Anda di halaman 1dari 47

ABDOMINAL TRAUMA

Preseptor :
dr. Arief Guntara, Sp. B., FInaCS

Presentan :
Dewi Pamor 12100119149
Ihsan M Nauval 12100119058
Sarah Maharani Holidi 12100119207
ANATOMI ABDOMEN

• Abdomen anterior didefinisikan sebagai area antara margin kosta superior, ligamen
inguinalis dan simfisis pubis inferior, dan garis aksila anterior lateral.
• Thoracoabdomen adalah daerah inferior dari garis puting di anterior dan garis
infrascapular di posterior, dan di atas batas kosta. Daerah ini meliputi diafragma, liver,
limpa, dan lambung, dan diprotect oleh tulang dada (bony thorax).
• The flank terletak antara anterior dan posterior
axillary lines dari sixth intercostal space ke
iliac cresta
• Area punggung adalah area yang terletak di
posterior axillary line dari tip of scapula ke
iliac crest.
• Flank dan punngung memiliki retroperitoneal
space. Potensial space ini adalah adalah area
posterior dari peritonreal lining of abdomen.
Terdiri dari : abdominal aorta, IVC, duodenum,
pancreas, ginjal, ureter, posterior aspect dari
ascending colon dan descending colon; serta
retroperitoneal components of pevic cavity.
• Pelvic cavity adalah area area yang dikelilingi oleh pelvic bone, yang
berisi bagian bawah dari ruang retriperitoneal dan intraperitoneal. Berisi
rectum, bladder, iliac vessel, dan alat internal reproduksi wanita
MEKANISME
INJURY
BLUNT
● Pukulan langsung, seperti kontak dengan tepi setir, setang sepeda,
setang sepeda motor, atau pintu yang diterobos dalam kecelakaan
kendaraan bermotor, dapat menyebabkan kompresi dan cedera pada
abdominopelvic visera dan tulang panggul. Kekuatan seperti itu
dapat merusak organ dan menyebabkan rupture, perdarahan dan
peritonitis
● Pada pasien yang mengalami trauma tumpul, organ yang paling
sering cedera adalah limpa (40% hingga 55%), hati (35% hingga 45
%), dan usus halus (5% sampai 10%). Selain itu, ada 15% kejadian
hematoma retroperitoneal pada pasien yang menjalani laparotomi
untuk trauma tumpul.
Shearing injury Deselerasi injury
Penetrating

Luka tusuk dan luka tembak berenergi rendah menyebabkan kerusakan jaringan dengan laserasi.
Luka tembak berenergi tinggi mentransfer lebih banyak energi kinetik, menyebabkan peningkatan
kerusakan di sekitar lintasan rudal karena kavitasi sementara
Luka tusuk: paling sering melibatkan hati (40%), usus kecil(30%), diafragma (20%), dan usus besar
(15%)
Luka tembak: paling sering melukai usus kecil (50%), usus besar (40%), hati (30%), dan struktur
pembuluh darah perut (25%).
Dalam kasus senapan, jarak antara senapan dan pasien menentukan
keparahan cedera yang terjadi.
Blast
● Cedera ledakan dari alat peledak terjadi melalui beberapa
mekanisme, termasuk penetrasi pecahan dan luka tumpul dari pasien
yang terlempar atau terkena proyektil.
● Pasien yang dekat dengan sumber ledakan dapat mengalami cedera
tambahan pada membran timpani, paru-paru, dan usus yang
berhubungan dengan tekanan ledakan yang berlebihan.
Assessment dan Manajemen

● Riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan alat diagnostik tambahan dapat menetapkan
adanya cedera abdomen dan panggul yang membutuhkan kontrol perdarahan segera.
● Riwayat Pasien:
kecepatan kendaraan, benturan bagian depan, gesekan ke samping, benturan ke belakang,
atau terguling, penyebaran kantong udara, posisi pasien di dalam kendaraan.
Untuk pasien terluka karena jatuh, ketinggian jatuh adalah
informasi penting karena meningkatnya potensi cedera deselerasi pada ketinggian yang
lebih tinggi.
History

● Pasien, penumpang kendaraan lain, saksi, penegak hukum, dan personel medis darurat
mungkin dapat memberikan informasi historis.
● Penyedia perawatan pra-rumah sakit harus menyediakan data mengenai tanda-tanda
vital, cedera yang jelas, dan respons pasien terhadap perawatan pra-rumah sakit.
● Pasien dengan luka tembus, informasi waktu cedera, jenis senjata (pisau, pistol), jarak
dari penyerangkarena cedera visceral utama berkurang di 3 meter), jumlah luka
tusuk/tembak,jumlah perdarahan, besarnya dan lokasi nyeri perut.
● Pasien dengan luka ledakan, lebih parah jika berada dalam jarak dekat dan dalam
ruangan tertutup
Pemeriksaan Fisik

● Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan urutan yang sistematis: inspeksi, auskultasi,


perkusi, dan palpasi.
● Ini diikuti dengan pemeriksaan panggul dan bokong, serta; uretra, perineum, dan, jika
diindikasikan, pemeriksaan dubur dan vagina.

