Anda di halaman 1dari 27

TRAUMA GINJAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

pada Bagian / SMF Radiologi


Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh :
Alde Aris
Dini Raikhani
Nurul Maulina Rahmi
Riean Aulia

Pembimbing:
dr. Khairida Riany, Sp.Rad

BAGIAN/SMF RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016
3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi dan berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini. Shalawat beriring salam
penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan
dan panutan bagi umatnya.
Adapun tugas Laporan kasus ini berjudul Trauma Ginjal. Diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Seniorpada
Bagian / SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada dr. Khairida Riany, Sp.Rad yang telah meluangkan waktunya
untuk memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima dengan
tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.

Banda Aceh, Desember 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar isi.....................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................6
1.1.

Latar Belakang.............................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3


2.1.

Anatomi dan fisiologi ginjal.......................................................................... 8


2.1.1 Makroskopis...............................................................................................8
2.1.2 Mikroskopis............................................................................................... 10
2.1.3 Vaskularisasi ginjal.................................................................................... 10
2.1.4 Persarafan ginjal........................................................................................ 11
2.1.5 Fisiologi ginjal............................................................................................ 11
2.2.
Trauma ginjal................................................................................................. 13
2.2.1. Penyebab trauma ginjal............................................................................. 13
2.2.2. Derajat trauma ginjal................................................................................. 14
2.2.3. Diagnosis trauma ginjal.............................................................................16
2.3
Pemeriksaan radiologi pada trauma ginjal.....................................................17
BAB III KESIMPULAN........................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA... ............................................................................................ 29

BAB I
PENDAHULUAN

Trauma ginjal ditemukan sebanyak 10% kasus dari trauma abdomen


dan hampir 80% disebabkan oleh trauma tumpul. Intravenous urography
dan ultrasonosography abdomen merupakan modalitas imaging pertama
yang dipilih pada trauma ginjal. Meskipunpun demikian, Computer
tomography (CT) saat ini adalah merupakan modalitas imaging pilihan
dalam mengevaluasi trauma tumpul ginjal, semenjak dia mampu
memberikan staging yang tepat pada trauma ginjal. Staging CT pada trauma
ginjal yang ditemukan pada trauma tumpul abdomen berdasarkan pada
Klasifikasi Federle dan Skala severitas trauma ginjal dari American
Association for the Surgery of Trauma renal injury.1
Trauma ginjal oleh karena trauma tumpul biasanya muncul sebagai
suatu konsekuensi dari benturan langsung pada daerah panggul atau dari
suatu deselerasi yang cepat. Suatu benturan langsung pada ginjal,
mengakibatkan suatu laserasi atau laserasi parenkim ginjal dan berakibat
subcapsular, intrarenal atau perinephric haematoma. Pada trauma deselerasi
ginjal terjadi suatu tension yang akut pada pedicle ginjal, yang menimbulkan
laserasi pada arteri atau vena renalis, robekan intima dari pembuluh darah
yang mengakibatkan thrombosis atau laserasi atau avulsi ureteropelvic
junction (UPJ).2
Intravenous urography (IVU) awalnya merupakan modalitas imaging
pilihan dalam pemeriksaan trauma ginjal. Meskipun IVU tidak dapat
menampilkan dalam mendeteksi secara akurat beberapa tipe tingkatan
trauma ginjal. IVU (one-shot intravenous

pyelography) secara terbatas

mungkin masih dikerjakan di unit gawat darurat pada pasien yang tidak

cukup stabil untuk menjalani Computer tomography (CT), atau pada pasien
yang telah berada di kamar operasi. Ultrasonography (USG) juga telah
digunakan dan berguna pada evaluasi awal trauma ginjal, khususnya di
ruang

