Anda di halaman 1dari 37

REFERAT ILMU BEDAH SARAF

Magnetic Resonance Imaging Kepala

Disusun Oleh :
Celline Tantono / 07120120065

Pembimbing :
dr. Yusuf W. Sp.BS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE FEBRUARI – MEI 2017
CILANDAK
BAB I
PENDAHULUAN

Di Indonesia menurut Riset Kesahatan Dasar (Riskesdas) 2007, stroke merupakan


penyebab kematian pada semua kelompok umur yang tertinggi dengan proporsi 15.4%,
sedangkan pada kelompok umur 55 – 64 tahun mencapai 26.8% baik di perkotaan maupun
pedesaan.1 Prevalensi stroke di Indonesia sebesar 8.3 per 1000 penduduk dan yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Menurut sebuah studi pada
bulan Oktober 2012 hingga April 2013, 67.1% merupakan kasus stroke iskemik dan stroke
perdarahan sebesasr 32.9%. Hal ini disebabkan karena hipertensi yang merupakan faktor
resiko tertinggi untuk terjadinya stroke perdarahan (71.2%) dan stroke iskemik (63.4%)
yang diikutin dengan diabetes mellitus dan dyslipidemia. Mortalitas yang tercatat sebanyak
20.3% kematian setelah 48 jam, 18.3% kematian dibawah 48 jam pada stroke perdarahan
dan 8.3% kematian setelah 48 jam, 3.5% kematian dibawah 48 jam pada stroke iskemik.2
Diagnosis dari stroke iskemik dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakan diagnosis dari Stroke iskemik adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
Computed Tomography (CT) scan. Hingga saat ini, pencitraan yang masih seringkali
digunakan secara luas untuk mendeteksi stroke adalah CT- Scan Non - Kontras karena
membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu 5-10 menit untuk dilakukan dibandingkan
MRI yang membutuhkan 20 – 30 menit.3 Tetapi banyak studi yang mengatakan MRI
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih dibandingkan CT – Scan, serta memiliki
visualisasi yang lebih baik seperti mendeteksi pendarahan mikro pada serebral, letak lesi
dan ukuran penumbra, dan mengidentifikasi letak thrombus sehingga dapat menentukan
tatalaksana yang lebih tepat dan juga pertimbangan perlukanya dilakukan rTPA, terapi
antiplatet maupun dilakukannya operasi.4 Sebuah studi juga mengatakan MRI memiliki
ketepatan dalam mendeteksi 83% dari kasus stroke sedangkan 26% dengan CT – Scan.5
Sehingga CT – Scan biasanya digunakan untuk mengeksklusi apakah adanya perdarahan
atau tidak pada otak dan MRI lebih berguna untuk mendeteksi stroke iskemik akut. Pada
TIA (transient ischemic attack) dan infark kecil akan lebih sulit untuk menemukan pada
CT-Scan. MRI mempunyai resolusi yang tinggi pada jaringan lunak dan sensitif terhadap
jaringan edema. Maka dari itu, MRI adalah pencitraan pilihan untuk stroke dan kelainan
neurologi pada umumnya, karena pencitraannya lebih baik serta non – invasif. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN SIRKULASI OTAK

Anatomi Otak

Anatomi otak manusia secara garis besar memiliki 4 bagian yang utama yaitu
serebrum, diensefalon, serebelum dan batang otak. Pada bagian belakang dari batang
otak terdapat serebelum, dan pada bagian atas dari batang otak terdapat diensefalon.
Serebrum merupakan bagian terbesar dari otak yang terletak diatas batang otak dan
diensefalon. Diensefalon terdiri dari beberapa bagian, yaitu talamus, hipotalamus, dan
epitalamus. Sedangkan batang otak yang terletak di bawah diensefalon terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu medulla oblongata, pons, dan midbrain. 7