Inspeksi
● Perut anterior dan posterior, serta dada bagian bawah dan perineum, untuk lecet dan
memar dari alat penahan, laserasi, luka tembus, benda asing tertusuk, pengeluaran isi
omentum atau usus, dan keadaan hamil.
● Periksa panggul, skrotum, meatus uretra, dan daerah perianal untuk darah, bengkak,
dan memar.
● Laserasi perineum, vagina, rektum, atau bokong dapat dikaitkan dengan fraktur
panggul terbuka secara tumpul pasien trauma
Auskultasi
● Ada atau tidak adanya bising usus tidak selalu berkorelasi dengan cedera

Perkusi
● dapat menyebabkan pergerakan peritoneum dan dapat merangsang iritasi peritoneum.

Palpasi
● Membedakan nyeri superficial dan nyeri dalam serta Menilai adanya kehamilan dan perkiraan
usia kehamilan
● Bila rangsang peritoneum positif, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan nyeri lepas karena
dapat menimbulkan rasa nyeri.
Assesment Pelvic
● Hipotensi yang tidak dapat dijelaskan mungkin merupakan satu-satunya indikasi awal gangguan
panggul besar
● Pemeriksaan fisik yang menunjukkan fraktur panggul termasuk bukti ruptur uretra (hematoma
skrotum atau darah pada meatus uretra), perbedaan panjang tungkai, dan deformitas rotasi kaki
tanpa fraktur yang jelas.
● Palpasi lembut tulang panggul untuk nyeri tekan dicurigai adanya fraktur panggul
● Adanya kelainan neurologis ekstremitas bawah atau luka terbuka dipanggul, perineum, vagina,
atau rektum mungkin merupakan bukti ketidakstabilan cincin panggul
● Anteroposterior (AP) x-ray panggul
Uretra, Perineum, Rektal, Vagina, gluteal
● Darah di meatus uretra,hematoma skrotum dan hematoma perineum menunjukkan cedera uretra.
● Pasien luka tumpul =>pemeriksa dubur(menilai sfingter, integritas mukosa rektum ,identifikasi
fraktur panggul yang dapat dipalpasi).
● Pasien luka tembus=> pemeriksaan dubur untuk menilai tonus, sfingter Disertai adanya darah yang
menunjukkan adanya perforasi usus.
● Jangan memasang kateter urin pada pasien hematoma perineum atau darah di meatus uretra.
● pemeriksaan vagina bila dicurigai cedera, seperti adanya laserasi perineum kompleks, fraktur
panggul, atau luka tembak trans panggul.
● Penetrating injury pada regio gluteal dari krista iliaka hingga lipatan gluteal 50% cedera intra-
abdomen yang signifikan, termasuk cedera rektal di bawah refleksi peritoneum.
Gastric Tubes and Urinary Catheters
● Gastric tube dilakukan dengan tujuan untuk acute gastric dilation, dekompresi lambung dan
dapat mengurangi kejadian aspirasi.
● Adanya darah pada isi lambung menunjukkan adanya cedera pada esofagus atau saluran cerna
bagian atas
● Jika pasien mengalami severe facial fractures or possible basilar skull fracture masukkan selang
lambung melalui mulut.
● Kateter urin yang dipasang selama resusitasi akan meredakan retensi, mengidentifikasi
perdarahan, memungkinkan pemantauan keluaran urin sebagai indeks perfusi jaringan, dan
dekompresi kandung kemih.
● Hematuria kotor merupakan indikasi trauma pada saluran genitourinari, termasuk ginjal, ureter,
dan kandung kemih.
● Jika pasien tidak terdapat hematuria namun tidak dapat berkemih, pendarahan pada meatus,
hematoma skrotum/ekimosis perineum pasien wajib melakukan uretrogram retrograde
Pasien dengan temuan berikut memerlukan evaluasi abdomen lebih
lanjut untuk mengidentifikasi cedera intraabdominal:

