REFERAT
DEMENSIA ALZHEIMER
Disusun Oleh:
MUHAMMAD REZI RAMDANNI
1607101030131
Pembimbing:
dr. Ika Marlia, M.Sc, SpS (K)
BAGIAN/SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021
I
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini.
Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun referat dengan judul “Demensia Alzheimer”ini diajukan sebagai
salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian/SMF
Neurologi, RSUD dr.Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Ika Marlia, M.Sc,
SpS (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk
penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat
dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga
tugas ini dapat selesai pada waktunya. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam referat ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari pembaca sekalian demi kesempurnaan referat ini.
Harapan penulis semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT
selalu memberikan Rahmad dan Hidayah-Nya bagi kita semua.
Penulis
II
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi.................................................................................... 3
2.2. Etiologi.................................................................................... 6
2.3. Epidemiologi........................................................................... 6
2.4. Patofisiologi............................................................................ 7
2.5. Gejala Klinis........................................................................... 7
2.6. Faktor Resiko.......................................................................... 8
2.7. Diagnosis................................................................................ 9
2.8. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 11
2.9. Diagnosis Banding.................................................................. 11
2.10. Tatalaksana........................................................................... 12
2.11. Prognosis............................................................................... 12
BAB III
Kesimpulan.................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 20
III
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
2.3 Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan sekitar 50 juta orang
menderita demensia di seluruh dunia. Hampir 60% tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Terdapat 10 juta kasus baru setiap
tahunnya. Penyakit Alzheimer dapat berkontribusi hingga 60%-70% dalam kasus
ini. Jumlah total penderita demensia diproyeksikan mencapai 82 juta pada tahun
2030 dan 152 juta pada tahun 2050. Sebagian besar dari peningkatan ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penderita demensia yang tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah.(10)
Di Amerika Serikat, lebih dari 5 juta orang saat ini memiliki penyakit
alzheimer, dan kasus baru berkembang setiap 68 detik. Penyakit alzheimer adalah
penyebab kematian nomor lima pada lansia di Amerika Serikat. Biaya yang
dihabiskan tiap tahunnya bagi individu yang terkena penyakit demensia yaitu
sebesar $200 miliar setiap tahunnya. Jumlah kasus baru alzheimer dan demensia
lainnya diproyeksikan akan berlipat ganda pada tahun 2050, mewakili beban
kritis bagi sistem perawatan kesehatan dunia. Jika ada orang yang belum
menerima diagnosis formal Alzheimer disertakan (misalnya, mereka yang
memiliki kognitif ringan gangguan yang kemudian mengembangkan Alzheimer),
maka jumlah total orang yang terkena dampak akan lebih tinggi dari perkiraan
saat ini.(11)
Penyakit Alzheimer adalah salah satu penyakit kronis yang paling mahal
bagi masyarakat. Pada 2016, biaya pengobatan untuk orang dengan penyakit
alzheimer dan demensia lainnya di Amerika diperkirakan mencapai $236 miliar
dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari $1 triliun pada tahun 2050.(3)
2.4 Patofisiologi
Kelainan otak pada penyakit alzheimer dapat dilihat pada hippocampus,
amygdala, korteks entorhinal dan area asosiasi kortikal dari korteks frontal,
temporal dan parietal. Selain itu juga pada nukleus subkortikal seperti serorergik
dorsal raphe, noradrenergic locus coeruleus, dan inti basal kolinergik. Deposisi
mengikuti pola yang ditentukan, mulai dari Trans-entorhinal korteks. Akibatnya
korteks entorhinal, daerah CA1 dari hippocampus dan kemudian daerah asosiasi
kortikal pada lobus frontal, parietal dan temporal sangat terpengaruhi. Luas dan
penempatan pembentukan berkorelasi baik dengan keparahan demensia, jauh
lebih banyak daripada jumlah plak amiloid.(12)
