ISUSUN OLEH:
PELIA PELTRESIA
2230282140
CI AKADEMIK CI KLINIK
( ) ( )
D. Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit kepala, tulang kepala, jaringan
otak, baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang mempengaruhi cedera kepala adalah
lokasi dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan yang datang, permukaan
dan kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurika, suatu jaringn fibrosa, padat dan dapat digerakan
dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan eksternal. Diantara kulit dan galea
terdapat lapisan lemak dan membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh
darah. Bila robek pembuluh ini akan sukar vasokontriksi. Tengkorak otak merupakan
ruangan keras sebagai pelindung otak atau rangka otak. Pelindung lain adalah
meningen yang merupakan selaput menutupi otak (Price dan Wilson, 2006).
E. Klasifikasi
Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis,
tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya
cedera kepala serta berdasar morfologi (American College of Surgeon Committe on
Trauma, 2004, PERDOSSI, 2007).
1) Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda-bendatajam/runcing.
II. Berdasarkan Beratnya Cedera
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada
penilaianGlasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
• GCS 13 - 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30 menit.
Sesuai dengan lokasi perdarahannya, gejala dan tanda dari cedera kepala adalah:
a. Epidural hematoma
Tanda dan gejalanya adalah penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah,
hemiparesa, dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian
dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
b. Subdural hematoma
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan edema pupil.
c. Perdarahan intraserebral
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan,
hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
d. Perdarahan subarachnoid
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.
G. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan:
1) Inspeksi
a) Klien tampak meringis
b) Klien tampak gelisah
c) Klien berkeringat dingin
d) Klien tampak pucat
e) Klien kehilangan kesadaran
f) Pernafasan jadi dangkal dan cepat
g) Diaphoresis
h) Irama napas tidak teratur
2) Palpasi
a) Nyeri pada kepala
b) Denyut nadi meningkat
3) Auskultasi
a) Ada suara napas tambah
b) Bising usus menurun
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) untuk
menilai tingkat kegawatan cedera kepala, yaitu:
1) Respon membuka mata (E):
Buka mata spontan 4
Bila dipanggil/rangsangan suara 3
Bila dirangsang nyeri 2
Tidak bereaksi dengan rangsang apapun 1
2) Respon verbal (V):
Komunikasi verbal baik : 5
Bingung, disorientasi tempat, waktu dan orang : 4
Kata-kata tidak teratur : 3
Suara tidak jelas : 2
Tidak ada reaksi : 1
3) Respon motorik (M):
Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Fleksi normal 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada reaksi 1
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan (tanpa atau dengan kontras): mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah
injuri.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
d. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
f. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
g. BAER: Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
h. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
i. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
j. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
k. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
III. Terapi
Tujuan utama perawatan ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap
otak yang telah mengaalami cedera.
A. Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap
normovolemik. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih.
Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan
hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Cairan yang
dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl 0,9 % atau RL. Kadar Natrium harus
dipertahankan dalam batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan odema
otak dan harus dicegah dan diobati.
B. Hyperventilasi
Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, hiperventilasi dapat
menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
otak. Hiperventilasi yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena
perfusi otak menurun PCO2 < 25 mmHg , hiperventilasi harus dicegah.
Pertahankan level PCO2 pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.
C. Manitol
Diberikan dengan dosis 1 gram/kg BB bolus IV. Indikasi penderita koma yang
semula reaksi cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi pupil dengan
atau tanpa hemiparesis. Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita
hypotensi karena akan memperberat hypovolemia
D. Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan
meningkatkan diuresis. Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV.
E. Steroid
Steroid tidak bermanfaat. Pada pasien cedera kepala tidak dianjurkan.
F. Barbiturat
Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh diberikan bila
terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan
tekanan darah.
G. Antikonvulsan
Penggunaan antikonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat untuk mencegah
terjadinya epilepsi pasca trauma. Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai
dalam fase akut hingga minggu ke I. Obat lain yang bisa digunakan adalah
diazepam dan lorazepam.
J. Komplikasi
Komplikasi dari cedera kepala meliputi edema pulmonal, kejang, infeksi, bocor
cairan otak, hipertermia, masalah mobilisasi.
K. Prognosis
Penderita lansia mempunyai kemungkinan lebih rendah untuk pemuluhan dari
cedera kepala. Penderita anak-anak memiliki daya pemulihan yang baik.
L. RENCANA DIAGNOSA
ireguler,kesada
Kode
luaran : ran menurun)
L.02014
(hal.86)
1. Observasi
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas,
intensitas nyeri
Identifikasi
skala nyeri
Identifikasi
respon nyeri non
verbal
Identifikasi
faktor yang
memperberat
dan
memperingan
nyeri
Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan
tentang nyeri
Identifikasi
pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis.
TENS,
hypnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
Control
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi
istirahat dan
tidur
Pertimbangkan
jenis dan
sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan
memonitor nyri
secara mandiri
Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi rasa
nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
PEMBERIAN ANALGETIK
(I.08243)
1. Observasi
Identifikasi
karakteristik
nyeri (mis.
Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi,
intensitas,
frekuensi,
durasi)
Identifikasi
riwayat alergi
obat
Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesik (mis.
Narkotika, non-
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat
keparahan nyeri
Monitor tanda-
tanda vital
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik
Monitor
efektifitas
analgesik
2. Terapeutik
Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai
analgesia
optimal, jika
perlu
Pertimbangkan
penggunaan
infus kontinu,
atau bolus
opioid untuk
mempertahanka
n kadar dalam
serum
Tetapkan target
efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasika
n respon
terhadap efek
analgesic dan
efek yang tidak
diinginkan
3. Edukasi
Jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat
4. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). St.
Louis, Missouri: Mosby Elsevier
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis, Missouri:
Mosby Elsevier
Apley graham and Solomon Louis. 1995. Ortopedi Fraktur System Apley. Edisi 7. Widya
medika: Jakarta.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Price, Silvia A. Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Edisi 4 : EGC
Rasjad Chaeruddin. 2003. Ilmu Bedah Ortopedi. bintang Lamumpatue : Makassar.
Baticaca, Franssisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta
Arif, Mansjoer, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius, Jakarta
Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan vol 3. EGC, Jakarta