Anda di halaman 1dari 22

Laboratorium / SMF Kedokteran Radiologi

REFERAT Fakultas Kedokteran


Universitas Mulawarman

TORSIO TESTIS

Oleh
Sepriani Indriati Azis
NIM. 1510015013

Dosen Pembimbing
dr.Yudanti Riastiti, Sp.Rad., M.Kes

Laboratorium / SMF Ilmu Radiologi


FakultasKedokteran
UniversitasMulawarman
Januari 2020

i
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Torsio testis”. Referat
ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr.Yudanti
Riastiti, Sp.Rad., M.Kes selaku dosen pembimbing klinik yang telah
memberikan banyak bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga referat ini
dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan
saran demi penyempurnaan referat ini. Akhir kata penulis berharap semoga referat
ini menjadi ilmu bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, Januari 2020

Penulis,

Sepriani Indriati Azis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1. Anatomi dan Fisiologi Testis........................................................................3
2.2 Torsio testis....................................................................................................4
2.3. Etiologi Torsio testis.....................................................................................5
2.4. Patofisiologi Torsio testis..............................................................................6
2.5. Gambaran Radiologi Torsio testis dan Diagnosis Banding Torsio testis......7
2.6. Gambaran Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada Torsio Testis..........16
2.7. Manajemen Torsio testis.............................................................................17
2.8. Komplikasi Torsio testis..............................................................................17
BAB III..................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan...................................................................................................18
3.2 Saran.............................................................................................................18
Daftar Pustaka........................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Testis terdiri dari dua organ kelenjar berbentuk oval yang mensekresikan semen. Testis
digantung oleh funikulus spermatikus dan terbungkus di dalam Skrotum. Torsio testis adalah
suatu keadaan dimana aliran darah menuju testis terganggu dikarenakan funikulus
spermatikus yang terpuntir. Torsio testis merupakan suatu kegawatdaruratan urologi yang
cukup sering ditemukan. Keadaan ini dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan testis yang
kemudian dapat menyebabkan infertilitas dan trauma psikologis pada pria, oleh sebab itu
diperlukan penegakkan diagnosis dan intervensi segera agar vaskularisasi testis tetap terjaga.
Keadaan ini sering terjadi pada neonatus maupun laki-laki remaja, namun Torsio testis dapat
terjadi pada segala usia (Lee et al., 2014).
Setiap tahunnya, 3,8 dari sekitar 100.000 laki-laki dengan usia kurang dari 18 Tahun,
mendapatkan intervensi untuk Torsio testis. Terhitung 10% hingga 15% dari keadaan akut
Skrotum pada anak adalah Torsio testis dan 42% dari anak yang mengalami Torsio testis
harus mendapatkan intervensi bedah, yaitu Orkidektomi (Sharp, Kieran & Arlen, 2013).
Diperkirakan bahwa keadaan Testis yang terpuntir hanya memiliki kurang lebih 6 jam untuk
bertahan. Apabila diterapi dalam waktu kurang dari 6 jam, maka kemungkinan keberhasilan
terapi adalah 90-100%. Bila dilakukan dalam waktu 6-12 jam, keberhasilan terapi akan
menurun menjadi 50%, dan bila dilakukan lebih dari 12 jam maka keberhasilan terapi hanya
menjadi 20% (Chamie, Rochelle, Shuch & Belldegrun, 2015). Komplikasi dari Torsio testis
dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan fertilitas, dan gangguan kosmetik.
Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga mengalami penurunan sebagai akibat dari
Torsio testis. Manifestasi dari proses ini akan menurunkan fertilitas dari testis (Sjamsuhidajat
& de Jong, 2014).
Skrotum yang membengkak dan nyeri merupakan suatu indikasi untuk melakukan
Ultrasonografi, hal ini dilakukan untuk menyingkirkan keadaan gawat seperti Torsio testis,
dikarenakan keadaan ini memerlukan diagnosis dan intervensi segera (Brant, 2001). Torsio
testis merupakan salah satu kompetensi dokter umum di Indonesia maupun di belahan dunia
lainnya. Torsio testis merupakan suatu kelainan akut yang ditandai dengan nyeri pada
skrotum, sehingga sulit membedakan diagnosis Torsio testis dengan keadaan akut skrotum
lainnya. Oleh karena itu, dokter memerlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu

1
diagnosis cepat dari Torsio testis dan menghindari salah diagnosis. Pemeriksaan penunjang
yang sering digunakan untuk mendiagnosis Torsio testis adalah pemeriksaan radiologi seperti
Ultrasonografi (USG). Maka pada refarat ini akan di bahas mengenai Torsio testis serta
gambaran umum dari radiologi Torsio testis dan keadaan akut Skrotum lainnya.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah menambah wawasan mengenai Torsio testis. Adapun
tujuan secara khususnya ialah untuk mengetahui pemeriksaan radiologi apa saja yang dapat
dilakukan dan melihat gambaran radiologi yang khas pada Torsio testis sehingga dapat
memudahkan menegakkan diagnosis serta membedakan gambaran radiologi Torsio testis
dengan diagnosis bandingnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Testis
Testis adalah organ yang paling penting untuk fungsi reproduksi dan seksual pria.
Testis terdiri dari dua organ kelenjar berbentuk oval yang mensekresikan semen. Testis
digantung oleh funikulus spermatikus dan terbungkus di dalam skrotum seperti yang di
ilustrasikan pada gambar 1. Saat awal perkembang kehidupan janin, testis terdapat di dalam
rongga perut, di belakang peritoneum. Sebelum kelahiran testis turun melewati kanalis
inguinalis, bersamaan dengan funikulus spermatikus melewati annulus inguinalis dan
menempati rongga skrotum dan dilapisi oleh lapisan serosa, muskularis, dan fibrosa dari
skrotum itu sendiri. Pembungkus testis sendiri di antaranya adalah kulit, muskulus kremaster,
tunika dartos, fascia infundibuliform, fascia intercrural, dan tunika vaginalis (Snell, 2006).

Gambar 1 Otot & Vaskularisasi Testis (Agur & Dalley, 2017)


Sistem reproduksi pria (Gambar 2) sangat penting untuk melestarikan spesies
manusia. Pemeliharaan spesies ini didapatkan melalui dua fungsi penting, yaitu
Gametogenesis dan fungsi seksual. Testis manusia menghasilkan gamet jantan dan hormon
seksual pria yaitu hormon Androgen. Spermatogenesis juga merupakan fungsi penting organ
seksual pria yang menggambarkan dan mencakup semua proses yang terlibat dalam produksi
Gamet, sedangkan fungsi lain, yaitu Steroidogenesis mengacu pada reaksi enzimatik yang
mengarah pada produksi hormon steroid pria. Spermatogenesis dan Steroidogenesis terjadi di

3
dua kompartemen yang secara morfologis dan fungsional berbeda. Kompartemen tersebut
adalah kompartemen tubular, yang terdiri dari tubulus seminiferus dan kompartemen
interstitial yang berada diantara tubulus seminiferus (Gambar 2). Meskipun terpisah secara
anatomis, kedua kompartemen ini saling berhubungan satu sama lain. Integritas kedua
kompartemen diperlukan untuk produksi sel sperma secara kuantitatif dan kualitatif. Disisi
lain, fungsi testis dan juga fungsi kompartemennya juga diatur oleh hipotalamus dan kelenjar
hipofisis (regulasi endokrin). Efek endokrin ini dimediasi dan dimodulasi pada tingkat testis
oleh mekanisme kontrol lokal (faktor parakrin dan otokrin) (Ilacqua, et al., 2016).

Gambar 2 Kompartemen Interstisial Testis (Agur & Dalley, 2017)


2.2 Torsio testis
Torsio testis merupakan kegawatdaruratan Skrotum yang sangat penting. Torsio testis
adalah keadaan terpuntirnya funikulus spermatikus sehingga mengakibatkan terhentinya
aliran darah yang memvaskularisasi testis. Nyeri sesisi pada skrotum dengan onset yang tiba-
tiba biasanya merupakan gejala yang mengindikasikan Torsio testis karena diperkirakan
sekitar setengah dari angka kejadian Torsio testis diawali dengan nyeri testis. Dengan
demikian diperlukan eksplorasi penegakkan diagnosis Torsio testis di setiap keadaan nyeri
skrotum akut. Setiap tahunnya, 3,8 dari sekitar 100.000 laki-laki dengan usia kurang dari 18
Tahun, mendapatkan intervensi untuk Torsio testis. Terhitung 10% hingga 15% dari keadaan
akut skrotum pada anak adalah Torsio testis dan 42% dari anak yang mengalami Torsio testis
harus mendapatkan intervensi bedah, yaitu Orkidektomi (Sharp, Kieran & Arlen, 2013).

