Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT DALAM

DRUG INDUCE LIVER INJURY e.c TB ON OAT + Efusi Pleura

Preseptor:
dr.Muhamad Arzan Alfaris., Sp. PD

Penyusun:
Firdausy Ayunda Rahman
12100118662

SMF Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
Rumah Sakit Umum Daerah Syamsudin, S.H. Sukabumi
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
BAB I LATAR BELAKANG......................................................................................... 3
BAB II ILUSTRASI KASUS......................................................................................... 4
2.1 Identitas Pasien........................................................................................................... 4
2.2 Anamnesis................................................................................................................... 4
2.3 Pemeriksaan Fisik....................................................................................................... 6
2.4 Diagnosis Banding...................................................................................................... 9
2.5 Diagnosis Kerja.......................................................................................................... 9
2.6 Pemeriksaan Penunjang............................................................................................ 10
2.7 Tatalaksana................................................................................................................ 11
2.8 Prognosis................................................................................................................... 11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 12
3.1 Drug Induced Hepatitis / Drug Induced Liver Injury............................................... 12
3.2 OAT.......................................................................................................................... 17
3.3 Efusi Pleura
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 22

2
BAB I

LATAR BELAKANG

Hepatitis imbas obat merupakan komplikasi potensial yang selalu ada pada setiap obat
yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi meyabolik dari semua obat dan bahan-
bahan asing yang masuk tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi namun
akibat yang diitmbulkannya bisa fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada dosis
terapeutik yang dianjurkan, dari 1 tiap 1.000 pasien sampai 1 tiap 100.000 pasien dengan pola
yang konsisten untuk setiap obat dan utnuk setiap golongan obat. Sebagian lagi tergantung
dosis obat. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan alasan paling sering penarikan obat dari
pasaran di Amerika Serikat dan didalamnya termasuk lebih dari 50% kasus gagal hati akut.
Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga membuat mereka mampu menembus
membrane sel intestinal. Obat kemudian diubah lebih hidrofilik melalui proses-proses
biokimiawi didalam hepatosit, menghasilkan produk-produk larut air yang dieksresi ke dalam
urin atau empedu. Biotransformasi hepatic ini melibatkan jalur oksdatif utamanya melalui
system enzim sitokrom P-450.

3
BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 34 tahun
Alamat : Babakan Limbangan RT/RW 02/02 Kec. Sukaraja
Pekerjaan : Penjahit
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 28 Januari 2020
Tanggal Pemeriksaan : 31 Januari 2020

