggi Badan : 173 cm
d. Berat Badan : 62 kg

B.Pemeriksaan Fisik
Tekanan Darah : 100/50 mmHg
Frekuensi Nadi : 109x/menit, isi cukup teratur
Frekuensi Napas : 29x/menit
Suhu Tubuh : 40 C
Saturasi O2 : 98 %
Kulit : Pucat
Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik -/-
Gigi/Mulut : Gigi geligi lengkap, Karies (-)
Thorax : Normochest
Mamae : Tidak ada kelainan
Paru : Pergerakan hemithoraks kanan dan kiri
sama, Fremitus taktil hemithoraks kanan
dan kiri sama, Sonor, suara vesikuler pada

8
seluruh lapang paru, ronchi dan wheezing
tidak ada
Jantung :  Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi di
ICS V midclavicula sinistra
 Perkusi :
 Batas jantung kanan: ICS IV linea
parasternal dextra
 Batas jantung kiri : ICS V linea
midclavicula sinistra
 Batas pinggang jantung: ICS II
parasternal dextra
 Auskultasi: BJ I dan II normal reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen :  Inspeksi : datar, lesi (-), luka (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (+) region illiaka
sinistra, turgor kulit kembali cepat, hepar
teraba 2 jari dibawah arc. costae, 2 cm
dibawah proc. Xiphoideus, tepi tumpul,
limpa teraba sampai garis schuffner 2,
masa (-) , undulasi test (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi: Bising usus (+) normal
N. Ekstremitas : Akral hangat, pallor palmar, edema (-), CRT <
2s

9
 PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Jenis Parameter Hasil Nilai rujukan
Pemeriksaan Pemeriksaan
08/11/2018 Darah Rutin Hemoglobin 5.7 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 1700 4800-10800/ul
Eritrosit 2.0 4.7-6.1 juta/ul
Hematokrit 18 4.2-5.2 juta/ul
Trombosit 46000 150000-450000/ul
MCV 90 79-99 Fl
MCH 29 27-31 pg
MCHC 32 30-35 g/dl
09/11/2018 Retikulosit 6.0 0.5-1.5 %
Asam urat 2.7 3.5-7.2 mg/dl
LDH 1274 110-210 IU/L

Morfologi Darah Tepi


Tanggal pemeriksaan 08 November 2018
Eritrosit
- Jumlah kurang, distribusi regang
- Gambaran normokrom anisopoikilositosis (mikrosit eliptosit)
- Morfologi sebagian abnormal
- Ditemukan Plasmodium falciparum stadium trofozoit matur

Leukosit
- Jumlah menurun
- Seri granulosit, netofil segmen (+), eosinofil (+)
- Seri non granulosit : limfosit matur (+), monosit (+)
- Tidak ditemukan blast, morfologi dalam batas normal

Trombosit
- Jumlah menurun, morfologi normal

10
Diff. count
- Basofil :0
- Eosinofil :0
- Netrofil batang :0
- Netrofil segmen : 48
- Limfosit : 42
- Monosit :8

Kesan : Anemia normokrom anisopoikilositosis dan


pansitopenia perifer dengan Plasmodium falciparum (+) DD /:
Proses hemolitik ec infeksi malaria

USG Abdomen
- Tampak lesi anechoic pada supradiafragma detxra dan
cavum abdomen.
- Hepar : ukuran membesar, echostruktur normal, tepi regular,
sudut kiri lancip, Sistema bilateral dan extrahepatal tak
prominen, tak tampak masa/nodul.
- Vesica felea : ukuran normal, dinding tak menebal, tak
tampak masa/batu .
- Pancreas : ukuran dan echostruktur normal, ductus
pancreaticus tak prominen, tak tampak massa/kalsifikasi.
- Lien : ukuran membesar , echostruktur normal, hilus lienalis
normal, tak tampak masa/nodul.
- Ren dextra : ukuran dan echostruktur normal, SPC tidak
melebar, tak tampak masa/batu.
- Ren sinistra : ukuran dan echostruktur normal, SPC tak
melebar, tak tampak masa/batu.
- Prostat : ukuran dan echostruktur normal, tak tampak
masa/kalsifikasi/
- Tak tampak perbesaran limfonodi paraortici.

11
Kesan :
- Efusi pleura dextra dan asites minimal.
- Hepatosplenomegali
- Tak tampak kelainan pada vesical felea, pankreas, ren
bilateral, vesical urinaria, dan prostat.
- Tak tampak limfadenopati paraortici.

 RESUME

Tn. S Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam yang timbul
sejak 2 minggu smrs. Demam dirasakan meningkat perlahan dan terjadi
sepanjang hari. Tidak terdapat hari dengan fase bebas demam. Demam turun
saat diberi obat penurun panas dan setelah menggigil disertai keringat
seluruh tubuh. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, nyeri sendi dan
otot, nyeri perut, badan terasa lemas, dan mual disertai nafsu makan
berkurang. Keluhan batuk, pilek, muntah, dan bab cair maupun sulit
disangkal oleh pasien. 4 hari smrs pasien sulit diajak berkomunikasi. Pasien
memiliki riwayat berpergian memancing setiap hari pekan memancing laut
sepanjang kawasan hanura yang merupakan daerah endemis malaria
di provinsi lampung.