Pertambahan protein tau sangat berkorelasi dengan penurunan kognitif dan
atrofi otak, termasuk atrofi hippocampal. Dalam neuropatologi penyakit
Alzheimer terdapat hilangnya neuron dan atropi di korteks temporofrontal, yang
menyebabkan peradangan dan menyimpan plak amiloid dan sekelompok fragmen
protein yang abnormal dan kumpulan serat karena ada peningkatan monosit dan
makrofag dalam korteks serebral dan juga mengaktifkan sel-sel mikroglial dalam
parenkim.(12)
Protein tau
hiperfosforilasi dan hipotesis β
amiloid
Salah satu fitur patologis
utama penyakit alzheimer
adalah pembentukan plak pikun (SP), yang disebabkan oleh deposisi amiloid beta
(Aβ). Biasanya, Aβ adalah peptida kecil yang larut, yang diproduksi oleh
pemisahan protein prekursor amiloid (APP) dengan aksi α-sekretase, β-sekretase
dan γ-sekretase. Ketidakseimbangan antara produksi dan pembersihan β-amiloid
(Aβ) menyebabkan berbagai jenis oligomer toksik, seperti protofibril, fibril, dan
plak tergantung pada sejauh mana oligomerisasi. Alasan pembentukan Aβ masih
belum jelas, tetapi urutan konsentrasi dan kondisi stabilitas Aβ adalah faktor
penting. Patofisiologi penyakit Alzheimer dihubungkan dengan sejumlah faktor
seperti disfungsi kolinergik, toksisitas amiloid/tau dan stres oksidatif/disfungsi
mitokondria.(12)
Hipotesis kolinergik
Efek dari genotipe apo-lipo-protein E (APOE) pada efek yang berguna
dari inhibitor asetil-kolinesterase (AChEIs) pada pasien dengan penyakit
Alzheimer. Obat AchEI adalah inti dari pengobatan penyakit alzheimer, dan
genotipe APOE adalah faktor paling penting yang terkait dengan penyakit
alzheimer. Kurangnya efek utama APOE ini dianalisis sehubungan dengan
"Hipotesis Kolinergik" penyakit alzheimer, yang berasal dari tahun 1976, melalui
pengakuan bahwa neuron kolinergik bukan target utama alzheimer.(12)
Ikatan reseptor kolinergik berkurang di daerah otak tertentu dengan
alzheimer ringan hingga sedang dan berhubungan dengan gejala neuropsikiatri. Di
antara orang dewasa tua yang sehat, ikatan reseptor yang lebih rendah dapat
dikaitkan dengan kecepatan pemrosesan yang lebih lambat. Ikatan reseptor
kolinergik in vivo dapat mengungkapkan hubungan dengan perubahan kunci otak
lainnya yang terkait dengan penuaan dan penyakit alzheimer sehingga dapat
memberikan target pengobatan molekuler yang potensial. Penurunan klinis terkait
dengan hilangnya neuron kolinergik yang luas yang terbentuk di nuklei otak
depan (medial) dan yang terkait. penurunan neurotransmisi yang dimediasi
asetilkolin, obat-obatan yang cenderung mengatur tingkat transmiter asetilkolin,
seperti inhibitor kolinesterase (ChEIs) dan donepezil, telah selama lebih dari 20
tahun sebagai dasar terapi simtomatik untuk penyakit alzheimer.(12)
Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis: Terkadang kesulitan
Orang dengan Alzheimer mungkin mengalami kesulitan mengikuti menemukan kata yang
atau bergabung dalam suatu percakapan. Mereka mungkin berhenti tepat.
di tengah percakapan dan tidak tahu caranya melanjutkan atau
mereka dapat mengulangi sendiri. Mereka mungkin bergumul
dengan kosakata, memiliki masalah menemukan kata yang tepat
atau memanggil sesuatu dengan nama yang salah (mis. menyebut
arloji sebagai "jam tangan").
Penilaian yang menurun atau buruk: Orang dengan Alzheimer Membuat keputusan
mungkin mengalami perubahan dalam penilaian atau pengambilan yang buruk sesekali.
keputusan. Misalnya, mereka dapat menggunakan penilaian buruk
ketika berhadapan dengan uang, memberikan sejumlah besar
kepada telemarketer. Mereka mungkin kurang memperhatikan
perawatan atau perawatan diri mereka bersih.
Kemunduran dalam pekerjaan atau kegiatan sosial: Orang Terkadang merasa lelah
dengan Alzheimer mungkin mulai menghilangkan diri dari hobi, bekerja, keluarga dan
kegiatan sosial, proyek kerja atau olahraga. Mereka mungkin kewajiban sosial.
mengalami kesulitan mengimbangi tim olahraga favorit atau
mengingat bagaimana menyelesaikan hobi favorit. Mereka juga
dapat menghindari menjadi sosial karena perubahan yang mereka
alami
Perubahan suasana hati dan kepribadian: Suasana hati dan Mengembangkan cara
kepribadian orang dengan Alzheimer bisa berubah. Mereka bisa yang sangat spesifik
2.6 Faktor Risiko
Adapun faktor risiko dari penyakit demensia alzeimer yaitu berupa :(13)
Usia
Usia merupakan faktor risiko terbesar pada penderita demensia alzheimer
yang berusia 65 tahun atau lebih. Berdasarkan prevalensi orang dengan
demensia alzheimer yang berusia 65-74 tahun yaitu sebesar 3%, orang yang
berusia 75-84 tahun yaitu sebesar 17%, dan orang yang berusia 85 tahun
atau lebih menderita demensia alzheimer yaitu sebesar 32%.
