Anda di halaman 1dari 43

DRUG INDUCED LIVER INJURY E.

C TB ON Preseptor:
OAT KATEGORI II + EFUSI PLEURA dr.Muhamad Arzan Alfaris., Sp.
PD
SINISTRA
IDENTITAS PASIEN
KELUHAN UTAMA
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
RIWAYAT LINGKUNGAN DAN KEBIASAAN
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS KERJA
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TATALAKSANA
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam


PEMBAHASAN
DRUG INDUCED LIVER INJURY
DEFINISI
Drug Induced Hepatitis (DIH) atau Drug Induced Liver Injury (DILI) merupakan
kerusakan liver atau hati yang disebabkan oleh paparan obat atau non-infectious
toxic agent, biasanya ditandai dengan peningkatan alanine amino transferase (ALT),
alkaline phosphatase (ALP), peningkatan total bilirubin (TB), penurunan plasma
protein & albumin, dan peningkatan prothrombin time.
Mengacu pada kerusakan hati yang disebabkan oleh semua jenis penggunaan obat,
termasuk molekul kimia, agen biologis, obat tradisional Cina (TCM), obat-obatan
alami (NM), produk kesehatan (HP) , dan suplemen diet (DS).
EPIDEMIOLOGI
1. Ras:
 Beberapa obat tampaknya memiliki toksisitas berbeda
berdasarkan ras. Misalnya, orang kulit hitam dan hispanik
mungkin lebih rentan terhadap toksisitas isoniazid (INH).
2. Alcohol ingestion
 Alcohol causes depletion of glutathione (hepatoprotective)
stores that make the person more susceptible to toxicity by
drugs.

