Pembimbing :
dr. Iswahyuni
Disusun oleh :
Lois T Kezia (406148028)
Kheluwis Sutiady (406148098)
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
ISI..............................................................................................................................................2
2.1 ALZHEIMER.....................................................................................................................2
2.1.1 DEFINISI.....................................................................................................................2
2.1.2 EPIDEMIOLOGI........................................................................................................2
2.1.3 ETIOLOGI...................................................................................................................2
2.1.4 KLASIFIKASI.............................................................................................................3
2.1.5 FAKTOR RESIKO......................................................................................................4
2.1.6 PATOFISIOLOGI.......................................................................................................5
2.1.7 GEJALA KLINIS........................................................................................................7
2.1.8 DIAGNOSIS.................................................................................................................9
2.1.9 DIAGNOSIS BANDING...........................................................................................10
2.1.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG...........................................................................12
2.1.11 PENATALAKSANAAN..........................................................................................16
2.1.12 PROGNOSIS............................................................................................................18
2.2 PARKINSON....................................................................................................................19
2.2.1 DEFINISI...................................................................................................................19
2.2.2 KLASIFIKASI...........................................................................................................19
2.2.3 ETIOLOGI.................................................................................................................19
2.2.4 PATOFISIOLOGI.....................................................................................................20
2.2.5 MANIFESTASI KLINIS...........................................................................................22
2.2.6 DIAGNOSIS...............................................................................................................23
2.2.7 DIAGNOSIS BANDING...........................................................................................24
2.2.8 PENATALAKSANAAN............................................................................................25
2.2.9 KOMPLIKASI...........................................................................................................28
2.2.10 PROGNOSIS............................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,
merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki
dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Parkinson pertama kali ditemukan
oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini
merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan.7
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari
degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan defisit
motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi
kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.
Sedangkan penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat
irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga menyebabkan
kematian sel otak. Penyakit Alzheimer terjadi secara bertahap, dan bukan merupakan bagian
dari proses penuaan normal dan merupakan penyebab paling umum dari demensia. Demensia
merupakan kehilangan fungsi intelektual, seperti berpikir, mengingat, dan berlogika, yang
cukup parah untuk mengganggu aktifitas sehari-hari. Demensia bukan merupakan sebuah
penyakit, melainkan sebuah kumpulan gejala yang menyertai penyakit atau kondisi tertentu.
Gejala dari demensia juga dapat termasuk perubahan kepribadian, mood, dan perilaku.4
BAB II
ISI
2.1 ALZHEIMER
2.1.1 DEFINISI
Penyakit Alzheimer adalah merupakan gangguan fungsi kognitif yang onsetnya
lambat dan gradual, degenerative, sifatnya progresif dan permanen. Merupakan penyebab
terbesar terjadinya demensia. Dimana demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan
memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan
gangguan tingkat kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori
selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis
dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas
kerja dan sosial secara bermakna(1).
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Hal yang terpenting yang merupakan faktor resiko dari penyakit Alzheimer adalah
umur yang tua dan positif pada riwayat penyakit keluarga. Frekuensi dari penyakit Alzheimer
akan meningkat seiring bertambahnya dekade dewasa. Mencapai sekitar 20-40% dari
populasi lebih dari 85 tahun. Wanita merupakan faktor resiko gender yang lebih beresiko
terutama wanita usia lanjut. Lebih dari 35 juta orang di dunia, 5,5 juta di Amerika Serikat
yang mengalami penyakit Alzheimer, penurunan ingatan dan gangguan kognitif lainnya dapat
mengarahkan pada kematian sekitar 4 10 tahun ke setelah didiagnosis. Penyakit Alzheimer
merupakan jenis yang terbanyak dari demensia, dihitung berdasarkan 50 56 % kasus dari
autopsy dan kasus klinis. Insiden dari penyakit ini dua kali lipat setiap 5 tahun setelah usia 65
tahun, dengan diagnosis baru 1275 kasus per tahun per 100.000 orang lebih tua dari 65 tahun.
Kebanyakan orang-orang dengan penyakit Alzheimer merupakan wanita dan berkulit putih.