Otak dilindungi oleh cranium dan meningens kranial yang mengelilingi bagian otak.
Meningens kranial akan menyambung dengan meningen medulla dan memiliki
struktur yang sama, yaitu dura mater, arachnoid mater dan pia mater. Dura mater
merupakan lapisan terluar, sedangkan pia mater merupakan lapisan terdalam dari
meningens. Diantara dura mater dan pia mater terdapat lapisan arachnoid mater. Dura
mater akan menyatu di bagian tengah serebrum membentuk falx serebri yang
memisahkan serebrum menjadi dua hemisfer, kemudian dura mater akan membentuk
falx serebelli yang akan memisahkan serebelum menjadi dua hemisfer. Dura mater
juga akan membentuk tentorium cerebelli yang akan memisahkan serebrum dengan
serebelum. 7
Serebrum terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu korteks serebri, cerebral white
matter, dan gray matter nuclei. Pada masa pertumbuhan otak, gray matter akan
bertumbuh lebih cepat dibandingkan white matter sehingga terjadi pembentukan .
lengkungan-lengkungan di permukaan otak yang disebut sebagai girus. Bagian
permukaan otak yang sedikit menjorok kedalam akan disebut sebagai sulkus,
sedangkan bagian yang mejorok kebagian yang lebih dalam disebut sebagai fisura.
Serebrum memiliki beberapa fisura yang akan memisahkan serebrum menjadi
beberapa bagian. Fisura longitudinal akan memisahkan cerebrum menjadi hemisfer
kanan dan hemisfer kiri. Didalam fisura longitudinal dan diantara hemisfer terdapat
falx serebri. 7
Dengan adanya sulkus di atas, serebrum dapat dibagi menjadi beberapa lobus
; (1) Lobus frontalis di fosa anterior; pusat fungsi perilaku, pengambilan keputusan,
dan control emosi; (2) Lobus temporalis di fosa media; pusat pendengaran,
keseimbangan, dan emosi-memori; (3) Lobus oksipitalis di belakang dan di atas
tentorium; pusat penglihatan dan asosiasi; (4) Lobus parietalis di antara ketiganya;
pusat evaluasi sensorik umum dan rasa kecap.4 Lobus frontalis dan parietalis
dipisahkan oleh sulkus sentralis. Fissura sylvian memisahkan lobus temporalis dengan
bagian superior lobus frontalis dan temporalis. Sedangkan sulcus parietooccipitalis
memisahkan lobus occipitalis dengan lobus perietalis. 8
Pada bagian terdalam dari hemisfer, terdapat 3 buah nuclei, yang
merupakan massa dari gray matter. Ketiga buah nuclei tersebut akan disebut sebagai
basal nuclei atau disebut juga basal ganglia. Dua dari basal nuclei saling
bersebelahan dan berada di sebela lateral dari thalamus. Kedua basal nuclei tersebut
adalah globus pallidus,yang berdekatan dengan thalamus, dan putamen, yang
berdekatan dengan korteks. Secara keseluruhan, bagian yang terdiri dari globus
pallidus dan putamen disebut sebagai lentiform nucleus.Basal nuclei ketiga disebut
dengan caudate nucleus. Caudate nucleus dan Lentiform akan membentuk sebuah
bagian yang disebut sebagai corpus striatum. Diantara thalamus dan basal nuclei
terdapat sebuah struktur yaitu internal capsule.7
Sirkulasi pada Otak

Sirkulasi pada otak dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu sirkulasi


anterior dan sirkulasi posterior. Biasa sirkulasi ini dikenal dengan Sirkulus Willisi.
Kegunaan Sirkulus Willisi ini adalah untuk proteksi terjaminnya pasokan darah ke
otak apabila terjadi sumbatan di salah satu cabang. 9

Sirkulasi anterior serebral memperdarahi sebagian besar korteks serebri dan


subcortical white matter, basal ganglia, serta internal capsule. Sirkulasi ini terdiri atas
internal carotid arteri beserta cabang-cabangnya seperti, anterior choroidal, anterior
cerebral, dan middle cerebral artery. Middle cerebral arteri akan bercabang
membentuk cabang Lenticulostriate. Arteri anterior choroidal akan menperdarahi
hipocampus, globus pallidus, dan internal capsule bagian bawah. Arteri anterior
cerebral akan menperdarahi medial frontal, korteks parietal, dan anterior corpus
collosum. Arteri middle cerebral akan menperdarahi lateral frontal, parietak, occipital
dan temporal. Sedangkan cabang lenticulostriate akan menperdarahi caudate nucleus,
putamen, dan internal capsule bagian atas.9
Sirkulasi posterior serebral akan menperdarahi brainstem, cerebellum,
thalamus, sebagian occipital dan sebagian temporal. Sirkulasi posterior serebri terdiri
atas 2 arteri vertebralis, arteri basilar dan cabang-cabangnya seperti, posterior inferior
cerebellar, anterior inferior cerebellar, dan arteri posterior serebral. arteri Posterior
inferior cerebellar akan menperdarahi medulla dan cerebellum bagian bawah. Arteri
anterior inferior cerebellar akan menperdarahi pons bagian tengah dan bewah serta
anterior cerebellum. Superior cerebellar akan menperdarahi pons bagian atas,
midbrain bagian bawah, serta cerebellum bagian atas. Arteri posterior serebral akan
menperdarahi bagian medial occipital, korteks temporal, posterior corpus callosum
dan upper midabrain. Posterior cerebral artery juga akan bercabang menjadi
thalamoperforate dan thalamogeniculate yang akan memperdarahi thalamus.9
2.2 MAGNETIC RESONANCE IMAGING

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang


pemeriksaan diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan
penampang tubuh / organ manusia dengan meng- gunakan medan magnet berkekuatan
antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti
atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang dimiliki- nya, terutama kemampuannya
membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh
pasien sehingga sangat sesuiai untuk diagnostik jaringan lunak. 10

Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diag-
nostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik
penggambaran MRI, antara lain :11

a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik.


b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya.
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya.
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat.
MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :

a. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang luas.
b. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.

Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari:

a. MRI Tesla tinggi (High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T.
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – 1 T.
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.

