Anda di halaman 1dari 27

i

REFERAT

DEMENSIA ALZHEIMER

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan


Klinik Senior pada Bagian/SMF Neurologi
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin
Banda Aceh

Disusun Oleh:
MUHAMMAD REZI RAMDANNI
1607101030131

Pembimbing:
dr. Ika Marlia, M.Sc, SpS (K)

BAGIAN/SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021

I
ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini.
Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun referat dengan judul “Demensia Alzheimer”ini diajukan sebagai
salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian/SMF
Neurologi, RSUD dr.Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Ika Marlia, M.Sc,
SpS (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk
penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat
dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga
tugas ini dapat selesai pada waktunya. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam referat ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari pembaca sekalian demi kesempurnaan referat ini.
Harapan penulis semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT
selalu memberikan Rahmad dan Hidayah-Nya bagi kita semua.

Banda Aceh, Maret 2021

Penulis

II
iii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi.................................................................................... 3
2.2. Etiologi.................................................................................... 6
2.3. Epidemiologi........................................................................... 6
2.4. Patofisiologi............................................................................ 7
2.5. Gejala Klinis........................................................................... 7
2.6. Faktor Resiko.......................................................................... 8
2.7. Diagnosis................................................................................ 9
2.8. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 11
2.9. Diagnosis Banding.................................................................. 11

2.10. Tatalaksana........................................................................... 12
2.11. Prognosis............................................................................... 12
BAB III
Kesimpulan.................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 20

III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demensia merupakan kumpulan gejala, dimana terjadi gangguan fungsi


kognitif yang bersifat kronis progresif sehingga mengganggu kehidupan
seseorang. Gangguan fungsi kognitif berupa daya ingat, daya pikir, orientasi, daya
tangkap (comprehention), kemampuan belajar, berhitung, berbahasa, dan daya
nilai (judgment). Pada umumnya gejala tersebut diawali dengan kemerosotan
dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, dan motivasi hidup. Pada demensia
tidak ditemukan adanya gangguan kesadaran, jika pasien mempunyai suatu
gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria diagnostik
untuk delirium. Seseorang dapat dinyatakan demensia bila gejala muncul dalam
waktu minimal 6 bulan.(1)
Penyakit Alzheimer diperkirakan menjadi penyebab utama demensia.
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit neurogeneratif yang paling sering
ditemukan (60-80%). Gejalanya berupa penurunan memori episodik secara
progresif, gangguan perilaku, dan ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari.
Gangguan motorik biasanya tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir. Penyakit
ini lebih banyak mengenai lansia yang berusia >65 tahun dan juga dapat
ditemukan pada usia yang lebih muda.(2)
Pada tahun 2019, lebih dari 50 juta orang menderita demensia di seluruh
dunia, dan jumlah ini akan meningkat menjadi lebih dari 150 juta pada tahun
2050. Setiap tiga detik akan ada kasus baru demensia. Diperkirakan sebanyak 5,8
juta orang Amerika dengan demensia Alzheimer pada tahun 2019. Jumlah ini
termasuk 5,6 juta orang berusia 65 tahun ke atas dan sekitar 200.000 individu di
bawah usia 65 tahun yang memiliki Alzheimer dengan onset yang lebih
muda.Dari 5,8 juta orang yang menderita demensia Alzheimer,81 persen berusia
75 tahun atau lebih.(3)
Dari total populasi Amerika Serikat 1 dari 10 orang (10%) berusia 65 dan
lebih tua menderita demensia Alzheimer. Persentase orang dengan demensia
Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. 3% orang yang berusia 65-74
tahun, 17% orang yang berusia 75-84 tahun, dan 32% orang yang berusia 85 tahun
ke atas terkena demensia alzheimer. (3)
Di Asia Tenggara kasus demensia diperkirakan meningkat pada tahun 2010
dari 2,48 juta menjadi 5,3 juta pada tahun 2030.(2)Berdasarkan data dari
BAPPENAS tahun 2013, angka harapan hidup laki-laki dan perempuan di
Indonesia naik dari 70,1 tahun pada periode 2010-2015 menjadi 72,2 tahun pada
periode 2030-2035. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Indonesia akan mengalami peningkatan dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi
305,8 juta pada tahun 2035. Dengan demikian jumlah penduduk berusia 65 tahun
ke atas akan meningkat dari 5,0 % menjadi 10,8 % pada tahun 2035. (4)
Berdasarkan data populasi lansia di Indonesia yang semakin meningkat, maka
akan ditemukan kasus demensia yang semakin banyak.(2)
Pada tahun 2011 WHO memperkirakan jumlah kasus alzheimer di Indonesia
sebanyak 1 juta orang. Hal ini akan terus bertambah tiap tahunnya. Jumlah
tersebut seperti fenomena gunung es, dimana banyak masyarakat yang tidak
melaporkan kondisi karena ketidaktahuan mengenai alzheimer atau demensia
merupakan suatu penyakit. Informasi mengenai alzheimer di Indonesia masih
sangat memprihatinkan. Pelayanan kesehatan orang dengan demensia hanya
berbatas pada pelayanan kesehatan rujukan yang ditangani oleh dokter spesialis,
sementara pelayanan primer masih belum mampu dalam penanganan demensia.(5)
Penanganan dalam keluarga orang dengan demensia harus dijaga jangan
sampai bersedih, harus dibuat senang, dan dipuji jika melakukan tindakan yang
baik. Sebaiknya orang dengan demensia diusahakan untuk melakukan tindakan
yang masih bisa difungsikan pada dirinya misalnya dengan mengisi kegiatan yang
bermanfaat seperti membaca atau membuat puisi, menyanyi, dan menggambar
sesuai kemampuannya.(5)
Orang dengan demensia alzheimer akan mengalami ganggu dalam
beberapa hal dalam kehidupannya, sehingga tidak mampu menjalankan aktivitas
ekonomi. Hal ini akan menimbulkan kerugian bagi penderita termasuk
keluarganya. Penderita tidak mampu bekerja dan tidak memiliki sumber
penghasilan, sehingga kehidupannya akan bergantung kepada keluarga.(5)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demensia merupakan suatu sindrom akibat gangguan otak yang bersifat