gawat

darurat,

seperti

yang

digunakan

untuk

mendeteksi

haemoperitoneum. Bagaimanapun, beberapa tipe trauma ginjal dengan USG


juga tidak terlihat.1
CT saat ini merupakan modalitas imaging pilihan dalam
mengevaluasi trauma tumpul ginjal. Dapat memberikan gambaran
yang tepat dan staging dari perluasan trauma ginjal dan lebih superior
dari pada IVU, USG dan angiography. CT juga telah menjadi metode
imaging pilihan untuk menilai trauma tumpul di beberapa pusat
trauma.Walaupun demikian, CT perlu dilakukan dalam fase multipel
untuk melengkapi penilaian trauma ginjal. Dalam beberapa kasus,
suatu CT delay mungkin perlu di ulang setelah 2-3 hari untuk dapat
mendeteksi trauma ureteropelvic junction serta komplikasi lainnya.3
Indikasi dari imaging ginjal pada pasien-pasien trauma termasuk
gross haematuri, haematuria mikroskopik dengan shock (tekanan darah
sistolik < 90 mmHg), haematuri mikroskopik dengan memar di area
panggul,fraktur pada tulang rusuk bawah dan fraktur pada prosesus
transversus vertebrae lumbalis, trauma tembus serta seorang anak dengan
trauma tumpul dan haematuria (> 50 sel darah merah/hpf).3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL3
2.1.1 Makroskopis3
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada
orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kirakira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1%
berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.

Gambar 1. Anatomi ginjal4


Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.
Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal
kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk
memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam
posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam
guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi
dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi
dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang
disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan
9

tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau
apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari
kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
Gambar 2. Gambaran normal CT-Scan ginjal3

2.1.2 Mikroskopis2
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri
dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus
pengumpul.
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai
saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan
disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kirakira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut
Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kemih, kemudian ke
luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut
(terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan

lainnya

akan

dibuang.

Reabsorpsi

dan

pembuangan

dilakukan

10

menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang
kemudian diekskresikan disebut urin.
2.1.3 Vaskularisasi Ginjal3
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior
yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam
hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara
piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola
interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini
kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena
interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal
dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 2025% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal
berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran
darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen
mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon
terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap.
2.1.4 Persarafan pada Ginjal3
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
2.1.5 Fisiologi Ginjal3
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat

vaskuler)

tugasnya

memang

pada

dasarnya

adalah

menyaring/membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit


11

atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120
ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus
sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
Fungsi ginjal adalah :
1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun
2. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
Tiga tahap pembentukan urine :
1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap
air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa
nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari
curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau
sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowman disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman,
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman serta
tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
2) Reabsorpsi.

12

Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit, dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3) Sekresi.
Sekresi tubular melibatkan transpor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus ke dalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen. Pada tubulus distalis, transpor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini,
tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi,
untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi
dan sebaliknya.

2.2 TRAUMA GINJAL


Ginjal terletak di rongga retroperitonium dan terlindung oleh otot-otot
punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah
anteriornya. Karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ
yang mengitarinya. trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem
urogenital, lebih kurang 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal.
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai
macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam.
2.2.1 Penyebab Trauma
Cedera ginjal dapat terjadi secara (1) langsung akibat benturan yang
mengenai daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera
deselerasi

akibat

pergerakan

ginjal

secara

tiba-tiba

di

dalam

rongga

retroperitonium. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitonium menyebabkan


regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri
renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang
13

selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabangcabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada
ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu
1.

Trauma tajam

2.

Trauma iatrogenik

3.

Trauma tumpul

Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas
atau pinggang merupakan 10 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan
lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian
trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul
ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma
ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain.
Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan
pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat
menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang
menimbulkan trombosis.
Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal.
Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae,
baik karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua,
trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan

14

intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. Yang ketiga


adalah keadaan patologis dari ginjal itu sendiri.
Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat maka
kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya
trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang memiliki
kelainan pada ginjalnya mudah terjadi trauma ginjal.
2.2.2 Derajat Trauma Ginjal
Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan
pegangan dalam terapi dan prognosis.
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi (1) cedera minor, (2) cedera mayor, (3) cedera pada pedikel
atau pembuluh darah ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan
cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera mayor (derajat III dan IV),
dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.
Tabel 1. Klasifikasi trauma ginjal menurut American Association for the Surgery
of Trauma (AAST)
Derajat

Jenis kerusakan
Kontusio ginjal.
Minor laserasi korteks dan medulla tanpa

Grade I

gangguan pada sistem pelviocalices.