Sebuah MRI scan tertutup biasanya terdiri atas scanner berbentuk silinder yang tidak
nyaman untuk pasien yang berbadan besar dan membuat beberapa pasien menjadi
sesak. Bagi banyak pasien, MRI terbuka dapat meminimalkan kecemasan dan
claustrophobia karena desainnya yang berbentuk huruf "C" sehingga menawarkan
tempat yang luas dan pasien terletak di antara dua piringan. MRI terbuka juga
digunakan untuk pencitraan intraoperatif atau gambar untuk panduan intervensi yang
merupakan akses mudah yang diperlukan pasien.12

Kelemahan utama MRI terbuka yaitu sekuen yang diperlukan lebih lama (panjang
waktu untuk mendapatkan gambar), rasio sinyal-ke-bunyi lebih rendah, dan resolusi
spasial lebih rendah. Akibatnya, untuk analisis bagian tubuh yang lebih kecil seperti
sendi (pergelangan tangan, jari tangan, dan kaki), selalu disarankan untuk
menggunakan MRI tertutup karena kualitas dan detail gambar akan lebih bagus.
Selain itu, kekuatan medan magnet terbuka berkurang secara signifikan dan mungkin
tidak memadai untuk beberapa tujuan scanning.12
Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat
tersebut dapat digunakan untuk teknik Fast Scan dimana suatu teknik yang
memungkinkan satu gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga
kita dapat membuat banyak irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang
sangat singkat. Dengan banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi akan menjadi
lebih spesifik. 12

Prinsip Dasar MRI

Struktur atom hidrogen dalam tubuh manusia saat berada di luar medan magnet
memiliki arah yang acak dan tidak membentuk keseimbangan. Kemudian saat
diletakkan dalam alat MRI (gantry), maka atom H akan sejajar dengan arah medan
magnet. Demikian juga arah spinning dan precessing akan sejajar dengan arah medan
magnet. Saat diberikan radiofrekuensi, maka atom H akan mengabsorpsi energi dari
radiofrekuensi tersebut. Akibatnya dengan bertambahnya energi, atom H akan
mengalami pembelokan, sedangkan besarnya pembelokan arah, dipengaruhi oleh
besar dan lamanya energi radiofrekuensi yang diberikan. Sewaktu radiofrekuensi
dihentikan maka atom H akan sejajar kembali dengan arah medan magnet. Pada saat
kembali inilah, atom H akan memancarkan energi yang dimilikinya. Kemudian energi
yang berupa sinyal tersebut dideteksi dengan detektor yang khusus dan diperkuat.
Selanjutnya komputer akan mengolah dan merekonstruksi citra berdasarkan sinyal
yang diperoleh dari berbagai irisan.14

Kelebihan MRI Dibandingkan dengan Pencitraan Medis Lainnya

Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pencitraan lainnya yaitu : 11

1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti
otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal.
2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.
3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan
spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan pencitraan lainnya seperti CT – Scan.
4. Mampu membuat gambaran potongan axial, coronal, dan sagitall tanpa mengubah
posisi pasien. Masing-masing citra potongan ini dapat terdiri atas beberapa slice
dengan ketebalan slice yang ditentukan.
5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion.
Gambaran Pencitraan MRI


 Terdapat beberapa jenis MRI sequence yang dapat digunakan dalam


pemeriksaan, yaitu T1-weighted, T2-weighted, FLAIR, serta DWI. MRI sequence
sendiri adalah jumlah denyut radiofrekuensi dan gradien yang menghasilkan
serangkaian gambar dengan penampilan tertentu. MRI sequence yang paling sering
digunakan adalah T1-weighted dan T2-weighted. Gambar T1-weighted dihasilkan
dengan menggunakan waktu TE (Echo Time) dan TR (Repetition Time) yang pendek.
Sedangkan gambar T2-weighted dihasilkan dengan menggunakan waktu TE dan TR
yang lebih lama.Cara termudah untuk menentukan urutan pulsa yang digunakan atau
"bobot" dari gambar adalah dengan melihat cerebrospinal fluid (CSF). Jika CSF cerah
(sinyal tinggi) maka itu harus menjadi gambar T2-weighted. Jika CSF gelap, itu
adalah gambar T1. Setelah itu, perhatikan intensitas sinyal struktur otak. Pada MRI
otak, faktor penentu utama pada intensitas sinyal dan kontras adalah T1 dan T2
relaxation times. Kontras jelas berbeda pada gambar T1 dan T2- weighted. 14

Ada 3 macam intensitas yaitu hipointens, isointens, dan hiperintens.



Setiap jaringan mempunyai karakteristik yang khas pada T1 dan T2 sehingga bila
ada perbedaan intensitas dari jaringan normal, akan mudah diketahui bahwa hal
tersebut merupakan suatu kelainan. Bila didapatkan T1 yang panjang maka akan
didapatkan gambaran hipointens dan bila T1 pendek akan didapatkan gambaran
hiperintens. Sebaliknya, bila didapatkan T2 pendek maka akan didapatkan gambaran
hiperintens dan bila T2 panjang akan didapatkan gambaran hipointens. Sementara itu,
pada densitas proton yang dinilai adalah kepadatan proton pada jaringan. Semakin
banyak jumlah proton maka semakin tinggi intensitas gambar yang dihasilkan.15