2.2 Anamnesis
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis.
2.2.1 Keluhan Utama
Sesak nafas

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD R.Syamsudin S.H dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
SMRS. Keluhan sesak dirasakan tiba-tiba dan tidak dipicu oleh keadaan tertentu seperti telah
melakukan aktifitas berat atau akibat posisi berbaring. Sesak dirasakan terus-menerus dan
dirasakan semakin memberat. Pasien tidak pernah terbangun pada malam hari akibat sesak.
Keluhan sesak disertai dengan adanya nyeri dada yang dirasakan pasien seperti ditusuk-
tusuk di bagian kiri dada dan juga perasaan jantung berdebar-debar. Keluhan lainnya disertai
adanya badan kuning terutama di daerah mata dan tangan, mual setiap setelah mengkonsumsi
obat anti tuberculosis tanpa disertai muntah, BAK berwarna merah bata, nyeri pada sendi-
sendi tangan dan kaki, penurunan nafsu makan, serta penurunan berat badan. Keluhan batuk
yang sudah dirasakan selama 3 bulan SMRS. Selama 2 bulan pertama, batuknya hanya
diobati dengan obat yang dibeli di apotek (pasien tidak mengingat nama obatnya) dan minum
air hangat. 1 bulan SMRS (21 Juni 2019), pasien berobat ke poli dalam RS Hermina dan
melakukan foto rontgen thoraks dengan hasilnya ditemukan flek pada parunya. Batuk yang
dirasakan tidak berdahak, terus-menerus, semakin parah jika melakukan aktivitas, dan
frekuensi batuknya meningkat ketika malam hari. Ketika pasien batuk, pasien juga merasakan
sesak napas, nyeri dada, pilek yang hilang timbul dan berkeringat terutama pada
4
malam hari. Pasien juga merasakan adanya nyeri di ulu hati dan perubahan warna
menjadi kuning (jaundice) dibagian wajah dan matanya sehingga melakukan
pemeriksaan penunjang SGOT dan SGPT yang hasilnya menunjukkan adanya peningkatan.
Oleh karena itu pasien dirujuk ke RSUD R.Syamsudin S.H.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Ketika pasien berobat di RS Hermina (November 2019) dan ditemukan flek pada paru
disertai dengan penumpukan cairan di paru, sehingga pasien di diagnosis tuberculosis disertai
efusi pleura. Pasien diberikan obat OAT, vitamin, dan obat batuk syrup yang dikonsumsi rutin
sampai tanggal 5 Juli 2019 sampai dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT. Ketika pasien
meminum obat OAT, pasien merasakan demam, menggigil, mual, muntah, nyeri di
abdomen, gatal, merah-merah diseluruh badan, dan nafsu makan menurun sehingga
berat badan pasien juga menurun. Pasien juga memiliki riwayat vertigo yang sampai
sekarang dirasakan yang ditandai dengan adanya pusing yang memutar dan jalan tidak
seimbang. Pasien memiliki riwayat trauma (jatuh) ketika sedang hamil pada tahun 2017.
Pasien memiliki riwayat operasi di ketiaknya pada tahun 2016 karena terdapat massa sebesar
telur. Pasien juga memiliki riwayat penyakit maag yang sudah dirasakan semenjak pasien
SMP. Riwayat Penyakit lain:
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit ginjal (-)
- Keganasan/kanker (-)
- Hipertensi (-)
- DM (-)
- Asam urat (-)
- Alergi (-)
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat penyakit kuning disangkal
• Riwayat diabetes mellitus disangkal
• Riwayat kanker disangkal
• Riwayat penyakit jantung disangkal
• Riwayat penyakit stroke disangkal
• Riwayat penyakit ginjal disangkal
• Riwayat penyakit paru disangkal
• Riwayat alergi : asma : ibunya
2.2.5 Riwayat Kebiasaan
5
Pasien memiliki pekerjaan sebagai buruh pabrik. Pasien telah bekerja selama 6 tahun
dan sering terpapar dengan bahan kimia karena pasien selama bekerja tidak menggunakan
APD (masker). Pasien menyangkal mengkonsumsi alkohol dan menggunakan obat suntik,
tetapi pasien pernah merokok selama 1 tahun yang bisa menghabiskan 2-3 batang perharinya.
Pasien juga mengaku sering mengkonsumsi makan makanan pedas.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Pemeriksaan Generalis
• Keadaan umum : tampak sakit ringan
• Kesadaran : kompos mentis, GCS E4M6V5
• Tanda – tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Laju nadi : 80 x/menit, regular, isi cukup
Laju nafas : 24 x/menit
Suhu : 36.7°C

KEPALA
• Bentuk : normocephal, simetris
• Kulit kepala : normal, tidak ada eritem
• Rambut : hitam, lurus, halus, tidak rontok
• Wajah : simetris, tidak ada deformitas, scars (-), kemerahan (-)

MATA
- Letak : Simetris
- Palpebrae : Edema (-)
- Kornea : tak
- Pupil : Bulat, isokor
- Sklera : (+) ikterik
- Konjungtiva : (-) Anemic
- Reaksi cahaya : +/+
- Gerak bola mata : + kesemua arah

6
HIDUNG : Simetris, Deviasi septum (-), Sekret (-), Massa(-), Pernafasan
cuping hidung (-)

TELINGA : Deformitas (-), sekret (-/-), Luka (-/-)


RONGGA MULUT
- Bibir : tidak ada kelainan
- Lidah : bentuk normal, tremor (-)
- Frenulum linguae : icterik (-)
- Faring hiperemis : (-)
- Arcus faring simetris dengan uvula di tengah
- Tonsil : T1-T1
• Gigi dan gusi : Perdarahan Gusi(-), karies (-), kalkulus (-)

LEHER
• KGB : Pembesaran KGB (-)
• Kelenjar Tiroid : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
• JVP : 5+2 cmH2O
• Trakea : Tidak terdapat deviasi

