Anda di halaman 1dari 76

SKENARIO A BLOK 15

PERITONITIS DIFFUSE
Tutor : dr. Ziske Maritska, M.Si. Med.

Presentan : Vincent Guantoro (04011281621137)

Moderator : Debby Ariansyah (04011281621097)


Sekretaris I : Farhana Lutfiah (04011181621026)
Sekretaris II : Regita Salsabila (04011281621104)

Anggota :
• Nadia Fernanda Berendhuysen (04011181621017)
• Pramadita Widya Garini (04011181621059)
• Shafira Ramadani Nasution (04011181621069)
• Siti Salimah Hanifah Nofizar (04011281621086)
• Resiana Citra (04011281621106)
• Nada Premawedia (04011281621135)
SKENARIO A BLOK 15 TAHUN 2018
Tn. Zulfa , laki-laki usia 69 tahun pekerjaan petani, dirujuk ke IGD
RSMH dengan keluhan utama nyeri utama seuruh perut sejak 1 hari
smrs
3 hari smrs penderita mengelu nyeri sekali di daerah uluh hati. 1
hari smrs penderita mengeluh nyeri seluruh perut,mual(+), muntah
(-), BAB(-), flatus (-), riwayat sering nyeri uluh hati (+), riwayat
trauma disangkal, riwayat sering minum obat anti reumatik sejak 2
bulan SMRS. Ada riwayat BAB hitam, tidak ada riwayat muntah
darah.
Pemeriksaan Fisik
• Kesadaran compos mentis, tinggi badan 169 cm, berat badan 60 kg.
• Tanda vital : tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 110x/menit,
pernapasan : 22x/ menit, suhu 37,9 C.
Pemeriksaan spesifik :
Kepala : konjungtiva tidak anemis.
Leher : dalam batas normal.
Thoraks : dalam batas normal.
Regio Abdomen :
I : Cembung
P : Defans muscular (+)
P : Timpani, pekak hati menghilang
A : Bising usus (-)
NGT : cairan kehijauan
Ekstremitas : Palmar eritema (-), akral pucat (-), edema
perifer (-).
Colok Dubur : Tonus Sphincter Ani baik, mukosa licin, ampula
tidak kolaps.
Sarung Tangan : Feses (+), darah (-).
Pemeriksaan Laboratorium :
Hemoglobin : 12 g/dl
Hematokrit : 38 vol%
Leukosit : 12.400/mm3
Trombosit : 308.000/mm3
Diff count : 0/0/89/6/3
Ureum : 45 mg/dL
Kreatinin : 0,8 mg/dL
Natrium : 122 mEq/L
Kalium : 3,96 mEq/L
Gula darah sewaktu : 92mg/dL

Pemeriksaan Penunjang : USG Abdomen cairan bebas (+) di Hepatorenal space


Rontgen thorax AP : Dalam batas normal
Foto polos abdomen 3 posisi :
Distensi usus halus (+)
Herring bone (+)
Free Air (+)
Air Fluid Level (-)
KLARIFIKASI ISTILAH
No Istilah Pengertian

1 Muntah darah keluarnya isi perut melalui esofagus dan perut dmana muntahan tersebut
mengandung darah
2 Flatus gas atau udara didalam saluran cerna yang dikeluarkan melalui anus

3 Obat antireumatik Obat untuk mengurangi peradangan dan rasa nyeri pada penderita radang sendi
atau reumatik
4 Bab hitam keluarnya feses hitam akibat diwarnai dengan darah yang berubah (darah yang
teroksidasi dengan hemoglobin)
5 Nyeri ulu hati Nyeri di daerah epigastrium

6 Distensi usus halus kejadian yang terjadi ketika ada zat menumpuk didalam usus halus yang
menyebabkan usus mengembung melebihi ukuran normal
7 Defans muscular Refleks tahanan otot perut untuk menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal
8 NGT (Nasogastric Alat yang digunakan untuk memasukkan nutrisi cair dengan selang plastik yang
Tube) dipasang melalui hidung sampai lambung,
9 TSA (Tonus Sfingter Uji untuk menilai pembesaran prostat pada seseorang
Ani)
10 Ampula Dilatasi struktur tubulus dengan bentuk seperti botol terutama pada ujung
kanalis semisirkularis telinga yang melebar
11 Palmar eritema terdapat bintik-bintik merah pada telapak tangan dan tampak membesar