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran pasien adalah apatis


dengan E4V5M5 datang adalah dengan tanda-tanda vital TD 100/50 mmHg,
Nadi 79x/menit isi cukup dan teratur, laju pernafasan 18x/menit, suhu 40oC,
dan saturasi O2 98%. Konjungtiva anemis, wajah dan bibir tampak
pucat, hepatomegali, dan splenomegali. Pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah rutin menunjukkan hasil Hb : 5,7 g/dl, leukosit 1700/ul,
trombosit 46000/ul, nilai indeks eritrosit normal, retikulosit 6%, LDH
1275 mg/dl, dan asam urat 2,7 mg/dl. Pemeriksaan morfologi menunjukkan
hasil Anemia normokrom anisopoikilositosis dan pansitopenia perifer
dengan Plasmodium falciparum (+). Pemeriksaan usg abdomen

12
menunjukkan hasil hepatosplenomegali, asites minimal, dan efusi pleura
minimal.

 DAFTAR MASALAH
1. Demam malaria
2. Pansitopenia
3. Mual dan nafsu makan menurun

 ANALISIS MASALAH
1. Malaria
a. Pengkajian Masalah
Anamnesis:
Demam 2 minggu smrs disertai menggigil, nyeri kepala, nyeri sendi
dan otot, nyeri perut, badan terasa lemas, nafsu makan berkurang,
dan tidak memberikan respon pada pemberian antipiretik dan
antibiotik oral, riwayat berpergian ke daerah endemis malaria.

Pemeriksaan fisik:
Tampak sakit sedang, apatis, suhu ukur axilla 40oC, konjungtiva
anemis, thypoid tongue (-), hepatosplenomegali (+)

b. Rencana Diagnostik
Periksa hasil laboratorium darah lengkap, pemeriksaan morfologi
darah tepi/Rapid test diagnostic untuk malaria, periksa USG
abdomen.

c. Rencana Pengobatan
 Transfusi PRC apabila Hb<8gr/dl
 Hidrasi pasien untuk memcukupi kebutuhan cairan 2300 ml /
hari, mampu minum 800 ml/hari, pemasangan jalur intra vena
fluid drip KAEN3B 1500ml/hari~ 20 tpm makro

13
 Apabila ditemukan plasmodium pada apusan darah tepi maka
mulai berikan pengobatan antimalarial kombinasi ACT
selama 3 hari + Primakuin selama 1 hari untuk infeksi p.
falciparum. Untuk pasien dewasa dengan BB >60kg, dosis
ACT yang diberikan adalah 4 tablet (DHP 40mg/Piperakuin
fosfat 320mg) dalam sehari dan primakuin 4 tab (15mg/hari)
 Pemberian antipiretik berupa paracetamol (acetaminophen)
500mg/ kali jam apabila suhu melebihi 38.0oC + kompres
hangat, dapat diulang tiap 4 jam (pemberian maksimal 3gr/
hari) (WHO guideline)

2. Pansitopenia
Pemeriksaan penunjang:
a) Pengkajian masalah
Darah lengkap:
 anemia normokromik normositer
(Hb 5.7, eritrosit 2.0 juta/ul, Ht 18%, mcv 90, dan mch 29)
 leukopenia
(leukosit: 1700/ul)
 trombositopenia
(trombosit: 46000/ul)
Morfologi darah tepi:
Anemia normokrom anisopoikilositosis dan pansitopenia perifer
dengan Plasmodium falciparum (+)

b) Rencana diagnostik
Periksa hasil laboratorium darah lengkap berkala sebelum dan
setelah pengobatan kausa penyakit, periksa retikulosit,
pemeriksaan morfologi darah tepi.

c) Rencana pengobatan
 Pantau tanda-tanda perdarahan

14
 Pemberian antibiotik empiris spektrum luas pada keadaan
leukopenia cephalosporin generasi ketiga yaitu cefotaxim
1gram tiap 12 jam (IV)

3. Mual dan penurunan nafsu makan


a) Rencana pengobatan
Pemberian antagonis reseptor H2 seperti ranitidine untuk
menekan produksi asam lambung.
Pemberian nutrisi ~ dengan kebutuhan kalori harian pasien, nasi
3x1 porsi dan snack 2x1 porsi untuk mencegah terjadinya hospital
malnutrition.

- DIAGNOSIS KERJA
Observasi pansitopenia ec demam malaria.

- DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
 Demam Tifoid
 Demam Chikungunya

- PENATALAKSANAAN
 Observasi TTV dan tanda-tanda perdarahan
 IVFD KAEN3B 1500ml/ hari ~ 20tpm makro
 Injeksi ranitidine ranititidin 50mg tiap 12 jam
 Injeksi paracetamol 500mg tiap 4 jam kondisi pasien demam
 Injeksi cefotaxim 1 gram tiap 12 jam (IV)
 P.O ACT DHP 1x4 (40/320 mg) tab selama 3 hari
 P.O Primakuin 1x15mg tab selama 1 hari
 Transfusi PRC 800cc target HB  8g/dl

15
- Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam


Quo ad sanasionam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP PASIEN

HARI/
CATATAN INSTRUKSI
TANGGAL
Rabu S/ P/
7/11/2018
Demam sejak 2 minggu smrs  IVFD KAEN3B 1500ml/hari ~20tpm
disertai menggigil, nyeri makro
kepala, nyeri sendi dan otot,  Transfusi PRC sampai Hb > 8 g/dl
nyeri perut, badan terasa sangat  Inj. Cefotaxim 1 gr vial/12 jam
lemas, dan mual disertai  Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
penurunan nafsu makan.  Paracetamol 500mg/8jam
Riwayat perjalanan ke daerah  Rencana MDT, USG Abdomen,
endemis malaria. Rencana konsultasi untuk persiapan
BMP
O/ Status present
KU : Sakit sedang
Kes : Apatis. E4V6M4
TD : 100/50 mmHg
Nadi : 79x/menit
RR : 20 x/menit
T : 40oC
SpO2 : 98%

PF : Konjungtiva anemis,
wajah tampak pucat, pallor
palmar, hepatosplenomegali.