kronis-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi kognitif yang multipel tanpa
gangguan kesadaran. Demensia biasanya muncul dalam waktu paling sedikit 6
bulan.(6) Fungsi kognitif yang terganggu pada demensia mencakup daya ingat,
daya pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan
belajar, berbahasa, dan daya nilai (judgment).(1)Penyakit alzheimer merupakan
penyakit degeneratif otak yang semakin memburuk seiring dengan berjalannya
waktu.(3)
Jadi demensia Alzheimer merupakan kelainan otak yang bersifat
irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga
menyebabkan kematian sel otak. Penyakit alzheimer terjadi secara bertahap,
bukan merupakan bagian dari proses penuaan normal dan merupakan penyebab
paling umum dari demensia.(6) Demensia alzheimer biasanya timbul antara umur
50 dan 60 tahun. Terdapat degenerasi korteks yang difus pada otak di lapisan-
lapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat
pada pnemo-ensefalogram : sistema ventrikel membesar serta banyak hawa di
ruang subarakhnoidal (giri mengecil dan sulkus-sulkus melebar).(7)
Demensia alzheimer mulai pelan-pelan sekali. Tidak ada ciri-ciri yang khas
pada gangguan inteligensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi,
gangguan ingatan, emosi yang labil, kekeliruan mengenai hitungan dan mengenai
pembicaraan sehari-hari. Terjadi afasia. Sering juga terdapat perseverasi,
pembicaraan logoklonia, dan bila sudah berat, maka penderita tidak dapat
dimengerti lagi. Pada beberapa kasus ada yang menjadi gelisah dan hiperaktif.
Kadang-kadang sepintas lalu timbul apraxia, hemiplegia atau paraplegia. Parese
pada muka dan spasme pada extremitas juga sering terjadi sehingga pada stadium
akhir timbul kontraktur. Pada fase ini ia sudah sangat dement dan tidak dapat
diadakan kontak dengannya lagi. Penyakit ini biasanya berlangsung 5-10 tahun,
kadang-kadang kelihatan naik-turun.(7)
2.2 Etiologi

Penyebab pasti demensia alzheimer belum sepenuhnya diketahui, namun


sekitar 5-10% dari semua kasus disebabkan karena mutasi genetik yang
diturunkan. Kurang dari 1% dari semua kasus alzheimer disebabkan oleh
pewarisan dominan autosomal dan terkait dengan alzheimer onset dini sebelum
usia 65 tahun (jarang). Ada tiga gen penyebab langsung yang berkaitan dengan
bentuk genetik alzheimer yaitu APP, PSEN1, dan PSEN2. Semua gen tersebut
bakaitan dengan pemprosesan amiloid dan produksi beta-amiloid yang merupakan
ciri utama patologis penyakit alzheimer. Oleh karena itu, memilki riwayat
keluarga demensia menunjukkan mutasi genetik tertentu mungkin ada pada
kumpulan gen, sehingga dapat meningkatkan resiko terkena alzheimer.(8)
Ada beberapa faktor resiko gen yang telah dikaitkan tetapi tidak terbukti
sebagai faktor penyebab alzheimer. Yang paling umum dari gen ini yaitu alel
APOE 4 (bentuk gen APOE) yang dapat meningkatkan resiko alzheimer 3-15 kali
tergantung pada warisan alel APOE4. Setidaknya sekitar 60% dari semua orang
dengan alzheimer memiliki setidaknya satu alel APOE4. Memiliki alel APOE4
dalam kombinasi dengan gen deterministik lain atau faktor resiko lainnya dapat
memperburuk keparahan dan perkembangan penyakit. Gen lainnya yang terlibat
termasuk mutasi dominan autosomal ke ABCA7 dan SORL1. Vaariasi alelik dari
TREM2 juga dapat memberi resiko 3 kali lebih tinggi untuk terserang penyakit
alzheimer. Ada banyak polimorfisme (perubahan genetik halus, SNP) hingga 20
gen lain yang terkait dengan peningkatan resiko alzheimer.(8)
Penyakit Alzheimer juga dapat disebabkan oleh penumpukan protein yang
tidak normal di otak. Penumpukan protein disebut protein amiloid dan protein tau
- menyebabkan kematian sel. Otak manusia mengandung lebih dari 100 miliar sel
saraf serta sel lainnya. Sel-sel saraf bekerja bersama untuk memenuhi semua
komunikasi yang diperlukan untuk melakukan fungsi seperti berpikir, belajar,
mengingat, dan merencanakan. Para ilmuwan percaya bahwa protein amiloid
menumpuk di sel-sel otak, membentuk massa yang lebih besar yang disebut plak.
Serat bengkok dari protein lain yang disebut tau terbentuk menjadi kusut. Plak dan
kusut ini menghalangi komunikasi antara sel-sel saraf, yang mencegah mereka
melakukan kerjanya. Kematian sel-sel saraf yang lambat dan terus-menerus,
dimulai di satu area otak (biasanya di area otak yang mengendalikan memori)
kemudian menyebar ke area lain, menghasilkan gejala yang terlihat pada pasien
dengan penyakit Alzheimer.(9)

2.3 Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan sekitar 50 juta orang
menderita demensia di seluruh dunia. Hampir 60% tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Terdapat 10 juta kasus baru setiap
tahunnya. Penyakit Alzheimer dapat berkontribusi hingga 60%-70% dalam kasus
ini. Jumlah total penderita demensia diproyeksikan mencapai 82 juta pada tahun
2030 dan 152 juta pada tahun 2050. Sebagian besar dari peningkatan ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penderita demensia yang tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah.(10)
Di Amerika Serikat, lebih dari 5 juta orang saat ini memiliki penyakit
alzheimer, dan kasus baru berkembang setiap 68 detik. Penyakit alzheimer adalah
penyebab kematian nomor lima pada lansia di Amerika Serikat. Biaya yang
dihabiskan tiap tahunnya bagi individu yang terkena penyakit demensia yaitu
sebesar $200 miliar setiap tahunnya. Jumlah kasus baru alzheimer dan demensia
lainnya diproyeksikan akan berlipat ganda pada tahun 2050, mewakili beban
kritis bagi sistem perawatan kesehatan dunia. Jika ada orang yang belum
menerima diagnosis formal Alzheimer disertakan (misalnya, mereka yang
memiliki kognitif ringan gangguan yang kemudian mengembangkan Alzheimer),
maka jumlah total orang yang terkena dampak akan lebih tinggi dari perkiraan
saat ini.(11)
Penyakit Alzheimer adalah salah satu penyakit kronis yang paling mahal
bagi masyarakat. Pada 2016, biaya pengobatan untuk orang dengan penyakit
alzheimer dan demensia lainnya di Amerika diperkirakan mencapai $236 miliar
dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari $1 triliun pada tahun 2050.(3)

2.4 Patofisiologi
Kelainan otak pada penyakit alzheimer dapat dilihat pada hippocampus,
amygdala, korteks entorhinal dan area asosiasi kortikal dari korteks frontal,
temporal dan parietal. Selain itu juga pada nukleus subkortikal seperti serorergik
dorsal raphe, noradrenergic locus coeruleus, dan inti basal kolinergik. Deposisi
mengikuti pola yang ditentukan, mulai dari Trans-entorhinal korteks. Akibatnya
korteks entorhinal, daerah CA1 dari hippocampus dan kemudian daerah asosiasi
kortikal pada lobus frontal, parietal dan temporal sangat terpengaruhi. Luas dan
penempatan pembentukan berkorelasi baik dengan keparahan demensia, jauh
lebih banyak daripada jumlah plak amiloid.(12)
Pertambahan protein tau sangat berkorelasi dengan penurunan kognitif dan
atrofi otak, termasuk atrofi hippocampal. Dalam neuropatologi penyakit
Alzheimer terdapat hilangnya neuron dan atropi di korteks temporofrontal, yang
menyebabkan peradangan dan menyimpan plak amiloid dan sekelompok fragmen
protein yang abnormal dan kumpulan serat karena ada peningkatan monosit dan
makrofag dalam korteks serebral dan juga mengaktifkan sel-sel mikroglial dalam
parenkim.(12)

Gambar 2.1 Hipotesis untuk


patofisiologi penyakit Alzheimer.

