Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

CEDERA KEPALA

Oleh :
• Ipan Septian
• Amelia Nurazizah
• Diana Agustina
• Liza Erawati
• Nivti Aini
• Putri Yuni Sul` Arafah
• Shinta Pratiwi

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKUTAS KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
2022

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya. Hanya dengan karunia-Nya penulisan makalah ini yang berjudul Cedera Kepala
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ada beberapa kendala yang menghambat
terselesainya makalah ini diantaranya keterbatasan pengetahuan serta sumber yang penulis
miliki.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga tugas makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bekasi, Oktober - 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Cedera Kepala
B. Klasifikasi Cedera Kepala
C. Etiologi Cedera Kepala
D. Patofisiologi Cedera Kepala
E. Manifestasi Klinis Cedera Kepala
F. Pemeriksaan penunjang Cedera Kepala
G. Penatalaksanaan Cedera Kepala
H. Komplikasi Cedera Kepala
I. Pencegahan Cedera Kepala
BAB III Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Implementasi Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada
kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera
cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah
30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari
setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh
lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi kejadian dan selama
transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih
dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan
lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif-non konginetal
yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami
gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala
dapat menyebabkan kematian/ kelumpuhan pada usia dini.
 Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan menunjukkan
bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena
jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera
kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan
terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian
menurun pada usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang
sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45
tahun.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari cedera kepala?
b. Berapa klasifikasi dari cedera kepala?
c. Bagaimana etiologi dari cedera kepala?
d. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari cedera kepala?
f. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan cedera kepala?
g. Bagaimana penatalaksanaancedera kepala?
h. Bagaimana komplikasi cedera kepala?
i. Bagaimana pencegahancedera kepala?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala.
b. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala.
c. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala.
d. Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala.
f. Untuk mengetahui pemeriksaaan penunjang cedera kepala.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala.
h. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala.
i. Untuk mengetahui pencegahan cedera kepala.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tenglorak dan otak. (Pierce Agrace &
Neil R. Borlei, 2006 hal 91)
Cedera Kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak, dan otak.
(Brunner & Suddarth, 2001:2010)
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transpotasi korban
kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruan gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi,
anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara
serentak.Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya
evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di
tentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa
karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak
normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta
edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio,
kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma subdural,
dan fraktur tengkorak.

B. Klasifikasi Cedera Kepala

Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung
trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi
terhadap trauma (cedera sekunder).
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hyperemia
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS) nya,
yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi Cedera Kepala


Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda
tumpul, Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala terbanyak
adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam
pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak
menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm
sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung
kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi
saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera
kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena
mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,
2009).

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau
lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial
hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio
dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
G. Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC
(Airways-Brething-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan
cenderung memper-hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih
buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan
pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa
40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan
survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara
lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala
beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan
mencegah homeostasis otak.
H. Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala
adalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal
dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema
paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan
tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat
tekanan darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah
keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan
frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan
memburuk keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg,
yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada
proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan
spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien,
juga peralatan penghisap.Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam
merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara
intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan klien
untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea
I. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan
memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi.
Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari gangguan tersebut penanganan
masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya.Beberapa
kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali
masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun
kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita
sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan
jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang
sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga
menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatanadalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali
gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan
kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan ikatan
yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila
perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah.Syok biasanya disebabkan
karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih
berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu
lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.Pencegahan
tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan
pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi
terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani
melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan
atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan
memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.Ancaman kerusakan
atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial
serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan
paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita
tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan
masyarakat).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi,ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi
positif(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah
dalamberjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.

e. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),perubahan
frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
f. Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengar-an, perubahan penglihatan, diplopia,
gangguanpengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental
(orientasi,kewas-padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan pupil
(respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan
pembauan serta pendengaran.Postur (dekortisasi, desebrasi),
kejang.Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
g. Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
b. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma.
d. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur
dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
e. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas.
b. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran urine dan
elektrolit meningkat.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan
kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.
e. Penuruna kapasitas adaptif intakranial.
f. Hambatan interaksi sosial.
g. Kelebihan volume cairan.
h. Gangguan rasa nyaman.
i. Gangguan pertukaran gas.
j. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

C. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan

1. Risiko ❖ Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah


ketidakefektifan status sirkulasi yang tertentu yang peka terhadap
perfusi jaringan ditandai dengan: panas/ dingin/ tajam/
otak ❖ tekanan systole dan tumpul.
diastole dalam - Monitor adanya paretese.
rentang yang - Instruksikan keluarga untuk
diharapkan. mengobservasi kulit jika ada
❖ Tidak ada ortostatik isi atau laserasi.
hipertensi. - Gunakan sarung tangan
❖ Tidak ada tanda-tanda untuk proteksi.
peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial (tidak leher dan punggung.
boleh dari 15 mmHg), - Monitor kemampuan BAB.
❖ Mendemonstrasikan - Kolabrasi pemberian
kemampuan kognitif analgetik.
yang ditandai dengan: - Diskusikan mengenai
- Berkomunikasi penyebab perubahan sensasi.
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan.
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi.

2. Hambatan ❖ Klien meningkat dalam - Monitoring vital sign


mobilitas fisik aktivitas fisik. sebelum/ sesudah latihan.
❖ Mengerti tujuan dari - Konsultasikan dengan terapi
peningkatan dari fisik tentang rencana
peningkatan mobilitas. ambulasi sesuai dengan
❖ Memverbalisasikan kebutuhan.
perasaan dalam - Kaji pasien dalam mobilisasi.
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah.

3. Gangguan ❖ Mendemonstrasikan - Buka jalan nafas, gunakan


pertukaran gas peningkatan ventilasi teknik chin lift atau jaw thrust
dan oksigenasi yang bila perlu.
adekuat. - Posisikan pasien untuk
❖ Memelihara memaksimalkan ventilasi.
kebersihan paru-paru - Identikasi pasien perlunya
dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas
distress pernafasan. buatan.
❖ Mendemonstrasikan - Pasang mayo bila perlu.
batuk efektif dan suara - Lakukan fisioterapi dad bila
nafas yang bersih, perlu.
tidak ada sianosis dan - Keluarkan secret dengan
dyspneu (mampu batuk atau saction.
mengeluarkan - Auskultasi suara nafas, catat
sputum, mampu adanya suara tambahan.
bernafas dengan - Lakukan suction pada mayo.
mudah, tidak ada - Berikan bronkodilator bila
pursed lips). perlu.
❖ Tanda-tanda vital - Berikan pelembab udara.
dalam rentang normal.

4. Ketidakefektifan Airway Management


❖ Mendemonstrasikan
pola nafas - Buka jalan nafas dengan
batuk efektif dengan
berhubungan teknik chin lift atau jaw thrust
suara nafas yang
dengan bila perlu
besih, tidak ada
penurunan - Posisikan pasien untuk
sianosis dan dyspneu
ekspansi paru memaksimalkan ventilasi
(mamou
Definisi : Inspirasi - Identifikasi pasien perlunya
mengeluarkan
atau ekspirasi pemasangan alat jalan nafas
septum, mampu
yang tidak buatan
bernafas dengan
memberi ventilasi - Pasang mayo bila perlu
mudah, tidak ada
Batasan - Auskultassi suara nafas, catat
pursed lips)
Karakteristik: adanya suara tambahan
❖ Menunjukkan jalan Oxygen Therapy
⮚ Perubahan
- Bersihkan mulut, hidung dan
nafas yang paten
kedalaman
sekret trakea
(klien tidak merasa
bernafas
- Pertahankan jalan nafas yang
tercekik, irama nafas,
⮚ Penurunan paten
frekuensi pernafasan
- Atur peralatan oksigen
tekanan dalam rentang normal,
- Monitor aliran oksigen
ekspirasi tidak ada suara
- Pertahankan posisi pasien
abnormal)
⮚ Penurunan
- Observasi adanya tanda –
❖ Tanda- tanda vital
ventilasi se tanda hiperventilasi
menit dalam rentang normal - Monitor adanya kecemasan
(tekanan darah, nadi, pasien terhadan oksigenasi
⮚ Penurunan
pernafasan) Vital Sign Monitoring
kapsitas vital
- Monitor TD,nadi,suhu,dan RR
- Monitor pola pernafasan
abnormal
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
5. Ketidakseimbang ❖ Adanya peningkatan Nutrition Management
an nutrisi kurang berat bedan sesuai - Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan dengan tujuan - Kolaborasi dengan ahli gizi
tubuh ❖ Berat badan ideal untuk menentukan jumlah
Definisi : asupan sesuai dengan tinggi kalori dan nutrisi yang di
nutrisi tidak badan butuhkan pasien
cukup untuk ❖ Mampu - Anjurkan pasien untuk
memenuhi mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
kebutuhan kebutuhan nutrisi - Anjurkan pasien untuk
metabolik ❖ Tidak ada tanda-tanda meningkatkan protein dan
Batasan malnutrisi vitamin C
karakteristik : ❖ Menunjukkan - Kaji kemampuan pasien
⮚ kram peningkatan fungsi untuk mendapatkan nutrisi
abdomen pengecapan dari yang dibutuhkan
⮚ nyeri menelan
Nutrition monitoring
abdomen ❖ Tidak terjadi
- BB pasien dalam batas
⮚ menghindari penurunan berat
normal
makanan badan
- Monitot adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan

6. Gangguan rasa ❖ Mampu mengontrol Anxiety reduction


nyaman kecemasan - Nyatakan dengan jelas
Definisi : merasa ❖ Status lingkungan yang harapan terhadap pelaku
kurang senang, nyaman pasien
lega dan ❖ Mengontrol nyeri
sempurna dalam ❖ Kualitas tidur dan - Jelaskan semua prosedur dan
dimensi fisik, istirahat adekuat apa yang dirasakan selama
psikospiritual, ❖ Agresi pengendalian prosedur
lingkungan dan diri - Berikan obat untuk
sosial ❖ Respon terhadap mengurangi kecemasan
Batasan pengobatan
karakteristik ❖ Control gejala
⮚ Ansietas ❖ Status kenyamanan
⮚ Menangis meningkat
⮚ Gangguan ❖ Dapat mengontrol
pola tidur ketakutan
⮚ Takut ❖ Support social
⮚ Ketidakmamp ❖ Keinginan untuk hidup
uan untuk
rileks

7. Hambatan ❖ Menggunakan Socialization Enhancement


interkasi social aktivitas yang - Buat interaksi terjadwal
Definisi : menenangkan, - Dorong pasien ke kelompok
Insufisiensi atau menarik dan atau program keterampilan
kelebihan menyenangkan untuk interpersonal yang
kuantitas atau meningkatkan membantu meningkatkan
ketidakefektifan kesejahteraan pemahaman tentang
kualitas interaksi sosial dengan pertukaran informasi atau
perukuran social orang, kelompok,atau sosialisasi, jika perlu
organisasi - Identifikasi perubahan
❖ Memahami dari perilaku tertentu
dampak diri perilaku - Berikan umpan balik positif
diri pada interaksi jika pasien berinteraksi
sosial dengan orang lain
❖ Mendapatkan /
meningkatkan
keterampilan interaksi - Fasilitas pasien dalam
sosial,kerja member masukkan dan
sama,ketulusandan membuat perencanaan
saling memahami - Anjurkan bersikap jujur dan
❖ Perkembangan apa adanya dalam
fisik,kognitif,dan berinteraksi dengan orang
psikososial anak sesuai lain
dengan usianya - Anjurkan menghargai orang
lain
- Minta dan harapkan
informasi verbal

8. Kelebihan ❖ Terbebas dari edema, Fluid management


volume cairan efusi, anaskara - Timbang popok/pembalut
Definisi : ❖ Memelihara fena jika diperlukan
Peningkatan sentral, tekanan - Pertahankan catatan intake
retensi cairan kapiler paru, output dan output yang akurat
isotonik jantung dan vital sign - Pasang urine kateter jika
dalam batas normal diperlukan
❖ Terbatas dari - Monitor status nutrisi
kelelahan kecemasan - Kolaborasi pemberian
atau kebingungan diuretik sesuai intruksi
❖ Menjelaskan - Batasi masukan cairan pada
endikator kelebihan keadaan hiponatrermi dilusi
cairan dengan serum Na < 130
mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebihan muncul
memburuk
9. Resiko ❖ Mempertahankan Fluid management
ketidakseimbang urine output sesuai - Timbang popok/pembalut
an elektrolit dengan usia dan BB, jika diperlukan
Definisi : Berisiko BJ urine normal, HT - Pertahankan catatan intake
mengalami normal dan output yang akurat
perubahan kadar ❖ Tekanan darah, nadi, - Monitor vital sign monitor
dan elektrolit suhu tubuh dalam status nutrisi
serum yang dapat batas normal - Berikan cairan IV pada suhu
mengganggu ❖ Tidak ada ruangan
kesehatn tanda-tanda - Dorong masukan oral
dehidrasi, elastisitas - Pelihara IV line
turgor kulit baik, - Monitor tingkat HB dan
membran mukosa hematokrit
lembab, tidak ada - Monitor tanda vital
rasa haus yang - Monitor respon pasien
berlebihan terhadap penambahan
cairan

10. Penurunan ❖ Mendemonstrasikan Intrakranial Pressure (ICP)


kapasitas adaptif status sirkulasi yang Monitoring (monitor tekanan
intrakranial ditandai dengan: intracranial)
Definisi : - Tekanan systole - Berikan informasi kepada
Mekanisme dan diastole keluarga
dinamika cairan dalam rentang - Monitor tekanan perfusi
intracranial yang yang diharapkan serebral
normalnya 120/80 mmHg - Catatan respon pasien
melakukan - Tidak ada terhadap stimulasi
kompensasi untuk ortostatik - Monitor tekanan intracranial
meningkatkan hipertensi dan respon neurology
volume - Tidak ada terhadap aktifitas
intrakranial tanda-tanda - Monitor intake dan out put
mengalami peningkatan cairan
gangguan, yang tekanan - Monitor suhu dan angka
menyebabkan intrakranial WBC
peningkatan (tidak lebih dari - Kolaborasi pemberian anti
tekanan 15 mmH) biotik
intracranial (TIK) ❖ Mendemonstrasikan
secara tidak kemampuan kognitif
merata dan yang ditandai
berespon dengan:
terhadap - Berkomunikasi
berbagai stimuli dengan jelas yang
ynag berbahaya sesuai dengan
dan tidak kemampuan
berbahaya - Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
- Memproses
informasi
- Membuka
keputusan
dengan benar
❖ Menunjukkan sensori
motorik cranial yang
utuh:
- Tingkat kesadaran
membaik
- Tidak ada gerakan
infolunter

D. Implementasi Keperawatan
Untuk tindakan keperawatan dilakukan tindakan ganti balut setiap hari, namun ada
beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya minimnya peralatan, seringnya
tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/ praktikan secara bergantian, sehingga resiko
infeksi semakin besar. Kemudian ada juga perawat/ praktikan yang melakukan ganti balut
tanpa komunikasi terapeutik dengan keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang benar.

Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang benar yaitu meliputi
persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi terapeutik dan menggunakan prinsip
steril.

E. Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data subyektif,
namun akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif langsung dari respon klien.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT Scan
dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh efek
buruk cedera kepala karena melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Pengaruh
secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara
tidak langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi beberapa jam setelah
kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder
terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala. Kedua mekanisme tersebut
memperberat cedera otak yang sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik,
kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai
sembuh total sampai cacat menetap bahkan kematian.
B. Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis
dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

 http://eprints.ums.ac.id/22036/2/04._BAB_I.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016


pukul 11.47 WIB

 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/4/Chapter%20I.pdf. Diakses
pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.48 WIB

 http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama-5391-2-babii.pdf
. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.50 WIB

https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drsmed_fkur.
pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.54 WIB

Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta:
EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Alih
bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa
Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Anda mungkin juga menyukai