Riwayat keluarga
Individu yang memiliki orang tua, saudara laki-laki atau perempuan dengan
Alzheimer lebih mungkin terkena penyakit daripada mereka yang tidak
memiliki keluarga dengan alzheimer. Seseorang yang memiliki lebih dari
satu keluarga dengan penyakit alzheimer berisiko lebih tinggi terkena.
Meningkatnya faktor risiko dengan riwayat keluarga Alzheimer tidak
sepenuhnya dijelaskan apakah individu tersebut telah mewarisi gen risiko
APOE-e4.
Gen APOE-e4
Gen APOE menyediakan cetak biru untuk protein yang mengangkut
kolesterol dalam aliran darah. Setiap orang mewarisi salah satu dari tiga
bentuk gen APOE — e2, e3 atau e4 — dari masing-masing orangtua.
Memiliki bentuk e4 meningkatkan risiko seseorang terkena Alzheimer
dibandingkan dengan memiliki bentuk e3, sementara memiliki bentuk e2
dapat mengurangi risiko seseorang dibandingkan dengan memiliki bentuk
e3. Mereka yang mewarisi satu salinan bentuk e4 memiliki risiko tiga kali
lipat menderita Alzheimer dibandingkan dengan mereka yang memiliki dua
salinan bentuk e3, sementara mereka yang mewarisi dua salinan bentuk e4
memiliki risiko delapan hingga 12 kali lipat. Selain itu, mereka yang
memiliki bentuk e4 lebih cenderung mengembangkan alzheimer pada usia
yang lebih muda daripada mereka yang memiliki bentuk gen APOE e2 atau
e3. Sebuah meta-analisis termasuk 20 artikel yang diterbitkan
menggambarkan frekuensi bentuk e4 di antara orang-orang di Amerika
Serikat yang telah didiagnosis dengan alzheimer menemukan bahwa 56
persen memiliki satu salinan gen APOEe4, dan 11 persen memiliki dua
salinan APOE-e4gen. Studi lain menemukan bahwa di antara 1.770 orang
yang didiagnosis dari 26 Pusat Penyakit Alzheimer di seluruh Amerika
Serikat, 65 persen memiliki setidaknya satu salinan gen APOEe.
Tidak seperti mewarisi mutasi genetik yang menyebabkan Alzheimer,
mewarisi gen APOE-e4 tidak menjamin bahwa seseorang akan
mengembangkan Alzheimer. Ini juga berlaku untuk lebih dari 20 gen yang
diidentifikasi baru-baru ini yang tampaknya memengaruhi risiko
Alzheimer. Gen-gen ini diyakini memiliki efek terbatas pada prevalensi
keseluruhan Alzheimer karena mereka jarang atau hanya sedikit
meningkatkan risiko.
2.7 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis penyakit Alzheimer harus dilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat.(2)
a. Anamnesis
Anamnesis harus terfokus pada onset, perjalanan penyakit, pola
gangguan kognisi, serta keberadaan dan pola gejala non kognisi. Hampir
75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori, tetapi
gejala awal juga dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelanja,
mengikuti perintah, menemukan kata, atau mengemudi.
Bila gejala berkaitan dengan penyebab demensia, maka anamnesis
harus diarahkan pada berbagai fator risiko seperti trauma kepala berulang,
riwayat konsumsi alkohol yang berlebihan, intoksikasi bahan kimia pada
pekerja pabrik, serta penggunaan obat-obat jangka panjang (sedatif dan
tranquilizer). Riwayat keluarga juga harus selalu menjadi bagian dari
evaluasi.(2)
b. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Pemeriksaan neurologis sangat diperlukan untuk diagnosis.