Protein tau
hiperfosforilasi dan hipotesis β
amiloid
Salah satu fitur patologis
utama penyakit alzheimer
adalah pembentukan plak pikun (SP), yang disebabkan oleh deposisi amiloid beta
(Aβ). Biasanya, Aβ adalah peptida kecil yang larut, yang diproduksi oleh
pemisahan protein prekursor amiloid (APP) dengan aksi α-sekretase, β-sekretase
dan γ-sekretase. Ketidakseimbangan antara produksi dan pembersihan β-amiloid
(Aβ) menyebabkan berbagai jenis oligomer toksik, seperti protofibril, fibril, dan
plak tergantung pada sejauh mana oligomerisasi. Alasan pembentukan Aβ masih
belum jelas, tetapi urutan konsentrasi dan kondisi stabilitas Aβ adalah faktor
penting. Patofisiologi penyakit Alzheimer dihubungkan dengan sejumlah faktor
seperti disfungsi kolinergik, toksisitas amiloid/tau dan stres oksidatif/disfungsi
mitokondria.(12)

Hipotesis stres oksidatif


Spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif (RNS)
diproduksi di banyak proses normal dan abnormal pada manusia, mereka
memainkan peran ganda karena keduanya memiliki fungsi menguntungkan dalam
jalur pensinyalan seluler dan proses berbisa yang dapat menyebabkan kerusakan
struktur seluler (termasuk membran sel, lipid, protein, dan DNA). Konsumsi
oksigen yang tinggi dari otak, yang menggunakan oksigen 20% lebih banyak
daripada jaringan pernapasan mitokondria lainnya, berarti bahwa otak lebih rentan
terhadap stres oksidatif. Neuron adalah unit fungsional dasar otak, yang
mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh ganda. Ini dapat berinteraksi
dengan ROS, yang mengarah ke reaksi peroksidasi lipid dan apoptosis molekuler,
di samping itu, kurang glutathione dalam neuron juga merupakan salah satu
penyebab cedera stres oksidatif.(12)

Hipotesis ion logam


Dishomeostasis logam terlibat dalam perkembangan dan patogenesis
penyakit, termasuk penyakit neurodegeratif dan kanker. Ionosfer dan chelator
logam terkenal sebagai modulator dari homeostasis logam transisi, dan sejumlah
molekul ini digunakan dalam uji klinis. Senyawa pengikat logam bukan satu-
satunya obat yang mampu menargetkan homeostasis logam transisi. Bukti saat ini
menunjukkan perubahan keseimbangan logam transisi redoks; terutama tembaga
(Cu), besi (Fe) dan logam sisa lainnya. Kadar mereka di otak ditemukan tinggi
pada penyakit alzheimer. Dalam gangguan neurodegeneratif lainnya, Cu, mangan,
aluminium dan seng juga terlibat.(12)

Hipotesis kolinergik
Efek dari genotipe apo-lipo-protein E (APOE) pada efek yang berguna
dari inhibitor asetil-kolinesterase (AChEIs) pada pasien dengan penyakit
Alzheimer. Obat AchEI adalah inti dari pengobatan penyakit alzheimer, dan
genotipe APOE adalah faktor paling penting yang terkait dengan penyakit
alzheimer. Kurangnya efek utama APOE ini dianalisis sehubungan dengan
"Hipotesis Kolinergik" penyakit alzheimer, yang berasal dari tahun 1976, melalui
pengakuan bahwa neuron kolinergik bukan target utama alzheimer.(12)
Ikatan reseptor kolinergik berkurang di daerah otak tertentu dengan
alzheimer ringan hingga sedang dan berhubungan dengan gejala neuropsikiatri. Di
antara orang dewasa tua yang sehat, ikatan reseptor yang lebih rendah dapat
dikaitkan dengan kecepatan pemrosesan yang lebih lambat. Ikatan reseptor
kolinergik in vivo dapat mengungkapkan hubungan dengan perubahan kunci otak
lainnya yang terkait dengan penuaan dan penyakit alzheimer sehingga dapat
memberikan target pengobatan molekuler yang potensial. Penurunan klinis terkait
dengan hilangnya neuron kolinergik yang luas yang terbentuk di nuklei otak
depan (medial) dan yang terkait. penurunan neurotransmisi yang dimediasi
asetilkolin, obat-obatan yang cenderung mengatur tingkat transmiter asetilkolin,
seperti inhibitor kolinesterase (ChEIs) dan donepezil, telah selama lebih dari 20
tahun sebagai dasar terapi simtomatik untuk penyakit alzheimer.(12)

2.5 Gejala Klinis


Individu dengan demensia alzheimer mengalami gejala multipel yang
berubah selama beberapa tahun. Gejala ini mencerminkan tingkat kerusakan
neuron yang berbeda pada bagian otak. Gejala yang muncul bervariasi pada setiap
orang, tergantung derajadnya.(13)
 Pada tahap ringan, kebanyakan orang dapat berfungsi secara mandiri di
banyak daerah, tetapi kemungkinan membutuhkan bantuan dengan
beberapa kegiatan untuk memaksimalkan kemandirian dan tetap aman.
Mereka mungkin masih bisa mengemudi, bekerja, dan berpartisipasi dalam
kegiatan favorit.
 Dalam tahap moderat, yang bagi sebagian orang adalah yang terpanjang,
individu mungkin mengalami kesulitan melakukan tugas rutin, menjadi
bingung tentang di mana mereka berada dan mulai berkeliaran, dan mulai
memiliki kepribadian dan perilaku perubahan, termasuk kecurigaan dan
agitasi.
 Di tahap yang berat, individu membutuhkan bantuan dengan kegiatan dasar
sehari-hari hidup, seperti mandi, berpakaian dan menggunakan kamar
mandi. Kemampuan berkomunikasi secara verbal terbatas.Ini adalah tahap
parah dari penyakit alzheimer yang efeknya pada kesehatan fisik seseorang.
Karena kerusakan pada area otak terlibat dalam gerakan, individu menjadi
sering di tempat tidur sehingga membuat mereka rentan terhadap kondisi-
kondisi seperti pembekuan darah, infeksi kulit dan sepsis. Bahan kimia
penangkal infeksi dalam pemicu aliran darah peradangan seluruh tubuh
yang dapat menyebabkan kegagalan organ. Kerusakan pada bagian otak
yang mengontrol menelan sehingga seseorang sulit untuk makan dan
minum. Ini dapat mengakibatkan individu menelan makanan ke dalam
trakea (batang tenggorok) alih-alih kerongkongan (pipa makanan). Partikel
makanan dapat disimpan diparu-paru dan menyebabkan infeksi paru-paru.
Infeksi jenis ini disebut pneumonia aspirasi, dan merupakan penyebab
kematian di antara banyak orang dengan Alzheimer.(13)
Tanda-tanda demensia alzheimer berdasarkan perubahan khas yang
berkaitan dengan usia :(13)

