TORSIO TESTIS
Oleh
Sepriani Indriati Azis
NIM. 1510015013
Dosen Pembimbing
dr.Yudanti Riastiti, Sp.Rad., M.Kes
i
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Torsio testis”. Referat
ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr.Yudanti
Riastiti, Sp.Rad., M.Kes selaku dosen pembimbing klinik yang telah
memberikan banyak bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga referat ini
dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan
saran demi penyempurnaan referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat
ini menjadi ilmu bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1. Anatomi dan Fisiologi Testis........................................................................3
2.2 Torsio testis....................................................................................................4
2.3. Etiologi Torsio testis.....................................................................................5
2.4. Patofisiologi Torsio testis..............................................................................6
2.5. Gambaran Radiologi Torsio testis dan Diagnosis Banding Torsio testis......7
2.6. Gambaran Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada Torsio Testis..........16
2.7. Manajemen Torsio testis.............................................................................17
2.8. Komplikasi Torsio testis..............................................................................17
BAB III..................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan...................................................................................................18
3.2 Saran.............................................................................................................18
Daftar Pustaka........................................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Testis terdiri dari dua organ kelenjar berbentuk oval yang mensekresikan semen. Testis
digantung oleh funikulus spermatikus dan terbungkus di dalam Skrotum. Torsio testis adalah
suatu keadaan dimana aliran darah menuju testis terganggu dikarenakan funikulus
spermatikus yang terpuntir. Torsio testis merupakan suatu kegawatdaruratan urologi yang
cukup sering ditemukan. Keadaan ini dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan testis yang
kemudian dapat menyebabkan infertilitas dan trauma psikologis pada pria, oleh sebab itu
diperlukan penegakkan diagnosis dan intervensi segera agar vaskularisasi testis tetap terjaga.
Keadaan ini sering terjadi pada neonatus maupun laki-laki remaja, namun Torsio testis dapat
terjadi pada segala usia (Lee et al., 2014).
Setiap tahunnya, 3,8 dari sekitar 100.000 laki-laki dengan usia kurang dari 18 Tahun,
mendapatkan intervensi untuk Torsio testis. Terhitung 10% hingga 15% dari keadaan akut
Skrotum pada anak adalah Torsio testis dan 42% dari anak yang mengalami Torsio testis
harus mendapatkan intervensi bedah, yaitu Orkidektomi (Sharp, Kieran & Arlen, 2013).
Diperkirakan bahwa keadaan Testis yang terpuntir hanya memiliki kurang lebih 6 jam untuk
bertahan. Apabila diterapi dalam waktu kurang dari 6 jam, maka kemungkinan keberhasilan
terapi adalah 90-100%. Bila dilakukan dalam waktu 6-12 jam, keberhasilan terapi akan
menurun menjadi 50%, dan bila dilakukan lebih dari 12 jam maka keberhasilan terapi hanya
menjadi 20% (Chamie, Rochelle, Shuch & Belldegrun, 2015). Komplikasi dari Torsio testis
dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan fertilitas, dan gangguan kosmetik.
Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga mengalami penurunan sebagai akibat dari
Torsio testis. Manifestasi dari proses ini akan menurunkan fertilitas dari testis (Sjamsuhidajat
& de Jong, 2014).
Skrotum yang membengkak dan nyeri merupakan suatu indikasi untuk melakukan
Ultrasonografi, hal ini dilakukan untuk menyingkirkan keadaan gawat seperti Torsio testis,
dikarenakan keadaan ini memerlukan diagnosis dan intervensi segera (Brant, 2001). Torsio
testis merupakan salah satu kompetensi dokter umum di Indonesia maupun di belahan dunia
lainnya. Torsio testis merupakan suatu kelainan akut yang ditandai dengan nyeri pada
skrotum, sehingga sulit membedakan diagnosis Torsio testis dengan keadaan akut skrotum
lainnya. Oleh karena itu, dokter memerlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu
1
diagnosis cepat dari Torsio testis dan menghindari salah diagnosis. Pemeriksaan penunjang
yang sering digunakan untuk mendiagnosis Torsio testis adalah pemeriksaan radiologi seperti
Ultrasonografi (USG). Maka pada refarat ini akan di bahas mengenai Torsio testis serta
gambaran umum dari radiologi Torsio testis dan keadaan akut Skrotum lainnya.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah menambah wawasan mengenai Torsio testis. Adapun
tujuan secara khususnya ialah untuk mengetahui pemeriksaan radiologi apa saja yang dapat
dilakukan dan melihat gambaran radiologi yang khas pada Torsio testis sehingga dapat
memudahkan menegakkan diagnosis serta membedakan gambaran radiologi Torsio testis
dengan diagnosis bandingnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Testis
Testis adalah organ yang paling penting untuk fungsi reproduksi dan seksual pria.