Umumnya gangguan sistem motorik tidak ditemukan pada penyakit
Alzheimer kecuali pada tahap lanjut.(2)
c. Pemeriksaan Kognitif
o Mini Mental State Examinat12ion (MMSE)
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi
penurunan fungsi kognitif yaitu mini mental status examination
(MMSE) dan juga dapat digunakan untuk memantau perjalanan
penyakit.(2)
8 Pasien disuruh melakukan perintah: “Ambil kertas ini dengan tangan anda!, 3
lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai!”.
9 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah “Pejamkanlah mata anda” 1
10 Pasien disuruh menulis dengan spontan 1
11 Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini 1
Total 30
Skor
Nilai 21-26 : Gangguan kognitif ringan
Niali 15-20 : Gangguan kognitif sedang
Nilai 10-14 : Gangguan kognitif sedang-berat
Nilai 0-9 : Gangguan kognitif berat
o Clock Drawing Test
Clock drawing tes merupakan salah satu intrumen pemeriksaan
demensia yang dipengaruhi usia, jenis kelamin, dan edukasi.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara menggambar dengan
cara mengikuti perintah atau meniru gambar yang ada. Pemeriksaan
ini berfungsi untuk menilai kemampuan pemahaman,
merekonstruksi, visuospasial dan pemrosesan, serta menentukan ada
tidaknya disfungsi pada fungsi perhatian dan eksekutif.(2)
Berikut penilaian hasil Clock drawing tes :
c. Elektroensefalografi
Peran pemeriksaan EEG untuk mendiagnosis demensia masih terbatas.
Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas alfa dan peningkatan
aktivitas teta yang menyeluruh. Pemeriksaan EEG biasanya digunakan
apabila ada kecurigaan kejang, Creutzfeldt-Jacob disease atau delirium.(2)
d. Biomarka
Pemeriksaan biomarka penting untuk diagnosis dini, menilai kelainan
yang terjadi, penanda prognosis bagi seseorang yang beresiko serta untuk
monitor terapi obat. Biomarka dapat dideteksi di otak (cairan serebrospinal
atau neuroimaging reseptor amyloid), darah atau kombinasi keduanya.
Biomarka sistem saraf pusat antara lain β-amyloid1-42, β-amyloid1-40,
total tau, dan hyperphosphorylated tau (p-tau) dari CSS. Pada pasien
demensia alzheimer terjadi penurunan kadar β-amyloid dan peningkatan
kadar tau CCS.(2)
2.9 Diagnosis Banding
Dengan mengetahui tanda dan gejala demensia dapat membantu
dalam menegakkan diagnosis, sehingga seseorang mendapatkan layanan
perawatan dan dukungan yang sesuai dengan kondisinya dan mendapatkan
kualitas hidup yang lebih baik. Pemeriksaan laboratorium yang lengkap
harus dilakukan. Selain itu pemeriksaan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single
photon emission computed tomography) juga dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
Adapun diagnosis banding demensia alzheimer yaitu :
Delirium, yang membedakan antara delirium dengan demensia yaitu pada
delirium onset penyakitnya cepat, durasi singkat, fluktuasi gangguan
kognitif lamanya berhari-hari hingga berminggu-minggu, gangguan
perhatian dan persepsi yang menonjol, gangguan jelas pada siklus bangun
tidur, eksaserbasi noktural dari gejala, serta atensi dan kesadaran
terganggu.(6)
Gangguan Depresi, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan
dengan depresi mempunyai gejala depresi yang menonjol, mempunyai
lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien demensia,
dan seringkali mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu, onsetny
cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal.(6)
Penuaan normal. Sejalan dengan pertambahan usia, otak akan kehilangan
puluhan ribu selnya dan beratnya juga berkurang. Penciutan permukaan
otak (korteks) akan terjadi di bagian temporal dan frontalis yang berfungsi
sebagai pusat daya ingat. Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti
gangguan fungsi faal otak terutama daya ingat. Sehingga orang tua
mengalami gejala mudah lupa (forgetfulness).(6)
Sindrom Amnestik Organik, adanya hendaya daya ingat berupa ingatan
jangka pendek dan menurunnya kemampuan mengingat dan
mengungkapkan pengalaman telah lalu dalam urutan terbalik menurut
kejadiannya. Namun pada sindrom amnestik organik adanya riwayat
cedera atau penyakit pada otak.(1)
2.10 Tatalaksana
Farmakoterapi dari penyakit alzheimer
Saat ini hanya empat macam obat yang disetujui dan dipasarkan untuk