Tabel 2.1 Tanda-tanda demensia alzheimer


Perubahan khas
Tanda-tanda demensia alzheimer yang berkaitan
dengan usia
Kehilangan memori yang mengganggu kehidupan sehari-hari: Terkadang lupa nama
Salah satu tanda paling umum dari alzheimer adalah kehilangan atau janji temu, tetapi
ingatan, terutama melupakan informasi yang baru diperoleh. mengingatnya nanti
Lainnya termasuk melupakan tanggal atau acara penting, bertanya
untuk informasi yang sama berulang-ulang, dan perlu digunakan
alat bantu memori (misalnya, catatan pengingat atau perangkat
elektronik) atau anggota keluarga untuk hal-hal yang dulu
ditangani sendiri.

Tantangan dalam perencanaan atau penyelesaian masalah: Membuat kesalahan


Beberapa orang mengalami perubahan dalam kemampuan untuk sesekali saat
mengembangkan dan mengikuti rencana atau bekerja dengan menyeimbangkan buku
angka. Mereka mungkin mengalami kesulitan mengikuti resep cek.
yang sudah dikenal, menjaga melacak tagihan bulanan atau
menghitung perubahan. Mereka mungkin mengalami kesulitan
berkonsentrasi dan membutuhkan waktu lebih lama untuk
melakukan hal-hal daripada sebelumnya.

Kesulitan menyelesaikan tugas di rumah, di tempat kerja atau Kadang-kadang


di waktu luang: Penderita Alzheimer seringkali kesulitan membutuhkan bantuan
menyelesaikan tugas sehari-hari. Kadang-kadang, orang untuk menggunakan
mengalami kesulitan mengemudi ke lokasi yang akrab, mengelola pengaturan pada
anggaran di tempat kerja atau mengingat aturan permainan favorit. microwave atau
merekam acara televisi.
Kebingungan dengan waktu atau tempat: Orang dengan Bingung tentang hari
Alzheimer dapat kehilangan jejak tanggal, musim dan perjalanan dalam seminggu tetapi
waktu. Mereka mungkin mengalami kesulitan memahami sesuatu mencari tahu nanti.
jika itu tidak terjadi segera. Terkadang mereka lupa di mana
mereka berada atau bagaimana mereka sampai di sana.

Kesulitan memahami gambar visual dan hubungan spasial: Perubahan penglihatan


Untuk beberapa orang, memiliki masalah penglihatan adalah tanda terkait dengan katarak,
Alzheimer. Mereka mungkin kesulitan membaca, menilai jarak dan glaukoma, atau makula
menentukan warna atau kontras, yang dapat menyebabkan masalah terkait usia degenerasi
dengan mengemudi.

Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis: Terkadang kesulitan
Orang dengan Alzheimer mungkin mengalami kesulitan mengikuti menemukan kata yang
atau bergabung dalam suatu percakapan. Mereka mungkin berhenti tepat.
di tengah percakapan dan tidak tahu caranya melanjutkan atau
mereka dapat mengulangi sendiri. Mereka mungkin bergumul
dengan kosakata, memiliki masalah menemukan kata yang tepat
atau memanggil sesuatu dengan nama yang salah (mis. menyebut
arloji sebagai "jam tangan").

Salah tempat dan kehilangan kemampuan untuk menelusuri Salah meletakkan


kembali langkah: Orang dengan Alzheimer dapat meletakkan sesuatu dari waktu ke
benda-benda di tempat-tempat yang tidak biasa, dan kehilangan waktu dan menelusuri
benda-benda tidak dapat kembali ke langkah mereka untuk kembali langkah-
menemukan mereka lagi. Terkadang, mereka menuduh orang lain langkah untuk
mencuri. Ini mungkin terjadi lebih sering dari waktu ke waktu. menemukannya.

Penilaian yang menurun atau buruk: Orang dengan Alzheimer Membuat keputusan
mungkin mengalami perubahan dalam penilaian atau pengambilan yang buruk sesekali.
keputusan. Misalnya, mereka dapat menggunakan penilaian buruk
ketika berhadapan dengan uang, memberikan sejumlah besar
kepada telemarketer. Mereka mungkin kurang memperhatikan
perawatan atau perawatan diri mereka bersih.

Kemunduran dalam pekerjaan atau kegiatan sosial: Orang Terkadang merasa lelah
dengan Alzheimer mungkin mulai menghilangkan diri dari hobi, bekerja, keluarga dan
kegiatan sosial, proyek kerja atau olahraga. Mereka mungkin kewajiban sosial.
mengalami kesulitan mengimbangi tim olahraga favorit atau
mengingat bagaimana menyelesaikan hobi favorit. Mereka juga
dapat menghindari menjadi sosial karena perubahan yang mereka
alami