Testis terdiri dari dua organ kelenjar berbentuk oval yang mensekresikan semen. Testis
digantung oleh funikulus spermatikus dan terbungkus di dalam skrotum seperti yang di
ilustrasikan pada gambar 1. Saat awal perkembang kehidupan janin, testis terdapat di dalam
rongga perut, di belakang peritoneum. Sebelum kelahiran testis turun melewati kanalis
inguinalis, bersamaan dengan funikulus spermatikus melewati annulus inguinalis dan
menempati rongga skrotum dan dilapisi oleh lapisan serosa, muskularis, dan fibrosa dari
skrotum itu sendiri. Pembungkus testis sendiri di antaranya adalah kulit, muskulus kremaster,
tunika dartos, fascia infundibuliform, fascia intercrural, dan tunika vaginalis (Snell, 2006).
3
dua kompartemen yang secara morfologis dan fungsional berbeda. Kompartemen tersebut
adalah kompartemen tubular, yang terdiri dari tubulus seminiferus dan kompartemen
interstitial yang berada diantara tubulus seminiferus (Gambar 2). Meskipun terpisah secara
anatomis, kedua kompartemen ini saling berhubungan satu sama lain. Integritas kedua
kompartemen diperlukan untuk produksi sel sperma secara kuantitatif dan kualitatif. Disisi
lain, fungsi testis dan juga fungsi kompartemennya juga diatur oleh hipotalamus dan kelenjar
hipofisis (regulasi endokrin). Efek endokrin ini dimediasi dan dimodulasi pada tingkat testis
oleh mekanisme kontrol lokal (faktor parakrin dan otokrin) (Ilacqua, et al., 2016).
4
Diperkirakan Torsio testis hanya memiliki kurang lebih 6 jam untuk bertahan. Apabila
diterapi dalam waktu kurang dari 6 jam, maka kemungkinan keberhasilan terapi adalah 90-
100%. Bila dilakukan dalam waktu 6-12 jam, keberhasilan terapi akan menurun menjadi
50%, dan bila dilakukan lebih dari 12 jam maka keberhasilan terapi hanya menjadi 20%
(Chamie, Rochelle, Shuch & Belldegrun, 2015). Oleh karena itu Torsio testis merupakan
suatu keadaan emergency, sehingga membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan
tepat untuk menyelamatkan testis dan mencegah infertilitas. Diagnosa bandingnya adalah
semua keadaan darurat dan akut di dalam skrotum seperti hernia inkaserata, orkitis akut,
epididymitis akut, Trauma Testis dan torsio hidatid morgagni (Appendix Testis) (Muttarak et
al., 2001).
5
menyebabkan testis mengalami torsio. Keadaan-keadaan yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan itu antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak atau trauma yang mengenai
skrotum. Selain berkaitan dengan kelainan anatomi, dalam beberapa penelitian terkini
menyebutkan bahwa faktor keturunan juga diperkirakan memiliki pengaruh sebesar 11.4%
terhadap risiko terjadinya Torsio testis. Faktor hormonal INSL3 dan reseptor RXLF2 telah
diduga menjadi gen penyebab munculnya keadaan Torsio testis. Keberadaan hormon dan
reseptor ini menyebabkan atrofi testis yang berisiko tinggi terjadinya Torsio testis secara tiba-
tiba (Chamie, Rochelle, Shuch & Belldegrun, 2015).