12 Air Fluid Level Gambaran batasan antara air dan udara

13 Herring Bone Gambaran seperti duri ikan


IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn. Zulfa , laki-laki usia 69 tahun pekerjaan petani, dirujuk ke
IGD RSMH dengan keluhan utama nyeri seluruh perut sejak
1 hari SMRS.. Dari hasil anamnesis juga ditemukan, mual (+),
muntah (-), BAB (-), flatus (-)
2. 3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri sekali di daerah uluh
hati.
3. Riwayat sering nyeri uluh hati (+), riwayat trauma disangkal,
riwayat sering minum obat anti reumatik sejak 2 bulan
SMRS. Ada riwayat BAB hitam, tidak ada riwayat muntah
darah.
4. Pemeriksaan Fisik
5. Pemeriksaan Spesifik
6. Pemeriksaan Laboratorium
7. Pemeriksaan Penunjang
ANALISIS MASALAH
1. Tn. Zulfa , laki-laki usia 69 tahun pekerjaan
petani, dirujuk ke IGD RSMH dengan keluhan
utama nyeri seluruh perut sejak 1 hari SMRS.
Dari hasil anamnesis juga ditemukan, mual (+),
muntah (-), BAB (-), flatus (-)
a. Apa hubungan antara jenis kelamin, usia, dan pekerjaan terhadap keluhan pasien?

Semakin tinggi seseorang semakin meningkat resiko untuk


mengalami peritonitis, karena di umur tua seseorang lebih
mudah terkena penyakit senja yang menjadi faktor risiko
Peritonitis
Tidak ada hubungan jenis kelamin dan pekerjaan dengan
keluhan nyerinya itu. Karena nyeri diperut bisa terjadi pada
siapa aja baik laki-laki dan perempuan.
Pada kasus ini lebih dikaitkan dengan konsumsi obat anti
reumatik jangka panjang yang menyebabkan Tn.Zulfa
mengalami peritonitis
b. Bagaimana anatomi dan histologi organ yang berkaitan dengan keluhan pasien?
Dinding abdomen terdiri daripada kulit, fascia superfiscialis, lemak, otot-otot, fascia
transversalis dan parietal peritoneum. Selain itu, posisi abdomen ada diantara toraks dan pelvis
(Moore, 2014)
Pembagian 4 kuadran Pembagian 9 regio
c. Bagaimana mekanisme nyeri seluruh perut?

Penggunaan obat anti reumatik jangka panjang 


Ulkus peptikum asam lambung dan pepsin masuk
ke jaringan di cavum peritoneum  iritasi
peritoneum dan saluran cernanyeri seluruh perut
d. Bagaimana mekanisme mual?

Invasi bakterieksudat fibrinosa terbentukterbentuk


abses diantara perlekatan fibrinosaperitonium visceral
dan parietal berlekatanaktivitas peristaltik menurun, rasa
tidak nyaman pada perutrangsangan perifer dikirim ke
pusat muntah di medula oblongata (sisi lateral) Pusat
muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf
spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan
refleks mual
e. Apa saja tipe-tipe nyeri abdomen?

Nyeri disebabkan oleh iritasi mukosa, spasme otot polos, iritasi peritoneum,
pembengkakan kapsul, atau peregangan saraf secara langsung. Nyeri abdomen
terdiri atas tiga jenis, yaitu :

1. Nyeri visceral.
Nyeri visceral berasal dari organ dalam perut, yang diinervasi oleh serat saraf
autonomik dan merespon terutama ke sensasi distensi dan kontraksi

2. Nyeri somatik.
Nyeri somatik berasal dari peritoneum parietal, yang diinervasi oleh saraf somatik,
yang merespon gangguan dari infeksi, zat kimia, atau proses inflamasi lainnya. Nyeri
somatic bersifat tajam dan terlokalisasi.