Pemeriksaan penunjang
 Darah rutin
Hb : 5.7 gr/dl
Eritrosit : 2.0 juta/ul
Leukosit : 1700/ul
Trombosit : 46000/ul
Hematokrit : 18 %

16
MCV : 90 fl, MCH :
29 pg, mchc : 32 g/dl

A/
Obs. Pansitopenia e.c Malaria dd
MDS
Kamis S/ P/
8/11/2018 Demam, menggigil berkeringat  IVFD KAEN3B 1500ml/hari ~20tpm
dingin, nyeri kepala, nyeri makro
sendi dan otot, nyeri perut,  Transfusi PRC sampai Hb > 8 g/dl
badan terasa sangat lemas,  Inj. Cefotaxim 1 gr vial/12 jam
mual, nafsu makan menurun.  Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
 Paracetamol 500mg/8jam
 Rencana pemeriksaan asam urat, LDH,
O/ Status present dan retikulosit persiapan BMP
KU : Sedang
Kes : Compos mentis
TD : 100/60 mmhg
Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit
T : 38.9 oC

PF : Konjungtiva anemis,
wajah tampak pucat, pallor
palmar, hepatosplenomegali.

A/
Obs Pansitopenia e.c Malaria dd
MDS
Jumat S/ P/
9/11/2018 Demam, menggigil berkeringat  IVFD KAEN3B 1500ml/hari ~20tpm
dingin, nyeri kepala, nyeri makro
sendi dan otot, nyeri perut,  Transfusi PRC sampai Hb > 8 g/dl
badan terasa sangat lemas,  Inj. Cefotaxim 1 gr vial/12 jam
mual, nafsu makan menurun.  Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
 Paracetamol 500mg/8jam
O/ Status present  Rencana MDT, USG Abdomen,
KU : Sedang Rencana konsultasi untuk persiapan
Kes : Compos mentis BMP
TD : 140/90 mmhg
Nadi : 94x/menit
RR : 20x/menit
T : 38.4 oC

17
PF : Konjungtiva anemis,
wajah tampak pucat, pallor
palmar, hepatosplenomegali

Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium
- Asam urat 2.7 mg/dl
- LDH 1274 IU/L
- Retikulosit 6.0 %

A/
Obs Pansitopenia e.c Malaria
dd MDS
Sabtu S/ P/
10/11/2018
Demam, nyeri kepala, mual, tidak  IVFD KAEN3B 1500ml/hari ~20tpm
nafsu makan. nyeri otot dan sendi makro
(+)  Transfusi PRC sampai Hb > 8 g/dl
 Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
 Paracetamol 500mg/8jam
O/ Status present  P.O ACT DHP 1x4 (40/320 mg) tab
KU : Sedang selama 3 hari
Kes : Compos mentis  P.O Primakuin 1x15mg tab selama 1 hari
TD : 140/90 mmhg  P.O paracetamol 3x500 mg tab
Nadi : 94x/menit  Pemeriksaan BMP dibatalkan
RR : 20x/menit
T : 38.4 oC

PF : Konjungtiva anemis,
wajah tampak pucat, pallor
palmar, hepatosplenomegali.

Morfologi darah tepi:


Anemia normokrom
anisopoikilositosis dengan
pansitopenia perifer dengan
Plasmodium falciparum
stadium trofozoit matur

USG abdomen:
- Efusi pleura dextra dan asites
minimal.
- Hepatosplenomegali

18
A/
obs pansitopenia ec demam
malaria
Minggu S/ P/
Demam, badan terasa lemas, mual
11/11//2018 (+), nyeri perut (-), nyeri otot dan  IVFD KAEN3B 1500ml/hari ~20tpm
sendi (+) makro
 Transfusi PRC sampai Hb > 8 g/dl
O/ Status present  Inj. Ranitidin 50mg/12 jam
KU : Sedang  Paracetamol 500mg/8jam
Kes : Compos mentis  P.O ACT DHP 1x4 (40/320 mg) tab
TD : 120/80 mmhg  Paracetamol tab 3x500mg
Nadi : 94x/menit
RR : 20x/menit
T : 38 oC

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium
- Hb: 6.2 g/dl (post
transfusi 400cc)

A/
obs pansitopenia ec demam
malaria
Senin S/ P/
Badan terasa lemas, mual (-),
12/11/2018 nyeri perut (-), nyeri sendi dan  IVFD KAEN3B 1500ml/hari ~20tpm
otot (-) makro
 Transfusi PRC sampai Hb > 8 g/dl
O/ Status present  Inj. Ranitidin 50mg k/p
KU : Sedang  Paracetamol 500mg k/p
Kes : Compos mentis  P.O ACT DHP 1x4 (40/320 mg) tab
TD : 120/70 mmhg Paracetamol tab 3x500mg
Nadi : 82x/menit
RR : 18x/mrnit
T : 36.0 oC

PF : Konjungtiva anemis,
pallor palmar,
hepatosplenomegali

A/

19
obs pansitopenia ec demam
malaria
Selasa S/ P/
13/11/2018 Keluhan (-)  IVFD KAEN3B 1500ml/hari ~20tpm
makro
 Transfusi PRC sampai Hb > 8 g/dl
O/ Status present  Inj. Ranitidin 50mg k/p
KU : Sedang  Paracetamol 500mg k/p
Kes : Compos mentis TD :  P.O ACT DHP 1x4 (40/320 mg) tab
120/80 mmhg  cek laboratorium darah lengkap post
Nadi : 73x/menit transfusi 800cc (Pasien dapat rawat jalan
RR : 20x/menit kontrol melalui poliklinik apabila Hb >
T : 36.0 oC 8 g/dl)

