CIDERA KEPALA
OLEH :
KARDIYANTO
NIM. .......................
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA
Menurut Smelter & Bare, (2013). Cedera kepala atau trauma kepala merupakan
kerusakan otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat dari trauma atau benturan
sehingga darah yang mengalir berhenti walaupun hanya beberapa menit saja,
sedangkan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan besifat kongenital ataupun degenerativ tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. (Batticaca. F. 2008).
Menurut Smeltzer & Bare (2013), pertimbangan paling penting pada cedera kepala
adalah apakah otak telah atau tidak mengalami cedera. Kejadian cedera minor dapat
menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan
glukosa sampai derajat tertentu. Sementara sel-sel serebral membutuhkan suplai darah
terus-menerus untuk kebutuhan metabolisme yang mengandung oksigen, nutrien dan
mineral. Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan keparahan cedera dan
menurut jenis cedera. Berdasarkan keparahannya cedera kepala dibagi menjadi 3,
yaitu Cedera Kepala Ringan (CKR), Cedera Kepala Sedang (CKS), dan Cedera
Kepala Berat (CKB). Sedangkan menurut jenis cedera dibagi 2, yaitu cedera kepala
terbuka dan cedera kepala tertutup (Wijaya & Yessi. 2013). Cedera kepala merupakan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan pada kelompok usia produktif yaitu
antara umur 15 – 45 tahun dan lebih di dominasi oleh kaum laki-laki yang sebagian
besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan kendaraan sepeda
motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak, sisanya disebabkan oleh
jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga, korban kekerasan dan lain
sebagainya. (Tobing, 2011).
2. ETIOLOGI
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya cedera
kepala adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan
bermotor bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh POLTEKKES KEMENKES RI PADANG Menurut KBBI, jatuh
didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena
gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan turun turun maupun sesudah sampai
ke tanah
c. Kekerasan Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang
lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksa).
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah seperti translasi yang
terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah
atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan
kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2 macam cedera
kepala yaitu:
a. Trauma tajam Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat
dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral,
hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk:
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral,
batang otak atau kedua-duanya.
3. PATOFISIOLOGI
Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan jaringan otak.
Ini bisa sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa keadaan yang dapat empengeruhi
luasnya cedera kepala pada kepala yaitu:
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah untuk mengalami cedera dan
kerusakan. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetakan besar bagi seseorang.
Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat
digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal
diantara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang
mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek pembuluh-pembuluh ini sukar
mengadakan vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna pada
penderita laserasi kulit kepala.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri,
perdarahan arteri yang diakibatkan tertimbun dalam ruang epidural bisa
mengakibatkan fatal. Kerusakan neurologik disebabkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak oleh pengaruh kekuatan
atau energi yang diteruskan ke otak dan oleh efek akselerasi - deselerasi pada otak.
Derajat kerusakan yang disebabkan bergantung pada kekuatan yang menimpa, makin
besar kekuatan maka makin parah kerusakan yang terjadi. Kerusakan yang tejadi
karena benda tajam berkecepatan rendah dengan sedikit tenaga.
Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat tertentu dan disebabkan oleh benda
atau fragmen tulang yang menembus duramater pada tempat serangan. Cedera
menyeluruh sering dijumpai pada trauma tumpul kepala. Kerusakan terjadi waktu
energi atau kekuatan diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh lapisan
pelindung yaitu rambut, kulit kepala dan tengkorak, tetapi pada trauma hebat
penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Bila kepala bergerak dan berhenti
secara mendadak dan kasar (pada kecelakaan) kerusakan tidak hanya terjadi akibat
cedera setempat pada jaringan saja tetapi juga akibat akselerasi dan deselerasi.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25%
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral (Bararah &
Jauhar. 2013 ).
4. GEJALA KLINIS CEDERA KEPALA
f. Letargik
a. Faktor kardiovaskular
b. Faktor respiratori
1.) Adanya edema paru pada cedera kepala dan vasokonstriksi paru atau hipetensi
paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
2.) Konsentrasi oksigen dan karbon doiksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2
rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan
tejadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF
(Cerebral Blood Fluid) sehingga oksigen tidak sampai ke otak denan baik.
3.) Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra
cranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau
medulla oblongata.
c. Faktor metabolisme
1.) Pada cedera kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya
yaitu kecenderungan retensi natrium dan air, dan hilangnya sejumlah nitrogen
2.) Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus,
yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
e. Faktor piskologis Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, cedera
kepala pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang
timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma
berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penururnan fungsi neurologis akan
mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga.
6. MANIFESTASI KLINIS
2.) Kejang
3.) Infeksi
5.) Hemiparise
a. Gangguan otak
a.) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan
meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
a.) Akumilasi darah antara durameter dan araknoid, karena robekan vena
a.) Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
b.) Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
b.) Fraktur basiler Fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan kontak
CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri masuk Sedangkan menurut Wahyu
Widagdo, dkk (2007).