Perubahan suasana hati dan kepribadian: Suasana hati dan Mengembangkan cara
kepribadian orang dengan Alzheimer bisa berubah. Mereka bisa yang sangat spesifik
2.6 Faktor Risiko
Adapun faktor risiko dari penyakit demensia alzeimer yaitu berupa :(13)
 Usia
Usia merupakan faktor risiko terbesar pada penderita demensia alzheimer
yang berusia 65 tahun atau lebih. Berdasarkan prevalensi orang dengan
demensia alzheimer yang berusia 65-74 tahun yaitu sebesar 3%, orang yang
berusia 75-84 tahun yaitu sebesar 17%, dan orang yang berusia 85 tahun
atau lebih menderita demensia alzheimer yaitu sebesar 32%.
 Riwayat keluarga
Individu yang memiliki orang tua, saudara laki-laki atau perempuan dengan
Alzheimer lebih mungkin terkena penyakit daripada mereka yang tidak
memiliki keluarga dengan alzheimer. Seseorang yang memiliki lebih dari
satu keluarga dengan penyakit alzheimer berisiko lebih tinggi terkena.
Meningkatnya faktor risiko dengan riwayat keluarga Alzheimer tidak
sepenuhnya dijelaskan apakah individu tersebut telah mewarisi gen risiko
APOE-e4.
 Gen APOE-e4
Gen APOE menyediakan cetak biru untuk protein yang mengangkut
kolesterol dalam aliran darah. Setiap orang mewarisi salah satu dari tiga
bentuk gen APOE — e2, e3 atau e4 — dari masing-masing orangtua.
Memiliki bentuk e4 meningkatkan risiko seseorang terkena Alzheimer
dibandingkan dengan memiliki bentuk e3, sementara memiliki bentuk e2
dapat mengurangi risiko seseorang dibandingkan dengan memiliki bentuk
e3. Mereka yang mewarisi satu salinan bentuk e4 memiliki risiko tiga kali
lipat menderita Alzheimer dibandingkan dengan mereka yang memiliki dua
salinan bentuk e3, sementara mereka yang mewarisi dua salinan bentuk e4
memiliki risiko delapan hingga 12 kali lipat. Selain itu, mereka yang
memiliki bentuk e4 lebih cenderung mengembangkan alzheimer pada usia
yang lebih muda daripada mereka yang memiliki bentuk gen APOE e2 atau
e3. Sebuah meta-analisis termasuk 20 artikel yang diterbitkan
menggambarkan frekuensi bentuk e4 di antara orang-orang di Amerika
Serikat yang telah didiagnosis dengan alzheimer menemukan bahwa 56
persen memiliki satu salinan gen APOEe4, dan 11 persen memiliki dua
salinan APOE-e4gen. Studi lain menemukan bahwa di antara 1.770 orang
yang didiagnosis dari 26 Pusat Penyakit Alzheimer di seluruh Amerika
Serikat, 65 persen memiliki setidaknya satu salinan gen APOEe.
Tidak seperti mewarisi mutasi genetik yang menyebabkan Alzheimer,
mewarisi gen APOE-e4 tidak menjamin bahwa seseorang akan
mengembangkan Alzheimer. Ini juga berlaku untuk lebih dari 20 gen yang
diidentifikasi baru-baru ini yang tampaknya memengaruhi risiko
Alzheimer. Gen-gen ini diyakini memiliki efek terbatas pada prevalensi
keseluruhan Alzheimer karena mereka jarang atau hanya sedikit
meningkatkan risiko.

2.7 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis penyakit Alzheimer harus dilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat.(2)
a. Anamnesis
Anamnesis harus terfokus pada onset, perjalanan penyakit, pola
gangguan kognisi, serta keberadaan dan pola gejala non kognisi. Hampir
75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapi
gejala awal juga dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelanja,
mengikuti perintah, menemukan kata, atau mengemudi.
Bila gejala berkaitan dengan penyebab demensia, maka anamnesis
harus diarahkan pada berbagai fator risiko seperti trauma kepala berulang,
riwayat konsumsi alkohol yang berlebihan, intoksikasi bahan kimia pada
pekerja pabrik, serta penggunaan obat-obat jangka panjang (sedatif dan
tranquilizer). Riwayat keluarga juga harus selalu menjadi bagian dari
evaluasi.(2)
b. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Pemeriksaan neurologis sangat diperlukan untuk diagnosis.
Umumnya gangguan sistem motorik tidak ditemukan pada penyakit
Alzheimer kecuali pada tahap lanjut.(2)
c. Pemeriksaan Kognitif
o Mini Mental State Examinat12ion (MMSE)
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi
penurunan fungsi kognitif yaitu mini mental status examination
(MMSE) dan juga dapat digunakan untuk memantau perjalanan
penyakit.(2)

Tabel 2.2 Pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)


NILAI
NO TES
MAKSIMAL
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (Bulan), (tanggal), Hari apa ? 5
2 Kita berada dimana? (Negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar) 5
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), setiap benda 1 detik, 3
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama
benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebut dengan benar dan
catat jumlah pengulangan.

ATENSI DAN KALKULUS


4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan 5
setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU” (Nilai
diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan ; misalnya uyahw = 2 nilai.
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3
BAHASA
6 Pasien disuruh menyebut nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku) 2
7 Pasien disuruh mengulangi kata-kata: “namun”, “tanpa”, “bila”. 1

8 Pasien disuruh melakukan perintah: “Ambil kertas ini dengan tangan anda!, 3
lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai!”.
9 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah “Pejamkanlah mata anda” 1
10 Pasien disuruh menulis dengan spontan 1
11 Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini 1

Total 30

Skor
 Nilai 21-26 : Gangguan kognitif ringan
 Niali 15-20 : Gangguan kognitif sedang
 Nilai 10-14 : Gangguan kognitif sedang-berat
 Nilai 0-9 : Gangguan kognitif berat
o Clock Drawing Test
Clock drawing tes merupakan salah satu intrumen pemeriksaan
demensia yang dipengaruhi usia, jenis kelamin, dan edukasi.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara menggambar dengan
cara mengikuti perintah atau meniru gambar yang ada. Pemeriksaan
ini berfungsi untuk menilai kemampuan pemahaman,
merekonstruksi, visuospasial dan pemrosesan, serta menentukan ada
tidaknya disfungsi pada fungsi perhatian dan eksekutif.(2)
Berikut penilaian hasil Clock drawing tes :

Tabel 2.3 Clock drawing tes :


Skor Interpretasi
10 Jarum jam berada tepat
9 Adanya kesalahan kecil pada penempatan jarum jam
8 Kesalahan penempatan jarum jam terlihat lebih jelas
dibanding skor 9
7 Penempatan jarum jam salah sepenuhnya
6 Kesalahan penggunaan jarum jam (melingkari angka jam,
atau menggunakan angka jam digital)
5 Semua angka terletak di ujung lingkaran, angka tertukar atau
terbalik, jarum jam kadang masih terlihat sedikit
4 Penempatan angka jam memiliki banyak kesalahan
3 Jarum jam dan angka sudah tidak koheren, jarum jam
bahkan tidak terlihat
2 Penggambaran hanya sebatas mengikuti petunjuk yang
diinstruksikan akan tetapi gambar jam yang terlihat tidak
dapat dikenali
1 Tidak ada usaha atau hanya sedikit mencoba untuk
menggambar

2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium untuk Komorbiditas
Pemeriksaan ini perlu dilakukan karena mengingat banyaknya
komorbid yang ditemukan pada usia lanjut. Hipotiroidisme dan
defisiensi vitamin B12 dapat menimbulkan gangguan kognisi dan
dapat membaik jika diobati.
Pemeriksaan dasar yang perlu dilakukan di awal yaitu :(2)
 Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit, hitung jenis,
LED)
 Pemeriksaan biokimia (elektrolit, glukosa, fungsi renal dan hepar)
 Tes fungsi tiroid
 Kadar serum vitamin B12 dan folat.
b. Pemeriksaan radiologi
 MRI atau Ct-Scan otak merupakan pemeriksaan radiologi yang utama.
Pada MRI atau CT-scan akan menunjukkan atrofi serebral atau
kortikal yang difus pada pasien Alzheimer.
Indikasi pemeriksaan MRI atau CT Scan pada penderita demensia
yaitu
 Awitan terjadi pada usia < 65 tahun.
 Manifestasi Klinis timbul < 2 tahun
 Tanda atau gejala neurologi asimetris.
 Gambaran klinis Hidrosefalus tekanan normal
 Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), pada
penderita alzheimer hasil permeriksaan biasanya akan menunjukkan
penurunan perfusi jaringan di daerah temporoparietalis bilateral.
 Positron Emission Tomography (PET), pemeriksaan ini biasanya
menunjukkan penurunan aktivitas metabolic di daerah
temporoparietalis bilateral.(2)