PF : Konjungtiva anemis,
pallor palmar,
hepatosplenomegali

A/ obs pansitopenia ec demam


malaria
Rabu S/ P/
14/11/2018 Keluhan (-)  IVFD KAEN3B 500cc/8 jam
 Transfusi PRC sampai Hb > 8 g/dl
 Pasien rawat jalan
O/ Status present
KU : Sakit sedang
Kes : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 73x/menit
RR : 20x/menit
T : 36.0 oC

PF : Hepatosplenomegali (+)

Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
Hb : 8.6 mg/dl
Leukosit : 4300/ul
Eritrosit : 2,9 juta/ul

20
Hematokrit : 27 %
Trombosit : 172000/ul
Mcv : 91 fl
Mch : 30 pg
Mchc : 33 g/dl
Hitung jenis : neutrophil
segmen 79%
LED : 45 mm/jam

A/ Malaria

21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Malaria

a. Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa yang
ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Mekanisme
penularan lain yang relatif jarang terjadi adalah penularan secara kongenital,
melalui transfusi darah, penggunaan jarum yang terkontaminasi,
transplantasi organ, dan penularan nosokomial1. Enam spesies dari genus
Plasmodium menyebabkan infeksi malaria pada manusia adalah P.
falciparum, P. vivax, dua spesies identik P. ovale, P. malariae, dan P.
knowlesi yang ditemukan menginfeksi kera di Asia Tenggara 2

b. Epidemiologi
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi,
anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan
anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih
endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Penyakit malaria masih
ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan
stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam
stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam
stratifika.si rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi.

Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007


dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence
(API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan

22
mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian
malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007 kebijakan ini mensyaratkan
bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan
kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination
Therapies).

Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa


jenis yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium
malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran. Pada tahun 2009
penyebab malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%),
kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak
dilaporkan. Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan
86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium
vivax sebanyak 6,9%.

Gambar 1.
Sebaran Parasit Malaria di Indonesia

Di Indonesia konfirmasi vektor telah dilakukan sejak tahun 1919 sampai


tahun 2009, dan selama periode tersebut terdapat 25 spesies, Menurut
tempat berkembang biak, vektor malaria dapat dikelompokkan dalam tiga
tipe yaitu berkembang biak di persawahan, perbukitan/hutan dan
pantai/aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang biak di daerah
persawahan adalah An. aconitus, An. Annullaris, An. barbirostris, An.
kochi, An karwari, An.nigerrimus, An.sinensis, An.tesellatus, An.Vagus,

23
An. letifer. Vektor malaria yang berkembang biak di perbukitan/hutan
adalah An.balabacensis, An.bancrofti, An.punculatus, An.Umbrosus.
Sedangkan untuk daerah pantai/aliran sungai jenis vekor malaria adalah
An.flavirostris, An.Koliensis, An.ludlowi, An.minimus, An.punctulatus,
An.parangensis, An.sundaicus, An.subpictus.

Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu jam
17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00), sete-lah jam 24 (00.00-
4.00).Vektor malaria yang aktivitas menggigitnya jam 17.00-18.00 adalah
An.tesselatus, sebelum jam 24 adalah An.Aconitus, An.annullaris,
An.barbirostris, An.kochi, An.sinensis, An.Vagus, sedangkan yang
menggigit setelah jam 24 adalah An.farauti, An.koliensis,
An.leucosphyrosis, An.unctullatus3

c. Patogenesis dan Siklus Hidup


Siklus hidup plasmodium terjadi pada dua pejamu yaitu manusia dan
nyamuk Anopheles sp (Harrison). Daur hidup plasmodium terdiri atas dua
fase yaitu fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles
sp dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebrata. Fase
aseksual terdiri atas dua stadium yaitu stadium skizogoni eksoeritrosit yang
terjadi dalam sel parenkim hati dan skizogoni eritrosit. Skizogoni
eksoeritrosit terjadi melalui dua tahap yaitu skizogoni eksoeritrosit primer
saat sporozoit masuk ke dalam hati dan skizogoni eksoeritrosit sekunder
saat berlangsung di dalam sel parenkim hati 4

24
Gambar 2.
Siklus hidup Plasmodium Sp.

Infeksi malaria pada manusia dimulai ketika nyamuk anopheles betina


menginokulasi sporozoit plasmodial yang berasal dari kelenjar salivanya ke
dalam tubuh pejamu yaitu manusia selama proses penghisapan darah.
Sprorozoit merupakan bentuk motil dari plasmodium. Sporozoit kemudian
masuk ke dalam sirkulasi darah menuju ke hati, menginvasi sel parenkim
hati, dan melakukan replikasi. Sporozoit akan berubah menjadi skizon
matur dan membelah diri di dalam sel hepatosit. Sel kemudian ruptur dan
melepaskan merozoit ke dalam sirkulasi. Satu skizon matur dapat
menghasilkan >30.000 merozoit. Skizon hati pecah setelah 6 sampai 30 hari
(uptodate). raProses ini disebut skizogoni pre-eritrositik/eksoeritrosit/
intrahepatik/merogoni. Pada infeksi P.vivax dan P. ovale, saat fase
intrahepatik, plasmodium tidak segera membelah diri dan berubah menjadi
hipnozoit dalam sel hati. Hipnozoit akan berada dalam fase dorman dalam
kurun waktu 3 minggu sampai >1 tahun sebelum memulai reproduksi
apabila tidak ditangani sering menyebabkan kekambuhan pada infeksi
malaria oleh P. ovale dan P. Vivax, yang merupakan ciri khas infeksi
malaria yang disebabkan kedua genus ini.