Hematom

minor

dari

subcapsular

atau

perinefron (kadang kadang).


75 80 % dari keseluruhan trauma ginjal.
Laserasi parenkim yang berhubungan dengan
tubulus kolektivus sehingga terjadi extravasasi
urine.
Grade II

Sering terjadi hematom perinefron.


Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas
sampai ke medulla.
10 15 % dari keseluruhan trauma ginjal.
15

Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal,


Grade III

Grade IV

Grade V

mungkin terdapat trombosis arteri segmentalis.


Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
5 % dari keseluruhan trauma ginjal
Laserasi sampai mengenai kalikes ginjal.
Laserasi dari pelvis renal
Avulsi pedikel ginjal,

mungkin

terjadi

trombosis arteri renalis.


Ginjal terbelah (shattered).

Gambar 3. Klasifikasi Trauma Ginjal1


2.2.3 Diagnosis
Kecurigaan terhadap adanya cedera ginjal jika terdapat:

16

1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas
dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.
2. Hematuria.
3. Fraktur costa sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra.
4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu
lintas.
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat
bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada
organ lain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk
memperkirakan luas kerusakan yang terjadi.
Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah
pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik
ataupun mikroskopik. Pada trauma mayor atau ruptur pedikel seringkali pasien
dating dalam keadaan syok berat dan terdapat hematom di daerah pinggang yang
makin lama makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat
menjalani pemeriksaan PIV karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik
seringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal
cukup deras. Untuk itu perlu segera dilakukan eksplorasi laparotomi untuk
menghentikan perdarahan.

2.3 PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA TRAUMA GINJAL4,5,6


Jenis pencitraan yang digunakan pada kasus trauma ginjal dapat berupa
foto polos abdomen, pielografi intravena (IVP), USG, dan CT-scan.
1.

Foto polos abdomen


Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal
atau ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak
fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.

17

2.

Pielografi intravena (IVP)5


IVP merupakan suatu tipe X-ray yang memvisualisasi ginjal dan ureter
setelah injeksi intravena bahan kontras. Setelah injeksi, kontras bergerak melalui
ginjal, ureter da vesica urinaria. Foto diambil dalam beberapa interval waktu
untuk melihat pergeraka in. IVP dapat memperlihatkan ukuran, bentuk dan
struktur ginjal, ureter da vesika urinaria. Juga untuk mengevaluasi fungsi ginjal,
deteksi penyakit ginjal, batu ureter dan vesica urinaria, pembesaran prostat,
trauma dan tumor.
Indikasi :

Flank pain

Hematuria

Frequency

Dysuria

Suspected renal calculus

Renal tumor
Kontras yang digunakan :

Conray (Meglumine iothalamat 60%)

Urografin 60 (76 mg%)

Urografin 60-70 mg%


Resiko pemeriksaan :

Resiko paparan radiasi sangat rendah

Paparan radiasi selama kehamilan dapat menyebabka kecacatan

Dapat menyebabkan alergi terhadap kontras

Dapat menyebabkan gagal ginjal, terutama jika pasien mengkonsumsi


Glukophage (anti diabetik)
Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan :

Feses atau udara di kolon


18

Aliran darah yang sedikit ke ginjal

Barium di salura cerna dari prosedur sebelumnya


Persiapan :

Pemeriksaan ureum kreatinin (kreatinin maksimum 2)

Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksansia untuk membersihkan kolon


dari feses yang menutupi daerah ginjal.

Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemriksaa untuk
mendapatkan keadaan dehidrasi ringan.

Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok


(mengurangi gangguan udara usus)

Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung karbonat untuk
mendistensikan lambung dengan gas.

Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement

Skin test subkutan.