FAKTOR RESIKO 3. Liver disease


4. Genetic factors
5. Drug formulation
 Long-acting drugs may cause more injury than shorter-acting
drugs
6. Host factor
 Age: meningkat pada usia tua >50 th
 Sex: wanita>laki-laki
KLASIFIKASI
INTRINSIC (DIRECT) IDIOSYNCRATIC
 Terkait dengan dosis  Tidak terkait dosis
 Terjadi pada individu yang terpapar obat  Tidak dapat diprediksi (tidak mencapai
dalam proporsi yang besar (dapat thresholdnya tetapi menyebabkan DILI)
diprediksi)  Onset dalam rentang waktu lama (hari-
 Onset dalam rentang waktu singkat setelah minggu)
konsumsi obat (jam-hari)
ETIOLOGI
Mual
Muntah
Lemas
Ikterik atau jaundice
MANIFESTASI hepatomegali
KLINIS Anorexia
Nyeri right upper quadrant
Urin gelap
Feses pucat (dempul)
DIAGNOSIS
1. Anamnesis : gejala-gejala DILI, riwayat
penggunaan obat-obatan (dosis dan durasi)
2. Pemeriksaan Fisik : ikterik, jaundice,
hepatomegali
3. Tes laboratorium (Hematologi rutin :Hb, Ht,
Trombosit, Leukosit)
3. Jika terjadi enzim hati yang abnormal,
lakukan pemeriksaan serologis hepatitis
untuk menghilangkan diagnosis acute viral
hepatitis
4. Lakukan pemeriksaan abdominal ultrasound
5. Biopsi Hati
TATALAKSANA
1. Hentikan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya DILI : OAT, obat kemoterapi, obat anti
inflamasi non steroid, obat antiretroviral.
2. N-acetylcystein (NAC) :
• Oral : loading dose 140 mg/kg, diikuti dengan 70 mg/kg setiap 4 jam selama 72 jam (3 hari)
• Intravenous : loading infusion 150 mg/kg, setelah 1 jam diikuti dengan 50 mg/kg setiap 4 jam, diikuti dengan
418.75 mg/kg selama 67 jam
• Intravenous : loading infusion 150 mg/kg, setelah 1 jam diikuti dengan 50 mg/kg selama 4 jam, diikuti dengan 100
mg/kg selama 16 jam
3. L-carnitine : untuk mengobati valproate-induced hepatotoxicity
4. Ursodeoxycholic acid (UDCA) : 13-15 mg/kg, membantu mengobati pasien DILI dengan
cholestatic pattern of liver injury
5. Other therapies : Steroid digunakan untuk pasien autoimmune-type DILI. Obat lain seperti
silymarin dan antioksidan dapat membantu pengobatan DILI
6. Liver transplantation : pasien ALF dengan hepatic encephalopathy, gangguan koagulasi berat,
decompensated cirrhosis.
TATALAKSANA TB
Tujuan pengobatan TB adalah:
Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
Mencegah kekambuhan TB
Mengurangi penularan TB kepada orang lain
Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat
PANDUAN OAT DI INDONESIA
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia adalah
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri
dari OAT Lini Ke-2 yaitu Kanamisin, Amikacin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide,
Sikloserin, Moksifloksasin, dan para aminosalicylic acid (PAS), serta OAT lini-1, yaitu
Pirazinamid dan Etambutol
OAT LINI PERTAMA
DOSIS OAT LINI PERTAMA
PANDUAN OAT KDT LINI
PERTAMA Kategori 1 : 2 (HRZE)/ 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi
bakteriologis.
 Pasien TB paru terdiagnosis
klinis
Pasien TB ekstra paru
PANDUAN OAT KDT
LINI PERTAMA
Kategori 2: 2(HRZE)S / (HRZE) /
5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien
BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
Pasien kambuh
Pasien gagal pada pengobatan dengan
paduan OAT kategori 1 sebelumnya
Pasien yang diobati kembali setelah putus
berobat (lost to follow-up)
TATALAKSANA DILI EC TB ON OAT
MANAJEMEN DILI BY TB TREATMENT
OAT lini pertama, isoniazid, pyrazinamide, dan rifampicin dapat menyebabkan
kerusakkan hati (drug-induced hepatitis)
Rifampicin merupakan obat yang dapat menyebabkan asymptomatic jaundice
Manajemen DILI by TB treatment tergantung pada :
1. Keparahan dari penyakit hatinya
2. Keparahan dari penyakit TB
3. Pasien dalam pengobatan fase intensif atau lanjutan
4. Kemampuan tubuh dalam mengatasi efek samping yang diakibatkan oleh
pengobatan TB
•Jika penyakit hati disebabkan oleh pengobatan TB, semua obat harus dihentikan. Tetapi jika
pasien dengan penyakit TB yang sudah parah dan tidak memungkinkan untuk menghentikan
obat TB, maka regimen non-hepatotoxic seperti streptomycin, ethambutol, dan
fluoroquinolone harus diberikan / dimulai
•Jika pengobatan TB dihentikan, pastikan kita harus menunggu supaya tes fungsi hatinya
kembali normal dan gejalanya (mual, nyeri abdomen) mulai mereda atau menghilang
sebelum reintroduksi obat TB. Jika tidak memungkinkan melakukan tes fungsi hati, disarankan
untuk menunggu selama 2 minggu setelah resolusi jaundice dan nyeri tekan abdomen bagian
atas sebelum reintroduksi obat TB. Jika gejala tidak mereda atau menghilang dan penyakit
hatinya parah, maka regimen non-hepatotoxic dimulai (dilanjutkan) untuk selama 18-24
bulan
• Ketika DIH sudah menghilang, lakukan reintroduksi obat TB. Jika gejala muncul
atau tes fungsi hati menjadi abnormal setelah reintroduksi OAT, maka obat
terakhir yang diberikan harus diberhentikan. Beberapa saran dimulai dengan
pemberian rifampicin karena kemampuan untuk menyebabkan hepatotoxicity
lebih rendah dibandingkan isoniazid atau pyrazinamide dan agen paling efektif.
Setelah 3-7 hari, isoniazid direintroduksi. Pada pasien yang mengalami jaundice
tetapi dapat mentoleransi reintroduksi dari rifampicin dan isoniazid, disarankan
untuk menghindari pemberian pyrazinamide
• Regimen alternative tergantung pada obat mana yang menyebabkan hepatitis
• Jika rifampicin terlibat, maka saran regimennya diberikan OAT tanpa rifampicin
selama 2 bulan yaitu isoniazid, ethambutol, dan streptomycin diikuti selama 10
bulan dari isoniazid dan ethambutol
• Jika isoniazid tidak bisa digunakan, maka diberikan rifampicin, pyrazinamide, dan
ethambutol selama 6-9 bulan
• Jika pyrazinamide dihentikan sebelum pasien menyelesaikannya pada fase intensif, maka
total durasi dari isoniazid dan rifampicin ditambah sampai 9 bulan
• Jika isoniazid dan rifampicin tidak bisa digunakan, regimen non-hepatotoxic yaitu
streptomycin, ethambutol, dan fluoroquinolone dilanjutkan selama 18-24 bulan
• Ketika hepatitis dengan jaundice muncul selama fase intensif karena pengobatan OAT
isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, dan ethambutol: ketika hepatitis teratasi, restart obat
yang sama kecuali ganti pyrazinamide dengan streptomycin untuk menyelesaikan 2 bulan
pada fase intensif, dilanjutkan dengan rifampicin dan isoniazid selama 6 bulan untuk fase
lanjutan.
• Ketika hepatitis dengan jaundice muncul ketika fase lanjutan: ketika hepatitis teratasi,
restart isoniazid dan rifampicin untuk menyelesaikan 4 bulan pada fase lanjutan.
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
European Association for the Study of the Liver. (2019). EASL Clinical Practice Guidlines: Drug-
induced Liver Injury. Journal of Hepatology, 70, 1222-1261.
G. Marrone., F.G. Vaccaro., M.Biolato, et al. (2017). Drug-induced Liver Injury 2017: The
diagnosis is not easy but always to keep in mind. European Review for Medical and
Pharmacological Sciences, 21 (1 Suppl), 122-134.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis. Jakarta : Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.
Kosanam, S.,& Revathi,B. (2015). Drug-induced Liver Injury : A Review. International Journal of
Pharmacological Research, 5(issue 2). Doi : 10.7439/ijpr.
Mohankumar, N. (2015). Drug-induced Liver Injury : Diagnosing (and treating) it early. Journal
of Family Practice, 64(10), 634-644.
WHO. (2010). Treatment of Tuberculosis Guidelines Fourth Edition. Available at
http://www.who.int/tb/publications/2010/9789241547833/en/ diakses pada Juli 2019.

Anda mungkin juga menyukai