 Sensorium yang berubah

 Sensasi yang berubah

 Cedera pada struktur yang berdekatan, seperti lower ribs, pelvis,


and lumbar spine

 Pemeriksaan fisik yang tidak jelas

 Kehilangan kontak yang berkepanjangan

 Seat-belt sign with suspicion of bowel injury


X-rays for Abdominal Trauma

● AP chest X-ray di rekomendasikan untuk menilai pasien dengan


trauma tumpul multisistem.
● Jika pasien hemodinamik normal dan memiliki trauma tembus di
atas umbilikus atau cedera thoracoabdominal, rontgen dada
dilakukan untuk menyingkirkan hemothorax atau pneumotoraks,
atau untuk menentukan adanya udara intraperitoneal
Focused Assessment with Sonography for Trauma
(FAST)
● cepat, dan dapat diandalkan untuk mengidentifikasi cairan
intraperitoneal dan mendeteksi tamponade perikardial, salah satu
penyebab hipotensi non hipovolemik.
● FAST includes examination of four regions: the pericardial sac,
hepatorenal fossa, splenorenal fossa, and pelvis or pouch of Douglas.
Lavage Peritoneum Diagnostik

● DPL dilakukan dengan cepat untuk mengidentifikasi perdarahan.


● DPL jarang digunakan karena bersifat invasif dan memerlukan
keahlian bedah.
● Sebagai pilihan jika FAST dan CT tidak tersedia
● Kontraindikasi relatif terhadap DPL termasuk operasi perut
sebelumnya, obesitas morbid, sirosis lanjut, dan koagulopati yang
sudah ada sebelumnya. Teknik infraumbilikal terbuka, semi terbuka,
atau tertutup (Seldinger) dapat diterima di tangan dokter terlatih.
Computed Tomography
● CT adalah prosedur diagnostik yang memerlukan pemindahan pasien pemberian kontras IV, dan
paparan radiasi.
● CT scan memberikan informasi relatif terhadap cedera dan luas organ tertentu, dan dapat
mendiagnosis cedera retroperitoneal dan organ panggul yang sulit dinilai dengan pemeriksaan
fisik, FAST, DPL.
● Kontraindikasi : , pasien yang tidak kooperatif yang tidak dapat dibius dengan aman, dan alergi
terhadap agen kontras.
● CT dapat melewatkan beberapa cedera gastrointestinal, diafragma, dan pankreas.
Diagnostic Laparoscopy or Thoracoscopy

● metode untuk mengevaluasi pasien trauma tembus dengan


hemodinamik normal dengan potensi cedera tangensial dan tanpa
indikasi untuk laparotomi.
● Laparoskopi berguna untuk mendiagnosis cedera diafragma dan
penetrasi peritoneum.
Contrast Studies

● Dilakukan apabila specifically suspected injuries :

 Urethrography

 Cystography : metode yang paling efektif untuk mendiagnosis


ruptur kandung kemih intraperitoneal atau ekstraperitoneal.

 Intravenous pyelogram

 Gastrointestinal contrast studies


EVALUATION OF SPESIFIC PENETRATING INJURY

• Luka tusukan di abdomen anterior dapat dievalusi melalui pemeriksaan fisik


serial, FAST dan DPL.

• Laparaskopi diandalkan untuk menentukan penetrasi peritoneal dan diafragma


pada cedera thoracoabdominal, selain itu CT-Scan kontras ganda (PO dan IV)
dan triple (PO, Rektal, dan IV)

• CT scan kontras ganda atau triple berguna pada cedera pinggang dan
punggung, dalam semua kasus penetrating trauma pembedahan mungkin
diperlukan pembedahan untuk diagnosis dan pengobatan
Sebagian besar luka tembak abdomen ditangani dengan laparotomi
eksplorasi. indikasi laparotomi pada pasien dengan luka tembus abdomen
meliputi:
● Kelainan hemodinamik
● Luka tembak dengan lintasan peritoneal
● Tanda tanda iritasi pada peritoneal
● Tanda –tanda penetrasi peritoneum (misalnya, pengeluaran isi)
Thoracoabdominal wound

Pilihan evaluasi untuk pasien tanpa adanya indikasi laparotomi segera namun dengan
kemungkinan cedera pada diafragma dan cedera abdomen bagian atas meliputi:
• - Torakoskopi
• - DPL
• - CT
Anterior Abdominal Wounds: Nonoperative Management