3. Nyeri alih (Reffered Pain).


Nyeri alih adalah nyeri yang jauh dari sumber lesinya dan hasil dari konvergensi dari
serat saraf di saraf tulang belakang.
2. 3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri sekali di
daerah ulu hati.
a. Apa makna pernyataan diatas?

Nyeri dirasakan 3 hari menandakan nyeri tersebut adalah


nyeri akut.
Pemakaian obat anti reumatik jangka panjang menyebabkan
Iritasi gaster dan menyebabkan nyeri pada ulu hati, tempat
dimana gaster berada.
b. Apa saja organ yang kemungkinan terkait dengan keluhan tersebut berdaasrkan
lokasi nyeri?
3. Riwayat sering nyeri ulu hati (+), riwayat
trauma disangkal, riwayat sering minum obat
anti reumatik sejak 2 bulan SMRS. Ada riwayat
BAB hitam, tidak ada riwayat muntah darah.
a. Apa makna pernyataan diatas?

BAB berdarah pada pasien tidak disebabkan oleh


trauma atau faktor lainnya. BAB yang berwarna hitam
erat kaitannya dengan lokasi perdarahan yaitu di
bagian gaster. Terjadi reaksi antara Hb dengan asam
lambung sehingga darah pada faeces berwarna
hitam. Perdarahan di gaster ini terkait dengan
konsumsi obat anti rematik
b. Apa hubungan riwayat sering minum obat reumatik dengan keluhan pasien
sekarang?
Obat antireumatik termasuk dalam golongan obat OAINS bekerja dengan
cara menghambat enzim COX pada biosintesis prostaglandin, sehingga
koversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu, sehigga
menyebabkan iritasi pada lambung dan apabila dikonsumsi dalam jangka
panjang dapat menyababkan ulkus peptikum atau tukak lambung. Golongan
OAINS dapat menyababkan luka pada gaster dengan dua cara, yaiu secara
langsung atau iritasi topical dari jaringan epitel dan mengambat sintesis
prostaglandin, yang berfungsi sebagai agen protektif gaster.
c. Bagaimana mekanisme dari BAB hitam?

Penggunaan obat anti rematik jangka panjang  Erosi


mukosa lambung Ulkus  tidak diobati 
Perdarahan gaster  Hb bereaksi dengan asam
lambung Oksidasi hemoglobin  Faeces berwarna
hitam
4. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran compos mentis, tinggi badan 169 cm,
berat badan 60 kg.
Tanda vital : tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
110x/menit, pernapasan : 22x/ menit, suhu 37,9 C.
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik diatas?

Ket Nilai Interpretasi


Kesadaran Compos Mentis Normal
IMT 60/(1,69)2 = 20,94 Normal (18,5-22,9)
TD 110/80 mmHg Normal (110-120/70-80)

Suhu 37,9oC Subfebris (36,5oC – 37,5oC)

RR 22x/menit Normal (16-24x/menit)

Nadi 110x/menit Takikardia (60-100x/menit)


b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik diatas

Takikardi
Riwayat melena  kehilangan darah  Stroke
Volume turunTubuh kompensasi menaikkan
Cardiac output  Frekuensi denyut jantung
meningkat  Nadi meningkat

Demam
Respon inflamasi  Produksi sitokin (IL-1, IL-6 dan
TNF-alfa)  Asam arakhidonat  pembentukan PGE
2  Peningkatan set point di hipotalamus  Demam
5. Pemeriksaan spesifik :
Kepala : konjungtiva tidak anemis.
Leher : dalam batas normal.
Thoraks : dalam batas normal.
Regio Abdomen :
I : Cembung
P : Defans muscular (+)
P : Timpani, pekak hati menghilang
A : Bising usus (-)
NGT : cairan kehijauan
Ekstremitas : Palmar eritema (-), akral pucat (-), edema
perifer (-).
Colok Dubur : Tonus Sphincter Ani baik, mukosa licin, ampula
tidak kolaps.
Sarung Tangan : Feses (+), darah (-).
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik diatas?