25
Merozoit kemudian akan memasuki sel darah merah dan bermultiplikasi 6-
28x setiap 48 jam (P.knowlesi 24 jam, P. malariae 72 jam). Fase
simptomatik infeksi malaria dimulai saat densitas parasit mencapai 50/ul
(100.000 parasit dalam darah). Saat memasuki sirkulasi darah merozoit akan
melalui stadium multiplikasi aseksual di eritrosit (skizogoni eritrositik).
Merozoit secara cepat menginvasi eritrosit, perlekatan merozoit ke dalam
eritrosit diperantai oleh reseptor permukaan spesifik eritrosit. Di dalam
eritrosit merozoit berubah menjadi cincin trofozoit matur kemudian berubah
menjadi skizon, selama fase ini skizon akan menggunakan hemoglobin yang
terdapat dalam eritrosit Dalam sel darah merah, parasit mencerna
hemoglobin yang menghasilkan metabolit toksik berupa hemozoin (kristal
polarizabel) terbentuk dan diisolasi dalam vakuola makanan parasit.
Selanjutnya eritrosit yang berisi skizon akan ruptur dan melepaskan
merozoit ke dalam sirkulasi yang disebut dengan skizogoni atau merogoni.
Setiap eritrosit yang mengalami ruptur akan melepaskan 6-30 merozoit yang
masing-masing berpotensi menyerang eritrosit lain dan mengulangi
siklusnya. Beberapa merozoit lain akan berubah menjadi gametosit dan
berada pada stadium seksual yaitu mikrogametosit jantan dan
makrogametosit betina yang akan diingesti oleh nyamuk anopheles yang
berperan dalam penularan infeksi malaria ke orang lain. Selanjutnya siklus
hidup plasmodium akan dilanjutkan di dalam tubuh nyamuk yang dikenal
sebagai siklus sporogenik 2,5.

Parasit intraseluler memodifikasi eritrosit dengan beberapa cara. Parasit


memperoleh energi dari glikolisis anaerobik, glukosa menjadi asam laktat
yang dapat berkontribusi pada manifestasi klinis hipoglikemia dan asidosis
laktat. Parasit mengurangi integritas membran sel eritrosit, menyebabkan
hemolisis dan peningkatan penghancuran sel eritrosit oleh limpa, yang
kemudian menyebabkan anemia. Pada sel darah merah yang tidak terinfeksi,
terjadi penambahan P. falciparum glycosylphosphatidylinositol (GPI) ke

26
membran sel yang menyebabkan peningkatan pembersihan sel yang tidak
terinfeksi dan selanjutnya berkontribusi terhadap terjadinya anemia.

Saat terjadi pelepasan merozoit dari skizon matur, sisa-sisa membran sel
dan kristal hemozoin difagosit oleh makrofag dalam sirkulasi yang
kemudian akan menstimulasi aktivasi kaskade sistem kekebalan tubuh.
Selain itu, heme dilepaskan dilepaskan ke dalam darah perifer, yang
menstimulasi aktivasi endotel; menyebabkan kerusakan sel endotel juga
terjadi pada beberapa pasien. Lisis sel eritrosit akan merangsang pelepasan
sitokin proinflamasi, termasuk tumor necrosis factor (TNF). TNF akan
menekan hematopoiesis, yang juga berkontribusi pada anemia. Hati dan
limpa akan mengalami perbesaran. Trombositopenia disebabkan oleh
kombinasi hipersplenisme (yaitu peningkatan sekuestrasi limpa dan
penurunan waktu kelangsungan hidup trombosit), pada infeksi akibat P.
falciparum terjadi akibat pengendapan trombosit yang berdekatan dengan
sekuestrasi parasit pada mikrovascular dan trombus fibrin6

d. Patofisiologi
Setelah menginvasi eritrosit, parasit berkembang secara progresif
menggunakan dan menurunkan protein intraseluler, terutama hemoglobin.
Heme yang berpotensi toksik, didetoksifikasi yang dimediasi oleh lemak
menjadi hemozoin yang merupakan pigmen malaria. Parasit juga merusak
integritas membran sel darah merah dengan mengubah sistem transpor
eritrosit, mengekspresikan antigen ke permukaan, dan menyisipkan protein
derivat parasite 2

27
Gambar 3.
Respon Pejamu Terhadap Malaria

Pada infeksi P. falciparum, muncul protuberans atau tonjolan pada


permukaan membran 12-15 jam setelah invasi parasit pada eritrosit.
Protuberans ini memiliki berat molekul yang tinggi, variasi antigen, dan
bertindak sebagai strain-specific erythrocyte membrane adhesive protein
(PfEMP1) yang memediasi proses cytoadherence, perlekatan eritrosit ada
endotel venula dan kapiler. Molekul adhesi ini akan berikatan pada reseptor
yang terdapat di otak, plasenta, dan sebagian besar organ lain menyebabkan
sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi pada pembuluh darah setempat yang dan
menyebabkan hambatan pada aliran darah kapiler dan venula. Pada tahap
yang sama, eritrosit yang terinfeksi P. falciparum dapat melekat pada
eritrosit yang tidak terinfeksi (membentuk rossetes) dan eritrosit lain yang
terinfeksi (aglutinasi). Keseluruhan proses ini menyebabkan terbentuknya
sekuestrasi sel darah merah dengan parasit dengan trofozoit matur yang
akan mengganggu mikrosirkulasi dan metabolisme organ vital terutama
otak. Trofozoit tetap melanjutkan siklusnya, sehingga hanya trofozoit muda
yang terlihat pada sirkulasi perifer pada infeksi P.falciparum, dan jumlah
parasit di perifer tidak menggambarkan jumlah parasit seluruhnya. Pada