● Sekitar 55% sampai 60% dari semua pasien dengan luka tusuk yang menembus peritoneum
anterior mengalami hipotensi, peritonitis atau adanya pengeluara isi omentum atau usus kecil.
Pasien pasien ini memerlukan laparotomi darurat, namun manajamen non-operatif dapat
dipertimbangka pada pasien dengan hemodinamik normal tanpa tanda-tanda periotenum atau
adanya pengeluaran isi. Pilihan diagnostic yang kurang invasive untuk pasien seperti ini FAST
serial, DPL, CT Scan atau laparaskopi diagnostic.
● Meskipun FAST positif dapat membantu situasi ini, FAST negative tidak dapat menyingkirkan
kemungkinan cedera visceral tanpa volume caira intraabdomen yang besar
● Serial pemeriksaan fisik memiliki akurasi 94%. CT scan dan DPL memungkinkan diagnosis cedera
lebih dini pada pasien yang relative asimptomatik, laparaskopi diagnosis padat mengkonfirmasi
atau menyingkirkan adanya penetrasi peritoneal namun kurang berguna dalam cedera terntentu.
Dokter bedah memnentukan kapan DPL dan laparaskopi akan digunakan.
Flank and back injuries: Non-operative management
1. Ketebalan otot panggul dan punggung melindungi organ dibawahnya terhadap cedera
dari banyak luka tusuk dan beberapa luka tembak.
2. Pada flank & back injury yang tidak menunjukan indikasi u/
laparatomi segera:
- Pemeriksaan fisik serial
- FAST
- CT scan 2 atau 3 kontras
- DPL
Pada pasien dengan luka tusuk di anterior dan posterior axillary line, pemeriksaan fisik
serial untuk perkembangan dari peritonitis sangat akurat dalam mendeteksi cedera
retroperitoneum dan intraperitoneal

3. Double atau triple CT scan kontras, memiliki akurasi yang sebanding dengan
pemeriksaan fisik serial, Namun CT harus memungkinkan diagnosis cedera lebih awal
bila dilakukan dengan benar.
INDIKASI LAPARATOMI

Indikasi berikut biasanya digunakan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan


dalam hal ini
● Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi, dengan FAST positif atau bukti klinis
perdarahan intraperitoneal, atau tanpa sumber perdarahan lain
● Luka tembak yang melintasi rongga peritoneum
● Pengeluaran isi perut
● Pendarahan dari lambung, rectum atau saluran genitourinary setelah trauma tembus
● Peritonitis
● Pecahnya hemidiafragma
● CT kontras yang menunjukan ruptur traktus gastrointestinal, cedera kandung kemih
intraperitoneal, ginjal.
● Trauma tumpul atau tembus abdomen dengan aspirasi isi gastrointestinal.
Evaluation of other specific injuries

• Hati, limpa, dan ginjal adalah organ yang paling dominan terlibat setelah trauma
tumpul, diagnosis cedera pada diafragma, duodenum, pancreas, system genitourinasi
dan usus kecil sangat sulit sebagian besar dapat di diagnosis pada laparatomi.
DIAFRAGMA INJURIES

• Robekan tumpul pada diafragma:

-Chest x-ray  elevasi atau “blurring” pada hemidiafragma


yang disebabkan bayangan gas abnormal

-Chest x-ray bisa saja normal pada sedikit kecil pasien,


dan dikonfirmasi melalaui laparotomy atau laparoskopi.
DUODENAL INJURY

• Ruptur duodenum biasanya ditemukan pada pengemudi yang terlibat dalam tabrakan
kendaraan frontal-impact dan pasien yang mengalami pukulan langsung ke perut.

• Radiografi abdomen & CT  udara retroperitoneal / aspirasi lambung  darah =


meningkatkan kecurigaan terhadap cedera duodenal injury.
Pancreatic Injuri

• Cedera pancreas sering terjadi akibat direct epigastric blow yang


dapat menekan pancreas ke vertebral column.
• Tingkat amilase serum normal awal tidak menyingkirkan dari
adanya trauma pada pancreas. Sebaliknya tingkat amilase dapat
meningkat dari sumber non pancreas.
• Double-contrast CT mungkin tidak dapat mengindentifikasikan
trauma pancreas yang signifikan pada periode sesaat setelah cedera
(8 jam).
Genitourinari Injury

• Kontusio, hematoma, dan ekimosis pada punggung atau panggul merupakan penanda
potensi cedera ginjal dan memerlukan evaluasi CT dan IVP dari salurah kemih. CT
scan abdomen dengan kontras IV dapat mendokumentasikan keberadaan dan luasnya
cedera ginjal.
• Hematuria merupakan indikasi untuk pencitraan saluran kemih. Gross hematuria dan
mikroskopis pada pasien dengan syok merupakan penanda peningkatan risiko cedera
ginjal.
• Fraktur panggul anterior biasanya terjadi pada pasien dengan cedera uretra. Cedera
uretra dibagi menjadi anterior dan posterior. Pada cedera uretra posterior biasanya
berhubungan dengan cedera multisystem dan fraktur pelvis.
Hollow viscuss injuri