4
Diperkirakan Torsio testis hanya memiliki kurang lebih 6 jam untuk bertahan. Apabila
diterapi dalam waktu kurang dari 6 jam, maka kemungkinan keberhasilan terapi adalah 90-
100%. Bila dilakukan dalam waktu 6-12 jam, keberhasilan terapi akan menurun menjadi
50%, dan bila dilakukan lebih dari 12 jam maka keberhasilan terapi hanya menjadi 20%
(Chamie, Rochelle, Shuch & Belldegrun, 2015). Oleh karena itu Torsio testis merupakan
suatu keadaan emergency, sehingga membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan
tepat untuk menyelamatkan testis dan mencegah infertilitas. Diagnosa bandingnya adalah
semua keadaan darurat dan akut di dalam skrotum seperti hernia inkaserata, orkitis akut,
epididymitis akut, Trauma Testis dan torsio hidatid morgagni (Appendix Testis) (Muttarak et
al., 2001).

Gambar 3 Torsio testis; A. Lonceng dengan bandul (perumpamaan); B. Dasar anatomik


Torsio testis: (1) funikulus spermatikus yang panjang dan bebas di dalam tunika vaginalis, (2)
testis terletak horizontal di dalam tunika vaginalis, (3) tunika vaginalis; C. Keadaan torsio
sewaktu operasi: (1) tunika vaginalis telah dibuka, (2) funikulus yang mengalami torsi; D.
Kedaan setelah testis dipuntir kembali: (1) perdarahan ternyata baik kembali, (2) fiksasi
untuk mencegah kekambuhan E. Torsio hidatid morgagni atau apendiks testis (Sjamsuhidajat
& de Jong, 2014)
2.3. Etiologi Torsio testis
Penyebab dari keadaan torsio adalah tidak adekuatnya fiksasi dari testis dan
epididimis ke skrotum atau dikenal dengan istilah bell clapper deformity. Bell clapper
deformity adalah satu-satunya kelainan anatomi yang menjadi faktor risiko kejadian Torsio
testis. Namun, belum diketahui secara pasti apakah keadaan ini berkaitan dengan kelainan
perkembangan embrional dari skrotum. Kontraksi otot kremaster yang berlebihan juga dapat

5
menyebabkan testis mengalami torsio. Keadaan-keadaan yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan itu antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak atau trauma yang mengenai
skrotum. Selain berkaitan dengan kelainan anatomi, dalam beberapa penelitian terkini
menyebutkan bahwa faktor keturunan juga diperkirakan memiliki pengaruh sebesar 11.4%
terhadap risiko terjadinya Torsio testis. Faktor hormonal INSL3 dan reseptor RXLF2 telah
diduga menjadi gen penyebab munculnya keadaan Torsio testis. Keberadaan hormon dan
reseptor ini menyebabkan atrofi testis yang berisiko tinggi terjadinya Torsio testis secara tiba-
tiba (Chamie, Rochelle, Shuch & Belldegrun, 2015).

2.4. Patofisiologi Torsio testis


Torsio testis terbagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe extravaginal dan tipe intravaginal.
Torsio testis tipe extravaginal sering ditemukan pada neonatus, dimana testis biasanya belum
menempati cavum skrotum, dimana testis nantinya akan melekat kepada tunika vaginalis.
Pergerakan dari testis ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya torsi tipe extravaginal.
Penggabungan testis ke dinding skrotum yang inadekuat ini biasanya dapat didiagnosa pada
hari ke kelahiran. Sedangkan pada kejadian Torsio testis usia muda hingga dewasa dapat
terjadi dikarenakan perlekatan yang kurang kuat dari tunika vaginalis dengan otot dan fascia
yang membungkus funikulus spermatikus. Akibatnya, testis menjadi lebih leluasa untuk
berotasi di dalam tunika vaginalis, sehingga disebut juga torsi tipe intravaginal. Kelainan ini
biasa disebut sebagai Bell Clapper Deformity (Vasdev, Chadwick and Thomas, 2012).
Derajat torsi dari Torsio testis mempengaruhi tingkat keparahan dari penyakit itu sendiri.
Apabila testis terpuntir di antara 90º-180º biasanya belum terjadi gangguan aliran darah ke
testis. Namun apabila testis telah terpuntir 360º atau lebih, maka akan meningkatkan risiko
terjadinya oklusi pembuluh darah baik vena maupun arteri.Terjadinya oklusi pembuluh darah
pada Torsio testis menimbulkan mekanisme ischemia-reperfusion injury (I-R) dan mediasi
dari reactive oxygen spesies (ROS) yang akan berlanjut menjadi keadaan iskemi bahkan
kematian jaringan testis (Chamie, Rochelle, Shuch & Belldegrun, 2015).