28
malaria yang disebabkan oleh plasmodium lain, sekuestrasi tidak terjadi,
dan semua tahap perkembangan parasit jelas terjadi pada sirkulasi perifer 2

e. Diagnosis
Semua kasus terduga malaria harus menjalani pemeriksaan parasitologi
berupa pemeriksaan apusan darah menggunakan mikroskop atau tes
diagnostik cepat untuk malaria.
 Terduga Malaria
Malaria harus dicurigai pada individu dengan demam (suhu ≥37,5 °C)
dengan data epidemiologi yang mendukung (tempat tinggal di atau
perjalanan ke daerah di mana malaria endemik). Di daerah endemis
malaria dengan transmisi stabil dan transmisi tinggi di daerah dengan
malaria musiman, malaria juga harus dicurigai pada anak-anak dengan
palmar pallor atau konsentrasi hemoglobin <8 g/dL. Tanda dan gejala
malaria bersifat non-spesifik. Tidak terdapat kombinasi dari tanda dan
gejala yang reliabel untuk membedakan malaria dari penyakit penyebab
demam lainnya 7
 Tes Parasitologi
- Pemeriksaan apusan darah tepi
Dua jenis apusan darah digunakan dalam pemeriksaan malaria
menggunakan mikroskop adalah apusan darah tipis dan tebal.
Sediaan apus tipis mempertahankan integritas dan morfologi
eritrosit sehingga parasit terlihat dalam sel darah merah. Apusan
tipis memungkinkan identifikasi spesies parasit yang menginfeksi
dan dapat digunakan untuk mengukur kepadatan parasit. Preparat
apus tebal melibatkan proses lisis mekanis sel darah merah sehingga
parasit malaria dapat divisualisasikan independen dari struktur sel.
Apusan tebal memungkinkan untuk meninjau jumlah darah yang
relatif besar dan biasanya digunakan untuk menyaring ada tidaknya
parasit dan untuk memperkirakan kepadatan parasit.

29
Parasit malaria paling baik dilihat di bawah pembesaran 100x
menggunakan lensa obyektif minyak imersi; Evaluasi apusan darah
harus mencakup pemeriksaan setidaknya 200 hingga 500 bidang
atau pemeriksaan selama 20 hingga 30 menit. Jika malaria dicurigai
dan apusan awal negatif, apusan tambahan harus disiapkan dan
diperiksa selama 48 hingga 72 jam berikutnya. CDC
merekomendasikan pengulangan hapusan tebal dan tipis setiap 12
sampai 24 jam untuk total tiga set pemeriksaan sebelum
mengesampingkan adanya infeksi malaria. Setelah diagnosis
malaria telah ditetapkan dan pengobatan telah dimulai, usapan serial
harus diperiksa untuk memantau respon parasitologis dan
memastikan resolusi infeksi. Terapi antimalaria dapat mengubah
tampilan morfologis parasit dan mempengaruhi identifikasi parasit
dalam apusan darah, baik pada saat diagnosis awal (jika pengobatan
presumtif diberikan) atau selama masa pengonbatan lanjut.

Gambar 4.
Stadium Plasmodium pada Apusan Darah

30
Tabel 1. Perbedaan Spesies Plasmodium Pada Apusan Darah Tepi

P. P. vivax P. ovale P.
palcifarum malariae
Ukuran Normal Membesar Membesar Normal
Eritrosit dengan
fimbriae

Jumlah Multipel Tunggal Tunggal Tunggal


parasit dalam
eritosit
Bentuk Cincin Ameboid, Padat dan Padat dan
trofozoit berupa teratur teratur
fragmen

Karakteristik Gametosit Granula Granula sering


lain berbentuk Schuffner's, Schuffner's, terlihat
pisang, sering sering skizon dan
Pigmen terlihat terlihat gametosit
hitam pada skizon dan skizon dan
eritrosit, gametosit gametosit
jarang
terdapat
skizon

- Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT)


Pemeriksaan tidak memerlukan infrastruktur listrik atau
laboratorium, memberikan hasil dalam 15 hingga 20 menit, dan
dapat dilakukan dengan baik oleh petugas kesehatan dengan
pelatihan terbatas. RDT memberikan hasil kualitatif tetapi tidak

31
dapat memberikan informasi kuantitatif mengenai kepadatan
parasit. RDT dapat mendeteksi antigen maupun antibodi. RDT yang
mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh pejamu yang terinfeksi,
namun kurang bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi akut.
Pendekatan pemilihan RDT tergantung pada epidemiologi infeksi
dan tujuan untuk kontrol di wilayah tempat tes digunakan.

PEmeriksaan antigen parasit menggunaka RDT dapat mendeteksi


satu atau lebih antigen berikut: histidine rich proteim 2 (HRP2),
plasmodium lactate dehydrogenase (pLDH), dan aldolase. Tergantung
pada antigen targeT, RDT dapat mengidentifikasi genus
Plasmodium atau memnedakannya dengan genus lain. Untuk
diagnosis P.falciparum, pemeriksaan antigen HRP2 lebih sensitif
dibandingkan antigen lainnya dan pada spesies lain non falciparum
pemeriksaan tiap antigen memberikan hasil yang sebading. Secara
umum, untuk diagnosis P. falciparum, RDT yang mendeteksi HRP2
agak lebih sensitif daripada yang mendeteksi pLDH. Untuk
diagnosis spesies non-falciparum, RDT yang mendeteksi pLDH dan
aldolase tampaknya sebanding.