Kepala : konjungtiva tidak anemis. (Normal)


Leher : dalam batas normal. (Normal)
Thoraks : dalam batas normal. (Normal)
Regio Abdomen :
I : Cembung (Abnormal)
P : Defans muscular (+) (Abnormal)
P : Timpani, pekak hati menghilang (Abnormal)
A : Bising usus (-) (Abnormal)
NGT : cairan kehijauan
Ekstremitas : Palmar eritema (-) (Normal)
Akral pucat (-) (Normal)
Edema perifer (-) (Normal)
Colok Dubur : Tonus Sphincter Ani baik (Normal)
Mukosa licin (Normal)
Ampula tidak kolaps (Normal)
Sarung Tangan : Feses (+), darah (-).
b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik spesifik
diatas?

Perut cembung : Terdapat udara bebas dan cairan gaster di


rongga peritoneum

Defans muskular (+) : Iritasi mukosa lambung Perforasi gaster


 Keluarnya isi lambung ke cavum peritoneum  Respon
inflamasi  Peritonitis  Respon tahanan defans muskular (+)

Perkusi Timpani, pekak hati menghilang : Perforasi  udara


masuk cavum peritoneum  Bunyi suara menjadi timpani dan
pekak hati hilang

Auskultasi bising usus (-) : Peritonitis  Perlengketan organ


intraabdomen  Usus mengalami kelumpuhan (tidak bergerak)
 Bising usus (-)
6. Pemeriksaan Laboratorium :
Hemoglobin : 12,2 gr/dL
Hematokrit : 38 vol%
Leukosit : 12.400/mm3
Trombosit : 308.000/mm3
Diff count : 0/0/89/6/3
Ureum : 45 mg/dL
Kreatinin : 0,8 mg/dL
Natrium : 122 mEq/L
Kalium : 3,96 mEq/L
Gula darah sewaktu : 92mg/dL
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium diatas?

Ket Nilai Interpretasi


Hemoglobin 12,2 gr/dL Normal
Hematokrit 38 vol% Ht rendah
Leukosit 12.400/mm3 Leukositosis
Trombosit 308.000/mm3 Normal
Diff count 0/0/89/6/3 Shift to the left
Ureum 45 mg/dL Normal
Kreatinin 0,8 mg/dL Normal
Natrium 122 mEq/L Hiponatremia
Kalium 3,96 mEq/L Normal
GDS 92mg/dL Normal
b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium
diatas?

• Ht Rendah
Hematokrit adalah pebandingan jumlah sel darah merah
terhadap volume darah dalam satuan persen.

Riwayat mengonsumsi obat antirematik (NSAID) selama 2 bulan


 Prostaglandin pada lambung turun  sistem pertahanan
lambung melemah  ulkus serta perforasi pada saluran
gastrointestinal  perdarahangejala berupa feses berwarna
hitam dan defisiensi zat besiniai hematokrit menjadi rendah
• Leukositosis
Sistem pertahanan lambung lemah  Lambung tidak dapat menahan kerja
asam lambung pencernaan (HCL dan pepsin).  Erosi mukosa
lambungMukosa rusak  Tidak dapat mensekresi mukus (barrier) yang
cukupPeningkatan penyaluran asam ulkus duodenumperforasi
bebas/terbatasKontaminasi bakteri dalam rongga perut  Flora normal
usus (E.coli, K.pneumoniae, bakteri gram (-), bakteri anaerobik lainnya)
masuk rongga peritoneum Reaksi peradangan  Leukosit meningkat

Perforasi bebas terjadi ketika isi usus halus keluar secara bebas kedalam
rongga abdomen, menyebabkan terjadi peritonitis difuse misalnya perforasi
duodenum. Perforasi terbatas terjadi peradangan akut menyebabkan
perlekatan dengan organ sekitar sehingga terbentuk abses (penetrasi ulkus
duodenum ke pankreas)

Hiponatremia : Peritonitis  Gerakan peristaltik usus akan menghilang &


cairan tertahan di usus halus dan usus besar  Cairan merembes dari
peredara darah ke dalam rongga peritoneum  Dehidrasi berat dan darah
kehilangan elektrolit  Hiponatremia
7. Pemeriksaan Penunjang : USG Abdomen cairan bebas (+) di
Hepatorenal space
Rontgen thorax AP : Dalam batas normal
Foto polos abdomen 3 posisi :
Distensi usus halus (+)
Herring bone (+)
Free Air (+)
Air Fluid Level (-)
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan penunjang diatas?