THORAX
THORAX DEPAN
• Inspeksi
- Bentuk dan gerak : Simetris
- Kulit : Jejas/kemerahan/jar.parut (-)
- Sela iga : Tidak melebar
- Retraksi otot pernafasan : -/-
- Ictus Cordis : tidak tampak
• Palpasi
- Kulit : tak, eritem (-), spider nevi (-)
- Chest expansion : simetris
- Vocal fremitus : kanan=kiri
- Ictus cordis : ICS V midclavicular line sinistra, kuat angkat, thrill (-)
• Perkusi
- Paru
7
o Kanan : sonor
o Kiri : sonor
o Batas paru hati: ICS ke-5 midclavicular line dextra
o Peranjakan : 1 sela iga
- Jantung
o Batas kiri : ICS 4 linea midclaviculary sinistra
o Batas kanan : ICS 4 linea parasternalis dextra
o Batas atas : ICS 3 linea midclaviculary sinistra

• Auskultasi:
- Paru
o Suara pernafasan : VBS kanan=kiri
o Vocal resonans : Kanan=kiri
o Suara tambahan : Ronki -/-, wheezing -/-
- Jantung
o Bunyi jantung : S1 dan S2 normal regular, murmur (-),
Gallop (-)

ABDOMEN
• Inspeksi
- Bentuk : datar
- Kulit : Jaringan parut/jejas/luka bekas operasi/massa/caput medusa (-
), striae (+)
• Auskultasi : BU (+) 11x/menit
• Palpasi
- Dinding perut : Tidak ada massa, asites (-)
- Nyeri tekan : nyeri epigastrik dan right hypochondriac region
- Hepar : Tidak Ada pembesaran
- Lien : Tidak ada pembesaran
- Ginjal : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-), ketok CVA (-)
• Perkusi : Timpanik, pekak samping (-), pekak pindah (-)

THORAX BELAKANG
8
• Inspeksi : simetris
• Palpasi : tak
• Perkusi : Sonor kanan = kiri
• Auskultasi : VBS kanan = kiri, Wheezing (-/-), ronchi (-/-), Vocal
Resonans kanan = kiri

EKSTREMITAS ATAS
• Bentuk simetris
• Hangat
• Deformitas (-)
• Sianosis (-)
• Edema -/-
• Palmar erythema (-)
• Capillary refill < 2s
• Spoon nail (-)
• Muscle Strength : 5/5
• Petechiae (-)

EKSTREMITAS BAWAH
 Bentuk simetris
 Hangat
 Deformitas (-)
 Sianosis (-)
 Edema -/-
 Palmar erythema (-)
 Capillary refill < 2s
 Spoon nail (-)
 Muscle Strength : 5/5
 Petechiae (-)

2.4 Diagnosis Banding


1. Drug induced liver injury
9
2. TB paru on OAT kategori 1 fase intensif minggu ke 2

2.5 Diagnosis Kerja


Drug Induced Liver Injury (DILI) ec TB on OAT

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Lab
- Hematologi rutin : Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit
- Kimia klinik: fungsi hati (SGOT, SGPT, Bilirubin direk-indirek)
- Imunoserologi hepatitis: HbsAg, anti HCV, anti HAV, Anti HBc
2. Biopsi hati (PA)
3. Chest x-ray
4. Radiologi: USG Abdomen

Hematologi Rutin dan Hemostatis

10
Kimia Klinik & Imunoserologi

2.7 Tatalaksana
1. Hentikan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya DILI : OAT
2. Ranitidine 2x1 amp IV 50 mg
3. Ondansetron 2x1 amp IV 8mg/4ml
4. Lesichol 2x1 cap 300mg/600mg
5. Paracetamol 3x1 tab 500mg
6. Curcuma 3x1 tab po

11
2.8 Prognosis
• Quo ad vitam : dubia
• Quo ad functionam : dubia
• Quo ad sanationam : dubia

3.1 Drug Induced Hepatitis or Drug Induced Liver Injury

12
3.1.1 Definisi
Drug Induced Hepatitis (DIH) atau Drug Induced Liver Injury (DILI) merupakan
kerusakan liver atau hati yang disebabkan oleh paparan obat atau non-infectious toxic agent,
biasanya ditandai dengan peningkatan alanine amino transferase (ALT), alkaline phosphatase
(ALP), peningkatan total bilirubin (TB), penurunan plasma protein & albumin, dan
peningkatan prothrombin time.