13.) Muntah
14.) Otorrhea
19.) Hemiparesis/paralisis
21.) Rhinorrhea
c. Hematoma epidural
1.) Luka benturan/penitrasi pada lobus temporalis, sinus dura atau dasar tengkorak
2.) Hilangnya kesadaran dalam waktu singkat mengikuti beberapa menit sampai
beberapa jam periode flasia, kemudian secara progresif turun kesadarannya
6.) Perasaan mengantuk, ataksia, leher kaku yang menunjukkan adanya hematoma
epidural fossa posterior
7.) Tanda-tanda pupil: dilatasi, tidak reaktifnya pupil dengan ptosis dari kelopak
mata pada sisi yang sama sengan hematoma
8.) Tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun dengan aritmia, pernapasan
menurun dengan tidak teratur
d. Hematoma subdural
h.) Tanda-tanda pupil (dilatasi, pupil tidak beraksi pada sisis lesi)
d.) Kelemahan yang hilang timbul pada salah satu tungkai pada sisi tubuh
7. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut (Wahyu
Widagdo, dkk, 2007).
a. Non pembedahan
1.) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2.) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter untuk mengeluarkan
kristal-kristal mikroskopis
3.) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan tekanan intracranial
4.) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi mekanik untuk
megontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan
intracranial
Menurut Rendi dan Margareth. ( 2012 ), asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala
meliputi: 1.
Pengkajian
a. Identitas pasien Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama,
umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.
c. Keluhan utama Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan
tingkat kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien akan mengalami penurunan
kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan pada bagian kepala klien yang
disebabkan oleh kecelakaan ataupun tindaka kejahatan.
d. Riwayat Kesehatan
2.) Riwayat kesehatan dahulu Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit
system persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat
penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat hipertensi, riwayat cedera
kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-
obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alcohol
( Muttaqin, A. 2008 ).
3.) Riwayat kesehatan keluarga Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular
seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya.
e. Permeriksaan fisik
(2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
(5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
(6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara. 2010).
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang digunakan
secara internasional:
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa 4
melawan gravitasi, namun tidak mampu
melawan tahanan pemeriksa, gerakan
tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, Terangkat sedikit < 3
450 , tidak mampu melawan gravitasi
Kelemahan berat, Dapat digerakkan, 2
mampu terangkat sedikit
Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, 1
tonus otot ada
Tidak ada gerakan 0
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)
Biasanya klien yang mengalami cedera kepala kekuatan ototnya berkisar antar 0
sampai 4 tergantung tingkat keparahan cedera kepala yang dialami klien.
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari
posterior ke anterior, amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai
mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal, amati
ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning)
jari-jari kaki lainnya.
f. Aspek neurologis
1.) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13, cedera
kepala berat 3-8).
g. Aspek kardiovaskuler
h. System pernafasan
1.) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi stridor, tersedak
i. Kebutuhan dasar
j. Pengkajian psikologis
k. Pengkajian social
2.) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
disartria, anomia
l. Nyeri/kenyamanan
2.) Gelisah
m. Nervus cranial
1.) N.I : penurunan daya penciuman
5.) N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
6.) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif mengatasi kejang.
3. Diagnosa Keperawatan
4. Intervensi keperawatan
Tabel 2.3
Intervensi keperawatan
Kementrian Kesehatan RI, 2013, Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,
Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Kumar, dkk. 2013. Buku Ajar Patologis Robbin, Ed.7, Vol. 2. Jakarta: Buku
Kedokteran ECG.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Jogja.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Jogja.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Indonesia. 2011. Buku Ajar Neurologis Klinis.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Volume 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. A dan Loraine M. Wilson. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit, Ed. 6, Vol 2. Jakarta: EGC.
Rendi, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
RSUP Dr. M. Djamil. Indeks Penyakit Instalasi Rawat Inap tahun 2013.
Safrizal, dkk. 2013. Hubungan Nilai Oxygen Delivery Dengan Outcome Rawatan
Pasien Cedera Kepala Sedang. http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diakses Pada
2013.
Solihin, M, Zainal (2014), Asuhan Keperawatan Pada Pasien Trauma Kepala Di RSI
Sakinah Kota Mojokerto, diakses dalam
http://repository.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/PUB/-KEB/ article/
view File/549/461, pada tanggal 10 Januari 2017.
Tarwoto, dkk. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
Tobing, HG. (2011). Synopsis ilmu bedah saraf. Jakarta: Sagung Seto.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah (Keperawatan Dewasa Teori Dan Askep). Yogyakarta: Nuha
Medika.
Widagdo, Wahyu, dkk. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Tim Penerbit Buku Kesehatan.