Jenis intensitas T1 T2

• Tulang

• Tulang

Hipointens • Kalsifikasi
• Kalsifikasi
• Air

• Lemak
• Lemak
Hiperintens • Darah
• Darah
• Air
Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR) akan menghasilkan gambar
yang mirip dengan T2-weighted kecuali pada waktu TE dan TR yang sangat lama.
Dengan waktu TE dan TR yang sangat lama, kelainan akan tetap terang tetapi CSF
yang normal akan dilemahkan dan dibuat menjadi lebih gelap. Hal ini akan membuat
kelainan dan CSF normal lebih mudah di bedakan.15

T1 –
Tissue T2 – Weighted FLAIR
Weighted
CSF Dark Bright Dark
White Matter Light Dark Gray Dark Gray
Cortex Gray Light Gray Light Gray
Fat (within bone
Bright Light Light
marrow)
Inflammation
Dark Bright Bright
(infection)
Dalam hal membaca dan menginterpretasikan MRI, pada potongan T1, jaringan
yang tinggi lemak akan terlihat terang, sedangkan jaringan yang kaya akan air akan
berwarna gelap. Pada potongan T2 berlaku hal yang sebaliknya, dan sangat membantu
dalam diagnosis patologi sedangkan gambaran T1 untuk anatomy. Namun gambaran
T1 dengan kontras dapat menjadi diagnosis patologis juga.15

Diffusion Weight Imaging (DWI) di disain untuk mendeteksi gerakan


random dari proton air. Molekul air akan berdifusi secara bebas ke ruang ekstra sel,
gerakan mereka akan terestriksi ke ruang intrasel. Gerakan yang spontan, yang
dimaksudkan sebagai difusi, akan semakin terestriksi pada jaringan otak yang
mengalami iskemia. Saat terjadi iskemia, pompa sodium-potasium akan tertutup
sehingga sodium akan menumpuk di intrasel, Kemudian air akan berpindah dari
ekstrasel kedalam intrasel karena tekanan osmotik. Saat gerakan air menjadi
terestriksi ke intarsel, hal ini akan menyebabkan sinyal yang sangat terang pada DWI.
Oleh karena itu, DWI adalah pemeriksaan yang paling sensitif untuk stroke iskemik
akut.14
2.3 MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) KEPALA

Tahapan pengambilan gambar pada MRI kepala

Potongan standar untuk mengevaluasi otak pertama kali dibuat potongan aksial.
Dibuat scout tiga potongan (atau sagital dan aksial saja). Potongan aksial dibuat
dengan orientasi pada garis yang melalui batas anterior dan posterior dari korpus
kallosum pararel terhadap garis yang melewati komisura anterior dan posterior, dibuat
potongan pada seluruh otak dari vertex hingga serebellum, biasanya hingga foramen
magnum dengan ketebalan irisan 5–6 mm. 16

Scout potongan aksial standar untuk otak.

Pada tahap ini akan dibuat gambar T2 dan T1 weighted serta proton density.
Selanjutnya, dilakukan pengambilan potongan koronal dengan orientasi pada
potongan aksial. Potongan aksial dan koronal umumnya dengan ketebalan irisan 6
mm. 16

Scout potongan koronal standar untuk otak (a) dan scout potongan sagital untuk otak
(b).
Untuk mendapatkan hasil yang simetris maka sebagai patokan dengan berorientasi
pada septum nasi dan meletakkan bantal di bawah lutut. Pada pasien kifosis bisa
diletakkan bantal di bawah pinggul demikian juga dengan rasa tidak nyaman pada
leher bisa diletakkan bantal di bawahnya. Bisa diletakkan kaca di atas coil kepala
untuk mengurangi claustrophobia. 16

Anatomi otak manusia berdasarkan potongan axial MRI dijelaskan sebagai


berikut :23

a. Level Supraventricular
Pada level supraventricular, lobus frontalis dan parietalis terlihat pada potongan
melintang. Falx cerebri adalah bayangan dari dura yang memisahkan 2 hemisfer.
Sinus sagittal superior dapat terlihat secara posterior.

b. Level Lateral ventricular


Ventrikel lateral terlihat pada level ini sebagai sepasang tanduk frontal secara
anterior dan atria secara posterior. Basal ganglia dan thalamus juga terlihat.
c. Level Midbrain
Pada level midbrain, sepasang lobus temporalis terlihat di antaranya terdapat
midbrain. Cisterna suprasella terlihat di midline. Midbrain terdiri dari tectum,
tegmentum dan cerebral peduncles. Cerebral aqueduct menghubungkan ventrikel III
dengan ventrikel IV.
d. Level Pons
Pada level ini pons terlihat. Terlihat juga lobus temporal inferior dan upper
cerebellum. Pons mengandung beberapa bundel white matter yang menghubungkan
cerebrum ke cerebellum dan medulla dan juga mengandung beberapa nucleus saraf
kranialis

e. Level Cerebellum
Pada level ini terdapat sepasang hemisfer cerebellar, di antaranya terdapat
cerebellar vermis. Pada angulus cerebellopontine terlihat sepasang internal auditory
canal. Di dalam internal auditory canal terdapat nervus facialis, vestibularis, dan
cochlearis.
Interpretasi MRI Kepala

Sistematisasi evaluasi MRI kepala yang normal adalah sebagai berikut:16

 Fissure interhemisfer serebri pada garis tengah. Kortikal sulki serebri dan serebelli
normal. 