Pemeriksaan yang mendeteksi antigen didasarkan pada aliran


immunokromatografi lateral, yang terdiri dari sumbu nitrocellulose
dikemas sebagai dipstick, kaset plastik, atau kartu kertas. Salah satu
ujung strip tes mengandung antibodi berlabel dan agen untuk
melisiskan sel darah merah; sampel darah (5 hingga 20 mcL) dan
buffer ditempatkan di sana, dan cairan bermigrasi sepanjang strip
melalui kapiler, bersama dengan antibodi berlabel. Strip ini juga
mengandung garis uji (antibodi terikat yang mengikat antigen
parasit, jika ada) dan garis kontrol (antibodi terikat yang mengikat
antibodi berlabel migrasi untuk mengkonfirmasi aliran yang cukup).
Waktu pengembangan biasanya 15 hingga 20 menit 8

32
f. Terapi Anti Malaria P. falciparum Tanpa Komplikasi
 Definisi
Terapi anti malaria yang diberikan pada pasien dengan gejala
malaria dan hasil pemeriksaan parasitologi positif baik menurut
RDT maupun apusan darah tanpa tanda malaria berat. Tujuan
pemberian terapi malaria dalah menyembuhkan infeksi malaria
untuk mencegah perkembangan penyakit menuju kondisi malaria
berat. Tujuan kesehatan publik dalam terapi anti malaria adalah
untuk mencegah transimisi dan resistensi terhadap obat anti malaria.

 Artemisinin Based Combination Therapy


ACT merupakan kombinasi terapi derivat artemisinin yang bekerja
cepat yang dikombinasikan dengan obat yang memiliki kerja lebih
lama. Artemisinin secara cepat dapat mengeradikasi parasit dari
darah (10.000 parasit pada setiap siklus selama 48 jam) dan secara
aktif melawan stadium aseksual parasit mencegah transimisi infeksi
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Obat yang
dikombinasikan dengan artemisinin memiliki waktu kerja yang
lebih lama bertindak untuk mengeradikasi sisa-sisa parasit dan
mencegah dari perkembangan resistensi terhadap derivat
artemisinin. Obat kombinasi denga waktu paruh yang lebih lama
juga bertindak sebagai profilaksis setelah pengobatan. Lima
kombinasi ACT yang direkomendasikan untuk pengobatan infeksi
malaria p.falciparum tanpa komplikasi adalah :
- artemether + lumefantrine
- artesunate + amodiaquine
- artesunate + mefloquine
- artesunate + SP
- dihydroartemisinin + piperaquine
Kombinasi ACT yang dianjurkan di Indoensia untuk saat ini adalah
penggunaan dihyroartemisinin+ piperaquine.

33
 Durasi Terapi
Penggunaan derivat artemisinin pada regimen ACT diberikan
selama 3 hari pengobatan untuk memberikan efikasi yang baik dan
meminimalisir terjadinya resistensi dari pengobatan yang tidak
komplit. Pemberian derivat artemsinin selama 3 hari dengan tujuan
untuk mengeradikasi dua siklus aseksual sehingga hanya tersisa
fragmen kecil dari parasit yang memperkecil kemungkinan dari
resistensi obat kombinasi pendamping derivat artemisinin. Pada
suat uji empat randomized controled trials membandingkan antara
pemberian tambahan artesunare selama 3 hari dengan 1 hari
menunjukkan hasil bahwa pada pemberian artesunate selama 3 hari
menurunkan kegagalan terapi dalam 28 hari yang diukur
menggunakan PCR (RR, 0,45;95% CI, 0.36-0.55, four trials, 1202
participants, high quality evidence) dan penurunan jumlah
gametosit pada pengobatan hari ke-7 (RR 0.74, 95% CI, 0.58-0.93,
four trials, 1260 participants, high quality evidence).

 Dosis ACT
Saat ini tersedia dosis kombinas tetap tablet yang mengandung 40
mg dihidroartemisinin dan 320 mg piperaquine. Untuk tablet
pediatrik tersedia dalam mobinasi 20 mg didhiroartemisinin dan 320
piperaquine. Dosis target dari DHP adalah 4 mg/kgBB
dihidroartemisinin dan 18 mg/kgBB piperaquine untuk orang
dewasa dan anak-anak > 25 kg. Pada anak-anak < 25 kg dosis target
yang direkomendasikan adalah 4 mg/kgBB dihidroartemisinin dan
18 mg/kgBB piperaquine diberikan satu kali sehari selama tiga hari.

 Upaya Penurunan Transmisi Infeksi


Pengobatan ini ditujukan untuk menurunkan transmisi infeksi pada
individu yang telah mendapatkan pengobatan anti malaria pada
daerah dengan tingkat penularan yang rendah. WHO

34
merekomendasikan primakuin dosis tunggal 0.25 mg/kgbb yang
dikombinasikan dengan ACT pada pasien dengan infeksi malaria
p.falciparum (kecuali pada wanita hamil, bayi < 6 bulan, ibu yang
menyusui bayi < 6 bulan) untuk menurunkan transmisi penyakit.
Pemeriksaan G6PD tidak diperlukan. Saat ini primakuin tersedia
dalam sediaan tablet 15 mg 7,9

g. Pansitopenia Pada Infeksi Malaria

Pansitopenia pada infeksi malaria diduga terjadi melalui proses


hemofagositosis/hemolimfohistiosis, merupakan suatu keadaan
hiperinfamasi yang berkaitan dengan penyakit autoimun, infeksi, keganasan
atau kondisi lainnya. Keadaan ini ditandai dengan adanya proliferasi dari
monosit atau makrofag yang menunjukkan adanya proses fagositosis pada
sel-sel hematopoietik. Hemolimfohistiosis yang terjadi pada keadaan yang
didasari oleh infeksi disebut dengan sindrom hemofagositik