6
2.5. Gambaran Radiologi Torsio testis dan Diagnosis Banding Torsio testis
Sebelum melakukan pemeriksaan, pasien dipersilahkan membuka celana nya dan berbaring dengan posisi supine di tempat pemeriksaan
dengan kaki pasien menyatu, kemudian handuk diletakkan diatas kedua kaki untuk menyokong testis selama pemeriksaan. Pada pemeriksaan,
Penis pasien di arahkan ke atas abdomen kemudian ditutup dengan handuk. Pemeriksaan tidak hanya meliputi testis saja, melainkan meliputi
epididimis dan regio inguinalis. Satu kertas meliputi gambar testis kanan dan kiri sebagai perbandingan (Brant, 2001).

Tabel 1 Diagnosis banding Torsio testis

Diagnosis Gambaran Sonografi Deskripsi Gejala Klinis


Testis  berbentuk seperti bola oval, 
Normal dengan ukuran panjang rata-
rata 3-5 cm dan diameter 2-4
cm.
 Ekogenitas dari kedua testis
sama, yaitu medium dengan
tekstur agak kasar
 Tunika Albuginea tampak
menyatu dengan testis,
kecuali bila ada Hidrokel
 Mediastum yang merupakan
tempat keluarnya pembuluh
darah memiliki ekogenitas
yang lebih terang dan
berbentuk linear (panah
pendek)
Gambar 4. Testis Normal  Caput Epididimis memiliki
Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On- ekogenitas sedang dengan
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008) ukuran 10-12 mm (panah
panjang)

7
 Appendix Testis berukuran 1-
3 mm dan terletak dibawah
epididimis (Brant, 2001).

Torsio  Ekogenitas tampak berkurang  Nyeri akut pada satu


Testis karena edema, namun sisi skrotum
heterogenitas bertambah  Bengkak pada skrotum
seperti yang diilustrasikan yang nyeri,
pada gambar 5 disamping dikarenakan Testis,
karena perdarahan yang Epididimis dan Korda
tumpang tindih Spermatika mengalami
 Thrombus vena mungkin obstruksi pembuluh
dapat terlihat karena korda darah vena dan limfa
spermatika membesar, vena  Reflex Kremaster
diisi oleh clot, dan vena yang tidak ada, namun
oklusi dari Pleksus dapat ditemukan
Pampiniformis meskipun sangat
 Penurunan aliran darah pada jarang
testis yang mengalami  Diagnosis Torsio testis
keluhan dapat menggunakan
 Dengan detorsi spontan, skor TWIST
Tampakan USG dopler dapat (Testicular Workup for
kembali normal atau hiperemi Ischemia and
(Brant, 2001). Suspected
Gambar 5. Torsio testis Torsion),penlaiannya
Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On- yairu pembengkakan
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008) testis (2 point), testis
yang keras (1 point),
Reflex Kremaster
hilang (1 point), mual
muntah (1 point),
Testis terletak tinggi

8
(1 point). Pasien
dengan skor 5-7
merupakan pasien
risiko tinggi Torsio
testis, segera
konsulkan kepada
spesialis bedah untuk
di operasi, skor 3-4
merupakan risiko
menengah, untuk
memastikan
diperlukan
pemeriksaan USG,
skor 1-2 merupakan
risiko rendah, biasanya
Gambar 6. Torsio Korda Spermatika angka ini tidak
Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On- mengindikasikan
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008) Torsio testis, namun
tetap harus dilakukan
USG untuk
memastikan diagnosis
(C.s.manohar, 2016)

9
 Epididimis membengkak dan  Disuria, namun pada
ekogenitas nya berkurang pasien anak dengan
karena edema keluhan disuria juga
 Dapat ditemukan fistula harus dicurigai
seperti yang ditunjukkan oleh kelainan anatomi
anak panah pada gambar 8 seperti neuropati
 USG Doppler menunjukkan kandung kemih
hipervaskularisasi yang  Pemeriksaan analisa
asimetris yang mengenai urin dapat ditemukan
epididimis, arteri dan vena leukosit atau nitrat,
berdilatasi dan pada kultur urin
 Kulit skrotum membengkak dapat ditemukan
 testis membengkak, bakteri(Vasdev,
Gambar 7. Orkitis Akut penurunan ekogenitas seperti Chadwick and
Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On- yang tampak pada gambar 7 Thomas, 2012)
Epididimo- Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008)  Panah pada gambar 7
Orkitis Akut menunjukkan gambaran testis
yang tampak heterogen serta
tampakan nodul yang sering
dianggap limfoma atau
leukemia (Amaechi and
Sidhu, 2008).

Gambar 8. Epididimitis Tuberkulosis


Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On-
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008)

10
 .merupakan
 Sebagian area epididimis dan komplikasi dari
testis menampakkan Epididimo-Orkitis
gambaran abses, yaitu  Pada infeksi yang di
gambaran seperti masa atau sebabkan oleh bakteri
kumpulan cairan dengan Mycobacterium
intensitas rendah Tuberculosis, dapat
 Tampak Pyocele (cairan terbentuk fistula
purulen berisi nanah yang menuju dinding
Abses
terdapat di dalam Skrotum) Skrotum
Skrotum
yang dilapisi debris dan
terpisah dengan tunika
vaginalis
 Panah panjang merupakan
abses di testis
 Panah pendek merupakan
Gambar 9. Abses Skrotum abses di Epididimis (Bramt,
Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On- 2001).
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008)

11
 Batas testis menghilang  Riwayat trauma pada
 Ekotekstur testis yang Skrotum
berubah biasanya  Os Pubis dapat
menunjukkan Hematoma atau mengalami fraktur
memar karena trauma,
 Biasanya ditemukan sehingga testis dapat
Hematokel atau Hematoma terkompresi oleh os
dinding skrotum pubis dan kemudian
 Pada panah pendek, tampat menimbulkan gejala
Trauma
laserasi pada testis seperti nyeri dan
Skrotum
 Pada panah pendek, tampak bengkak akibat aliran
kontur testis menurun, yang darah yang tergangggu
merupakan indikasi rupture (Vasdev, Chadwick
pada testis (Amaechi and and Thomas, 2012)
Sidhu, 2008).

Gambar 10. Trauma testis


Sumber: Ultrasound in The Assessment of The “On-
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008)

12
 testis tampak normal  Pembengkakan
 Sering terdapat hidrokel pada Skrotum, nyeri,
bagian atas testis kemerahan
 Terdapat perbesaran dari  Saat di palpasi terasa
epididimis sebagai hasil dari lunak
Torsio inflamasi  Pada pasien berkulit
Appendix  Tampak pembesaran nodul terang dapat
testis posterior atau medial dari ditemukan tanda
(Torsio Caput Epididimis, khusus, yaitu, Blue
Hydatid menggambarkan Appendix Dot Sign (Amaechi
Morgagni) testis yang mengalami torsi. and Sidhu, 2008).
 Tampak Appendix testis yang
isoekoik atau hipoekoik bila
dibandingkan dengan Caput
Epididimis. (Brant, 2001).
Gambar 11 Ultrasound in The Assessment of The “On-
Call” Acute Scrotum (Amaechi and Sidhu, 2008)

13
 Tampak cairan berada di luar  Pembengakakan
dari anterolateral testis, caput Skrotum tanpa disertai
dan corpus epididimis. Cairan rasa nyeri
tidak sampai ke bagian  Pemeriksaan
posterior dari testis atau Transiluminasi (+)
berlabuh ke Skrotum, kecuali (Vasdev, Chadwick
terdapat Bell Clapper and Thomas, 2012).
Deformity
 Cairan Anekoik tanpa
pemisah merupakan
Hidrokel karakteristik dari Hidrokel
 Cairan darah yang memiliki
intensitas echo yang rendah
 Cairan purulen tampak seperti
cairan darah dengan debris
berlapis yang heterogen
(Brant, 2001).
Gambar 12 Hidrokel (H), Testis (T) dan dinding
Skrotum (W)
Sumber: The Core Curriculum, Ultrasound (Brant, 2001)
 Dilatasi dari Vena (>3mm)  Temuan Variokel yang
dan Vena terbelit tiba-tiba dicuragi
 Manuver Valsava mendilatasi karena obstruksi vena
Vena dan membuat Variokel retroperitoneum oleh
menjadi lebih jelas (Brant, karena Tumor atau
Variokel 2001) Adenopati

Gambar 13 Variokel
Sumber: The Core Curriculum, Ultrasound (Brant, 2001)

14
 Massa heterogen meluas dari  Pembengkakan pada
Kanal Inguinal ke Skrotum daerah Inguinal
 Massa dapat bergerak dan maupun Skrotum
semakin tampak dengan  Pada Valsava
Manuver Valsava Manuver ditemukan
 Omentum tampak sebagai benjolan di regio
massa heterogen ekogenik Inguinal atau Skrotum
Hernia
dan komponen hipoekoik (Vasdev, Chadwick
Inkarserata
 Usus menunjukkan and Thomas, 2012).
pergerakan peristaltik
 Hidrokel sering tampak
(Brant, 2001).

Gambar 14 Hernia (H) dan Testis (T)


Sumber: The Core Curriculum, Ultrasound (Brant, 2001)

15
2.6. Gambaran Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada Torsio Testis
Inkomplit Torsi testis seperti yang di tunjukkan pada gambar 15, sulit untuk didiagnosis. hal ini dikarenakan presentasi USG nya yang non-
spesifik. USG Doppler berwarna sering digunakan untuk mendiagnosis Torsio testis. Torsio testis ditandai dengan penurunan vaskularisasi intra-
testis, namun USG Doppler sulit mendeteksi penurunan aliran darah pada testis yang mengalami torsio inkomplit. Ada angka negatif palsu yang
tinggi untuk diagnosis inkomplit torsio pada USG Doppler berwarna. MRI telah dievaluasi untuk diagnosis yang lebih luas dari berbagai
keadaan patologi pada skrotum, termasuk massa testis, trauma testis. Bahkan sensitifitas dari MRI untuk mendiagnosis torsio testis adalah 100%
dah spesifisitas nya 93% (Gotto, Chang & Nigro, 2010). Oleh sebab itu, apabila torsio testis tidak bisa ditegakkan dengan USG Doppler, klinisi
menyarankan penggunaan MRI.

Gambar 15. A). Pencitraan MRI pada Testis kiri yang mengalami toriso testis(Panah panjang) dan testis normal (kepala panah). B). korda
spermatika testis kiri yang terpuntir. Sumber: MRI in the diagnosis of incomplete testicular torsion (Gotto, Chang and Nigro, 2010).

16
2.7. Manajemen Torsio testis
Tindakan pertama yang harus dilakukan dalam tatalaksana Torsio testis adalah dengan
cara detorsi testis baik secara manual maupun operatif. Dalam rangka untuk menyelamatkan
testis, perbaikan torsio harus dilaksanakan dalam waktu 6 jam setelah onset. Apabila
tindakan terlambat, risiko kematian jaringan akan meningkat sehingga perlu dilakukan
orchiectomy dan menurunkan fertilitas.Urgensi yang terjadi membuat detorsi diperlukan
untuk memperbaiki aliran darah (Sjamsuhidajat & de Jong, 2014).

2.8. Komplikasi Torsio testis


Terdapat banyak kemungkinan yang dapat terjadi akibat komplikasi dari Torsio testis.
Komplikasi tersebut dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan fertilitas, dan
gangguan kosmetik. Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga mengalami penurunan
sebagai akibat dari Torsio testis. Penurunan fungsi ini diukur dari adanya abnormalitas
analisa semen yang dapat dipicu oleh karena adanya cedera yang berulang, keadaan patologi
yang terjadi di funikulus spermatikus karena Torsio testis, atau dapat juga karena perubahan
patologi di kontralteral testis akibat retensi dari testis yang mengalami torsio. Gangguan
fertilitas sebagai akibat dari komplikasi selain diakibatkan oleh karena kematian sel dan
jaringan testis juga diduga dikarenakan oleh mekanisme autoimun yang menyerang tubulus
seminiferous. Manifestasi dari proses ini akan menurunkan fertilitas dari testis (Chamie,
Rochelle, Shuch & Belldegrun, 2015).

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Torsio testis adalah keadaan funikulus spermatikus yang terpuntir sehingga
mengakibatkan terhentinya aliran darah yang mendarahi testis. Nyeri sesisi pada skrotum
dengan onset yang tiba tiba biasanya merupakan gejala yang mengindikasikan Torsio testis.
Diperkirakan bahwa Torsio testis hanya memiliki kurang lebih 6 jam untuk bertahan. Apabila
diterapi dalam waktu kurang dari 6 jam, maka kemungkinan keberhasilan terapi adalah 90-
100%. Bila dilakukan dalam waktu 6-12 jam, keberhasilan terapi akan menurun menjadi
50%, dan bila dilakukan lebih dari 12 jam maka keberhasilan terapi hanya menjadi 20%.
Oleh karena itu Torsio testis merupakan suatu keadaan emergency, sehingga membutuhkan
diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan testis dan mencegah
infertilitas. Terdapat banyak kemungkinan yang dapat terjadi akibat komplikasi dari Torsio
testis. Komplikasi tersebut dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan fertilitas,
dan gangguan kosmetik. Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga mengalami
penurunan sebagai akibat dari Torsio testis. Oleh karena itu, Torsio testis merupakan suatu
kegawatdaruratan yang memerlukan diagnosis cepat. Pemeriksaan penunjang yang sering
digunakan untuk mendiagnosis Torsio testis adalah pemeriksaan ultrasonografi (USG),
sehingga sangat penting bagi dokter umum untuk mengetahui gambaran radiologi dari Torsio
testis.

3.2 Saran
Torsio testis merupakan suatu kegawatdaruratan urologi yang memerlukan diagnosis
dan intervensi segera, sehingga diharapkan kepada dokter umum agar dapat mengetahui
pemeriksaan apa saja yang dapat digunakan untuk mendiagnosis Torsio testis untuk
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Pemeriksaan yang dimaksud disini adalah pemeriksaan
yang sering digunakan yaitu ultrasonografi (USG). Diharapakan kepada dokter umum agar
dapat menguasai radiologi dari testis normal maupun yang mengalami kegawatdaruratan.

18
Daftar Pustaka
Agur, A. M. & Dalley, A. F. (2017). Grant's Atlas of Anatomy. (Edisi ke-14., h. 310-311).
Philadelphia: Wolters Kluwer.

Amaechi, I. and Sidhu, P. S. (2008) ‘Ultrasound in the assessment of the “on-call” acute
scrotum’, Imaging, 20(2), pp. 131–138. doi: 10.1259/imaging/32776608.

Chamie, K., Rochelle, J., Shuch B., & Belledgrun, A. (2015). Urology. Dalam: Brunicardi, C.
(ed.). Schwartz's Principle Of Surgery (Edisi ke-10., h. 1651-1671). New York: McGraw
Hill Education.

C.s.manohar (2016) ‘Suspected Torsion score in patients presenting with acute scrotum’,
Journal of Endourology, 30, p. A106. doi: 10.4103/UA.UA.

Gotto, G. T., Silvia D. Chang, and Mark K. Nigro. 2010. “MRI in the Diagnosis of
Incomplete Testicular Torsion.” British Journal of Radiology 83(989):105–7.
Ilacqua, A., Francomano, D., & Aversa, A. (2016). The Physiology of The Testis, Springer
International Publishing, 17(1). DOI: 10.1007/978-3-319-273 18-1_

Gotto, G. T., Chang, S. D. and Nigro, M. K. (2010) ‘MRI in the diagnosis of incomplete
testicular torsion’, British Journal of Radiology, 83(989), pp. 105–107. doi:
10.1259/bjr/95900989.

Lee, S. M. et al. (2014) ‘A nationwide epidemiological study of testicular torsion in Korea’,


Journal of Korean Medical Science, 29(12), pp. 1684–1687. doi:
10.3346/jkms.2014.29.12.1684.

Muttarak, M. et al. (2001) ‘Tuberculous epididymitis and epididymo-orchitis: Sonographic


appearances’, American Journal of Roentgenology, 176(6), pp. 1459–1466. doi:
10.2214/ajr.176.6.1761459.

Sharp, V. J., Kieran, K. and Arlen, A. M. (2013) ‘Testicular torsion: Diagnosis, evaluation,
and management’, American Family Physician, 88(12), pp. 835–840.

Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong (ed). (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Snell, Richard S. (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. (Edisi ke-6 h. 381-
418). Alih Bahasa oleh: Liliana Sugiharto. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Vasdev, N., Chadwick, D. and Thomas, D. (2012) ‘The acute pediatric scrotum: Presentation,
differential diagnosis and management’, Current Urology, 6(2), pp. 57–61. doi:
10.1159/000343509.

19

Anda mungkin juga menyukai