Definisi
Motion sickness atau kinetosis, juga dikenal sebagai penyakit perjalanan, adalah suatu
kondisi dimana ada perbedaan antara sinyal yang diterima otak dari mata dan organ-organ sensitif
terhadap posisi lainnya termasuk sistem vestibular mengenai posisi tubuh. Penyakit disekitar kita
ini diindentifikasikan dengan terminologi sebagai mabuk laut, mabuk udara, mabuk darat, mabuk
ski, dan bahkan mabuk gajah atau unta.
2.3. Etiologi
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konflik berasal dari dua organ penting
keseimbangan yaitu mata dan koklea di telinga dalam menyesuaikan diri terhadap kecepatan yang
berbeda ketika terjadinya gerakan. Mata menyesuaikan diri secara cepat sedangkan telinga dalam
lebih lama. Sampai kedua organ ini menyesuaikan diri dan menetapkan sinyal yang indentik untuk
dikirimkan ke otak maka kekacauan pemusatan perhatian terhadap posisi tubuh dapat terjadi.
Penyakit ini dapat diprovokasi oleh gerakan yang tiba-tiba seperti saat berada diperjalanan yang
tidak rata, penerbangan yang berputar, dan pelayaran yang bergelombang.
2.4. Patofisiologi
Kinetosis bukanlah sebuah penyakit yang patologis, tetapi merupakan reaksi fisiologis
terhadap stimulus eksternal, terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan hal tersebut:
Adanya suatu gerakan dirasakan oleh otak melalui tiga jalur yang berbeda dari sistem
saraf yang mengirimkan sinyal dari telinga bagian dalam (motion sensing, akselerasi, dan
gravitasi), mata (vision), dan jaringan yang lebih dalam dari permukaan tubuh
(proprioceptors). Ketika tubuh bergerak dengan sengaja, misalnya, ketika kita berjalan,
informasi dari semua tiga jalur dikoordinasikan oleh otak kita. Tetapi, jika gerakan tidak
disengaja, misalnya terguncang-guncang saat mengendarai mobil, otak kesulitan
mengkoordinasikan informasi dari ketiga jalur tersebut. Akibatnya, timbul gejala-gejala
motion sickness. Ketika ada gerakan yang tidak disengaja dari tubuh, seperti yang terjadi saat
berkendara di mobil, otak tidak mengkoordinasikan input, dan dianggap ada discoordination
atau konflik antara masukan dari tiga jalur. Ini adalah hipotesis bahwa konflik antara input
menjadi penyebab terjadinya motion sickness. Terdapat 2 jenis dalam teori ini:
a. Visual-Vestibular Mismatch
i. Tipe I : Vestibular organ dan system muscular tidak mendapatkan informasi
yang sama. Hal ini terjadi ketika seseorang yang berada dalam kapal dan
melihat ombak. Mata mendapatkan informasi lain saat organ vestibular
menerima rangsangan, karena di kapal ombak terasa lebih besar
dibandingkan kelihatannya
ii. Tipe 2a : Tipe ini terjadi, ketika mata menyadari adanya pergerakan tetapi
pada kenyataannya tubuh tidak bergerak. Tipe ini sering terlihat ketika
seseorang menonton film 3D. Tipe ini menuntun kita pada fenomena
simulator sickness
iii. Type 2b : Tipe ini terjadi saat seseorang menerima informasi visual dan
vestibular system tidak sinkron. Biasanya terjadi ketika seseorang duduk di
mobil dan tidak dapat melihat keadaan di luar mobil. Vestibular system dan
muscular system mengirimkan informasi pergerakan sedangkan mata tidak
menerima informasi tersebut. Tipe ini biasanya terjadi ketika orang tidak
mengemudikan kendaraannya sendiri. Contoh lain, bayangkan Anda sedang
naik di pesawat terbang saat badai, dan pesawat sedang mengalami
turbulensi udara. Tapi mata tidak mendeteksi adanya gerakan ini karena
semua yang dilihat adalah bagian dalam pesawat.
Tanpa motion-sensing organ telinga bagian dalam, motion sickness tidak
terjadi, hal ini menunjukkan bahwa telinga bagian dalam sangat berpengaruh terhadap
terjadinya motion sickness. Input visual tampaknya menjadi kurang penting, karena
orang buta dapat mengalami hal ini. Telinga bagian dalam (labirin) memantau arah
gerak, seperti berputar atau maju-mundur, perpindahan dari sisi ke sisi, dan gerakan
naik-turun. Mata mengamati dimana tubuh berada dalam suatu ruang (misalnya,
terbalik, sisi kanan atas, dll) dan juga arah gerakan. Reseptor tekanan kulit seperti kaki
menyentuh tanah. Otot dan sendi reseptor sensorik melaporkan bagian tubuh yang
bergerak. Sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) memproses semua
informasi dari sistem-sistem tersebut untuk membuat persepsi.