Pelaksanaan :

1. Pasie diminta mengosongkan kandung kemih


2. Dilakukan foto BNO
3. Injeksi kontras iv (setelah cek tensi dan tes alergi), beberapa saat dapat terjadi
flushing, rasa asin di lidah, sakit kepala ringan, gatal, mual/muntah.
4. Diambil foto pada menit ke 5, 15, 30 dan 45

Menit ke 5 : menilai nefrogram dan mungkin sistem pelvicocalices (SPC)

Menit ke 15 : menilai SPC sampai kedua ureter

Menit ke 30 : menilai ureterovesico junction

Menit ke 45 : menilai vesica urinaria


Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan
single shot high dose Intravenous Pielonefrography (IVP) sebelum eksplorasi
ginjal. Kerbatasan pemeriksaan IVP adalah tak bisa mengetahui luasnya
19

trauma. Dengan IVP bisa dilihat fungsi kedua ginjal, adanya serya luasnya
ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru
pada ginjal. IVP sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma
ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVP tidak spesifik dan tidak
sensitive. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVP
abnormal dibutuhkan pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography (CT)
scan. Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVP abnormal
memerlukan tindakan eksplorasi.
One shot-Intraoperative Intraveous Pyelography Pasien yang tidak stabil
merupakan kriteria untuk tindakan operatif (kondisi tidak stabil sehingga tidak
dimukinkan dilakukan CT scan), pada pasien tersebut perlu dilakukan one shotIVP di ruang operasi. Tekniknya dengan melakukan injeksi kontras sebanyak 2
ml/KgBB dan diikuti dengan satu kali pengambilan plain foto tunggal 10 menit
setelah injeksi kontras. Pemeriksaan akan memberikan informasi untuk tindakan
laparotomi segera, dan data mengenai normal atau tidaknya fungsi ginjal
kontralateral.

Gambar 1. Trauma Ginjal. One-shot intravenous pyelogram, normal.


Pengambilan foto setelah 10 menit penyuntikan kontras intravena pada pasien
dengan luka tusuk pada bagian belakan menunjukakkan ginjal dan ureter bilateral
dalam batas nomral

20

Gambar

2. Trauma Ginjal. One-shot intravenous pyelogram. Pengambilan foto

pada pasien hipotensi setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, tampak nefrogram
yang menghilang pada ginjal kanan

Gambar 3. One-shot intravenous pyelogram pada trauma ginjal grade V. Pasien


rupture ginjal dengan trombosis vena renalis inkomplit. tampak nefrogram yang
menghilang pada ginjal kanan.
3.

USG6
Pencitraan ultrasound adalah teknik pencitraan yang menggunakan
gelombang suara ultra-high untuk menghasilkan gambaran tubuh secara crosssectional.
Setiap jaringan tubuh menghasilkan refleksi gelombang suara yang
berbeda-beda derajatnya dan dibagi dalam derajat ekogenitas yang berbeda.
Jaringan dengan ekogenitas tinggi merefleksikan lebih banyak gelombang suara
21

dibandingkan jaringan dengan ekogenitas rendah. Istilah hiperekoik dan


hipoekoik digunakan untuk menggambarkan jaringan dengan ekogenitas rendah
dan tinggi dengan respektif. Pada gambaran jaringan hiperekoik digambarkan
sebagai gambar putih atau abu-abu terang, dibandingkan dengan jaringan
hipoekoik yang terlihat sebagai gambar abu-abu gelap. Contoh jaringan
hiperekoik termasuk massa yang mengandung lemak dan hemangioma hepar.
Contoh jaringan hipoekoik adalah limfoma dan FAM.
Cairan murni tidak merefleksikan gelombang suara dan dikategorikan
sebagai anekoik. Cairan terlihat seperti gambaran hitam. Karena gelombang
ditransmisikan melalui area yang mengandung cairan,jaringan sebelah distal akan
menerima lebih banyak gelombang suara dan terefleksikan menjadi lebih terang.
Efek ini dikenal sebagai acoustic enhancement dan terlihat pada jaringan distal
kantung empedu, kantung saluran kemih,dan kista sederhana. Efek sebaliknya
terjadi pada area yang ekogenitasnya meningkat tajam dimana jaringan bagian
distal menerima sedikit gelombang suara dan terefleksikan menghitam. Fenomena
ini dikenal sebagai acoustic shadow dan pada distal jaringan terlihat area yang
mengandung gas seperrti batu empedu, batu ginjal, dan area kalsifikasi.
Keuntungan :

Radiasi pengion sedikit


Harga murah
Peralatan dapat mudah dipindahkan
Pemeriksaan ini baik digunakan untuk organ solid seperti hepar, ginjal,
limpa, pankreas, organ pelvik. Frekuensi yang lebih tinggi dengan probe yang
lebih kecil digunakan untuk pemeriksaan penyakit tiroid, payudara, testis dan
muskuloskeletal.
Kekurangan :
Gelombang ultrasound tidak bisa menembus gas dan tulang. Akibatnya,
organ dibalik gas dan tulang tidak dapat divisualisasikan. Jadi ultrasoudn tidak
dapat digunakan pada kelainan pulmonal dan struktur dalam pada abdominal di
bawah gas usus seperti pankreas dan arteri renal.