c. Elektroensefalografi
Peran pemeriksaan EEG untuk mendiagnosis demensia masih terbatas.
Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas alfa dan peningkatan
aktivitas teta yang menyeluruh. Pemeriksaan EEG biasanya digunakan
apabila ada kecurigaan kejang, Creutzfeldt-Jacob disease atau delirium.(2)

d. Biomarka
Pemeriksaan biomarka penting untuk diagnosis dini, menilai kelainan
yang terjadi, penanda prognosis bagi seseorang yang beresiko serta untuk
monitor terapi obat. Biomarka dapat dideteksi di otak (cairan serebrospinal
atau neuroimaging reseptor amyloid), darah atau kombinasi keduanya.
Biomarka sistem saraf pusat antara lain β-amyloid1-42, β-amyloid1-40,
total tau, dan hyperphosphorylated tau (p-tau) dari CSS. Pada pasien
demensia alzheimer terjadi penurunan kadar β-amyloid dan peningkatan
kadar tau CCS.(2)
2.9 Diagnosis Banding
Dengan mengetahui tanda dan gejala demensia dapat membantu
dalam menegakkan diagnosis, sehingga seseorang mendapatkan layanan
perawatan dan dukungan yang sesuai dengan kondisinya dan mendapatkan
kualitas hidup yang lebih baik. Pemeriksaan laboratorium yang lengkap
harus dilakukan. Selain itu pemeriksaan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single
photon emission computed tomography) juga dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
Adapun diagnosis banding demensia alzheimer yaitu :
 Delirium, yang membedakan antara delirium dengan demensia yaitu pada
delirium onset penyakitnya cepat, durasi singkat, fluktuasi gangguan
kognitif lamanya berhari-hari hingga berminggu-minggu, gangguan
perhatian dan persepsi yang menonjol, gangguan jelas pada siklus bangun
tidur, eksaserbasi noktural dari gejala, serta atensi dan kesadaran
terganggu.(6)
 Gangguan Depresi, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan
dengan depresi mempunyai gejala depresi yang menonjol, mempunyai
lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien demensia,
dan seringkali mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu, onsetny
cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal.(6)
 Penuaan normal. Sejalan dengan pertambahan usia, otak akan kehilangan
puluhan ribu selnya dan beratnya juga berkurang. Penciutan permukaan
otak (korteks) akan terjadi di bagian temporal dan frontalis yang berfungsi
sebagai pusat daya ingat. Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti
gangguan fungsi faal otak terutama daya ingat. Sehingga orang tua
mengalami gejala mudah lupa (forgetfulness).(6)
 Sindrom Amnestik Organik, adanya hendaya daya ingat berupa ingatan
jangka pendek dan menurunnya kemampuan mengingat dan
mengungkapkan pengalaman telah lalu dalam urutan terbalik menurut
kejadiannya. Namun pada sindrom amnestik organik adanya riwayat
cedera atau penyakit pada otak.(1)
2.10 Tatalaksana
 Farmakoterapi dari penyakit alzheimer
Saat ini hanya empat macam obat yang disetujui dan dipasarkan untuk
pengobatan demensia terkait penyakit alzheimer. Tiga dari obat ini bekerja pada
kolinergik sistem saraf pusat (SSP), termasuk donepezil, galantamine, dan
rivastigmine. Ketiga obat ini memiliki aktivitas antikolinesterase. Galantamin
merupakan produk alami alkaloid yang bekerja aktif sebagai modulator alosterik
direseptor asetilkolin nikotinik. Masing-masing obat ini sekarang tersedia dalam
formulasi generik dan disetujui untuk demensia ringan hingga berat. Selain itu
sering juga digunakan untuk pasien pada tahap predementia sebelumnya terkait
dengan penurunan memori progresif yang signifikan berdasarkan pada hasil uji
kognitif.(12)
Memantine merupakan obat yang paling baru disetujui untuk penyakit
alzheimer di Amerika Serikat dan merupakan obat alzheimer yang pertama
disetujui untuk menargetkan reseptor N-metil-d-aspartat (NMDA) dan jalur
glutaminergik. Kelebihan glutamat di sinapsis rangsang terkait dengan
sitotoksisitas, hal ini disebabkan karena penurunan reaktake glutamat dari
mikroglia dan akhir-akhir ini terlibat sebagai patofisiologis mekanisme pada
penyakit alzheimer, dan modulasi glutaminergik memengaruhi dendritik
pengelompokan tulang. Dengan demikian, riluzole dapat menghambat pelepasan
glutamat dan pensinyalan reseptor glutamat post-sinaptik, dalam uji coba fase II
pada pasien alzheimer ringan. Pengobatan kronis dengan memantine mengurangi
kadar Aβdan memantine itu mempengaruhi jalur endositosis APP, yang diperlukan
untuk pembelahan β-secretase. Hal ini mengarah pada pengurangan produksi Aβ.
Pengobatan dengan menggunakan memantine dan donepezil telah disetujui dalam
monoterapi yang dilakukan untuk perawatan gejala alzheimer bersamaan dengan
indikasi yang disetujui. Pengobatan dengan menggunakan memantine dan
donepezil menunjukkan mekanisme yang beragam dan berpasangan, mereka
bersama-sama menunjukkan efek tambahan dan manfaat. Data studi klinis pada
sukarelawan sehat memberikan fakta awal bahwa memantine dan donepezil dapat
digunakan secara aman dalam kombinasi. Ketika memantine diberikan dalam
kombinasi terapi ChEI stabil, hal ini juga menunjukkan profil keamanan yang baik
pada pasien dengan alzheimer.(12)

Tabel 2.4 Jenis, dosis, dan efek samping obat-obat demensia.


Nama Obat Golongan Indikasi Dosis Efek Samping
Donepezil Penghambat DA ringan Dosis awal 5 mg/hr bila perlu, Mual, muntah,
Kolinesterase sedang setelah 4-6 minggu menjadi diare, insomnia
10mg/hr.

Galantamine Penghambat DA ringan Dosis awal 8 mg/hr; setiap Mual, muntah,


kolinesterase sedang bulan dosis dinaikkan 8 mg/hr diare, anoreksia
hingga dosis maksimal 24
mg/hr.

Rivastigmine Penghambat DA ringan Dosis awal 2x1,5mg/hr; setiap Mual, muntah,


kolinesterase sedang bulan dinaikkan 2x1,5mg/hr pusing, diare,
hingga dosis maksimal 2x6 anoreksia
mg/hr.