Karena sangat dihubungkan dengan usia, dan wanita mempunyai ekspektasi kehidupan yang
lebih panjang dari pria, maka wanita menyumbangkan sebesar 2/3 dari total orang tua dengan
penyakit ini.(3, 5)
2.1.3 ETIOLOGI
Meskipun penyebab Alzheimer disease belum diketahui, sejumlah faktor yang saat ini
berhasil diidentiifikasi yang tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit ini. (10)
Faktor genetik
Penelitian terhadap kasus familial telah memberikan pemahaman signifikan
tentang patogenesis alzheimer disease familial, dan, mungkin sporadik. Mutasi di
paling sedikit empat lokus genetik dilaporkan berkaitan secara eksklusif dengan AD
familial. Mutasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah suatu lokus di kromosom
21 yang sekarang diketahui mengkode sebuah protein yang dikenal sebagai protein
prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber endapan amiloid yang ditemukan di
berbagai tempat di dalam otak pasien yang menderita Alzheimer disease. Mutasi dari
dua gen lain, yang disebut presenilin 1 dan presenilin 2, yang masing- masing terletak
di kromosom 14 dan 1 tampaknya lebih berperan pada AD familial terutama kasus
2.1.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan hereditas, penyakit Alzheimer dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu (4) :
1. Penyakit Alzheimer onset dini, yang terjadi pada orang dengan usia di
bawah 65 tahun, disebut juga dementia pre-senile. Jenis ini sekitar 5-10 %
dari kasus yang terjadi, dan terjadi pada usia antara 30-65 tahun.
melitus, dan peningkatan marker inflamasi dapat meningkatkan resiko terjadi AD.
Trauma kepala
Depresi
Lebih dari 30% pasien AD menderita depresi dan seringkali depresi
batas terjadi AD. Resiko terjadi nya AD meningkat 2x lipat pada etnis afrika-amerika
dan caribbean hispanic.
2.1.6 PATOFISIOLOGI
A. Perubahan struktural
Secara neuropatologi, Alzheimer merusak neuron dalam struktur kortex dan limbic di
otak, khususnya pada basal otak depan, amigdala, hippocampus, dan korteks serebral yang
bertanggung jawab dalam kontrol memori, proses belajar (learning), kewarasan (reasoning),
tingkah laku (behaviour), dan emosional. Secara anatomi, terlihat 4 gangguan utama yaitu
atropi kortikal, degenerasi kolinergik dan neuron lain, munculnya kekacauan neurofibrilasi
(NFTs), dan akumulasi plak neuritis. NFTs dan plak neuritis dianggap sebagai lesi penanda
Alzheimer, tanpa keduanya Alzheimer tidak terjadi. Tapi kedua hal tersebut juga dapat terjadi
pada penyakit lain dan bahkan pada proses penuaan yang normal.(5)
NFTs adalah pasangan filament heliks yang berkumpul dalam bungkusan padat.
Secara mikroskop terlihat sebagai kilauan kecil yang mengisi badan sel saraf. Pasangan
filament heliks dibentuk dari protein tau yang merupakan struktur penyokong mikrotubulus,
transport sel, dan sistem skelet. Jika posforilasi filament tau abnormal pada sisi spesifiknya,
mereka tidak dapat berikatan secara efektif dengan mikrotubulus, menyebabkan kollaps
mikrotubul, sehingga sel tidak dapat berfungsi dan akhirnya mati. Over aktivitas kinase
seperti microtubule affinity-regulating kinase (MARK) atau penurunan aktivitas fosfat secara
teoritis mengakibatkan (mencegah pemecahan) fosforilasi abnormal protein tau. NFTs juga
ditemukan pada penyakit dementia lain dan merupakan pemicu umum kematian sel.(9)
Plak neuritis (amiloid/plak senile) adalah lesi ekstrasel yang ditemukan di otak dan
vascular serebral (amiloid angiopati). Plak ini berisi AP dan sebuah massa anyaman dari
neuritis yang pecah (akson dan dendrit). Beberapa neurit yang pecah ini berisi filament
neutrofil yang mengakibatkan fosforilasi abnormal protein tau yang disintesis di NFTs. 2
jenis sel glial, astrosit dan mikroglia juga ditemukan pada plak. Sel glial mensekresi mediator
inflamasi dan bertindak sebagai sel scavenger yang penting dalam proses inflamasi pada
Alzheimer. Inti dari plak neuritis terbentuk dari agregasi 39-43 asam amino dari protein yang
disebut AP. Amiloidosis adalah penyakit yang ditandai dengan deposisi protein amiloid
dalam beberapa organ target . AP yang terakumulasi di otak dan pembuluh darah otak pada
Alzheimer berbeda dengan penyakit lain yang juga meangakumulasi protein amiloid. Protein
AP terpisah dari protein APA (protein transmembran) oleh protease melalui berbagai cara.