Pemeriksaan Kasus Nilai Normal Interpretasi


USG Abdomen Cairan bebas (+) di Tidak ada cairan Abnormal
hepatorenal space bebas

Ronsen thorax AP Dalam batas normal normal Normal

Distensi usus halus (-) (-) Normal

Herring bone (-) (-) Normal (tidak ada


distensi usus halus)

Free air (+) (-) Abnormal


Air fluid level (-) (-) Normal (tidak ada
obstruksi usus)
b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan penunjang
diatas?

Free air
Udara bebas pada foto polos abdomen mengindikasikan bahwa
peritonitis disebabkan oleh perforasi gaster dan duodenum.

Cairan bebas
Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita
jaringan (perlengketan, adhesi)  menyumbat usus  Gerakan
peristaltik usus akan menghilang & cairan tertahan di usus halus
dan usus besar  Cairan merembes dari peredaran darah ke
dalam rongga peritoneum  Dehidrasi berat dan darah
kehilangan elektrolit
c. Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan USG?

Cairan di hepanal space


d. Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan Foto polos abdomen?

Gambaran Free air


8. Hipotesis : Tn Zulfa laki laki usia 69 tahun mengalami Peritonitis
Difusa et causa Perforasi gaster
a. Apa Diagnosis kerja pada kasus ini?

Peritonitis difusa et causa perforasi gaster


b. Apa saja Diagnosis banding pada kasus ini?

•Apendisitis
•Kehamilan ektopik
•Gastroenteritis
•Pelvic Inflammatory Disease
•Kolesistitis
•Pankreatitis
c. Apa Definisi penyakit pada kasus ini?

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum


(lapisan serosa yang menutupi rongga abdomen
dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, yang dapat terjadi secara
lokal maupun umum
d. Bagaimana etiologi dari kasus tersebut?

Etiologi peritonitis
Peritonitis primer
A. Peritonitis spontan pada anak
B. Peritonitis spontan pada dewasa
C. Peritonitis pada pasien CAPD
D. Peritonitis tuberkulosa dan granulomatosa lainnya
Peritonitis sekunder
A. Peritonitis perforasi akut
1. Perforasi saluran gastrointestinal
2. Iskemia saluran intestinal
3. Peritonitis pada pelvis dan bentuk lainnya
B. Peritonitis pasca operasi
1. Anastomotic leak
2. Perforasi yang tidak disengaja
C. Peritonitis pasca trauma
1. Trauma tumpul pada abdomen
2. Trauma tembus pada abdomen
Peritonitis tertier
A. Peritonitis tanpa sebab yang jelas
B. Peritonitis akibat jamur
C. Peritonitis with low-grade pathogenic bacteri
e. Bagaimana epidemiologi dari kasus tersebut?

Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita


penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah
penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang (Depkes, RI
2008)

Kejadian peritonitis dapat bersifat primer, sekunder, dan


tersier. Tergantung dari kausa penyakitnya.
f. Bagaimana faktor resiko dari kasus tersebut?

Penyakit hati dengan ascites


Kerusakan ginjal
Compromised immune system
Pelvic inflammatory disease
Appendisitis
Ulkus gaster
Infeksi kandung empedu
Kolitis ulseratif / chron’s disease
Trauma
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal
Dyalisis)
Pankreatitis
g. Bagaimana manifestasi klinis dari kasus tersebut?