 Korteks dan white matter menunjukkan perkembangan yang normal dengan intensitas
sinyal yang normal (maturasi sesuai dengan usia) dan homogen. Anatomi hemisfer
serebri dan midbrain dievaluasi pada potongan sagital dan koronal T1WI MRI. Gray
dan white matter paling baik dievaluasi pada T2WI. 

 Korteks serebri tidak tampak lesi hiperintens patologis (demielinisasi, edema,
perdarahan) atau hipointens patologis (kalsifikasi, per- darahan). Tidak tampak area
yang terpisah dari kalvaria. Tidak tampak akumulasi cairan (konveks atau konkaf) di
antara korteks serebri dan kalvaria). 

 Sella dan pituitari bentuk dan ukurannya normal, intensitas sinyal sebelum dan
sesudah pemberian kontras normal. Struktur parasella (khiasma optikum, sisterna
suprasella, karotid siphon, sinus kavernosus tidak tampak adanya kelainan. 

 Basal ganglia, kapsula interna-eksterna, thalamus, korpus kallosum intensitas sinyal
normal, bentuk, dan ukuran normal. Tidak tampak fokus demielinisasi maupun massa.

 Sudut serebelopontin simetris normal. Kanalis akustikus internus berukuran lebar
yang normal. 

 Sisterna subarachnoid normal. 

 Ventrikel bentuk dan ukurannya normal, simetris (tidak tampak 
pelebaran
unilateral/bilateral), ventrikel IV tidak melebar, tidak tampak 
tanda-tanda
peningkatan intrakranial (sulcal effacement, ventrikel yang melebar/menyempit)
dengan sirkulasi cairan serebrospinal yang normal.
 Ukuran ventrikel:

o Sella media index: B/A > 4 normal.

o Kornu anterior ventrikel lateralis (setinggi foramen monro): 

 Di bawah 40 tahun < 12 mm
 Di atas 40 tahun < 15 mm. 

o Lebar ventrikel III:

 < 5 mm pada anak-anak

 < 7 mm pada dewasa di bawah 60 tahun
 < 9 mm pada dewasa di atas 60 tahun. 

 Batang otak dan serebellum ukuran dan intensitas sinyal normal, tidak tampak
kelainan fokal. 

 Pembuluh darah intrakranial posisi dan ukuran normal, tidak tampak dilatasi maupun
kalsifikasi. 

 Sinus paranasalis dan aircell mastoid perkembangan dan pneumati- sasinya normal,
ketebalan mukosa normal. 

 Kavum nasi pneumatisasi baik, septum nasi di tengah, ukuran concha nasi normal.


2.4 GAMBARAN MRI PADA STROKE ISKEMIA

Pada gambar T2-weight dan FLAIR, stroke iskemik hiperakut akan muncul
sebagai lesi hiperintens. Lesi tersebut akan pertama kali muncul saat 3-8 jam setelah
onset stroke. Pada stroke hiperakut, Gambar T2-weight akan bermanfaat untuk
mendeteksi kehilangan aliran darah pada pembuluh darah yang tersumbat dalam
hitungan menit setelah onset.18

DWI merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk stroke iskemik yang
berada di stadium hiperakut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa lesi yang ditemukan
dengan DWI bukan hanya lesi yang bersifat irreversible. Karena DWI dapat segera
mendekteksi lesi iskemik, maka lesi tersebut mungkin akan berkurang dengan
berjalannya waktu. Hal ini disebabkan karena lesi yang bersifat reversible juga ikut
terlihat pada DWI. Karena itu, ukuran lesi yang dilihat pada DWI pada awal onset
stroke iskemik, tidak dapat menunjukan seberapa luas lesi yang bersifat irreversible.18

Tahap T1W1 T2W1 DWI


Isointens,
kemungkina
Hiperakut (0-6 jam) n beberapa Isointens Cerah
kehilangan
sulci
Intensitas
Intensitas
Akut (6 jam – 4 hari) rendah, efek Cerah
tinggi
massa
Intensitas
tinggi
Intensitas sekunder
Subakut (4 – 14 hari)
tinggi sampai
bersinar
melalui T2
Intensitas
Kronis
tinggi

Gambaran MRI pada Stroke Iskemia17


2.5 GAMBARAN MRI PADA STROKE HEMORAGIK

Gambaran MRI pada Intracranial Hemorrhage (ICH)

Gambaran ICH pada MRI lebih kompleks karena dipengaruhi oleh tingkat oksidasi
hemoglobin dan kadar protein. Faktor ekstrinsik seperti pulse sequence dan field
strength juga berpengaruh.19 Terdapat 5 fase perubahan yang dialami oleh
hemoglobin dalam eritrosit yang terdapat dalam sebuah hematoma. Hal yang perlu
diingat adalah terdapat perbedaan antar individu berapa lama waktu yang diperlukan
hemoglobin untuk menempuh kelima fase ini. Bahkan sesama hemoglobin dalam satu
hematoma memiliki jangka waktu yang berbeda-beda dan hal itu menunjukkan proses
dinamis yang tidak berjalan homogen dalam sebuah hematoma.