3.1.2 Epidemiologi

3.1.3 Faktor Risiko


1. Ras:
• Beberapa obat tampaknya memiliki toksisitas berbeda berdasarkan ras.
Misalnya, orang kulit hitam dan hispanik mungkin lebih rentan terhadap
toksisitas isoniazid (INH).
2. Alcohol ingestion

13
• Alcohol causes depletion of glutathione (hepatoprotective) stores that make
the person more susceptible to toxicity by drugs.
3. Liver disease
4. Genetic factors
5. Drug formulation
• Long-acting drugs may cause more injury than shorter-acting drugs
6. Host factor
• Age : meningkat pada usia tua >50 th
• Sex : wanita>laki-laki

3.1.4 Klasifikasi
1. Intrinsic (direct)
• Terkait dengan dosis
• Terjadi pada individu yang terpapar obat dalam proporsi yang besar (dapat
diprediksi)
• Onset dalam rentang waktu singkat setelah konsumsi obat (jam-hari)
2. Idiosyncratic
• Tidak terkait dosis
• Tidak dapat diprediksi (tidak mencapai thresholdnya tetapi menyebabkan
DILI)
• Onset dalam rentang waktu lama (hari-minggu)

3.1.5 Etiologi
14
3.1.6 Sign and Symptoms
• Mual
15
• Muntah
• Lemas
• Ikterik atau jaundice
• hepatomegali
• Anorexia
• Nyeri right upper quadrant
• Urin gelap
• Feses pucat (dempul)

3.1.7 Diagnosis
1. Anamnesis : gejala-gejala DILI, riwayat penggunaan obat-obatan (dosis dan
durasi)
2. Tes laboratorium
Hematologi rutin: Hb, Ht, Trombosit, Leukosit

3. Jika terjadi enzim hati yang abnormal, lakukan pemeriksaan serologis hepatitis untuk
menghilangkan diagnosis acute viral hepatitis
4. Lakukan pemeriksaan abdominal ultrasound
5. Biopsi Hati

3.1.8 Tatalaksana
1. Hentikan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya DILI : OAT, obat kemoterapi,
obat anti inflamasi non steroid, obat antiretroviral.
2. N-acetylcystein (NAC) :
• Oral : loading dose 140 mg/kg, diikuti dengan 70 mg/kg setiap 4 jam selama 72
jam (3 hari)
16
• Intravenous : loading infusion 150 mg/kg, setelah 1 jam diikuti dengan 50 mg/kg
setiap 4 jam, diikuti dengan 418.75 mg/kg selama 67 jam
• Intravenous : loading infusion 150 mg/kg, setelah 1 jam diikuti dengan 50 mg/kg
selama 4 jam, diikuti dengan 100 mg/kg selama 16 jam
3. L-carnitine : untuk mengobati valproate-induced hepatotoxicity
4. Ursodeoxycholic acid (UDCA) : 13-15 mg/kg, membantu mengobati pasien DILI
dengan cholestatic pattern of liver injury
5. Other therapies : Steroid digunakan untuk pasien autoimmune-type DILI. Obat lain
seperti silymarin dan antioksidan dapat membantu pengobatan DILI
6. Liver transplantation : pasien ALF dengan hepatic encephalopathy, gangguan
koagulasi berat, decompensated cirrhosis.

Tatalaksana TB
Tujuan pengobatan TB adalah:
• Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
• Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
• Mencegah kekambuhan TB
• Mengurangi penularan TB kepada orang lain
• Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat

3.2 OAT
3.2.1 Panduan OAT di Indonesia
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia adalah
• Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
• Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
• Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri
dari OAT Lini Ke-2 yaitu Kanamisin, Amikacin, Kapreomisin, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, dan para aminosalicylic acid (PAS), serta
OAT lini-1, yaitu Pirazinamid dan Etambutol