22

Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya


laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan
untuk membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta ketidakmampuan
mengidentifikasi cedera pedikel dan infark segmental. Hanya dengan Doppler
berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan,
ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi visualisasi ginjal. (Brandes,
2003).

Gambar 7. Trauma ginjal grade 5. USG pada pasien kecelakaan kendaraan


bermotor terlihat kerusakan pada ginjal sebelah kanan.
4.

CT-Scan
CT adalah teknik pencitraan dimana gambaran cross-sectional didapatkan
menggunakan sinar-x. Teknik ini menggambarkan perbedaaan organ solid dengan
lainnya termasuk proses patologik seperti tumor atau penumpukan cairan. Ini juga
membuat CT sangat sensitif mendeteksi jumlah lemak, kalsium dan material
kontras.
Sama seperti radiografi polos, objek dengan densitas tinggi menghasilkan
pancaran sinar-x lemah karena itu terlihat lebih abu-abu terang dibandingkan
dengan objek dengan densitas rendah. Objek putih dan abu-abu terang dikatakan
sebagai attenuation tinggi, sedangkan objek hitam dan abu-abu gelap dikatakan
sebagai attenuation rendah.6
23

Keuntungan :
CT dapat digunakan untuk memeriksa semua area pada tubuh. CT
merupakan modalitas pilihan untuk pemeriksaan mediatinum dan paru bisa juga
untuk organ retroperitoneum, gangguan pada organ solid dan organ pelvik.
Pemeriksaan ini sangat bagus untuk mendeteksi kelainan tulang.6
Kekurangan :6

Bahaya radiasi pengion


Bahaya pemakaian zat kontras
Peralatan tidak bisa dipindahtempatkan
Harga relatif mahal
Beberapa organ sulit divisualisasikan dengan CT, seperti fossa pituitary dan fossa
intrakranial posterior.
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan.
Teknik noninvasif ini

secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan

ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan


lokasi

hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta

cedera

terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pankreas dan kolon (Geehan , 2003).
CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram. Pada kondisi akut,
IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat memperlihatkan cedera
arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah diperkenalkan suatu helical
CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam waktu 10 menit pada trauma
abdomen.4

24

Gambar 8. Trauma ginjal grade 1, subcapsular hematoma. CT scan abdomen


dengan media kontras pada pasien kecelakaan kendaraan bermotor menunjukkan
kumpulan cairan high-density crescentic di sekitar ginjal kiri.

Gambar 9. Trauma ginjal grade 4 dengan infark segmental. CT scan dengan media
kontras terisi pada abdomen atas yang menunjukkan area segmental dibanding
dengan daerah yang tidak terisi kontras pada bagian atas tengah ginjal kiri tanpa
disertai adanya laserasi pada ginjal.

25

Gambar 10. Pencitraan CT Scan pada cedera ginjal. A. Cedera ginjal kiri derajat I
berupa hematoma subkapsular; B. Derajat III terlihat laserasi ginjal kanan dan
hematoma yang meluas keluar kapsul; C. Ginjal hancur (shattered) terlihat
parenkim ginjal terbelah dengan perdarahan di sekitar ginjal

Protokol CT Scan pada trauma ginjal.