5
Pada jalur sekretori normal, APA dipisah melalui daerah AP, pertama dengan menggunakan
enzim sekkretase, kemudian dengan enzim sekretase, menghasilkan produk yang terlarut
dan tidak merugikan (P3). Dalam jalur patologik, jalur endosomal memecah di kedua sisi
AP, pertama dengan -sekretase dan kemudian dengan -sekretase membentuk AP (CppbAPP) yang dilepaskan ke ruang ekstra sel. Kebanyakan AP terdiri dari 40 asam amino
tetapi penelitian baru-baru ini menemukan AP yang terdiri dari 42 asam amino. Asam amino
ini merusak saraf pusat, meskipun mekanisme belum jelas. Selain itu juga menyebabkan
disregulasi kalsium dan kerusakan mitokondria yang bisa saja menstimulasi mediator
inflamasi. Hal ini membuktikan bahwa deposisi AP terjadi pada tahap awal proses penyakit,
bukan merupakan produk akhir dari kematian neuronal dan sepertinya menginisiasi
pembentukan plak dan perusakan sel saraf.(8)
B. Mediator Inflamasi
Mediator inflamasi dan komponen sistem imun lain ditemukan pada area di sekitar
pembentukan plak. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa sistem imun memegang peranan
penting dalam patogenesis Alzheimer. Meski mungkin bukan yang menginisiasi penyakit,
respon imun yang timbul untuk melawan kerusakan otak akan memfasilitasi destruksi neuron.
Kejadian yang mendorong keterlibatan sistem imun adalah keberadaan protein fase akut
seperti 1-antikromotripsin (ACT) dan 2-makroglobulin di dalam serum dan plak amiloid
pada Alzheimer. Sel glial (astrosit dan mikroglial), sitokin (interleukin 1 dan 6), dan
komponen komplemen dari jalur klasik juga meningkat dalam daerah yang ada plaknya.
Mediator inflamasi ini meningkatkan toksisitas dan agregasi AP. Produk kronik agen
sitotoksik dan radikal bebas yang diaktivasi oleh mikroglia juga dapat mempercepat
degenerasi neuron.(10)
C. Sistem kolinergik
Berbagai jalur neuronal dirusak pada Alzheimer. Kerusakan terjadi di beberapa sel
saraf yang terletak di dalam/ dilewati oleh plak. Kerusakan sel menyebabkan penurunan
berbagai neurotransmitter. Mayoritas kerusakan paling parah terjadi di jalur kolinergik,
khususnya di sistem neuron yang terletak di dasar otak depan pada basal nucleus Mynert,
yakni bagian otak yang dipercaya terlibat dalam integrasi berpikir. Akson neuron kolinergik
ini terarah ke korteks depan dan hippocampus, yaitu area yang berhubungan erat dengan
memori dan kognisi.(11)
Fakta adanya kehilangan saraf kolinergik besar-besaran ini, menimbulkan hipotesis
kolinergik yang menyatakan bahwa kehilangan sel kolinergik adalah sumber kerusakan
6
memori dan kognisi pada Alzheimer, sehingga diduga bahwa peningkatan fungsi kolinergik
akan memperbaiki simptom kehilangan memori.(9)
D. Abnormalitas neurotransmitter lain
Sistem neuron serotonergik dari nucleus Raphe dan sel noradrenergik dari locus
ceruleus juga hilang pada Alzheimer. Sementara itu aktivitas monoamine oksidase B juga
meningkat. MAO B ditemukan sebagian besar di otak dan platelet, dan bertanggung jawab
untuk metabolisme dopamine. Abnormalitas lain muncul pada jalur glutamate dalam struktur
korteks dan limbic. Glutamate adalah neurotransmitter eksitatorik utama pada korteks dan
hippocampus. Banyak jalur neuronal yang penting untuk proses belajar dan memori
menggunakan glutamate sebagai meurotransmiter, meliputi neuron pyramidal (lapisan neuron
dengan akson panjang yang membawa informasi keluar dari korteks), hippocampus, dan
korteks entorhinal. Glutamate dan neurotransmitter asam amino eksitatori lain diimplikasikan
sebagai neurotoksin potensial pada Alzheimer. Jika glutamate dibiarkan dalam sinaps pada
waktu yang lama,
dapat menjadi racun dan merusak sel saraf. Efek toksin ini diduga
dimediasi melalui peningkatan kalsium intrasel dan akumulasi radikal bebas. Kehadiran AP
akan membuat sel lebih rentan pada glutamate. Disregulasi glutamate diduga sebagai satu
dari mediator primer kerusakan neuronal setelah stroke/cedera otak akut. Meskipun terlibat
dalam kerusakan sel, peranan asam amino eksitatori dalam Alzheimer belum jelas.(11)
2.1.7 GEJALA KLINIS
Orang dengan alzheimer disease mengalami gangguan progresif daya ingat dan fungsi
kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar dan mudah disalah-sangka sebagai
depresi, penyakit penting lain pada usia lanjut. Gangguan kognitif berlanjut terus, biasanya
dalam waktu 5 hingga 15 tahun, yang menyebabkan disorientasi total dan hilangnya fungsi
bahasa dan fungsi luhur korteks lainnya. Pada sebagian kecil pasien, dapat muncul kelainan
gerakan khas parkinsonisme, biasanya berkaitan dengan adanya pembentukan badan lewy. (2)
Tabel 1. Manifestasi Demensia Jenis Alzheimer(2)
Gangguan memori
Gangguan perhatian
hal
menggambar
,mencari
dan
menemukan alur
Gangguan kepribadian
kehilangan
rem,
agitasi,
mudah
tersinggung
Waham
Gangguan afek
depresi
Gangguan berbahasa
sulit
menemukan
kata
yang
tepat,
Gangguan persepsi
gangguan
visual,
penghiduan,
dan
Gangguan praksis
diikuti
waham,konfabulasi,
dan
indifference
Defisit motorik
Kejang/epilepsi
2.1.8 DIAGNOSIS
Telah dijelaskan bahwa penyakit Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia
yang terbanyak pada orang dewasa. Demensia sudah sering dikenal dengan menggunakan
kritera DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition).
Menegakkan penyakit Alzheimer dengan menggunakan kriteria oleh the National Institute of
Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimers
Disease and Related Disorders Association (ADRDA) dengan menggunakan klasifikasi
definite (diagnosis klinis dengan gambaran histologic), probable (sindrom klinik tipikal tanpa
gambaran histologic) dan possible (gambaran klinis atipikal tetapi tidak ada diagnosis
alternatif dan tidak ada gambaran histologi)(6)
Tabel . Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer(7)
Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:
- Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan
pemeriksaan the mini-mental test,Blessed Dementia Scale,atau pemeriksaan
sejenis,dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis
- Defisit pada dua atau lebih area kognitif
- Tidak ada gangguan kesadaran
- Awitan antara umur 40 dan 90,umunya setelah umur 65 tahun
- Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan
defisit progresif pada memori dan kognitif
Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:
- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia,apraksia,dan agnosia
- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah dikonfirmasi
secara neuropatologi
- Hasil laboratorium yang menunjukkan
- Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar
Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan
atktivitas slow-wave
- Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi
oleh pemeriksaan serial
Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit
Alzheimer,setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:
- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)
- Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi,insomnia,inkontinensia,delusi,
halusinasi,verbal katastrofik,emosional,gangguan seksual,dan penurunan berat
badan
- Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit tahap
lanjut,seperti peningkatan tonus otot,mioklunus,dan gangguan melangkah
- Kejang pada penyakit yang lanjut
- Pemeriksaan CT normal untuk usianya
Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok
adalah:
- Onset yang mendadak dan apolectic
- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan sensorik,defisit
9
Gejala Awal
Status Mental
Neuropskiatri
Neurologi
Gambaran
Entorhinal
AD
Umumnya
Umumnya
cortex
ingat
normal
normal
atrofi
memory loss
dan
hippocampus
Gelisah,
Apati;
penilaian/wawa
FTD
Frontal/executi
bahasa;
spares drawing
hyperorality
DLB
Drawing
visual,
frontal/executi
dystonia,
disinhibisi,
Alien
euphoria,
handvertic
depresi
al
gaze
Atrofi frontal
dan/atau
temporal
palsy
Halusinasi
Sindrom
Apati,
delirium
and Halusinasi
Parkinsonis
visual, depresi, me
spares gangguan
tidur, delusi
Atrofi parietal
posterior;
hippocampus
lebih
besar
dibandingkan
pada AD
10
Parkinsonisme
Cortical
Demensia,
mood, gelisah,
CJD
ribboning dan
Bervariasi,
gangguan
frontal/executi
ve,
focal
cortical,
pergerakan
Depresi,
gelisah
Mioklonus,
parkinsonis
me, kaku
memori
hiperintensitas
basal
ganglia
atau thalamus
pada
gambaran
MRI
Sering
tidak
Vascular
tapi
Umumnya
selalu
mendadak;
Frontal/executi
bervariasi;
ve,
apati,
yang melambat
kognitif
kelemahan
fokal
AD
: Alzheimers Diseases
FTD
: Frontotemporal Dementia
DLB
CJD
: Creutzfeldt-Jakob Disease
keterlambat
Apati,
gelisah
delusi, an motoric,
spastik,
namun bisa
Infark kortikal
dan/atau
subkortikal
normal
13
Indikasi
Pertanyaan
poin
Orientasi
1
0
Registrasi
Perhatian
dan
5
Eja WORLD dari arah belakang: DLROW
hitungan
meletakkan
Menyebutkan
kembali (recall)
Bahasa
Simpan di lantai
Tutup matamu
Mengkopi design
Tujuh poin tersebut sangat umum digunakan dan telah divalidasi dengan mengkorelasikan
dengan pengukuran psikometrik dan perubahan dalam CT/PET scan dan berguna untuk
memonitor perubahan menyeluruh pada pasien Alzheimer.
15
2.1.11 PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Tidak ada pengobatan spesifik untuk
penyakit Alzheimer. Pengobatan secara simptomatik, sosial, terapi psikiatri dan dukungan
16
keluarga menjadi pilihan terapi yang digunakan saat ini. Acetylcholinesterase inhibitors atau
N-methyl-D-aspartate (NMDA) inhibitor (Memantin) dapat meningkatkan fungsi kognitif
pada penyakit Alzheimer stadium awal.(7)
1. Kolinesterase inhibitor
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Cholinesterase inhibitor telah diakui untuk pengobatan penyakit Alzheimer
ringan sampai sedang yang juga dapat dijadikan standar perawatan untuk pasien dengan
penyakit Alzheimer. Kerja farmakologis dari Donepezil, rivastigmine, dan galantamine
adalah menghambat cholinesterase, dengan menghasilkan peningkatan kadar asetilkolin di
otak .Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase.
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung. 4 jenis kolinesterase inhibitor yang paling sering digunakan adalah5,7)
a. Donepezil (merk dagang ARICEPT) disetujui untuk pengobatan semua tahap Alzheimer
disease.
b. Galantamine (merk dagang RAZADYNE) disetujui untuk tahap ringan sampai sedang.
c. Rivastigmine (merk dagang EXELON) untuk tahap ringan sampai sedang.
d. Tacrine (COGNEX) merupakan kolinesterase inhibitor pertama yang disetujui untuk
digunakan sejak tahun 1993, namun sudah jarang digunakan saat ini karena faktor resiko efek
sampingnya, salah satunya adalah kerusakan hati.(7)
Pemberian dosis dari ketiga cholinesterase inhibitor yang umum digunakan adalah
sebagai berikut :(6)
a. Donepezil dimulai dengan dosis 5 mg per hari, kemudian dosis ditingkatkan menjadi 10 mg
per hari setelah satu bulan.
b. Dosis rivastigmine ditingkatkan dari 1,5 mg dua kali sehari sampai 3 mg dua kali sehari,
kemudian menjadi 4,5 mg dua kali sehari, dan untuk maksimal dosis 6 mg dua kali sehari.
c. Galantamine dimulai dengan dosis 4 mg dua kali sehari. Pertama-tama, dosis ditingkatkan
menjadi 8 mg dua kali sehari dan akhirnya sampai 12 mg dua kali sehari. Seperti
rivastigmine, waktu yang lebih lama antara peningkatan dosis berhubungan dengan
penurunan efek samping.
17
2. Memantin
Memantin merupakan obat yang telah diakui oleh Food and Drug Administration
(FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer sedang sampai berat. Dosis awal untuk
penggunaan Memantin adalah 5 mg perhari, kemudian dosis ditingkatkan berdasarkan
penelitian, hingga 10 mg dua kali sehari. Memantine tampaknya bekerja dengan cara
memblok saluran N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlebihan. Memantine yang
dikombinasikan dengan cholinesterase inhibitor maupun yang tidak, tampaknya dapat
memperlambat kerusakan kognitif pada pasien dengan AD yang moderat.(6,9)
2.1.12 PROGNOSIS
Dari pemeriksaan klinis pada 42 penderita probable Alzheimer menunjukkan bahwa
18
2.2 PARKINSON
2.2.1 DEFINISI
Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron
berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.
Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat,
rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine
dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson.
Semua pasien dengan diagnosa penyakit parkinson mengalami parkinsonisme tetapi tidak
semua pasien dengan parkinsonisme memiliki penyakit parkinson.
2.2.2 KLASIFIKASI
Secara umum parkinson dibagi menjadi 3 yaitu :
1.
Creutzfeldt-Jakob,
sindrom
Steele-Richardson-Olszewski,
penyakit
19
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit
parkinson.
2.Genetik
Penelitian menunjukkan adanya 3 gen yang berperan pada penyakit Parkinson yang
menyebabkan gangguan degradasi protein dan mengakibatkan protein beracun tidak dapat
di degradasi di ubiquitin-proteasomal pathway. Kegagalan degradasi menybabkan
peningkatan apoptosis di sel-sel SNc sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc.
3 .Faktor Lingkungan
a.Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan
kerusakan mitokondria
b.Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c.Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d.Diet tinggi protein.
e.Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar
f.Stress dan depresi
20
21
bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara
halus ( suara bisikan ) yang lambat.
4. Deformitas Postural
Kekakuan pada leher dan tubuh ( kekakuan axial) dapat menyebabkan terjadinya
postur yang tidak normal (seperti anterokolis, scoliosis) Deformitas postural menghasilkan
leher dan badan yang flexi, siku dan lutut yang flexi dan sering berhubungan dengan
kekakuan
5. Demensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit
kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen, mudah takut dan depresi.
Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat
memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
2.2.6 DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis penyakit Parkinson dapat berdasarkan kriteria:
Secara klinis
- Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
-
bradikinesia, atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan
postural.
23
a. Didapati 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik, yaitu: tremor istirahat atau
gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung satu tahun atau
lebih
b. Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang
(minimal 1000 mg/hari selama 1 bulan), dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Diagnosis Gelb
a. Diagnosis possible (mungkin): adanya 2 dari 4 gejala kardinal (resting tremor,
bradikinesia, rigiditas, dan onset asimetrik).
Tidak ada gambaran yang menuju ke arah diagnosis lain termasuk halusinasi
yang tidak berhubungan dengan obat, demensia, supranuclear gaze palsy atau
disotonom. Mempunyai respon yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamin.
b. Diagnosis probable (kemungkinan besar): terdapat 3 dari 4 gejala kardinal, tidak
ada gejala yang mengarah ke diagnosis lain dalam tiga tahun, terdapat respon
yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamin
c. Diagnosis definite (pasti): seperti probable disertai dengan pemeriksaan
histopatologis yang positif
Kemungkinan
Diagnosis
1. Riwayat dari:
a. Ensefalitis
Pasca ensefalitis
b. Terpapar lama dengan CO, Mn atau toksin Toxin induced
lain
c. Mendapat obat-obat neuroleptik
Drug induced
2. Munculnya gejala parkinsonism mengikuti:
a. Trauma kepala
Pasca trauma
b. Stroke
Vaskular
3. Ditemukan gejala ini pada pemeriksaan fisik
a. Ataksia serebelar
OPCA, MSA
b. Gerakan ke bawah okuler menghilang
PSP
c. Adanya hipotensi postural tanpa makan
MSA
24
obat
d. Adanya rigiditas satu sisi dengan atau
tanpa distonia, apraksia, kehilangan sensor
kortikal
e. Myoclonus
f. Pada awal penyakit terdapat gaya berjalan
jatuh atau kaku
g. Disfungsi otonom yang bukan karena obat
h. Mengeluarkan air liur terus
i. Demensia awal atau halusinasi karena
memakai obat
j. Distonia yang diinduksi oleh levodopa
4. Neuroimaging (MRI atau CT-scan) terdapat:
a. Infark lakunar
b. Ventrikel-ventrikel serebral melemah
c. Atropi serebelar
d. Atropi otak tengah atau bagian lain dari
brain stem
CBGD
CBGD, MSA
PSP
MSA
MSA
DLBD
MSA
Vaskular
NPH
OPCA, MSA
PSP, MSA
5. Efek obat
a. Respon jelek terhadap levodopa
PSP, MSA, CBGD
b. Tidak ada diskinesia meskipun mendapat Vaskular, NPH, sama
dosis tinggi levodopa
seperti di atas
Keterangan: CGBD: Cortical-Basal Ganglionic Degeneration, DLBD: Diffuse Lewy
Body Disease (Demensia dengan Lewy Bodies), MSA: Multiple System Atrophy, NPH:
Normal Pressure Hydrocephalus, OPCA: Olivo-ponto-cerebellar Atrophy, PSP
dikehendaki
seperti
korea,
mioklonus,
distonia,
akatisia).
Ada
26
menonjol). Efek
2.2.9 KOMPLIKASI
Penyakit Parkinson sering disertai dengan masalah tambahan seperti:
1. Depresi dan perubahan emosional. Banyak orang dengan penyakit Parkinson mungkin
mengalami depresi. Menerima pengobatan untuk depresi dapat membuat lebih mudah
untuk menangani tantangan lain dari penyakit Parkinson dan juga mungkin
mengalami perubahan emosional lainnya, seperti rasa takut, kecemasan atau
2.
3.
4.
5.
kehilangan motivasi.
Masalah tidur dan gangguan tidur
Masalah kandung kemih
Sembelit
Disfungsi seksual. Beberapa orang dengan penyakit Parkinson mungkin mengalami
penurunan hasrat sexual dan stamina.
2.2.10 PROGNOSIS
Penyakit parkinson adalah penyakit kronis dan progresif yang lambat laun akan
menuju kepada kelumpuhan. Tremor merupakan gejala utama yang di keluhkan pada
sebagian besar pasien parkinson tetapi pada beberapa orang ada gejala gejala lain selain
tremor yang merupakan gejala utama. Tidak seorang pun dapat meramalkan gejala yang
28
mana yang sangat mempengaruhi pasien karena intensitas dari gejala dan variasi pada
setiap orang berbeda-beda.
29
DAFTAR PUSTAKA
1
1-22.
Silbernagl, Stevan, et al. Teks dan atlas berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku
Yogyakarta:2009.p3-35
Society NAOAA. Alzheimers Disease and Dementia : A Growing Challenge2000:[1-
6 pp.]
Henry W. Querfurth MD, Ph.D, Frank M. LaFerla PD. Mechanisms of Disease :
67.
8 Mark Mumenthaler MD, Heinrich Mattle MD. Neurology. Germany: Thieme; 2004.
9 Association As. FDA-Approved Treatments for Alzheimers2012:[1-3 pp.].
10 Solomon PR, Murphy CA. Early diagnosis and Treatment of Alzheimer's disease.
Expert Reviews. 2008:1-12.
11 Japardi I. Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. 2002.
pp.1-11.
12 Robbins, Stanley. L et all. Buku Ajar Patologi edis 7.Buku Kedokteran ECG:2007
13 Longo DL dkk. Harrisons principles of internal medicine. Edisi 18. New York:
McGraw- Hill company; 2012. Hal 3317- 3327
14 American Parkinson Disease Assosiation. Handbook of Parkinson Disease. USA:
American Parkinson Disease Assosiation Inc; 2010. p. 1- 2
15 Parkinson. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1831191-overview#a2
Access on Mei 13th 2016
16 Rahayu, R A., 2006. Penyakit Parkinson dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.Pp: 1373-7.
30