Memantine Penghambat DA sedang Dosis awal 5mg/hr; setelah 1 Pusing, nyeri


reseptor berat minggu, dosis dinaikkan kepala,
NMDA menjadi 2x5 mg/hr dan konstipasi
seterusnya hingga dosis
maksimal 2x10 mg/hr

 Terapi non-farmakologis dari penyakit alzheimer


Terapi non-farmakologis dapat meningkatkan kualitas hidup (QOL) orang
dengan penyakit Alzheimer. Ada bukti dari sejumlah kecil uji coba terkontrol acak
yang dilakukan dengan berbagai pendekatan non farmakologis, termasuk
pelatihan kognitif, rehabilitasi kognitif, dan terapi stimulasi kognitif. Hal tersebut
memberi manfaat sederhana tetapi signifikan dalam pengobatan kognitif pada
orang dengan alzheimer, dan menunjukkan manfaat tambahan dalam kombinasi
dengan terapi inhibitor cholinesterase. Beberapa masalah tidur dan bangun
mungkin mencerminkan amplitudo ritme sirkadian. Manipulasi non-farmakologis
ritme sirkadian dengan berbagai rangsangan eksternal tampak nya efektif dalam
meningkatkan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lansia dan pasien Alzheimer.

Berikut terapi non-farmakologis yang dapat diberikan pada pasien alzheimer:


 Rehabilitasi Kognitif
Terapi ini merupakan tindakan untuk meningkatkan keterampilan
memori menggunakan proses interaksi interpersonal atau hubungan terapeutik
terhadap pasien melalui fase orientasi, kerja dan resolusi. Prinsip dalam
pelaksanaan latihan kognitif ini tidak bisa menyembuhkan demensia secara
total tetapi hanya mengurangi atau memperlambat kerusakan kognitif.(12)
Rehabilitasi kognitif bertujuan untuk meningkatkan kognisi yang berfokus
pada domain kognitif tertentu seperti kegiatan dasar, activitydaily living
(ADL), gangguan perilaku, dan keterampilan sosial. (14)
Jenis rehabilitasi kognitif terdiri dari:
a. Stimulasi kognitif
Stimulasi kognitif mengarah pada keterlibatan kegiatan yang
membutuhkan fungsi mental yang diprogramkan dari jenis lain pelatihan
kognitif. Kegiatan stimulasi dapat berupa aktif dan pasif. Kegiatan aktif
berupa kelompok diskusi untuk mengenali kejadian yang baru atau
memecahkan teka-teki silang. Kegiatan pasif termasuk mendengarkan
pembacaan puisi, musik, menonton drama, dan mengamati alam.
Stimulasi kognitif efektif untuk meningkatkan kognisi dan memperkuat
bahwa kombinasi stimulasi kognitif dengan obat dinilai paling efektif dan
dapat meningkatkan skor MMSE, namun pada tingkat yang lebih rendah.
b. Rehabilitasi memori
Rehabilitasi memori berfokus pada pengkodean informasi di area
otak yang kurang dipengaruhi oleh demensia alzheimer. Karakteristik
training memori berdasarkan :
- Target spesifik mengkode memori dan pengulangan
- Biasanya menguji satu metode pelatihan
- Target lokasi khusus pada kerusakan dan fungsi daerah tersebut
Teknik yang digunakan dalam pelatihan memori yaitu :
o Strategi belajar eksplisit
Pembelajaran eksplisit yaitu pembelajaran dengan menghafal,
berorientasi verbal, dan dalam keadaan sadar untuk menciptakan
memori atau belajar ketrampilan.
o Strategi belajar dari kesalahan
Merupakan pembelajaran dengan pendekatan menghindari
kesalahan selama fase belajar, sehingga mengurangi kemungkinan
informasi salah. Hal ini berfokus pada koreksi kesalahan yang dibuat
selama proses belajar.
o Strategi pembelajaran implisit
Memori implisit bersifat nonverbal, observasional dan dapat
dilakukan kapan saja misalnya ketrampilan motorik.
c. Orientasi realitas
Orientasi realitas berhubungan dengan informasi orang, tempat, dan
waktu. Pada individu dengan demensia orientasi realita dapat dilakukan
terus menerus melalui kontak komunikasi sepanjang hari.
d. Rehabilitasi neuropsikologi
Rehabilitasi neuropsikologi bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi,
meminimalisasi risiko cacat yang berlebihan dan mencegah
perkembangan psikologi social negatif. Proses aktif ini memungkinkan
orang untuk mencapai optimalisasi fungsi fisik, psikologis, sosial dan
berguna dalam bidang kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, ADL
dan hubungan sosial.

 Reminiscence therapy (Terapi Kenangan)