• Cedera tumpul pada usus umumnya terjadi akibat deselerasi


mendadak dengan robekan berikutnya di dekat titik perlekatan yang
tetap, terutama jika sabuk pengaman pasien tidak diposisikan dengan
benar. Sebuah ekimosis linier melintang pada dinding perut (seat
belt sign) atau fraktur distraksi lumbal (yaitu, fraktur Chance) pada
x-ray menjadi pertanda untuk kemungkinan cedera usus.
• Meskipun beberapa pasien mengalami nyeri perut awal dan nyeri
tekan, diagnosis cedera viskus bisa sulit didiagnosis karena tidak
selalu berhubungan dengan pendarahan.
Solid organ injuries

• Cedera pada hepar, limpa (spleen), dan ginjal yang menyebabkan


shock, kelainan hemodinamik, atau bukti perdarahan yang berlanjut,
merupakan indikasi untuk urgent laparotomy.
• Cedera organ yang padat pada pasien dengan hemodinamik normal
seringkali dapat ditangani secara non-operatif.
• Cedera organ berongga yang terjadi secara bersamaan terjadi pada
kurang dari 5% pasien yang awalnya didiagnosis dengan cedera
organ padat terisolasi.
Fraktur Pelvis

• Pasien dengan hipotensi dan fraktur pelvis memiliki angka


kematian yang tinggi.
• Diklasifikasikan berdasar mekanisme/pola injury: AP
compression, lateral compression, vertical shear, dan combined
mechanism
1. AP Compression Injury
Sering dikaitkan dengan kecelakaan kendaraan bermotor.
Mekanisme ini menghasilkan rotasi eksternal hemipelvis
dengan pemisahan simfisis pubis dan robeknya kompleks
ligamen posterior. Cincin panggul yang terganggu
melebar, merobek pleksus vena posterior dan cabang
sistem arteri iliaka internal. Perdarahan bisa parah dan
mengancam nyawa.
2. Lateral Compression Injury
Melibatkan gaya yang diarahkan secara lateral ke panggul.
Berbeda dengan kompresi AP, hemipelvis berputar secara
internal selama kompresi lateral, mengurangi volume panggul
dan mengurangi ketegangan pada struktur pembuluh darah
panggul. Rotasi internal ini dapat mendorong pubis ke dalam
sistem genitourinari yang lebih rendah, berpotensi
menyebabkan cedera pada kandung kemih dan/atau uretra.
Perdarahan dan gejala sisa lain dari cedera kompresi lateral
jarang mengakibatkan kematian, tetapi dapat menghasilkan
morbiditas yang parah dan permanen. Ketika ini terjadi, pasien
ini memerlukan teknik kontrol perdarahan dini seperti
angioembolisasi.
3. Vertical Displacement
Gaya geser berenergi tinggi terjadi di sepanjang
bidang vertikal melintasi aspek anterior dan
posterior cincin. Jatuh dari ketinggian lebih dari
12 kaki biasanya mengakibatkan cedera geser
vertikal. Pemotongan vertikal ini mengganggu
ligamen sakrospinosa dan sakrotuberosum dan
menyebabkan ketidakstabilan panggul yang
besar.
Manajemen:
• Penatalaksanaan awal syok hipovolemik yang berhubungan dengan
gangguan pelvis mayor memerlukan kontrol perdarahan yang cepat dan
resusitasi cairan. Kontrol perdarahan dicapai melalui stabilisasi mekanis
cincin panggul dan tekanan balik eksternal.
• Karena cedera panggul yang berhubungan dengan perdarahan besar
memutar hemipelvis secara eksternal, rotasi internal ekstremitas bawah
dapat membantu dalam pengendalian perdarahan dengan mengurangi
volume panggul. Dokter dapat membebat panggul yang terganggu dan
selanjutnya mengurangi potensi perdarahan panggul. Seprai, pelvic binder,
atau perangkat lain dapat menghasilkan fiksasi sementara yang cukup untuk
panggul yang tidak stabil bila diterapkan pada tingkat trokanter mayor
femur
• Dalam kasus cedera geser vertical, traksi longlitudinal yang
diterapkan untuk memberikan stabilitas dan harus dilakukan oleh
spesialis ortopedi.

• Perawatan optimal psien dengan kelainan hemodinamik yang


berhbungan denganfraktur panggul membutuhkan tim ahli bedah
trauma, ortopedi dan ahli radiologi. Embolisasi angiografi sering
digunakan untuk menghentikan perdarahan arteri yang berhubungan
dengan fraktur pelvis.
TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai