Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

CEDERA KEPALA RINGAN DI UGD PUSKESMAS GEROKGAK 1


TANGGAL 4 PEBRUARI 2021

OLEH :

Dewa Kadek Rudiawan A.P., S.Kep

NIM : 20089142027

SEKOLAH ILMU TINGGI KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2020
Lembar Pengesahan

Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Cedera Kepala Ringan di UGD Puskesmas
Gerokgak 1

Telah disahkan dan diterima oleh Clinical Instruktur (CI) dan Clinical Teacher (CT) Stase
Gawat Darurat Intensif sebagai syarat memperoleh nilai dari Departement Gawat Darurat
Intensif Program Profesi Ners STIKes Buleleng.

Gerokgak, 4/2/2021

Clinical Instruktur (CI) Clinical Teacher (CT)

Ruang IGD Puskesmas Gerokgak 1 Stase Gawat Darurat Intensif

STIKes BULELENG

……………………………….. ………………………………….
NIP - NIK
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada
kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatn di rumah sakit, dua pertiga
berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
wanita, lebih dari setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap
cedera bagian tubuh lainnya (Elizabeth J. C, 2009).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi kejadian dan
selama transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Lebih dari 50%
kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap
tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal
dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas
(Hernanta, 2013).
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif-non konginetal
yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami
gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala
dapat menyebabkan kematian/ kelumpuhan pada usia dini (Hardi Kusuma, 2015).
 Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan menunjukkan
bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena
jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera
kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan
terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian
menurun pada usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang
sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45
tahun (Padila, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada An.S Dengan Cedera Kepala Ringan (CKR) di
Unit Gawat Darurat RSU Paramasidhi.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan umum
Tujuan umum penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan
pada pasien dengan cedera kepala Ringan (CKR).
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mengetahui dan mampu:
a. Melakukan pengkajian gawat darurat pada An.S dengan cedera kepala
ringan.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan gawat darurat pada An.S dengan
cedera kepala ringan.
c. Menyusun intervensi keperawatan gawat darurat pada An.S dengan
cedera kepala ringan.
d. Melakukan implementasi keperawatan gawat darurat pada An.S dengan
cedera kepala ringan.
e. Melakukan evaluasi keperawatan gawat darurat pada An.S dengan
cedera kepala ringan.
.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori


2.1.1 Pengertian Cedera Kepala
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Rahnaryani, 2014).
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Susan, 2011).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transpotasi korban
kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruan gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi,
anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara
serentak.Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya
evaluasi unsur vital.Tingkat keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di
tentukan saat pasien tiba di rumah sakit (Krisanty, 2012).
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh
massa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak (Padila,
2013).
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak
normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi,
serta edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi
komosio, kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma
subdural, dan fraktur tengkorak (Kozier, 2014).
2.1.2 Klasifikasi Cedera Kepala
Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung trauma
pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi
terhadap trauma (cedera sekunder) (Kozier, 2014).
a. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
b. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hyperemia
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan
hipotensi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
(GCS) nya, yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
2.1.3 Etiologi Cedera Kepala
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu
jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan
benda tumpul, Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan
tembakan (Elizabeth J. C, 2009).
Menurut penelitian Evans di Amerika (dalam Hernanta, 2013) penyebab cedera
kepala terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh,
10% kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat
diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan
sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor
tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh
helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan
langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
2.1.4 Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang
bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit
bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan
terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak
sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan
dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit
kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi
peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Arifin, 2013).

Pathway
Benturan kepala

Robekan Trauma robekan

Luka Cedera kepala otak jaringan sekitar tertekan

Kerusakan Hematoma Nyeri


intregritas kulit
Oedem

Vasolidatasi

TIK meningkat

Aliran darah ke otak menurun

Perubahan perfusi jaringan selebral

Hipoksia Penurunan Kesadaran

Kerusakan Pertukaran Gas kekacauan pola bahasa


Gangguan
Nafas Dangkal persepsi sensori tidak mampu berbicara

Pola nafas tidak


Gangguan komunikasi
efektif
verbal
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera
otak (Rahnaaryani, 2014).
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan
atau hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray) Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan
intrakranial hematoma.
3. CT-Scan Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial,
edema kontosio dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata).
7. Analisa Gas Darah Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan (Morton, 2014).
2.1.7 Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu (Morton, 2014):
a. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-
Brething-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan
cenderung memper-hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang
lebih buruk. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada
kesempatan pertama.
b. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan di bagian tubuh lainnya.
c. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal,
pemeriksaan pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler.
Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah
(syok).
d. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
e. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa
40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan
survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan
antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan
cedera kepala beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak
sekunder dan mencegah homeostasis otak.
2.1.8 Komplikasi
Rosjidi (dalam Susan, 2011), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala adalah;
a. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan
dewasa.Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang
berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan.Saat
tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk
mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis,
denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang,
tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadaan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan
tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan
ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
b. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut.Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten
dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi
kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling
banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.Hati-hati
terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian diazepam,
frekuensi dan irama pernafasan.
c. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga.Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau
telinga.
d. Hipoksia
e. Gangguan mobilitas
f. Hidrosefalus
g. Oedem otak
h. Dipnea
2.1.9 Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan
pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu (Padila, 2013) :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman,
dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang
terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari gangguan tersebut
penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang
lainnya.Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh
karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh
karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga
jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.Pada pasien dengan penurunan
kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan
nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat
terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga
menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga
menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatanadalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali
gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan
kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan
ikatan yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan
infus dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah.Syok
biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.

c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang
lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang
harapan hidup.Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan
psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala
akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik,
rehabilitasi psikologis dan sosial.
 Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada
lengan atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
 Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima
ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan rencana
masa depannya.Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri
datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya
memerlukan semangat hidup.
 Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda,
perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur
sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang
lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan
masyarakat).

.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur , jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
b. Data penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat rumah, hubungan dengan
pasien.
c. Keluhan Utama
Keluhan atau gejala saat awal di lakukan pengkajian pertama kali.
Triage
a)Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah actual atau
potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan
pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan:
3 Manajemen Airway
kaji:
Bersihan jalan nafas adanya / tidak nya sumbatan jalan nafas Distres
pernafasan
Tanda- tanda perdarahan di jalannafas, muntahan, edema laring.
Gejala :takikardi dan takipnea pada pada keadaan istirahat atau aktifitas,
latergi/disorientasi, penurunan kekuatan otot, syok hipovolemik,
sianosis.
4. Manajemen Breathing dan Ventilasi
kaji:
Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada Suara pernafasan
melalui hidung atau mulut Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
Gejala :frekuensi pernafasan meningkat, merasakekuranganoksigen,
sajitkepala, penglihatankabur.
5. Manajemen .Circulation
Kaji:
Denyut nadi karotis Tekanan darah Warna kulit, kelemahan kulit
Tanda- tanda perdarahan ekternal dan internal
Gejala : ada nyari wayat hipertensi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki.
Tanda : perubahan tekanan darah postural, hipertensi, sesak. Nadi yang
menurun/ tidak ad, distensi vena jugularis, Kulitpanas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung.

6. Disability

Kaji:
Tingkat kesadaran Gerakan ekstremitas Glasgow Coma Scale (GCS),
atau pada anka tentukan Alert (A), Respon Verbal (V), Respon Nyeri /
pain (P), Tidak berespon/ Unresponsive (U)
Gejala :lemah, letih, sulit bergerak/ berjalan, Kramotot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat/ tidur, wajah meringis dengan palpitasi.
7. Exposure
Kaji adanya jejas pada seluruh tubuh, yang perlu diperhatikan adalah
cegah hipotermi.
b) Pengkajian Sekunder
1 Riwayat Keperawatan/Kesehatan
Riwayat Kesehatan/Keperawatan Sekarang
Riwayat Kesehatan/Keperawatan Dahulu
Riwayat Kesehatan/Keperawatan Keluarga
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan tanda- tanda vital
Keadaan : berupa composmentis, apatis, somnolen,
sopor, koma
Penampilan : cenderung sederhana
Ekspresi wajah : lihat ekspresi wajah pasien
Kebersihan secara umum : lihat kebersihan diri pasien
Tandaa- tanda vital :
Tekanan darah : meningkat/ menurun/ normal
Suhu : kadang meningkat
Nadi : biasanya cepat
Respirasi : meningkat

b. Pemeriksaan Head To Toe


1. Kepala dan rambut
Inspeksi : bentuk, ukuran, distribusi, dan warna rambut
Palpasi : tebal dan banyaknya rambut, hematoma
2. Mata
Inspeksi : simetris, konjungtiva, pupil, sclera
Palpasi : tekanan bola mata, ada atau tidaknya nyeri tekan pada
bola mata
3. Telinga
Inspeksi : ukuran, bentuk, serumen
Palpasi : kartilago telinga, ada tidaknya nyeri tekan pada bola
mata
4. Hidung dan sinus
Inspeksi : bentuk tulang, kesimetrisan lubang hidung, ada atau
tidaknya pernapasan cuping hidung
Palpasi : sinus maksilaris, ada tidaknya nyeri tekan
5. Mulut dan faring
Inspeksi : amati ada tidaknya kelainan pada bibir
Palpasi : palatum, langit- langit dan lidah
6. Leher
Inspeksi : bandingkan antara leher kanan dan kiri
Palpasi : ada atau tidaknya pembengkakan
7. Dada
- Paru- paru
Inspeksi : kesimetrisan paru kanan dan kiri, bentuk, dan
postur
Palpasi : ada tidaknya pembesaran dan nyeri tekan, massa
Perkusi: batas jantung
Auskultasi : suara paru (wheezing, ronchi)

- Jantung
Inspeksi danpalpasi: batas jantung dan ada tidaknya
ketidakseimbangan denyut jantung
Perkusi : ukuran dan bentuk jantung
Auskultasi : suara jantung
8. Abdomen
Inspeksi : bentuk dan gerakan abdomen
Auskultasi : bising usus
Palpasi : bentuk, ukuran, dan konsistensi organ
Perkusi : ada tidaknya cairan dan massa nyeri tekan pada
abdomen
9. Genetalia
Inspeksi : distribusi rambut pubis, kulit, dan ukuran
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan, benjolan, serta cairan
10. Ekstrimitas
- Ekstrimitas atas
Inspeksi : warna kulit, ada tidaknya pembengkakan, ada atau
tidaknya fraktur tertutup atau terbuka, serta ada
tidaknya luka
Palpasi : temperature, sendi- sendi, otot erta adanya nyeri tekan
atau benjolan
- Ekstrimitas bawah
Inspeksi : perhatikan adanya dislokasi atau pembengkakan
Palpasi : struktur, konsistensi dan ukuran tulang
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral dan edema otak
ditandai dengan wajah menahan nyeri dan adanya perubahan tanda-tanda vital.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan
neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau poaralisi otot pernafasan.
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau
sensorik, gelisah, dan perubahan tanda vital.
4. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan contusio jaringan

2.2.3 Intervensi Keperawatan


NO. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Perubahan NOC : NIC :

perfusi jaringan - Monitor TTV


 Circulation status
serebral
berhubungan - Monitor AGD, ukuran pupil,
 Neurologic status
ketajaman, kesimetrisan dan
dengan edema
 Tissue Prefusion : reaksi
serebral ditandai
cerebral - Monitor adanya diplopia,
dengan
perubahan Setelah dilakukan asuhan pandangan kabur, nyeri
tingkat selama……… kepala
kesadaran, ketidakefektifan perfusi - Monitor level kebingungan
perubahan jaringan cerebral teratasi dan orientasi
dengan kriteria hasil:
respon motorik
- Monitor tonus otot
atau sensorik, -  Tekanan systole pergerakan
gelisah, dan dan diastole dalam
perubahan tanda rentang yang - Monitor tekanan intrkranial
vital. diharapkan dan respon nerologis
- Tidak ada ortostatik - Catat perubahan pasien
hipertensi dalam merespon stimulus
-  Komunikasi jelas - Monitor status cairan
-  Menunjukkan - Pertahankan parameter
konsentrasi dan hemodinamik
orientasi kemampuan.
- Tinggikan kepala 0-45o
- Pupil seimbang dan tergantung pada konsisi pasien
reaktif dan order medis.
- Bebas dari aktivitas
kejang
- Tidak mengalami nyeri
kepala

2. Nyeri Akut NOC : NIC :


Definisi : merasa  Pain Level, - Lakukan pengkajian nyeri
kurang senang, secara komprehensif termasuk
 pain control, lokasi, karakteristik, durasi,
lega dan sempurna frekuensi, kualitas dan faktor
dalam dimensi presipitasi
fisik, - Observasi reaksi nonverbal dari
psikospiritual, ketidaknyamanan
 comfort level
lingkungan dan - Bantu pasien dan keluarga
Setela dilakukan tinfakan
untuk mencari dan
sosial keperawatan selama ….
menemukan dukungan
Pasien tidak mengalami
Batasan nyeri, dengan kriteria - Kontrol lingkungan yang
karakteristik hasil: dapat mempengaruhi nyeri
 Ansietas seperti suhu ruangan,
 Mampu mengontrol
pencahayaan dan kebisingan
 Menangis nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu - Ajarkan tentang teknik non
 Gangguan pola menggunakan tehnik farmakologi: napas dala,
tidur nonfarmakologi untuk relaksasi, distraksi, kompres
mengurangi nyeri, hangat/ dingin
 Takut mencari bantuan)
Ketidakmampuan - Berikan analgetik untuk
 Melaporkan bahwa mengurangi nyeri: ……...
untuk rileks nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen - Tingkatkan istirahat
nyeri
- Berikan informasi tentang
 Mampu mengenali nyeri seperti penyebab nyeri,
nyeri (skala, intensitas, berapa lama nyeri akan
frekuenssi dan tanda) berkurang dan antisipasi