4.2.2 OAT Lini Pertama

17
3.2.3 Dosis OAT Lini Pertama

3.2.4 Panduan OAT Lini Pertama


Kategori 1 : 2 (HRZE)/ 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru

18
Kategori 2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

19
4.2.5 Tatalaksana DILI ec TB on OAT

OAT lini pertama, isoniazid, pyrazinamide, dan rifampicin dapat menyebabkan


kerusakkan hati (drug-induced hepatitis). Rifampicin merupakan obat yang dapat
menyebabkan asymptomatic jaundice. Manajemen DILI by TB treatment tergantung pada :
1. Keparahan dari penyakit hatinya
2. Keparahan dari penyakit TB
3. Pasien dalam pengobatan fase intensif atau lanjutan
4. Kemampuan tubuh dalam mengatasi efek samping yang diakibatkan oleh pengobatan
TB
Jika penyakit hati disebabkan oleh pengobatan TB, semua obat harus dihentikan. Tetapi
jika pasien dengan penyakit TB yang sudah parah dan tidak memungkinkan untuk
menghentikan obat TB, maka regimen non-hepatotoxic seperti streptomycin, ethambutol, dan
fluoroquinolone harus diberikan / dimulai.
Jika pengobatan TB dihentikan, pastikan kita harus menunggu supaya tes fungsi hatinya
kembali normal dan gejalanya (mual, nyeri abdomen) mulai mereda atau menghilang
sebelum reintroduksi obat TB. Jika tidak memungkinkan melakukan tes fungsi hati,
disarankan untuk menunggu selama 2 minggu setelah resolusi jaundice dan nyeri tekan
abdomen bagian atas sebelum reintroduksi obat TB. Jika gejala tidak mereda atau menghilang
dan penyakit hatinya parah, maka regimen non-hepatotoxic dimulai (dilanjutkan) untuk
selama 18-24 bulan.

20
Ketika DIH sudah menghilang, lakukan reintroduksi obat TB. Jika gejala muncul atau tes
fungsi hati menjadi abnormal setelah reintroduksi OAT, maka obat terakhir yang diberikan
harus diberhentikan. Beberapa saran dimulai dengan pemberian rifampicin karena
kemampuan untuk menyebabkan hepatotoxicity lebih rendah dibandingkan isoniazid atau
pyrazinamide dan agen paling efektif. Setelah 3-7 hari, isoniazid direintroduksi. Pada pasien
yang mengalami jaundice tetapi dapat mentoleransi reintroduksi dari rifampicin dan
isoniazid, disarankan untuk menghindari pemberian pyrazinamide.
Regimen alternative tergantung pada obat mana yang menyebabkan hepatitis. Jika
rifampicin terlibat, maka saran regimennya diberikan OAT tanpa rifampicin selama 2 bulan
yaitu isoniazid, ethambutol, dan streptomycin diikuti selama 10 bulan dari isoniazid dan
ethambutol. Jika isoniazid tidak bisa digunakan, maka diberikan rifampicin, pyrazinamide,
dan ethambutol selama 6-9 bulan. Jika pyrazinamide dihentikan sebelum pasien
menyelesaikannya pada fase intensif, maka total durasi dari isoniazid dan rifampicin
ditambah sampai 9 bulan. Jika isoniazid dan rifampicin tidak bisa digunakan, regimen non-
hepatotoxic yaitu streptomycin, ethambutol, dan fluoroquinolone dilanjutkan selama 18-24
bulan.
Ketika hepatitis dengan jaundice muncul selama fase intensif karena pengobatan OAT
isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, dan ethambutol: ketika hepatitis teratasi, restart obat
yang sama kecuali ganti pyrazinamide dengan streptomycin untuk menyelesaikan 2 bulan
pada fase intensif, dilanjutkan dengan rifampicin dan isoniazid selama 6 bulan untuk fase
lanjutan. Ketika hepatitis dengan jaundice muncul ketika fase lanjutan: ketika hepatitis
teratasi, restart isoniazid dan rifampicin untuk menyelesaikan 4 bulan pada fase lanjutan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. European Association for the Study of the Liver. (2019). EASL Clinical Practice
Guidlines: Drug-induced Liver Injury. Journal of Hepatology, 70, 1222-1261.

2. G. Marrone., F.G. Vaccaro., M.Biolato, et al. (2017). Drug-induced Liver Injury 2017:
The diagnosis is not easy but always to keep in mind. European Review for Medical
and Pharmacological Sciences, 21 (1 Suppl), 122-134.

3. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata


Laksana Tuberkulosis. Jakarta : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.

4. Kosanam, S.,& Revathi,B. (2015). Drug-induced Liver Injury : A Review.


International Journal of Pharmacological Research, 5(issue 2). Doi : 10.7439/ijpr.

5. Mohankumar, N. (2015). Drug-induced Liver Injury : Diagnosing (and treating) it


early. Journal of Family Practice, 64(10), 634-644.

22
6. WHO. (2010). Treatment of Tuberculosis Guidelines Fourth Edition. Available at
http://www.who.int/tb/publications/2010/9789241547833/en/ diakses pada Juli 2019.

23

Anda mungkin juga menyukai