• Utama : Nyeri abdomen,


• Demam Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat
hipotermia,
• Mual dan muntah : Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera
atau akibat iritasi peritoneum,
• Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafasNyeri tekan dan defans muskular,
• Pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma,
• Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara
usus,
• Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia,
• Hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok
h. Bagaimana patofisiologi dari kasus tersebut?

Tn. Zulfa sering minum obat rematik  Erosi mukosa


lambung Tukak lambung  Tidak diobati 
Komplikasi  Perdarahan gaster  Melena 
Perforasi gaster  Cairan lambung dan makanan
masuk ke kavum peritoneum  Peritonitis kimia 
Invasi bakteri ke rongga peritoneum Mediator
inflamasi meningkat  Eksudat Cairan dan udara
tertimbun di rongga abdomen  Peritonitis
generalisata/ difusa.
i. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kasus tersebut?

Pemeriksaan Laboratorium
Foto polos abdomen
USG abdomen
CT scan
MRI
j. Bagaimana tatalaksana dari kasus tersebut?
1. Terapi medis (Antibiotik, Koreksi cairan)
2. Intervensi non-operatif (Drainase abses percutaneus,
percutaneus and endoscopic stent placement)
3. Terapi operatif
4. Suplemen (Glutamine, Arginine, Asam lemak omega-3 dan
omega-6, Vitamin A, E dan C, Zinc)

Pada peritonitis sekunder dan tertier terapi antibiotik empiris


yang dianjurkan adalah Sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3
atau quinolone dikombinasikan dengan metronidazol. Bila tidak
tersedia atau kontraindikasi, antibiotik alternatif yang dapat
diberikan adalah Ampisilin/sulbaktam.
k. Bagaimana edukasi dan pencegahan dari kasus tersebut?

•Edukasi pasien tentang efek samping penggunaan obat anti reumatik


jangka panjang yang dapat menyebabkan terkikisnya mukosa
lambung.
•Menjaga kebersihan dalam aktivitas sehari-hari terutama saat
aktivitas makan dan minum.
•Apabila pasien baru saja melakukan operasi atau dialisis peritoneal,
dan sedang menggunakan kateter, sebaiknya kebersihan kateter harus
selalu terjaga
•Hindari melakukan aktivitas di tempat – tempat yang mungkin bisa
menjadi sumber penyebaran bakteri.
l. Bagaimana komplikasi dari kasus tersebut?

Septikemia dan syok septik


Syok hipovolemik
Abses residual intraperitoneal
Portal Pyemia (misal abses hepar)
Adhesi
Obstruksi intestinal rekuren
Multiple organ infection and or failure
Hepatorenal syndrom
m. Bagaimana prognosis dari kasus tersebut?

Tingkat mortalitas pada peritonitis umum adalah bervariasi dari dibawah 10%-
40% pada perforasi kolon. Faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitias yang
tinggi adalah etiologi penyebab peritonitis dan durasi penyakitnya, adanya
kegagalan organ sebelum penanganan, usia pasien, dan keadaan umum
pasien.Tingkat mortalitas dibawah 10% ditemukan pada pasien dengan perforasi
ulkus atau appendicitis, pasien usia muda, kontaminasi bakteri yang minim, dan
diagnosis-penanganan dini. Skor indeks fisiologis yang buruk (APACHE II atau
Mannheim Peritonitis Index), riwayat penyakit jantung, dan tingkat serum
albumin preoperatif yang rendah merupakan pasien resiko tinggi yang
membutuhkan penanganan intensif (ICU) untuk menurunkan angka mortalitas
yang tinggi.
Tabel Tingkat mortalitas peritonitis umum berdasarkan etiologi
n. Bagaimana SKDI dari kasus tersebut?