6
2.5. Gambaran Radiologi Torsio testis dan Diagnosis Banding Torsio testis
Sebelum melakukan pemeriksaan, pasien dipersilahkan membuka celana nya dan berbaring dengan posisi supine di tempat pemeriksaan
dengan kaki pasien menyatu, kemudian handuk diletakkan diatas kedua kaki untuk menyokong testis selama pemeriksaan. Pada pemeriksaan,
Penis pasien di arahkan ke atas abdomen kemudian ditutup dengan handuk. Pemeriksaan tidak hanya meliputi testis saja, melainkan meliputi
epididimis dan regio inguinalis. Satu kertas meliputi gambar testis kanan dan kiri sebagai perbandingan (Brant, 2001).
7
Appendix Testis berukuran 1-
3 mm dan terletak dibawah
epididimis (Brant, 2001).
8
(1 point). Pasien
dengan skor 5-7
merupakan pasien
risiko tinggi Torsio
testis, segera
konsulkan kepada
spesialis bedah untuk
di operasi, skor 3-4
merupakan risiko
menengah, untuk
memastikan
diperlukan
pemeriksaan USG,
skor 1-2 merupakan
risiko rendah, biasanya
Gambar 6. Torsio Korda Spermatika angka ini tidak
Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On- mengindikasikan
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008) Torsio testis, namun
tetap harus dilakukan
USG untuk
memastikan diagnosis
(C.s.manohar, 2016)
9
Epididimis membengkak dan Disuria, namun pada
ekogenitas nya berkurang pasien anak dengan
karena edema keluhan disuria juga
Dapat ditemukan fistula harus dicurigai
seperti yang ditunjukkan oleh kelainan anatomi
anak panah pada gambar 8 seperti neuropati
USG Doppler menunjukkan kandung kemih
hipervaskularisasi yang Pemeriksaan analisa
asimetris yang mengenai urin dapat ditemukan
epididimis, arteri dan vena leukosit atau nitrat,
berdilatasi dan pada kultur urin
Kulit skrotum membengkak dapat ditemukan
testis membengkak, bakteri(Vasdev,
Gambar 7. Orkitis Akut penurunan ekogenitas seperti Chadwick and
Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On- yang tampak pada gambar 7 Thomas, 2012)
Epididimo- Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008) Panah pada gambar 7
Orkitis Akut menunjukkan gambaran testis
yang tampak heterogen serta
tampakan nodul yang sering
dianggap limfoma atau
leukemia (Amaechi and
Sidhu, 2008).
10
.merupakan
Sebagian area epididimis dan komplikasi dari
testis menampakkan Epididimo-Orkitis
gambaran abses, yaitu Pada infeksi yang di
gambaran seperti masa atau sebabkan oleh bakteri
kumpulan cairan dengan Mycobacterium
intensitas rendah Tuberculosis, dapat
Tampak Pyocele (cairan terbentuk fistula
purulen berisi nanah yang menuju dinding
Abses
terdapat di dalam Skrotum) Skrotum
Skrotum
yang dilapisi debris dan
terpisah dengan tunika
vaginalis
Panah panjang merupakan
abses di testis
Panah pendek merupakan
Gambar 9. Abses Skrotum abses di Epididimis (Bramt,
Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On- 2001).
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008)
11
Batas testis menghilang Riwayat trauma pada
Ekotekstur testis yang Skrotum
berubah biasanya Os Pubis dapat
menunjukkan Hematoma atau mengalami fraktur
memar karena trauma,
Biasanya ditemukan sehingga testis dapat
Hematokel atau Hematoma terkompresi oleh os
dinding skrotum pubis dan kemudian
Pada panah pendek, tampat menimbulkan gejala
Trauma
laserasi pada testis seperti nyeri dan
Skrotum
Pada panah pendek, tampak bengkak akibat aliran
kontur testis menurun, yang darah yang tergangggu
merupakan indikasi rupture (Vasdev, Chadwick
pada testis (Amaechi and and Thomas, 2012)
Sidhu, 2008).
12
testis tampak normal Pembengkakan
Sering terdapat hidrokel pada Skrotum, nyeri,
bagian atas testis kemerahan
Terdapat perbesaran dari Saat di palpasi terasa
epididimis sebagai hasil dari lunak
Torsio inflamasi Pada pasien berkulit
Appendix Tampak pembesaran nodul terang dapat
testis posterior atau medial dari ditemukan tanda
(Torsio Caput Epididimis, khusus, yaitu, Blue
Hydatid menggambarkan Appendix Dot Sign (Amaechi
Morgagni) testis yang mengalami torsi. and Sidhu, 2008).
Tampak Appendix testis yang
isoekoik atau hipoekoik bila
dibandingkan dengan Caput
Epididimis. (Brant, 2001).
Gambar 11 Ultrasound in The Assessment of The “On-
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008)
13
Tampak cairan berada di luar Pembengakakan
dari anterolateral testis, caput Skrotum tanpa disertai
dan corpus epididimis. Cairan rasa nyeri
tidak sampai ke bagian Pemeriksaan
posterior dari testis atau Transiluminasi (+)
berlabuh ke Skrotum, kecuali (Vasdev, Chadwick
terdapat Bell Clapper and Thomas, 2012).
Deformity
Cairan Anekoik tanpa
pemisah merupakan
Hidrokel karakteristik dari Hidrokel
Cairan darah yang memiliki
intensitas echo yang rendah
Cairan purulen tampak seperti
cairan darah dengan debris
berlapis yang heterogen
(Brant, 2001).
Gambar 12 Hidrokel (H), Testis (T) dan dinding
Skrotum (W)
Sumber: The Core Curriculum, Ultrasound (Brant, 2001)
Dilatasi dari Vena (>3mm) Temuan Variokel yang
dan Vena terbelit tiba-tiba dicuragi
Manuver Valsava mendilatasi karena obstruksi vena
Vena dan membuat Variokel retroperitoneum oleh
menjadi lebih jelas (Brant, karena Tumor atau
Variokel 2001) Adenopati
Gambar 13 Variokel
Sumber: The Core Curriculum, Ultrasound (Brant, 2001)
14
Massa heterogen meluas dari Pembengkakan pada
Kanal Inguinal ke Skrotum daerah Inguinal
Massa dapat bergerak dan maupun Skrotum
semakin tampak dengan Pada Valsava
Manuver Valsava Manuver ditemukan
Omentum tampak sebagai benjolan di regio
massa heterogen ekogenik Inguinal atau Skrotum
Hernia
dan komponen hipoekoik (Vasdev, Chadwick
Inkarserata
Usus menunjukkan and Thomas, 2012).
pergerakan peristaltik
Hidrokel sering tampak
(Brant, 2001).
15
2.6. Gambaran Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada Torsio Testis
Inkomplit Torsi testis seperti yang di tunjukkan pada gambar 15, sulit untuk didiagnosis. hal ini dikarenakan presentasi USG nya yang non-
spesifik. USG Doppler berwarna sering digunakan untuk mendiagnosis Torsio testis. Torsio testis ditandai dengan penurunan vaskularisasi intra-
testis, namun USG Doppler sulit mendeteksi penurunan aliran darah pada testis yang mengalami torsio inkomplit. Ada angka negatif palsu yang
tinggi untuk diagnosis inkomplit torsio pada USG Doppler berwarna. MRI telah dievaluasi untuk diagnosis yang lebih luas dari berbagai
keadaan patologi pada skrotum, termasuk massa testis, trauma testis. Bahkan sensitifitas dari MRI untuk mendiagnosis torsio testis adalah 100%
dah spesifisitas nya 93% (Gotto, Chang & Nigro, 2010). Oleh sebab itu, apabila torsio testis tidak bisa ditegakkan dengan USG Doppler, klinisi
menyarankan penggunaan MRI.
Gambar 15. A). Pencitraan MRI pada Testis kiri yang mengalami toriso testis(Panah panjang) dan testis normal (kepala panah). B). korda
spermatika testis kiri yang terpuntir. Sumber: MRI in the diagnosis of incomplete testicular torsion (Gotto, Chang and Nigro, 2010).
16
2.7. Manajemen Torsio testis
Tindakan pertama yang harus dilakukan dalam tatalaksana Torsio testis adalah dengan
cara detorsi testis baik secara manual maupun operatif. Dalam rangka untuk menyelamatkan
testis, perbaikan torsio harus dilaksanakan dalam waktu 6 jam setelah onset. Apabila
tindakan terlambat, risiko kematian jaringan akan meningkat sehingga perlu dilakukan
orchiectomy dan menurunkan fertilitas.Urgensi yang terjadi membuat detorsi diperlukan
untuk memperbaiki aliran darah (Sjamsuhidajat & de Jong, 2014).
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Torsio testis adalah keadaan funikulus spermatikus yang terpuntir sehingga
mengakibatkan terhentinya aliran darah yang mendarahi testis. Nyeri sesisi pada skrotum
dengan onset yang tiba tiba biasanya merupakan gejala yang mengindikasikan Torsio testis.
Diperkirakan bahwa Torsio testis hanya memiliki kurang lebih 6 jam untuk bertahan. Apabila
diterapi dalam waktu kurang dari 6 jam, maka kemungkinan keberhasilan terapi adalah 90-
100%. Bila dilakukan dalam waktu 6-12 jam, keberhasilan terapi akan menurun menjadi
50%, dan bila dilakukan lebih dari 12 jam maka keberhasilan terapi hanya menjadi 20%.
Oleh karena itu Torsio testis merupakan suatu keadaan emergency, sehingga membutuhkan
diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan testis dan mencegah
infertilitas. Terdapat banyak kemungkinan yang dapat terjadi akibat komplikasi dari Torsio
testis. Komplikasi tersebut dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan fertilitas,
dan gangguan kosmetik. Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga mengalami
penurunan sebagai akibat dari Torsio testis. Oleh karena itu, Torsio testis merupakan suatu
kegawatdaruratan yang memerlukan diagnosis cepat. Pemeriksaan penunjang yang sering
digunakan untuk mendiagnosis Torsio testis adalah pemeriksaan ultrasonografi (USG),
sehingga sangat penting bagi dokter umum untuk mengetahui gambaran radiologi dari Torsio
testis.
3.2 Saran
Torsio testis merupakan suatu kegawatdaruratan urologi yang memerlukan diagnosis
dan intervensi segera, sehingga diharapkan kepada dokter umum agar dapat mengetahui
pemeriksaan apa saja yang dapat digunakan untuk mendiagnosis Torsio testis untuk
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Pemeriksaan yang dimaksud disini adalah pemeriksaan
yang sering digunakan yaitu ultrasonografi (USG). Diharapakan kepada dokter umum agar
dapat menguasai radiologi dari testis normal maupun yang mengalami kegawatdaruratan.
18
Daftar Pustaka
Agur, A. M. & Dalley, A. F. (2017). Grant's Atlas of Anatomy. (Edisi ke-14., h. 310-311).
Philadelphia: Wolters Kluwer.
Amaechi, I. and Sidhu, P. S. (2008) ‘Ultrasound in the assessment of the “on-call” acute
scrotum’, Imaging, 20(2), pp. 131–138. doi: 10.1259/imaging/32776608.
Chamie, K., Rochelle, J., Shuch B., & Belledgrun, A. (2015). Urology. Dalam: Brunicardi, C.
(ed.). Schwartz's Principle Of Surgery (Edisi ke-10., h. 1651-1671). New York: McGraw
Hill Education.
C.s.manohar (2016) ‘Suspected Torsion score in patients presenting with acute scrotum’,
Journal of Endourology, 30, p. A106. doi: 10.4103/UA.UA.
Gotto, G. T., Silvia D. Chang, and Mark K. Nigro. 2010. “MRI in the Diagnosis of
Incomplete Testicular Torsion.” British Journal of Radiology 83(989):105–7.
Ilacqua, A., Francomano, D., & Aversa, A. (2016). The Physiology of The Testis, Springer
International Publishing, 17(1). DOI: 10.1007/978-3-319-273 18-1_
Gotto, G. T., Chang, S. D. and Nigro, M. K. (2010) ‘MRI in the diagnosis of incomplete
testicular torsion’, British Journal of Radiology, 83(989), pp. 105–107. doi:
10.1259/bjr/95900989.
Sharp, V. J., Kieran, K. and Arlen, A. M. (2013) ‘Testicular torsion: Diagnosis, evaluation,
and management’, American Family Physician, 88(12), pp. 835–840.
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong (ed). (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. (Edisi ke-6 h. 381-
418). Alih Bahasa oleh: Liliana Sugiharto. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Vasdev, N., Chadwick, D. and Thomas, D. (2012) ‘The acute pediatric scrotum: Presentation,
differential diagnosis and management’, Current Urology, 6(2), pp. 57–61. doi:
10.1159/000343509.
19