Tabel 2.
Kriteria Diagnosis Hemolimfohistiosit
Diagnosis HLH dapat dibuat jika kriteria 1 atau 2 terpenuhi:

Diagnosis molekuler konsisten dengan HLH


Kriteria klinis dan laboratorium (minimal 5/8 kriteria harus dipenuhi)
- Demam
- Splenomegali
- Sitopenia> 2–3 garis sel dalam darah perifer (hemoglobin <9 g / 100
ml,trombosit <100 × 10 / L, neutrofil <1,0 × 10 / L)
- Hipertrigliseridemia dan / atau hipofibrinogenemia (puasa
- trigliserida> 3,0 mmol / L, fibrinogen <1,5 g / L)
- Hemophagocytosis di sumsum tulang, limpa, CSF, atau kelenjar getah
bening. Tidak tanda keganasan
- Aktivitas NK sel yang menurun atau tidak ada (menurut laboratorium
lokal referensi)
- Feritin> 500 ug / L
- sCD25 (resep IL-2 terlarut)> 2400 U / ml
Bukti pendukung termasuk:
 Gejala serebral dengan pleocytosis sedang dan / atau
 Protein tinggi
 Transaminase meningkat
 Peningkatan bilirubin
 LDH yang meningkat

35
Malaria merupakan kondisi yang jarang menyebabkan sindrom
hemofagositik namun beberapa kasus infeksi malaria disertai pansitopenia
pernah dilaporkan. Kondisi hemofagositik pada malaria dilaporkan terjadi
infeksi malaria oleh p.falciparum dan p.vivax. Seorang bayi usia 11 bulan
dengan demam, hepatosplenomegali, yang disertai pansitopenia dengan
kadar feritin serum yang tinggi menunjukkan adanya plasmodium stadium
gametosit yang diidentifikasi dari pemeriksaan aspirasi sumsum tulang.
Perbaikan keadaan klinis dan status hematologi yang signifikan terjadi
setelah pemberian terapi antimalarial yang merujuk pada suatu kondisi
sindrom hemofagositik yang dipicu oleh infeksi. Pada pemeriksaan aspirasi
sumsum tulang ditemukan ada proses fagositik oleh plasmodium ditemukan
ada proses fagositik oleh p.falciparum.

Suatu studi eksprerimental mendemonstrasikan adanya eksoantigen terlarut


dari p. falciparum yang dapat menstimulasi aktivasi makrofag yang tidak
wajar dan Th-1 yang menstimulasi keadaan hipersitokemia akibat produksi
tumor necrosis factor alpha, interferon gamma, dan macrofag stimulating
factor yang berlebihan. Saat kaskade sitokin teraktivasi akan menyebabkan
pelepasan dari oxygen radicals. Hemofagositosit terjadi akibat respon imun
yang tidak wajar atau berlebihan oleh sel T. Pro-inflamasi atau adanya defek
pada respon anti inflamasi menimbulkan badai sitokin yang mengakibatkan
sindrom kerusakan jaringan dan disfungsi organ. Pada keadaan ini terdapat
aktivasi dan elaborasi dari sitokin alpfa oleh sel T helper yang menstimulasi
aktivasi dari makrofag untuk kemudian melakukan fagositosis terhadap sel-
sel darah. Sitokin akan menyebabkan sekuestrasi dan destruksi yang cepat
terhadap sel-sel darah yang telah terbentuk, menekan profilerasi dari sel-sel
progenitor yang kemudian akan memperberat keadaan pansitopenia. Kadar
sitokin yang tinggi akan turun segera setelah keberhasilan terapi
antimalarial 10,11

36
Gambar 5.
Hemofagositosis pada apusan sumsum tulang (kiri),
plasmodium falciparum stadium gametosit pada apusan sumsum tulang (kanan)

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Joel G Breman, MD D. Malaria: Epidemiology, prevention, and control


[Internet]. UpToDate. 2018 [Diakses 15 November 2018 ]. Tersedia dari:
https://www.uptodate.com/contents/malaria-epidemiology-prevention-and-
control
2. Kasper. Malaria. Harrison’s Princ Intern Med. 2015;1368–86.
3. Kementrian Kesehatan RI. Epidemiologi Malaria di Indonesia. 2011.
4. Departemen Parasitologi FKUI. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2014.
5. CDC. Malaria Biology [Internet]. CDC. 2018 [Diakses 15 November 2018].
Tersedia dari: https://www.cdc.gov/malaria/about/biology/index.html
6. Danny A Milner, Jr, MD Ms. Pathogenesis of malaria. [Internet]. UpToDate.
2018. [Diakses 15 November 2018]. Tersedia dari:
https://www.uptodate.com/contents/pathogenesis-of-malaria
7. WHO. Guideline for The Treatment of Malaria. Edisi Ketiga. 2015.
8. Heidi Hopkins M. Diagnosis of Malaria [Internet]. UpToDate. 2018 [Diakses
15 November 2018]. Tersedia dari:
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-of-malaria
9. Kesehatan K, Indonesia R. Buku Saku Malaria 2017. 2017.
10. Vinoth P, Thomas KA, Selvan SM. Hemophagocytic syndrome associated
with plasmodium falciparum infection. Vol. 54. 2011. Hal. 594–6.
11. Rastogi N. Hemophagocytic syndrome secondary to Plasmodium vivax
infection - A prospective study of 11 cases. 2018;5(1):9–12.

38

Anda mungkin juga menyukai