Sistem vestibular bekerja dengan sistem sensorimotor lain dalam tubuh, seperti
sistem visual kita (mata) dan sistem rangka (tulang dan sendi), untuk memeriksa dan
mempertahankan posisi tubuh kita saat istirahat atau bergerak. Hal ini juga membantu
kita mempertahankan fokus pada objek yang stabil meskipun ada perubahan posisi
tubuh kita. Sistem vestibular melakukan hal ini dengan mendeteksi kekuatan mekanik,
termasuk gravitasi, yang bertindak atas organ-organ vestibular kita ketika kita
bergerak.
Walaupun ada beberapa neurotransmiter yang terlibat, tetapi saat ini obat yang
paling sering dipakai untuk mengatasi motion sickness adalah antihistamin. Obat ini
bekerja memblok reseptor histamin di otak yang berada di chemoreceptor trigger zone
(CTX) yang mengkoordinasikan input tadi. Obat ini bisa mencegah mual, muntah, dan
pusing akibat motion sickness. Antihistamin yang sering dipakai adalah dimenhidrinat (ada
berbagai nama paten), namun demikian bisa juga digunakan obat antihistamin lainnya.
Obat sebaiknya diminum sebelum perjalanan dimulai. Bisa juga menggunakan
antimuskarinik seperti beladonna atau scopolamin, tapi ini adalah obat lama yang sudah
jarang dipakai.
Gejala-gejala dari motion sickness muncul ketika sistem saraf pusat menerima pesan yang
bertentangan dari sistem lain. Gejala-gejala motion sickness antara lain pusing, hipersalivasi, mual,
muntah, pucat, berkeringat dingin, lelah, malaise dan pusing (vertigo), penglihatan kabur,
kebingungan atau disorientasi, perubahan denyut jantung dan tekanan darah, ketakutan,
kecemasan, atau panik. Beberapa orang juga merasa lelah, tertekan, atau tidak mampu
berkonsentrasi. Gejala dapat datang dan pergi selama periode waktu yang singkat atau berlangsung
selama waktu yang cukup lama.
Pencegahan dan pengobatan penyakit ini adalah kompleks. Sebagian kecil individu normal
sangat mudah terkena penyakit ini untuk hampir pada semua keadaan, sebagian lagi tidak mudah
terkena dan yang lainnya berada diantaranya. Pencegahan terbaik untuk orang-orang dengan
kepekaan tinggi adalah penghindaran dan membangun adaptasi terhadap situasi atau keadaan yang
memprovokasinya.
Secara alternatif, penambahan paparan secara perlahan-lahan meningkatkan derajat
stimulasi provokasi seperti membuat kepala bergerak selama tubuh secara pasif berotasi dengan
kecepatan rotasi yang tinggi dapat menyebabkan adaptasi dapat dicapai tanpa membangkitkan
penyakit ini bahkan derajat stressor yang dicapai di step pertama bukanlah provokasi yang dapat
ditolerir.
Tehnik modifikasi perilaku telah sangat lama dipromosikan untuk mencegah penyakit ini,
keberhasilan juga sudah banyak dilaporkan, tapi jarang disebarkan didunia sebenarnya dimana
pelatihannya pun tidak ada. Sebagai tambahan studi ini sebenarnya tidak pernah mencakup kontrol
yang sesuai dengan plasebo. Sejumlah obat-obatan dapat mengurangi kepekaan terhadap penyakit
ini seperti dimenhydrinate, meclizine, cyclizine.
1224
Cyclizine Oral 50 0.51
1224
Meclizine Oral 2550 0.51
46
Diphenhydramine Oral 2550 0.250.5
812
Promethazine Oral 25 0.51
12
Buclizine Oral 50 0.5
Scopolamine
Oral 0.40.8 1 8
Patch
Dermal 1.5 46 72
Tablet
Obat-obatan diatas mempunyai efek samping berupa rasa ngantuk dan mulut kering.
Scopolamin untuk meningkatkan efeknya sering digunakan bersamaan dengan amfetamin, dan
promethazin sering digunakan bersamaan dengan efedrin. Kontraindikasi penggunaan scopolamin
adalah orang-orang dengan glaukoma, hipertrofi prostat, penyakit hati dan ginjal. Wanita hamil
dan menyusui juga sebaiknya tidak mengkonumsi scopolamine kecuali keadaan yang sangat
diperlukan. Alkohol dapat meningkatkan efek ngantuk jika digunakan bersamaan dengan
scopolamin sehingga tidak boleh digunakan saat berkendaraan.
DAFTAR PUSTAKA
3. Sherman, Craig R, dkk. Motion Sickness: Review of Preventative Remedies. Diunduh dari :
www.motionsickness.net.pdf
5. Higler, Adams Boeis. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke IV. 1997. Jakarta: EGC.