Untuk penilaian yang lengkap pada trauma ginjal, CT dikerjakan
dalam fase-fase yang multipel. Biasanya telah dilakukan seperti pada
protokol CT abdomen dan pelvis pada trauma abdomen. Pada fase
kortikomedulari dikerjakan dari kubah diafragma sampai pelvis, kira-kira
60 detik setelah diinjeksikan media kontras nonionic iodinate (iohexol 300mg
I/ml) sebanyak 2mg/kg secara intravena lewat vena antecubiti. Fase ini akan
dapat mengidentifikasikan suatu kontusio ginjal, laserasi, perinephric
haematoma dan trauma arteri. Yang lain yang berhubungan dengan trauma
liver, spleen ,pancreas dan perdarahan intraperitoneal juga dapat di
nilai.Bagaimanapun, trauma pada collecting sistem mungkin terlewatkan
bila fase ekskresi tidak dikerjakan.
Fase ekskresi dikerjakan kira-kira 3-5 menit kemudian,termasuk
kedua ginjal dan kandung kencing. Hal ini sangat penting dalam mendeteksi
ekstravasasi urine yang merupakan indikasi adanya trauma pada collecting
sistem, ureteropelvic atau kandung kencing. Waktu fase ekskresi mungkin
diundur sampai lebih dari 10-20 menit jadi dapat memberikan kesempatan

26

untuk

terlihatnya

suatu

ekstravasasi

urine.

Pada

pasien

dengan

haemodinamik yang tidak stabil atau pasien dengan trauma kategori II atau
lebih tinggi, CT abdomen dapat dikerjakan 2-3 hari kemudian untuk
mendeteksi adanya komplikasi lanjut, seperti urinoma,urinoma terinfeksi
atau perluasan haematoma, yang juga memerlukan suatu intervensi. Semua
imaging multifase ini pada sistem ginjal memberikan suatu penilaian yang
lengkap dan tepat terhadap trauma ginjal.
5. MRI6
MRI adalah teknik pencitraan yang menggunakan medan magnet dari
atom hidrogen untuk menghasilkan gambar. Jika gambaran CT ditentukan dari
densitas dan gambaran USG ditentukan dari ekogenitas, maka gambaran MRI
ditentukan oleh :

Densitas proton
Lingkungan kimia dari atom hidrogen (contohnya cairan bebas atau lemak)
Aliran (darah atau cairan ekstra seluler)
Kerentanan magnetik
Waktu relaksasi T1
Waktu relaksasi T2
Keuntungan :

Kontras jaringan lunak yang bagus


Gambaran tulang yang berdekatan lebih jelas daripada CT
Dapat menampilkan gambaran dalam berbagai potongan
Sedikit radiasi pengion
Kekurangan :

Harga sangat mahal


Tidak bisa digunakan pada pasien yang memakai benda asing (alat pacu jantung)
Menurunkan sensitivitas pada beberapa keadaan (seperti mikrokalsifikasi dan

perdarahan akut)
Detail tulang kurang bagus dibanding CT

27

Gambar 1.Trauma Ginjal grade IV pada Magnetic resonance imaging (MRI)


wanita 58 tahun dengan renal tubular asidosis disertai hematuria yang signifikan.
MRI T2 potongan coronal menunjukkan laserasi yang luas dan hematoma yang
meluas sampai melewati kutub tengah ginjal kanan membagim ginjal menjadi 2
bagian.
BAB III
PENUTUP
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai
macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam. Cedera ginjal dapat terjadi secara
(1) langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau (2) tidak
langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tibatiba di dalam rongga retroperitonium.3
Jenis pencitraan yang digunakan pada kasus trauma ginjal dapat berupa foto
polos abdomen, pielografi intravena (IVP), USG, dan CT-scan. CT memiliki peran
utama dalam mengidentifikasi trauma ginjal dan saat ini merupakan modalitas
imaging pilihan. Kategorisasi trauma ginjal berdasarkan klasifikasi Federle atau
Skala severitas trauma ginjal dari AAST adalah sangat membantu dalam
penatalaksanaan pada pasien injuri. Secara umum trauma ginjal tidak memerlukan
intervensi bedah dan penatalaksanaan konservatif masih diterima secara
universal.4

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-Dasar Urologi Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta
2. Rasad, Sjahrial. 2009. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
3. Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
2 Edisi 6. EGC. Jakarta.
4. www.medscape.com. Diakses pada tanggal 23 Agustus 2013.
5. Malueka, Rusdy Ghazali. 2006. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press.
Yogyakarta.
6. Imaging for students 2nd edition.David.A.Lisle.2011.london: arnoldpublisher.

29

Anda mungkin juga menyukai