3B. Gawat darurat


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat
darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan
dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter
juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
SINTESIS
ANATOMI
GASTER
Gaster terdiri dari beberapa lapisan, yaitu tunika mukosa (epitel, lamina propia,
muskularis mukosa), submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Mukosa gaster
dilapisi oleh epitel kolumner simpleks non goblet, peralihan jenis sel yang sangat nyata
terdapat pada celah gastroesofageal, yaitu dari epitel skuamous simpleks menjadi epitel
kolumner simpleks.
Dinding abdomen terdiri daripada kulit, fascia superfiscialis, lemak, otot-otot, fascia
transversalis dan parietal peritoneum. Selain itu, posisi abdomen ada diantara toraks dan pelvis
(Moore, 2014)
Pembagian 4 kuadran Pembagian 9 regio
PERITONITIS

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan


serosa yang menutupi rongga abdomen dan organ-
organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit
akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat
terjadi secara lokal maupun umum, melalui proses
infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur
appendiks atau divertikulum kolon, maupun non infeksi,
misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi
gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung
empedu.
ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI
Etiologi peritonitis
Peritonitis primer disebabkan karena bakteri yang muncul secara spontan (Spontaneus Bacterial
Peritonitis)
A. Peritonitis spontan pada anak
B. Peritonitis spontan pada dewasa
C. Peritonitis pada pasien CAPD
D. Peritonitis tuberkulosa dan granulomatosa lainnya
Peritonitis sekunder terjadi akibat penyebaran infeksi dari bagian tubuh lain biasa disebut peritonitis
sekunder
A. Peritonitis perforasi akut
1. Perforasi saluran gastrointestinal
2. Iskemia saluran intestinal
3. Peritonitis pada pelvis dan bentuk lainnya
B. Peritonitis pasca operasi
1. Anastomotic leak
2. Perforasi yang tidak disengaja
C. Peritonitis pasca trauma
1. Trauma tumpul pada abdomen
2. Trauma tembus pada abdomen
Peritonitis tertier disebabkan karena infeksi persisten atau rekurens setelah terapi yg adekuat
Berkembang lebih sering pada pasien immunocompromised dan pada orang dengan yang sudah ada
sebelumnya kondisi komorbiditas yang signifikan.
A. Peritonitis tanpa sebab yang jelas
B. Peritonitis akibat jamur
C. Peritonitis with low-grade pathogenic bacteri
Klasifikasi menurut Agen :
a. Peritonitis kimia, misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam
lambung, cairan empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga
abdomen akibat perforasi.
b. Peritonitis septik, merupakan peritonitis yang disebabkan kuman.
Misalnya karena ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat
sampai ke peritonium dan menimbulkan peradangan

Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita


penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di
Indonesia atau sekitar 179.000 orang (Depkes, RI 2008)

Kejadian peritonitis primer kurang dari 5% kasus bedah. Peritonitis


sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling umum, lebih dari 90%
kasus bedah.
Peritonitis tersier dapat terjadi akibat peritonitis sekunder yang telah
delakukan interfensi pembedahan ataupun medikamentosa. Kejadian
peritonitis tersier kurang dari 1% kasus bedah.
FAKTOR RESIKO

Penyakit hati dengan ascites


Kerusakan ginjal
Compromised immune system
Pelvic inflammatory disease
Appendisitis
Ulkus gaster
Infeksi kandung empedu
Kolitis ulseratif / chron’s disease
Trauma
CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dyalisis)
Pankreatitis
PATOFISIOLOGI

Penggunaan obat anti reumatik (NSAID) dalam jangka lama dapat menghambat
pembentukan prostaglandin karena hambatan COX1. Prostaglandin berperan sebagai
agen sitoprotektif pada lambung, sehingga jika jumlahnya menurun dapat
menyebabkan ulksu pada dinding lambung yang jika tidak diobati akan menjadi
perforasi. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat
peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan
mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Bila
bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik
MANIFESTASI KLINIS

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan


peritonium yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh
peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung
dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut.
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan
hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak
terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan
peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim
pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan
nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi
bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimiaNamun,
mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster
beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi
gaster.
KOMPLIKASI

Septikemia dan syok septik


Syok hipovolemik
Abses residual intraperitoneal
Portal Pyemia (misal abses hepar)
Adhesi
Obstruksi intestinal rekuren
Multiple organ infection and or failure
Hepatorenal syndrom
TATALAKSANA