3. Ketidakefektifan NOC: Airway Management


pola nafas  Respiratory - Buka jalan nafas dengan teknik
berhubungan status : chin lift atau jaw thrust bila
Ventilation
dengan perlu
 Respiratory
penurunan - Posisikan pasien untuk
status :
ekspansi paru Airway memaksimalkan ventilasi
patency
Definisi : Inspirasi - Identifikasi pasien perlunya
 Vital sign
atau ekspirasi yang Status pemasangan alat jalan nafas
tidak memberi buatan
Setelah dilakukan
ventilasi - Pasang mayo bila perlu
tindakan keperawatan
Batasan selama ………..pasien - Auskultassi suara nafas, catat
Karakteristik: menunjukkan adanya suara tambahan
keefektifan pola nafas,
 Perubahan dibuktikan dengan Oxygen Therapy
kedalaman kriteria hasil: - Bersihkan mulut, hidung dan
bernafas sekret trakea
- Mendemonstras
 Penurunan
Kerusakan intergritas kulit NOC : ikan batuk - Pertahankan jalan nafas yang
berhubungan dengan efektif dan
tekanan  Tissue suara
Integrity : Skin paten
contusio jaringan nafas
and Mucous NIC : Pressure Management
ekspirasi yang bersih, - Atur peralatan oksigen
tidak ada -- Monitor
Anjurkanaliran
pasienoksigen
untuk
 Penurunan  Membranes sianosis dan menggunakan pakaian yang
ventilasi se dyspneu - Pertahankan
longgar posisi pasien
 Wound Healing :
(mampu
menit primer dan sekunder -- Observasi
Mobilisasiadanya
pasien tanda
(ubah –posisi
tanda
mengeluarkan
Penurunan kapsitas sputum, mampu
Setelah dilakukan pasien) setiap dua jam sekali
hiperventilasi
bernafas dg
tindakan keperawatan
vital -- Monitor adanya kecemasan
kulit akan adanya
selama….. mudah,
kerusakan kemerahan
tidakada
integritas kulit pasienpursed pasien terhadan oksigenasi
lips)
teratasi dengan kriteria -Vital
oleskan lotion atau
Sign Monitoring
hasil: minyak/baby oil pada derah
- Menunjukkan - Monitor TD,nadi,suhu,dan RR
jalan nafas yang tertekan
- Integritas kulit yang
yang
Baik bisa paten - Monitor pola pernafasan
- Monitor aktivitas dan
(klien tidak
dipertahankan mobilisasi pasien
abnormal
merasa
(sensasi, elastisitas,
tercekik,
temperatur, irama
hidrasi, - - Identifikasi penyebab
Monitor status nutrisi dari
pasien
nafas, frekuensi
pigmentasi) perubahan vital sign dengan
pernafasan - Memandikan pasien
- Tidak ada luka/lesi
dalam rentang sabun dan air hangat
pada kulit Perfusi
normal, tidak
- Kaji lingkungan dan peralatan
jaringan baik
ada suara nafas
yang menyebabkan tekanan
abnormal)
- Menunjukkan
- Observasi luka lokasi, dimensi,
pemahaman
- TandadalamTanda
kedalaman luka,
proses vital
perbaikan
dalamkulit karakteristik,warna cairan,
dan mencegah
rentang normal granulasi, jaringan nekrotik,
terjadinya sederadarah,
(tekanan
berulang - tanda-tanda infeksi lokal,
nadi,
formasi traktus
- Mampupernafasan)
melindungi
kulit dan - Ajarkan pada keluarga tentang
mempertahankan luka dan perawatan luka
kelembaban kulit dan
perawatan alami - Kolaburasi ahli gizi pemberian
diae TKTP, vitamin
- Menunjukkan
terjadinya proses - Berikan posisi yang
penyembuhan luka mengurangi tekanan pada luka
DAFTAR PUSTAKA

Amila, A., & Sariani, S. (2019). Lama Rawat Pada Pasien Dengan Cedera Kepala Ringan.
Holistik Jurnal Kesehatan, 13(2), 136–142. https://doi.org/10.33024/hjk.v13i2.1391
Arif, H. K., & Atika, D. A. (2019). Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri
Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan, 10(2), 417–422.
Arifin. (2013). Cedera Kepala: Teori Dan Penanganan. jakarta: Sagung Seto.
Elizabeth J. C. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwinn. jakarta: Aditya Media.
Hardi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-
NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Hernanta. (2013). Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang Neurosains. Yogyakarta: D-medika.
Kozier. (2014). Buku Ajar Praktik Kperawatan Klinis (5th ed.). jakarta: EGC.
Krisanty. (2012). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. jakarta: Trans Info Media.
Manarisip, M. E. I., Oley, M. C., & Limpeleh, H. (2014). GAMBARAN CT SCAN Kepala
Pada Penderita Cedera Kepala Ringan Di Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Periode 2012 – 2013. E-CliniC, 2(2), 1–6. https://doi.org/10.35790/ecl.2.2.2014.5100
Morton. (2014). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. jakarta: EGC.
Padila. (2013). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pusparini, Y. (2017). Pengaruh Guide Imagery Terhadap Nyeri Kepala Pasien CKR. Jurnal
Sehat Masada, 11(1), 23–30. Retrieved from
http://ejurnal.stikesdhb.ac.id/index.php/Jsm/article/view/26
Rahnaaryani. (2014). Asuhan Keperawatan Pasien Trauma Kepala. jakarta: EGC.
Susan. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. jakarta: EGC.
Takatelide, F., Kumaat, L., & Malara, R. (2017). Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal Prong
Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala Di Instalasi Gawat
Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 5(1),
111716.

Anda mungkin juga menyukai