Fase tersebut secara berurutan adalah sebagai berikut:20

1. Hiperakut: oksihemoglobin intraseluler


2. Akut: deoksihemoglobin intraseluler


3. Subakut awal: methemoglobin intraseluler


4. Subakut akhir: methemoglobin ekstraseluler


5. Kronis: hemosiderin/ferritin ekstraseluler

Lima fase perubahan pada stroke hemoragik


Gambaran MRI pada Subarachnoid Hemorrhage (SAH)

Karena umumnya SAH berasal dari arteri yang mengandung banyak



oksihemoglobin, SAH akan terlihat hiperintens pada T1 dan T2.19 Sesaat setelah
ruptur aneurisma (iktus), terjadilah perdarahan ke dalam CSF. Ini berarti
terjadipeningkatan kadar protein di dalam CSF yang akan memendekkan waktu
relaksasi T1 sehingga akan tampak hiperintens pada sekuens T1. Beberapa hari
setelah rupture aneurisma, SAH akan tetap tampak hiperintens pada T1 akibat
pembentukan methemoglobin. Bila SAH yang terjadi kecil sehingga semua eritrosit
terserap oleh tubuh dan tidak terdapat pembentukan methemoglobin, SAH tidak akan
tampak hiperintens pada T1.21
Berbeda dengan ICH, ia akan cenderung tampak hiperintens pada sekuens
T2 fase akut dan akan menjadi hipointens seiring berjalannya waktu. SAH belum
tentu akan tampak hipointens pada T2. Kadar oksigen yang tinggi dalam CSF akan
menghalangi pembentukan deoksihemoglobin. Di lain pihak, eritrosit yang terlepas ke
dalam CSF akan mengalami overhidrasi. Gabungan dari kedua faktor ini akan
menghasilkan pemendekan waktu relaksasi T2 sehingga SAH akan tetap tampak
hiperintens pada sekuens T2. Hal ini menjadi masalah karena CSF akan tampak
hiperintens pada sekuens T2 sehingga mengaburkan SAH yang mungkin ada. 21

Berdasarkan alasan-alasan di atas, SAH sulit dideteksi menggunakan


sekuens standar MRI, yaitu T1 dan T2. Sekuens fluid attenuation inversion recovery
(FLAIR) sangat meningkatkan sensitivitas MRI dalam mendeteksi SAH di mana SAH
akan tampak hiperintens di antara CSF yang disupresi (hipointens).19 Sekuens FLAIR
cocok digunakan untuk mendeteksi SAH kecil, terutama yang berada di fissura sylvii
dan sulkus serebri yang sering terlewatkan. Sekuens ini merupakan sekuens terbaik
untuk mendeteksi SAH yang berusia ≤ 5 hari. Meskipun demikian, sekuens FLAIR
tidak menyamai LP dalam sensitivitas sehingga LP tetap menjadi standar baku emas.
Diagnosis banding lesi hiperdens mengisi sulkus pada sekuens FLAIR yaitu
meningitis purulenta, meningitis granulomatosa, arachnoiditis, metastasis ke
meningen, disseminasi tumor primer otak melalui meningen dan ruptur dermoid. 21
2.5 GAMBARAN MRI PADA TUMOR OTAK

MRI memberikan informasi yang detail tentang anatomy dari tumor otak,
struktur selular dan vaskularisasi, sehingga sangat baik sebagai pemeriksaan
penunjang untuk membantu penegakan diagnosis, tatalaksana dan monitor penyakit.
MRI efektif digunakan karena sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan secara
patologis dari konten air dalam parenkim otak. Hal ini tergambar pada intensitas
abnormal pada gambaran sekuen T1 atau T2 weighted. 22
MRI lebih akurat dalam menunjukkan lokasi lesi, penyebaran, ada tidaknya
efek massa, atau atrofi. Sekuen T2-weighted sensitif dalam mendeteksi adanya tumor
dan edema di sekitarnya. Sekuen T1 dengan kontras, dapat membantu menentukan
lokasi dari tumor dan memberikan informasi tentang grading, perdarahan, edema dan
nekrosis. 22

Klasifikasi tumor otak primer menurut WHO berdasarkan asal sel dan
penampakan histologi.
Tumor glial merupakan tumor primer otak yang sering ditemukan, dan terdiri dari
sel-sel astrocytes, oligodendrocytes, atau sel ependim. Glioblastoma multiforme
merupakan jenis yang sering ditemukan. Meningioma merupakan derivate dari sel
meningothelial dan sekitar 20% kasus dari tumor otak primer.22

MRI juga dapat mendapatkan informasi yang mengidentifikasi tipe tumor yang
spesifik, seperti: 23
- Glioma malgina biasanya akan tampak hipointense pada gambaran T1-
weighted dan meningkatkan heterogen setelah pemberian kontras. Tumor yang
telah dikontras dapat dibedakan dari signal hipointens dari edema pada
gambaran T1-weighted.
- Astrositoma pada umumnya menunjukkan peningkatan intensitas signal T2
dan FLAIR tanpa melihat grading dari histopatologisnya.
- Low-grade glioma biasanya dapat muncul sebagai lesi hemisfer yang
menginfiltrasi yang dapat menghasilkan efek massa yang kecil.