1. Terapi medis (Antibiotik, Koreksi cairan)


2. Intervensi non-operatif (Drainase abses percutaneus,
percutaneus and endoscopic stent placement)
3. Terapi operatif
4. Suplemen (Glutamine, Arginine, Asam lemak omega-3 dan
omega-6, Vitamin A, E dan C, Zinc)

Pada peritonitis sekunder dan tertier terapi antibiotik empiris


yang dianjurkan adalah Sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3
atau quinolone dikombinasikan dengan metronidazol. Bila tidak
tersedia atau kontraindikasi, antibiotik alternatif yang dapat
diberikan adalah Ampisilin/sulbaktam.
TIPE NYERI

Nyeri disebabkan oleh iritasi mukosa, spasme otot polos, iritasi peritoneum,
pembengkakan kapsul, atau peregangan saraf secara langsung. Nyeri abdomen
terdiri atas tiga jenis, yaitu :
1. Nyeri visceral.
Nyeri visceral berasal dari organ dalam perut, yang diinervasi oleh serat saraf
autonomik dan merespon terutama ke sensasi distensi dan kontraksi. Nyerinya tidak
terlokalisasi dan cenderung dialihkan ke daerah-daerah yang memiliki asal
embrional yang sama dengan daerah yang terkena. Struktur Foregut (lambung,
duodenum, hati, dan pankreas) menyebabkan nyeri abdomen atas. Struktur Midgut
(usus halus, kolon proximal, dan appendiks) menyebabkan nyeri periumbilical.
Struktur Hindgut (kolon distal dan traktus GU) menyebabkan nyeri abdomen bawah.
2. Nyeri somatik.
Nyeri somatik berasal dari peritoneum parietal, yang diinervasi oleh saraf somatik,
yang merespon gangguan dari infeksi, zat kimia, atau proses inflamasi lainnya. Nyeri
somatic bersifat tajam dan terlokalisasi.
3. Nyeri alih (Reffered Pain).
Nyeri alih adalah nyeri yang jauh dari sumber lesinya dan hasil dari konvergensi dari
serat saraf di saraf tulang belakang. Contoh yang paling umum adalah nyeri pada
scapula karena kolik bilier, nyeri perut karena kolik ginjal dan nyeri bahu karena
darah atau infeksi pada diafragma.
KESIMPULAN

Tn.Zulfa, 69 tahun, mengalami Peritonitis


difusa et causa Perforasi Gaster.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III.


Jakarta: Penerbitan. Media Aesculapius FKUI
Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar FIsiologi Kedokteran
Jakarta: EGC.
Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam, Alih bahasa. Asdie Ahmad H., Edisi 13,
Jakarta: EGC
Schwartz SJ, Shires ST, Spencer FC. Peritonitis dan Abses
Intraabdomen. Dalam Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah.
Edisi 6. Jakarta: EGC. 2000.
Price & Wilson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
– Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC.
Ghali JR, Bannister KM, Brown FG, Rosman JB, Wiggins KJ, Johnson DW,
McDonald SP.
Microbiology and outcomes of peritonitis in Australian peritoneal dialysis
patients. Perit Dial Int2011; 31:651–62.
Brown MC, Simpson K, Kerssens JJ, Mactier RA. Peritoneal
dialysisassociated peritonitis rates and outcomes in a national cohort
are not improving in the post-millennium (2000-2007). PeritDial Int
2011; 31:639–50.
Hsieh YP, Chang CC, Wen YK, Chiu PF, Yang Y. Predictors of peritonitis and
the impact ofperitonitis on clinical outcomes of continuous ambulatory
peritoneal dialysis patients inTaiwan—10 years’ experience in a single
center. Perit Dial Int 2014; 34:85–94.
Hsieh YP, Chang CC, Wang SC, Wen YK, Chiu PF, Yang Y. Predictors for and
impact of highperitonitis rate in Taiwanese continuous ambulatory
peritoneal dialysis patients. Int Urol Nephrol2015; 47:183–9.
F.Paulsen & J.Waschke. 2012. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta”, Edisi
23 Jilid 1. Jakarta.Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai