Anda di halaman 1dari 25

Library Manager

Date Signature

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN REFERAT


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Agustus 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

TRAUMA TUMPUL PADA KEPALA: LESI COUP DAN CONTRECOUP

Oleh
Maria Roberty Tressy Da Helen 1308011002
Felin A. Ndu UFi 0908012839

Pembimbing
dr. Indah Wulan Sari

Supervisor
dr. Denny Mathius, M.Kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMENILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


1. Maria Roberty Tressy Da Helen 1308011002
2. Felin A. Ndu Ufi 0908012839

Judul Referat : Trauma Tumpul pada Kepala: Lesi Coup dan Contrecoup

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu


Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Agustus 2018

Pembimbing

dr. Indah Wulan Sari

Supervisor

Dr. Denny Mathius, M.Kes, Sp.F

2
DISCLAIMER

Referat ini dibuat dengan mengutip referat:


Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala
Disusun oleh : Nurul Fajrina Khairuddin, Shella Limbunan, Andi Sitti Halija
Supervisor : Dr. dr. Berti Nelwan, M.Si., DFM., Sp.PA
TRAUMA TUMPUL PADA KEPALA: LESI COUP DAN CONTRECOUP
Disusun oleh : Febrina Clarisa Tjung, Zusana Bere Aton, Ria Marsela Suki
Supervisor : dr. Jerni Dase, S.H, M.Kes, Sp.F

3
BAB I
PENDAHULUAN

Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh yang disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai
permukaan tumpul seperti batu, kayu, bola, martil, jatuh dari tempat tinggi,
kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Trauma tumpul pada kepala adalah
kekerasan tumpul pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang
kompleks di kulit kepala, tulang tengkorak, selaput otak, dan jaringan otak itu
sendiri.1,2
Menurut Brain Injury Assosiation of America, trauma kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.1,2 Setiap tahun, diperkirakan sekitar 0,3-0,5% penduduk dunia
mengalami trauma kapitis dan otak. Di Amerika Serikat, insiden cedera otak
karena trauma diperkirakan 180-220 kasus per 100.000 populasi. Dengan jumlah
popuasi yang mencapai 300 juta jiwa, kira-kira 600.000 mengalami cedera kepala
traumatik pertahunnya. Dalam sebuah penelitian, jumlah data secara keseluruhan
yang berasal dan 33 provinsi di Indonesia adalah 972.317 responden. Adapun
untuk responden yang pernah mengalami cedera selama kurun waktu 12 bulan
terakhir sebanyak 77.248 orang. Responden bisa mempunyai jawaban lebih dan
satu penyebab cedera selama kurva waktu 12 bulan tersebut. Dan jumlah tersebut
tiga proporsi penyebab cedera terbesar yaitu jatuh sebanyak 45.987 orang
(59,6%), kecelakaan lalu lintas sekitar 20.829 orang (27%), dan terluka benda
tajam/tumpul Sebesar 144.127 orang (18,3 %).1
Di Indonesia saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan,
frekuensi terjadinya trauma kepala bukannya menurun malahan cenderung
meningkat.Trauma kepala juga merupakan salah satu penyebab kematian
dikalangan usia produktif yaitu antara 15-44 tahun (dengan usia rata-rata 30
tahun) khususnya dinegara berkembang dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki

4
dibandingkan dengan perempuan, hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi
dikalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan
dijalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar.3,4

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI TRAUMA
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang dapat mengakibatkan
cedera. Secara umum, trauma terbagi menjadi dua yaitu trauma tumpul dan
trauma tajam.1
Trauma tumpul ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. Hal ini disebabkan oleh benda-benda
yang mempunyai permukaan tumpul, seperti batu, kayu, martil, terkena bola,
ditinju, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalulintas dan lain sebagainya Trauma
tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka yaitu luka memar (contusio), luka
lecet (abrasio) dan luka robek (vulnus laceratum).1
Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Trauma tajam dikenal dalam tiga
bentuk pula yaitu luka iris atau luka sayatan (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus
punctum) atau luka bacok (vulnus caesum). 1

B. KLASIFIKASI TRAUMA
Klasifikasi trauma berdasarkan penyebab, sebagai berikut :5
 Mekanik
- Benda tumpul (abrasi, kontusio, laserasi, fraktur dan dislokasi gigi/tulang)
- Benda tajam (luka iris, luka tusuk, luka bacok)
- Senjata api (luka tembak)
 Suhu (Thermal)
- Dingin (Frost bite, trench foot, immersion foot)
- Panas (luka bakar)
 Kimiawi
- Korosi
- Iritasi
 Lain-lain
- Listrik

6
- Petir
- X-ray
- Radioaktif
Klasifikasi trauma berdasarkan medikolegal :5
 Suicidal injury or self-inflicted injury (bunuh diri)
 Homicidal injury (pembunuhan)
 Accidental injury
 Defense wound(pertahanan)
 Fabricated wounds
Klasifikasi trauma berdasarkan waktu pada korban meninggal terbagi atas
luka antemortem dan luka postmortem. 5
Jenis trauma tumpul khususnya pada kepala dibagi menjadi :5
 Cedera pada kulit kepala
 Cedera pada tulang tengkorak (fraktur)
 Perdarahan selaput otak
 Perdarahan intrakranial
 Trauma pada otak

C. TRAUMA TUMPUL PADA KEPALA


Trauma tumpul pada kepala dapat dan wajah dapat menyebabkan yaitu
kontusio, laserasi dan abrasi. Namun terkadang, tidak menimbulkan manifestasi
klinis pada orang dengan rambut yang tebal. Pada beberapa kasus, senjata yang
digunakan dapat meninggalkan bekas pada kulit kepala.2
Pada kasus trauma tumpul, derajat keparahan tergantung pada :6
 Seberapa besar gaya yang diberikan
 Kapan gaya tersebut diberikan
 Regio atau daerah yang terlibat
 Luas permukaan tubuh yang terlibat
 Jenis senjata

7
Cedera pada kepala merupakan hal penting karena otak merupakan organ
vital yang mempertahankan hidup seseorang. Otak dilindungi oleh tulang
tengkorak yang kuat yang berisi berbagai kompartemen di dalamnya.6
Cedera pada kepala dapat dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan mekanisme
bagaimana cedera terjadi, yaitu cedera langsung (impact injuries) dan cedera
akselerasi/deselerasi (acceleration or deceleration injuries). Cedera langsung
terjadi karena objek yang berkontak langsung dengan kepala yang menyebabkan
efek cedera yang lokal. Contoh cedera langsung :6
 Cedera jaringan lunak : laserasi, abrasi, kontusio kulit kepala
 Fraktur tengkorak
 Kontusio pada otak
 Hematoma epidural
 Perdarahan intraserebral
Cedera akselerasi atau deselerasi terjadi karena pergerakan tiba-tiba dari
kepala segera setelah trauma, dengan menghasilkan resultan gradien tekanan
intrakranial dan berakibat pada otak baik gaya gesek dan tarik. Dua contoh cedera
ini antara lain hematoma subdural dan diffuse axonal injury.6

D. JENIS TRAUMA TUMPUL PADA KEPALA


1. Cedera Pada Kulit Kepala
Trauma tumpul pada kulit kepala dapat berupa luka memar dan luka robek.
Luka disini mudah terjadi karena kulit menutupi dasar tulang yang keras. Memar
mudah terlihat pada hidung, palpebra, bibir, dan telinga. Luka memar pada dahi
dapat menyebabkan perdarahan turun ke kelopak mata, sehingga kedua kelopak
mata menjadi biru, berbentuk kacamata (brill hematom). Penyebab yang paling
sering adalah karena jaringan disekitar mata terdiri dari jaringan ikat longgar.2,6,8
Kontusio adalah memar yang disebabkan trauma benda tumpul yang
merusak pembuluh darah kecil dengan perdarahan jaringan lunak sehingga
menyebabkan perubahan warna pada permukaan kulit. Kontusio juga
berhubungan dengan cedera intracranial sehingga penting sebagai dasar diagnosis.
Trauma benda tumpul pada kulit kepala sering tidak menimbulkan kontusio

8
karena terdapat beberapa lapisan dari kulit kepala yang mampu menyerap energi
yang tinggi. Pada otopsi, area benturan dapat ditentukan dengan melihat
perdarahan dalam galea dari kulit kepala. Laserasi adalah luka tumpul di mana
permukaan kulit terbuka, tepi luka terkelupas dan kedalaman luka berisi jembatan
jaringan.2,6,8
2. Cedera pada tulang tengkorak
Kejadian cedera kepala meningkat setiap hari. Sebuah penelitian tentang
cedera cranio-cerebral dengan benda tumpul mengamati bahwa sebagian besar
kasusnya disebabkan jatuh dari ketinggian (34%) dan kecelakaan kendaraan
(32%). Luka pada kulit kepala karena benda tumpul harus dipandang berpotensi
serius dengan tidak mempedulikan bagaimana mekanisme kejadiannya. Pada 22%
trauma langsung atau tidak langsung pada kepala, tidak ada luka luar di kepala
tetapi memiliki lesi intrakranial yang parah yang terbukti fatal. Jenis fraktur
cranium yang paling banyak ditemukan adalah fraktur linier sebanyak 43,04%
kasus diikuti fraktur basilar pada 17,73%, fraktur kominutif 7,6% dan fraktur
depresi sebanyak 3,78%. Tulang yang terlibat adalah temporal (40,3%), occipital
(36,4%), parietal (46,9%), frontal (56,2%), sphenoid (14,1%) dan basis cranium
(22,1%).2,6,8
 Mekanisme trauma2,6,8
Trauma pada cranium menyebabkan deformasi elastis pada cranium,
termasuk "inbending" pada tulang di tempat terjadinya trauma dan lokasi yang
berbeda jarak atau "outbending”. Fraktur pada lokasi trauma akan terjadi jika sifat
elastis cranium terlampaui. Secara umum, jika gaya diterapkan di atas area kecil
(misalnya, pada pukulan menggunakan senjata) fraktur terjadi di lokasi inbending,
Sedangkan dampak pada area cranium yang lebih besar menyebabkan fraktur
pada lokasi outbending. Bentuk konveks cranium memungkinkan penyebaran
energi yang baik karena area yang luas. Derajat kekuatan yang ditimbulkan oleh
fraktur cranium sangat bervariasi tergantung pada penutup cranium (termasuk
kulit kepala dan alat pelindung atau penutup kepala). Fraktur cranium paling
banyak disebabkan oleh muatan dinamis kepala (yaitu kepala bergerak atau
berhenti bergerak setelah benturan). Ini berarti dampak yang menghasilkan fraktur

9
juga terkait dengan pergerakan otak relatif terhadap cranium dansebagai
konsekuensinya, "gegar otak" sering terjadi, tapi tidak selalu dikaitkan dengan
fraktur cranium. Gegar otak (concussion) didefinisikan sebagai masa sementara
fungsi otak berubah yang bermanifestasi sebagai disorientasi, amnesia untuk
kejadian yang menyebabkan gegar otak, dan atau kehilangan kesadaran.
 Manifestasi eksternal2,6,8
Pemeriksaan fisis pada tubuh pasien dapat dijadikan bukti tidak langsung
dari fraktur basis cranii termasuk memar pada periorbital (raccoon eyes),
perdarahan sclera, perdarahan retroauricular (Battle’s sign) dan perdarahan dari
telinga.

3. Cedera pada Jaringan Otak


a. Kontusio cerebri
Kontusio cerebri adalah memar pada permukaan korteks yang merusak
permukaan dari luar ke dalam, menimbulkan gangguan jaringan dan pembuluh
darah.2,6,8
 Mekanisme kontusio
Patofisiologi dari kontusio kompleks dan multifaktor tetapi secara umum
kontusio adalah rusaknya jaringan di area tertentu pada otak yang berhubungan
dengan pergerakan otak terhadap cranium. Kontusio adalah tanda tumbukan
antara otak, tulang dan selaput otak.2,6,8
 Patologi kontusio cerebri
Tampilan besar dari kontusio akut pada permukaan otak adalah bervariasi
dari perubahan warna yang samar pada permukaan otak (simple contusions)
hingga perdarahan pada area yang luas dan nekrosis (contusion-laceration). Di
bawah mikroskop kontusio akut mengandung perdarahan perivaskular beberapa
waktu segera setelah cedera, neuron di sekitar menunjukkan perubahan
nonspesifik seperti perubahan warna menjadi agak kehitaman, yang mungkin
mencerminkan cedera mekanis atau perubahan iskemik neuronal awal. Setelah 3
sampai 5 jam bagian tengah kontusio menunjukkan garis batas yang tajam, yang
merupakan tanda awal nekrosis sekunder.2,6,8

10
Gambar 8. Kontusio Akut.

 Bentuk kontusio2,6,8
- Fracture contusion
- Coup Contusion
- Contrecoup Contusion
- Kontusio Herniasi
- Diffuse axonal injury
4. Cedera pada Selaput Otak (Perdarahan Intrakranial)
a. Hematoma Epidural
Hematoma epidural atau dalam beberapa literatur disebut pula sebagai
hematoma ekstradural, adalah keadaan dimana terjadi penumpukan darah diantara
duramater dan tabula interna tulang tengkorak. Umumnya disebabkan oleh trauma
tumpul kepala, yang mengakibatkan terjadinya fraktur linier, namun dapat pula
tanpa disertai fraktur. Lokasi yang paling sering adalah di bagian temporal atau
temporoparietal (70 %) dan sisanya di bagian frontal, oksipital, dan fossa serebri
posterior. Darah pada hematoma epidural membeku, berbentuk bikonveks.2,6,8

11
Gambar 12. Hematoma epidural.
b. Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah perdarahan yang terjadi diantara lapisan
duramater dan arachnoidea. Perdarahan yang terjadi dapat berasal dari pecahnya
bridging vein yang melintas dari ruang subarachnoidea atau korteks serebri ke
ruang subdural, dengan bermuara dalam sinus venosus duramater. Selain itu dapat
pula akibat robekan pembuluh darah kortikal, subarachnoidea, atau arachnoidea
yang disertai robeknya lapisan arachnoidea.2,6,8

Gambar 13. Hematoma Subdural.


c. Hematoma Subarachnoid
Hematoma subarachnoid terjadi akibat rupturnya bridging vein pada ruang
subarachnoid, atau pembuluh darah yang ada pada permukaan jaringan otak.
Robekan pembuluh darah terjadi akibat gerakan dindingnya yang timbul ketika
otak bergerak atau menggeser. Perdarahan terletak antara arachnoid dan piamater,

12
mengisi ruang subarachnoid dan masuk ke dalam sistem cairan serebrospinalis.
Umumnya lesi disertai dengan kontusio atau laserasi serebri. Perdarahan
subarachnoid yang terjadi murni tanpa ada lesi lain hanya sekitar 10 %. Darah
yang masuk ke dalam subarachnoid dan sistem cairan serebrospinalis tersebut
akan menyebabkan terjadinya iritasi meningeal.2,6,8

Gambar 14. Hematoma subarachnoid. (A) Hematoma subarachnoid pada lobus


occipital pada kasus Diffuse Axonal Injury. (B) Hematoma subarachnoid pada
lobus frontal dan lobus parietal. (C) Hematoma subarachnoid yang kecil pada
fissura sylvii.

d. Hematoma Intraserebri
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim otak). Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan
otak yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang ada di dalam jaringan
otak tersebut. Perdarahan dapat berlokasi di bagian mana saja, misalnya di
substansia alba hemisfer serebri, serebellum, diensefalon, atau mungkin juga di
corpus callosum. Akan tetapi lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi
lainnya (counter-coup).2,6,8

13
Gambar 15. hematoma intraserebral

e. Hematoma Intraventrikular
Hematoma intraventrikuler adalah adanya darah dalam sistem ventrikel,
dalam hal ini akibat trauma. Sumber perdarahan tidak selalu mudah diketahui,
bahkan biasanya sulit ditemukan, mungkin dari robekan vena di dinding ventrikel,
korpus kalosum, septum pelusidum, forniks, atau pada pleksus choroid. Dapat
pula sebagai perluasan dan perdarahan di lobus temporal atau frontal, atau ganglia
basalis.2,6,8

14
Gambar 16.Hematoma Intraventrikular.

E. LESI COUP DAN CONTRECOUP


Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan
langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-
deselerasi gerakan kepala.3,6
Pada cedera kepala, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan
pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan
pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area
benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat
gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut
dinamakan lesi kontusio “countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi
linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat cedera kepala
adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi
rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah,
bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup,
countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi
yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup .3,6,7,8

15
Gambar 17. Mekanisme trauma kepala Coup- countercoup3
- Coup Contusion
Kontusio yang terjadi tepat dibawah benturan kepala. Hal ini disebabkan
oleh benturan kepala terhadap benda tumpul dan kompresi, dapat disertai atau
tanpa disertai dengan fraktur cranium. Gaya dari benturan diserap oleh tulang
cranium sehingga terjadi akselerasi minimal dari kepala dan inersia dari otak tidak
terjadi.7,12
- Contrecoup Contusion
Kontusio yang terjadi pada bagian otak dimana berlawanan arah secara
diagonal terhadap area benturan pada kepala. Contrecoup contusion terjadi ketika
otak tetap bergerak setelah tulang cranium telah berhenti bergerak atau ketika otak
tidak bergerak setelah benturan yang menyebabkan tulang cranium mulai
bergerak. Adanya pergerakan otak saat terjadi benturan, menyebabkan terjadinya
gaya positif pada sisi kontra lateral akibat akselerasi, dorongan liquor dan tekanan

16
oleh tulang yang mengalami deformitas.Cedera kontra lateral terjadi bila tekanan
negatif yang terjadi minimal 1 ata (atmosfir absolut).7Contercoup contusionsering
menyebabkan kontusio yang dalam dan masif dan dapat menyebabkan perdarahan
pada korteks dan menyebabkan perdarahan subdural.7,12
Terdapat berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan lesi coup dan
contrecoup diantaranya teori tekanan positif, tekanan negatif, teori stress akibat
rotasi geser dan teori akselerasi angular.7
Teori yang pertama merupakan teori tekanan positif yang dikemukan oleh
Lindenberg dkk, teori ini mengemukakan adanya akselerasi dari bagian kepala
yang terkena dampak menyebabkan otak ikut bergerak, perbedaan densitas antara
tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan
tengkorak bergerak lebih cepat dari otak. Bergeraknya isi dalam tengkorak
memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang
berlawanan dari benturan (contrecoup).7
Teori yang kedua merupakan teori tekanan negatif yang juga dikenal
sebagai tori cavitasi yang dikemukakan oleh Russel, teori ini menjelaskan bahwa
lesi contrecoup yang luas disebabkan oleh adanya tekanan negatif dari daerah lesi
contrecoup. Hal ini disebabkan karena saat kepala membentur suatu objek,
tengkorak berhenti secara tiba-tiba sedangkan otak terus bergerak dan
menyebabkan adanya tekanan negatif pada daerah lesi contrecoup. Pada
duramater terdapat rongga potensial yang mudah terlepas karena tidak melekat
erat permukaan bawah dari kranium sehingga jika terdapat tekanan negatif yang
menarik area contrecoup akan menyebabkan terbentuknya lesi dari rongga
potensial antara duramater dan kranium.7
Teori ketiga merupakan teori stress akibat rotasi geser yang dikemukan oleh
Holbourn, teori ini menjelaskan adanya pergerakan linear dari otak, biasanya
diikuti oleh gerkan rotasi geser dari komponen otak. Saat tengkorak membentuk
objek yang tidak bergerak, terjadi kombinasi antara gerakan linear dan rotasi dari
otak yang menyebabkan stress dari komponen otak (biasanya pada daerah
posterior dari lobus temporal dan frontal karena permukaan tulang yang irregular).
7

17
Teori yang keempat merupakan teori akselerasi angular yang dikemukakan
oleh Dawson dkk. Teori ini menjelaskan benturan pada depan dan belakang dari
kepala akan menghasilkan akselerasi linear dimana pada sisinya akan
menghasilkan kombinasi linear dan angular. Kombinasi dari akselerasi linear dan
angular dari kepala pada coronal plane lebih mnyebabkan cedera pada otak
dibandingkan akselerasi yang sama pada sagital plane (benturan frontal) dimana
akselerasi angular menyebabkan robekan pada otak.7
Teori terakhir dari mekanisme trauma coup dan contrecoup menjelaskan
bahwa lesi contrecoup dari area parenkim otak biasanya lebih parah dari area lesi
coup karena ada nya peranan cairan serebrospinalis yang mendorong otak ke arah
berlawanan saat tengkorak berhenti secara tiba-tiba saat terbentuk objek.7
Lesi coup dan counter coup dapat terjadi pada semua usia dengan usia rata-
rata 39 tahun. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama terjadinya lesi coup
dan contrecoup (53,1%), diikuti jatuh (28,9%) dan kejahatan (10,4%). Pasien
dengan lesi coup dan contrecoup memiliki rata-rata GCS 9, dimana tidak ada
perbedaan yang signifikan pada berbagai usia. Pasien dengan lesi coup paling
sering mengalami fraktur depresi, sedangkan pasien dengan lesi coup-contrecoup
lebih sering mengalami ekstradural hematoma (EDH). Disisi lain, pasien dengan
rauma contrecoup sering mengalami fraktur linear dan subgaleal hematoma.7, 14

Gambar 19. CT-Scan pada intracerebral hematom disebabkan oleh


trauma contre –coup.

18
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan
(parenkim otak). Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan
otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam
jaringan otak tersebut. Perdarahan dapat berlokasi di bagian mana saja, misalnya
di substansia alba hemisfer serebri, serebellum, diensefalon, atau mungkin juga di
corpus callosum. Akan tetapi lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi
lainnya (countre-coup).7
Lesi dapat berupa fokus perdarahan kecil-kecil, namun dapat pula berupa
perdarahan yang luas. Perdarahan yang kecil-kecil umumnya sebagai akibat lesi
akselerasi-deselerasi, sedangkan yang besar umumnya akibat laserasi atau
kontusio serebri berat. Beberapa sumber menyatakan definisi hematoma
intraserebri adalah perdarahan lebih dari 5 cc, sedangkan bila kurang
makadisebutpetechialintraserebri (kontusio serebri). Perdarahan dapat terjadi
segera, dapat pula beberapahari atau minggu kemudian, khususnya pada pasien
lanjut usia.7,13
Perdarahan pada lobus temporal memberikan resiko besar terjadinya
herniasi uncus yang berakibat fatal. Hematoma intraserebral yang disertai dengan
hematoma subdural, kontusio atau laserasi pada daerah yang sama memiliki efek
yang juga fatal, dan disebut sebagai ´burst lobe´. Bentuk perdarahan lainnya
adalah yangdisebut Bollinger’s apoplexy, yaitu hematoma intraserebral
yangterjadisetelah beberapa minggu (atau bulan) setelah cedera dan selama waktu
tersebut pasien dalam keadaan neurologis yang normal.7,13

19
Gambar 10. Kontusio coup dan contrecoup.

F. ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian
atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi inI disebut kejahatan terhadap
tubuh atas Misdrijven Tengen Het Lijf. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci
menjadi dua yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan
kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian atau kejahatan).10
Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab XX, pasal-
pasal 351 s.d. 358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaian diatur dalam
pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata,
mati, menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara,
yang tidak disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi karena salahnya
diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa dan amat kurang perhatian.10
Pasal 361 KUHP menambah hukumannya sepertiga lagi jika kejahatan ini
dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada
dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain.10
Dalam pasal-pasal tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas
dengan sengaja jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak
dikenal dalam istilah medis.10

20
Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP, adalah penyakit
atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau
yang dapat mendatangkan bahaya maut, terus menerus tidak cakap lagi melakukan
jabatan atau pekerjaan tidak lagi memakai salah satu panca indera, kudung
(romping), lumpuh, berubah pikiran (akal) lebih dari empat minggu lamanya,
menggunakan atau membunuh anak dari kandungan ibu.10
Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka
akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan
kejelasan dari permasalahan sebagai berikut:
a. Jenis luka apakah yang terjadi?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu?
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran
Forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang bersangkutan dengan Bab XX
(Tentang Penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352; dan Bab IX (Tentang
Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang), yaitu pasal
90. 9,10
Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindak pidana, yaitu:
1. Penganiayaan ringan
2. Penganiayaan sedang
3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian
Oleh karena istilah “penganiayaan” merupakan istilah hukum, yaitu “dengan
sengaja melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada seseorang”, maka di
dalam Visum et Repertum yang dibuat dokter tidak boleh mencantumkan istilah
penganiayaan, oleh karena dengan sengaja atau tidak itu merupakan urusan
hakim. Demikian pula dengan menimbulkan perasaan nyeri sukar sekali untuk
dapat dipastikan secara objektif, maka kewajiban dokter di dalam membuat
Visum et Repertum hanyalah menentukan secara objektif adanya luka, dan bila
ada luka, dokter harus menentukan derajatnya.

21
Penganiayaan ringan, yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, di dalam
Ilmu Kedokteran Forensik pengertiannya menjadi: “luka yang tidak berakibat
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian”.
Luka ini dinamakan “luka derajat pertama”.
Bila sebagai akibat penganiayaan seseorang itu mendapat luka atau
menimbulkan penyakit atau halangan di dalam melakukan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, akan tetapi hanya untuk sementara waktu saja, maka luka ini
dinamakan “luka derajat kedua”.
Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang
dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan “luka derajat ketiga”.
Suatu hal yang penting harus diingat di dalam menentukan ada tidaknya
luka akibat kekerasan adalah adanya kenyataan bahwa tidak selamanya kekerasan
itu akan meninggalkan bekas/luka. Dengan demikian pada kasus perlukaan akan
tetapi di dalam pemeriksaan tidak ditemukan luka, maka di dalam penulisan
kesimpulan Visum et Repertum yang dibuat, haruslah ditulis “tidak ditemukan
tanda-tanda kekerasan”, dan jangan dinyatakan secara pasti bahwa pada
pemeriksaan tidak ada kekerasan.
Kualifikasi luka pada KUHP
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian IlmuKedokteran
Forensik sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX
pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90.9,11
Pasal 35111
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

22
Pasal 35211
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana
penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi
bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 909
Luka berat berarti :
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat(verminking)
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibisono E, Karina, Medina SS.Trauma Tumpul Pada Kepala. Bagian Ilmu


Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Pekanbaru;2015.
2. Shkrum, MJ, Ramsay DA. Craniocerebral Trauma and Vertebrospinal
Trauma. Forensic Pathology of Trauma - Common Problems for the
Pathologist. USA: Humana Press Inc; 2007.
3. Igou, Stevens. How Can The Brain Be Injuried?. 2010. Diakses dari :
http://www.braininjury.com/injured.html tanggal 31 Maret 2018.
4. Vafaee et al. Epidemiology of Traumatic Brain Injury in Iranian Population.
Wulfenia Journal. 2013.
5. Oemichen M., Auer R.N., et al.Forensic Neuropathology and Associated
Neurology. Germany: Springer; 2006.
6. DiMaio V.J., DiMaio D. Forensic Pathology. Second ed. Boca Raton: CRC
Press; 2001.
7. Bhateja A. Coup and Contrecoup head injuries: Predictors of outcome. Indian
Journal of Neurotoma. 2009
8. Sheperd R. Simpson's Forensic Medicine. 12th ed. London: Arnold; 2003.
9. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab IX Pasal 90 serta Bab
XX Pasal 351 dan 352.
10. Satya A.C. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah
Kedoktern Nusantara. 2006.
11. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX Pasal 351 dan 352
12. Jain B. Guide to Forensic Medicine and Toxicology: Coup and Contrecoup
Injury. 2004. Diakses dari
https://books.google.co.id/books/about/Guide_to_Forensic_Medicine_Toxico
logy.html?id=6omaYmDF0AwC&redir_esc=y tanggal 01 April 2018
13. Bardale R. Principles of Forensic Medicine & Toxicology. India: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2011.

24
14. Mitsuyama T. Acute Epidural Hematoma Caused by Contrecoup Head
Injury. Tokyo Womens Medical University Daini Hospitas Tokyo. 2004.

25

Anda mungkin juga menyukai