Tumor Glial

Astrositoma
Hasil MRI pada tumor glioma pada umumnya menunjukkan adanya korelasi
dengan grading secara histologi. Umumnya, massa berbatas tegas, memiliki intensitas
sinyal yang homogen, sehingga dapat memberikan sedikit atau tidak ada penyengatan
kontras, hasil ini biasanya ditemukan pada glioma stadium rendah. Massa yang
memiliki batas tidak tegas dan inhomogen akan memberikan gambaran yang
penyengatan yang intens dan irregular, hasil ini biasanya ditemukan pada glioma
stadium tinggi. Pada beberapa kasus gambaran ini kadang tidak sesuai. Adanya efek
massa dan formasi kista atau adanya nekrosis dapat menjadi predictor yang signifikan
untuk grading tumor otak. Adanya zona nonenhancing sentral di dalam masa enhance
menunjukkan adanya nekrosis dan mengindikasikan adanya pertumbuhan tumor
secara cepat sehingga melampaui suplai darah. Gambaran tersebut merupakan
manifestasi dari glioblastoma multiforme. Pada glioblastoma juga bisa disertai adanya
hemoragik. Gambaran edema di sekitar bagian tumor yang menyengat kontras juga
merupakan ciri dari jenis tumor yang maligna. Namun terdapat pengecualian bagi
meningioma yang merupakan tumor jinak, karena disertai juga dengan adanya edema,
namun dapat dibedakan karena letak meningioma ekstra-axial. Pada glioma grade
rendah dapat juga ditemukan adanya edema namun gambaran khas lainnya yaitu efek
massa yang rendah, dan penyengatan kontras yang rendah, dapat membedakannya
dengan glioma grade lanjut. 24

Hasil MRI ditemukan massa kistik pada episentrum serebellar hemisfer kanan, mendorong ventrikel
IV, menyebabkan hidrosefalus. Massa memiliki komponen solid, yang nodular. Gambar T1 lebih
hipointens jika dibandingkan dengan cerebellum. Gambar T2 lebih hiperintens. Pada pemberian
kontras pada T1 ditemukan adanya penyengatan.
Tumor solid kistik campuran intra-axial, pada frontal kanan berukuran +/- 7.7cm. Terdapat komponen
makrokistik yang mendorong ke frontal horn kanan dan mendorong septum pellucidum. Terdapat
midline shift ke kiri. Adanya dilatasi ventrikel menunjukkan ada obstruksi pada foramen of Munro.
Ventrikel III meregang. Terdapat edema di sekitar. Tidak ada anda kalsifikasi atau perdarahan

T1 T2
T1 dengan contrast FLAIR

Astrocytoma Anaplastik

Lesi di intra-axial di frontal kanan. Terdapat penyengatan heterogen sekitar 3.5x4.5 cm (axial).
Terdapat efek massa yang signifikan, yaitu midline shift +/- 1.1 cm ke kiri, ada perbesaran ventrikel
lateralis kanan, dan entrapment ventrikel lateralis kiri.

T1 T1 dengan contrast

T2 FLAIR

Glioblastoma Multiforme : MRI menunjukkan adanya massa di bagian superior dari lobus temporalis
kanan. Terdapat efek massa yang signifikan dan dikelilingi oleh edema vasogenik. Massa memiliki
gambaran hipointense pada T1 namun pada T2 terdapat gambaran hiperintense di sentral menandakan
adanya nekrosis sentral.
Tumor Oligodendroglioma

Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel oligodendrosit. Tumor ini


banyak ditemukan pada usia dewasa dengan puncak insiden antara dekade ke empat
dan keenam. Derajat rendah muncul pada usia yang sedikit lebih muda. Pada laki-laki
sedikit lebih dominan dibandingkan wanita. Oligondendroglioma merupakan tumor
yang pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya menyebabkan kejang. Jika lebih
ganas (astrositoma anaplastik dan oligodendroglioma anaplastik). Bisa menyebabkan
kelainan fungsi otak, seperti kelemahan, hilangnya rasa dan langkah yang
goyah.Tumor oligodendroglioma juga sering berkalsifikasi. 24

T1
T1 dengan contrast
T2 FLAIR

Terdapat lesi irregular intra-axial, dengan batas tidak tegas, terletak di lobus parietal kanan. Lesi
heterogen dengan hipointense pada T1 dan hiperintense pada T2. Lesi tidak menyengat kontras. Tidak
ada edema dan efek massa.

Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya didominasi oleh sel-
sel ependim dan mempunyai frekuensi kira-kira 5% dari seluruh glioma. Pada
ependimoma klasik, secara makroskopisnya tumor tampak padat dengan batas yang
tegas dan berasal dari lantai ventrikel IV/ kanalis spinalis. Tumor dapat meluas hingga
sudut serebro pontin melalui foramen Luscka, sisterna magna, dan foramen
magendi.serta dapat mencapai batang otak jika sudah melalui foramen magnum.
Secara histologis akan tampak sel kolumnar uniform dan sel astrosyte like fibriler
yang membentuk barisan ependimal roossete. Gejala yang ditemukan mual, muntah,
dan nyeri kepala dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi hari, diplopia,
ataksia, hemiparesis dan paresis nervus kranialis. Pada hasil pemeriksaan CT-Scan
dan MRI akan tampak kontras mengisi daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien
didapati mengalami hidrosefalus. Tumor jenis ini memang dapat menutupi saluran
cairan serebrospinalis sehingga menyebabkan hidrosefalus (ventrikel melebar,
jaringan otak tipis). 24
Tumor Non - Glial
Meningioma24
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak (meningen),
bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung kepada lokasi pertumbuhannya.
Para ahli masih belum memastikan apa penyebab meningioma, namun beberapa teori
telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang
meyebabkan timbulnya meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningioma berisi
kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2).
Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak begitu
menonjol. Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan penciuman,
penonjolan mata dan gangguan penglihatan. Pada penderita lanjut usia bisa
menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir, mirip dengan yang terjadi
pada penyakit Alzheimer.