Reminiscence terapi (RT) melibatkan diskusi tentang kegiatan, peristiwa,
dan pengalaman masa lalu dengan orang atau kelompok orang lain,
biasanya dengan bantuan petunjuk nyata seperti foto, rumah tangga, dan
barang-barang akrab lainnya dari masa lalu, rekaman suara musik dan
arsip. Reminiscence terapi biasanya melibatkan pertemuan kelompok di
mana peserta didorong untuk berbicara tentang acara-acara yang lalu
setidaknya sekali seminggu. Terapi ini digunakan untuk lansia yang
mengalami gangguan kognitif, kesepian dan untuk pemulihan psikologis.
Reminiscence terapi dapat diberikan pada lansia secara individu, keluarga
maupun kelompok. Pelaksanaan kegiatan terapi secara kelompok memberi
kesempatan kepada lansia untuk membagi pengalamannya pada anggota
kelompok, meningkatkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi dalam
kelompok serta efesiensi biaya maupun efektifitas waktu. Reminiscence
terapi adalah salah satu intervensi psikososial paling populer dalam
perawatan demensia. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa ini
efektif dalam meningkatkan suasana hati pada orang tua tanpa demensia.
Efeknya pada suasana hati, kognisi dan kesejahteraan.
 Tidur
Gangguan dalam tidur tampaknya menjadi komponen penyebab penyakit
alzheimer. Ketika tidur seseorang tidak baik, sehingga tubuh mulai
mengumpulkan amiloid-β (Aβ), pada tahap awal berpotensi memicu
penurunan memori dan kemudian dikonversi lebih lanjut ke penyakit
Alzheimer. Hasil dari banyak penelitian telah ditemukan bahwa pola tidur
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi alzheimer. Ada
beberapa asosiasi dan mekanisme yang masuk akal yang menghubungkan
gerakan NREM gangguan tidur, Aβ dan penyakit alzheimer. Gangguan
dalam tidur NREM bertindak sebagai faktor baru yang menghubungkan
kortikal Aβ dengan gangguan hippocampus dependen konsolidasi memori.
Di usia yang lebih tua, tidur yang baik sepertinya merupakan target
pengobatan yang baru, hal ini dapat memberikan remunerasi antisipatif dan
terapeutik. Dua arah, interaksi sebab akibat ada antara tidur NREM
danPatofisiologi β yang dapat berkontribusi terhadap risiko penyakit
Alzheimerdan perkembangan. Gangguan tidur NREM bertindak sebagai
biomarker baru dari penyakit alzheimer. Gangguan tidur NREM dapat
mewakili jalur baru melalui Aβ kortikal merusak memori tergantung
hippocampus. Bukti menunjukkan adanya gangguan tidur sebagai
konsekuensi dan penyebab perkembangan penyakit alzheimer yang dapat
dimodifikasi. Dengan demikian tidur yang baik dapat digunakan sebagai
pencegahan danpotensi perawatan terapeutik.(12)
 Aktivitas fisik
Secara tidak langsung aktivitas fisik dan kognitif telah dikaitkan dan secara
langsung faktor biologis dikaitkan dapat mempengaruhi kesehatan otak.
Penelitian di masa depan perlu mengeksplorasi dengan detail tentang jenis,
intensitas, durasi dan kombinasi intervensi. Beberapa penelitian
menunjukkan efek perlindungan aktivitas fisik pada kesehatan otak,
terutama dengan mengurangi risiko neurodegeneratif yang menyebabkan
demensia. Faktor lain seperti genetik dapat mempengaruhi perkembangan
gangguan neurologis. Namun, dalam kebanyakan kasus aktivitas fisik
moderat bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental pada orang dewasa
yang lebih tua. Latihan aerobik dengan intensitas sedang, latihan resistensi,
peregangan, dan berbagai gerakan latihan, dapat menghasilkan manfaat
kognitif pada orang dewasa yang lebih tua. Meskipun mekanisme yang
tepat di mana aktivitas fisik mengurangi risiko demensia tidak sepenuhnya
dipahami. Aktivitas fisik harus didorong, karena dapat meningkatkan
kualitas hidup untuk semua orang dewasa yang lebih tua. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa tingkat demensia dapat dikurangi, jika orang secara
fisik aktif. Ada kemungkinan bahwa aktivitas fisik dapat menjadi faktor
yang paling penting untuk menciptakan fisik yang sehat. Bukti saat ini
mendukung manfaat aktivitas fisik untuk fungsi kognitif jangka pendek dan
jangka panjang tanpa memandang usia.(12)
 Terapi musik
Terapi musik merupakan pengobatan non-farmakologis yang potensial
untukgejala demensia perilaku dan psikologis, tetapi meskipun beberapa
penelitian terbukti bermanfaat. Terapi musik merupakan metode yang aman
dan efektif untuk mengobati agitasidan kecemasan pada alzheimer tingkat
sedang dan berat.(12)
2.11 Prognosis
Penyakit Alzheimer pada awalnya dikaitkan dengan gangguan memori yang
semakin memburuk. Seiring waktu, pasien dengan alzheimer juga dapat
menampilkan kecemasan, depresi, insomnia, agitasi, dan paranoia. Ketika penyakit
mereka berkembang, pasien-pasien dengan alzheimer datang untuk memerlukan
bantuan dengan kegiatan-kegiatan dasar kehidupan sehari-hari, termasuk
berpakaian dan mandi. Akhirnya, keluhan kesulitan berjalan dan menelan dapat
ditemukan. Keluhan sulit menelan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Waktu
dari tegaknya diagnosis hingga kematian bervariasi mulai dari 3 tahun hingga 10
tahun atau lebih. Penyebab utama kematian adalah penyakit menular, seperti
pneumonia.(16)
BAB III
KESIMPULAN

Demensia merupakan suatu sindrom akibat gangguan otak yang bersifat


kronis-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi kognitif yang multipel tanpa
gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang terganggu pada demensia mencakup
daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa, dan daya nilai (judgment). Penyakit alzheimer
merupakan penyakit degeneratif otak yang semakin memburuk seiring dengan
berjalannya waktu. Jadi demensia Alzheimer merupakan penyakit gangguan otak
yang bersifat progresif, dimana terdapat gangguan multiple tanpa gangguan
kesadaran yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer.
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, namun
telah terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid yang
merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa penelitian telah
menyatakan bahwa sebanyak 40% pasien mempunyai riwayat keluarga menderita
demensia tipe Alzheimer. Jadi, faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam
perkembangan gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus.
Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada pasien demensia alzheimer
pada saat terdapat empat macam obat yaitu donepezil, galantamine, rivastigmine,
dan memantine. Tiga dari obat ini bekerja pada kolinergik sistem saraf pusat
(SSP), termasuk donepezil, galantamine, dan rivastigmine. Ketiga obat ini
memiliki aktivitas antikolinesterase. Memantine merupakan obat yang paling baru
disetujui untuk penyakit alzheimer di Amerika Serikat dan merupakan obat
alzheimer yang pertama disetujui untuk menargetkan reseptor N-metil-d-aspartat
(NMDA) dan jalur glutaminergik. Sedangkan rehabilitasi kognitif dan
reminiscence terapi dapat dijadikan sebagai pengobatan non-farmakologis pada
pasien demensia alzheimer.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. dr. Rusdi Muslim, SpKJ Mk. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2013.
2. Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinik
Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. 2015; Available from:
http://www.perdossi.or.id
3. Patients C. 2019 ALZHEIMER ’ S DISEASE FACTS AND FIGURE
Includes a Special Report on Alzheimer ’ s Detection in the Primary Care
Setting : Connecting Patients and Physicians. 2019;
4. BAPPENAS. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: Badan
Pusat Statistik Republik Indonesia; 2013.
5. Pusat Analisis Determinan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Selamatkan Otak, Peduli Gangguan Demensia/Alzheimer
(PIKUN). 2018;
6. Kaplan-Saddock. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher; 2010.
7. Maramis WF MA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2nd ed. Airlangga
University Press; 2009.
8. Osman Shabir MS. Alzheimer’s Disease; Definition, Causes, Diagnosis &
Treatment. 2019;
9. Cleveland Clinic. Alzheimer’s Disease. 2019;
10. World Health Organization. Dementia Fact Sheet. 2019; Available from:
https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/dementia
11. Korolev IO. Alzheimer ’ s Disease : A Clinical and Basic Science Review.
2014;(September):24–33.
12. Thakur AK, Kamboj P, Goswami K, Ahuja K. Pathophysiology and
management of alzheimer ’ s disease : an overview. 2018;7(2):226–35.
13. Association A. 2018 Alzheimer ’ s disease facts and figures. Alzheimer’s
Dement [Internet]. 2018;14(3):367–429. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.jalz.2018.02.001
14. Bottino, C.M., Carvalho, I.A., Alvarez, A.M., Avila, R., Zukauskas, P.R.,
Bustamante SE. Cognitive rehabilitation combined with drug treatment in
Alzheimer’s disease patients: A pilot study.. 2015; Available from: Clinical
Rehabilitation
15. Woods B, Philbin OL, Em F, Ae S, Orrell M, Woods B, et al. Reminiscence
therapy for dementia ( Review ). 2018;
16. Shaheen E Lakhan, MD, PhD, MS Me. Alzheimer Disease. 2019; Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview#a7

Anda mungkin juga menyukai