pengobatan demensia terkait penyakit alzheimer. Tiga dari obat ini bekerja pada
kolinergik sistem saraf pusat (SSP), termasuk donepezil, galantamine, dan
rivastigmine. Ketiga obat ini memiliki aktivitas antikolinesterase. Galantamin
merupakan produk alami alkaloid yang bekerja aktif sebagai modulator alosterik
direseptor asetilkolin nikotinik. Masing-masing obat ini sekarang tersedia dalam
formulasi generik dan disetujui untuk demensia ringan hingga berat. Selain itu
sering juga digunakan untuk pasien pada tahap predementia sebelumnya terkait
dengan penurunan memori progresif yang signifikan berdasarkan pada hasil uji
kognitif.(12)
Memantine merupakan obat yang paling baru disetujui untuk penyakit
alzheimer di Amerika Serikat dan merupakan obat alzheimer yang pertama
disetujui untuk menargetkan reseptor N-metil-d-aspartat (NMDA) dan jalur
glutaminergik. Kelebihan glutamat di sinapsis rangsang terkait dengan
sitotoksisitas, hal ini disebabkan karena penurunan reaktake glutamat dari
mikroglia dan akhir-akhir ini terlibat sebagai patofisiologis mekanisme pada
penyakit alzheimer, dan modulasi glutaminergik memengaruhi dendritik
pengelompokan tulang. Dengan demikian, riluzole dapat menghambat pelepasan
glutamat dan pensinyalan reseptor glutamat post-sinaptik, dalam uji coba fase II
pada pasien alzheimer ringan. Pengobatan kronis dengan memantine mengurangi
kadar Aβdan memantine itu mempengaruhi jalur endositosis APP, yang diperlukan
untuk pembelahan β-secretase. Hal ini mengarah pada pengurangan produksi Aβ.
Pengobatan dengan menggunakan memantine dan donepezil telah disetujui dalam
monoterapi yang dilakukan untuk perawatan gejala alzheimer bersamaan dengan
indikasi yang disetujui. Pengobatan dengan menggunakan memantine dan
donepezil menunjukkan mekanisme yang beragam dan berpasangan, mereka
bersama-sama menunjukkan efek tambahan dan manfaat. Data studi klinis pada
sukarelawan sehat memberikan fakta awal bahwa memantine dan donepezil dapat
digunakan secara aman dalam kombinasi. Ketika memantine diberikan dalam
kombinasi terapi ChEI stabil, hal ini juga menunjukkan profil keamanan yang baik
pada pasien dengan alzheimer.(12)
1. Dr. dr. Rusdi Muslim, SpKJ Mk. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2013.
2. Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinik
Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. 2015; Available from:
http://www.perdossi.or.id
3. Patients C. 2019 ALZHEIMER ’ S DISEASE FACTS AND FIGURE
Includes a Special Report on Alzheimer ’ s Detection in the Primary Care
Setting : Connecting Patients and Physicians. 2019;
4. BAPPENAS. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: Badan
Pusat Statistik Republik Indonesia; 2013.
5. Pusat Analisis Determinan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Selamatkan Otak, Peduli Gangguan Demensia/Alzheimer
(PIKUN). 2018;
6. Kaplan-Saddock. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher; 2010.
7. Maramis WF MA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2nd ed. Airlangga
University Press; 2009.
8. Osman Shabir MS. Alzheimer’s Disease; Definition, Causes, Diagnosis &
Treatment. 2019;
9. Cleveland Clinic. Alzheimer’s Disease. 2019;
10. World Health Organization. Dementia Fact Sheet. 2019; Available from:
https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/dementia
11. Korolev IO. Alzheimer ’ s Disease : A Clinical and Basic Science Review.
2014;(September):24–33.
12. Thakur AK, Kamboj P, Goswami K, Ahuja K. Pathophysiology and
management of alzheimer ’ s disease : an overview. 2018;7(2):226–35.
13. Association A. 2018 Alzheimer ’ s disease facts and figures. Alzheimer’s
Dement [Internet]. 2018;14(3):367–429. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.jalz.2018.02.001
14. Bottino, C.M., Carvalho, I.A., Alvarez, A.M., Avila, R., Zukauskas, P.R.,
Bustamante SE. Cognitive rehabilitation combined with drug treatment in
Alzheimer’s disease patients: A pilot study.. 2015; Available from: Clinical
Rehabilitation
15. Woods B, Philbin OL, Em F, Ae S, Orrell M, Woods B, et al. Reminiscence
therapy for dementia ( Review ). 2018;
16. Shaheen E Lakhan, MD, PhD, MS Me. Alzheimer Disease. 2019; Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview#a7