Gejala pada pasien meningioma dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :
 Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
 Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan
status mental
 Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
 Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
 Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-
otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya
berjalan,
 Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
 Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
 Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
 Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

Gambaran MRI meningioma T1 sebelum


contrast dan setelah contrast
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI). Pedoman Pengendalian


Stroke. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Subdit Pengendalian Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah. 2013
2. Yudiarto F, Machfoed M, Darwin A, et al. Indonesia Stroke Registry (S12.003). The
Official Journal of the American Academy of Neurology. 2014. [cited 20 March
2017]. Available from: http://www.neurology.org/content/82/10_Supplement/S12.003
3. The American Association of Neurological Surgeons [Internet]. Aans.org.
Neurological Diagnostic Test. 2007 [cited 20 March 2017]. Available from:
http://www.aans.org/Patient%20Information/Conditions%20and%20Treatments/Neur
ological%20Diagnostic%20Tests.aspx
4. Rastogi R, Ding Y, Xia S, et al. Recent advances in magnetic resonance imaging for
stroke diagnosis. Brain Circulation. 2015. [cited 20 March 2017]. Available from:
http://www.braincirculation.org/text.asp?2015/1/1/26/164996
5. Schellinger P, et al. New Guideline: MRI Better Than CT Scans at Diagnosing
Stroke. American Academy of Neurology. 2010. [cited 20 March 2017]. Available
from: https://www.aan.com/PressRoom/Home/PressRelease/849
6. Adams H, Adams R, Zoppo GD, et al. Guideline for the Early Management of
Patients With Ischemic Stroke. A Scientific Statement from the Stroke Council of the
American Heart Association/ American Stroke Association. 2005.
7. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology. 13th edition. John
Wiley & Sons,Inc. 2012:757-801.
8. Warnick R. Brain Tumor : An Introduction. Mayfield Certified Health Info. 2016;
III(12).
9. Aminoff MJ. et al.Lange medical book:Clinical Neurology. 6th ed. : McGraw-Hill. 2005
10. Stark, David D. Magnetic Resonance Imaging. The CV Mosby Company. Toronto, 1988.
11. Notosiswoyo M, Suswati S. Pemanfaatan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai Sarana Diagnosa Pasien.Media Litbang kesehatan.volume XIV.Nomer
3.2004
12. NHS. Open Magnetic Resonance Imaging (MRI) Scanning Commissioning Policy.
Health Protection Manager, Bath & North East Somerset Council Public Health
Department. 2015
13. Barry R. Friedman, et al. Principles of MRI. Mc Graw Hill Information Service
Company, New York , 1988
14. David C.Magnetic Resonance Imanging(MRI) of the Brain and Spine:Basics.2006
15. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik, Ed. II, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006.
16. Moeller TB, Reif E. Magnetic Resonance Angiography. In: Moeller T.B, Reif E (eds)
MRI Parameters and Positioning. New York. Thieme. 2003. Pp. 177–195.
17. Baehr M, Frotscher M. Iskemia Serebri. Dalam: Diagnosis Topik Neurologi DUUS
Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. EGC. 2012:394-412.
18. Carlos L, Max W.Imaging of Ischemic Stroke.Neuroimaging Clin N Am.2010
Nov:20(4):455-468.
19. Wanke FFM. Imaging of Intracranial Hemorrhage: A Review Article. Iran. J. Radiol.
2007., 4(2), pp. 65–76.
20. Smith SD, Eskey JC. Hemorrhagic Stroke. Radiol Clin N Am. 2011. pp. 27–45.
21. Yuan M. Detection of Subarachnoid Hemorrhage at Acute and Subacute/Chronic
Stages: Comparison of Four Magnetic Resonance Imaging Pulse Sequences and
Computed Tomography. J Chin Med Assoc. 2005., 68(3), pp. 131–7.
22. Chandana SR, Movva S, Arora M, Singh T. Primary Brain Tumor in Adult. AAFP
Journal. 2013 May; 77(15).
23. Shah S, Hagopian T, Klinglesmith R, Bonfante E. Diagnostic Neuroradiology. In
Elsayes KM, Oldham SAA. Introduction to Diagnostic Radiology. Chicago:
McGraw-Hill Education; 2014. p. 50-62.
24. Scott JN, Brasher PM, Sevick RJ, et al. How often are nonenhancing supratentoril
gliomas malignant? A population study. Neurology. 2002; 59:947.
25. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principles of Neurology.
Tenth Edition. 2014. P. 639 - 656

Anda mungkin juga menyukai