Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MANAGEMENT PATIENT SAFETY

Cedera Kepala

Disusun Oleh :

Syofyan Syah Riski

21334136

Dosen Pengampu :

Ns. Vivi Yuderna, S.Kep, M.Kep Rab

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat yang
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul “Sterilisasi
dan Disinfeksi. Penyusunan makalah ini atas dasar tugas Managament Patient Safety. Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada narasumber yang telah membantu penulis dalam
penyusunan makalah ini. Mohon maaf penulis sampaiakan apabila terdapat kekurangan
dalam penulisan makalah ini, karena kami masih dalam taraf belajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk menambah wawasan
kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan dimasa
yang akan datang. Terima kasih.

Pariaman, 21 Maret 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cedera Kepala..........................................................................................
B. Klasifikasi Cedera Kepala..........................................................................................
C. Etiologi Cedera Kepala..............................................................................................
D. Patofisiologi Cedera Kepala.......................................................................................
E. Manifestasi Klinis Cedera Kepala..............................................................................
F. Pemeriksaan penunjang Cedera Kepala.....................................................................
G. Penatalaksanaan Cedera Kepala.................................................................................
H. Komplikasi Cedera Kepala.........................................................................................
I. Pencegahan Cedera Kepala........................................................................................
BAB III Penutup
A. Kesimpulan.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada
kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera
cukup berat yang memerlukan perawatn di rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30
tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari
setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh
lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi kejadian dan selama
transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih
dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan
lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif-non konginetal
yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami
gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala
dapat menyebabkan kematian/ kelumpuhan pada usia dini.
Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan menunjukkan
bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena
jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera kepala
pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur,
selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada
usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan
etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari cedera kepala?
b. Berapa klasifikasi dari cedera kepala?
c. Bagaimana etiologi dari cedera kepala?
d. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari cedera kepala?
f. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan cedera kepala?
g. Bagaimana penatalaksanaancedera kepala?
h. Bagaimana komplikasi cedera kepala?
i. Bagaimana pencegahancedera kepala?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala.
b. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala.
c. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala.
d. Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala.
f. Untuk mengetahui pemeriksaaan penunjang cedera kepala.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala.
h. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala.
i. Untuk mengetahui pencegahan cedera kepala.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak.
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transpotasi korban kerumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruan gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan
pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak.Pendekatan
yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur
vital.Tingkat keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di tentukan saat pasien
tiba di rumah sakit.
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa
karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak
normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta
edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio,
kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma subdural, dan
fraktur tengkorak.
B. Klasifikasi Cedera Kepala
Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung
trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi
terhadap trauma (cedera sekunder).
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hyperemia (peningkatan
volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS)
nya, yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi Cedera Kepala
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda tumpul,
Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala terbanyak
adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam
pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak
menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm
sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung
kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat
atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan
adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,
2009).
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial
hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio
dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
G. Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-Brething-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan cenderung memper-
hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan
pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan survei
sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala
beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan
mencegah homeostasis otak.
H. Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala
adalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal
dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa.Edema paru
terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan
perfusi dalam keadaan konstan.Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah
sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila
keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi
respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk
keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke
paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya
cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan
menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel
lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga
peralatan penghisap.Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan
obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara
intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan klien
untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea
I. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan
memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi.
Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari gangguan tersebut penanganan
masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya.Beberapa
kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali
masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun
kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita
sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan
jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang
sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga
menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatanadalah
membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan
membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan ikatan
yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila
perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah.Syok biasanya disebabkan
karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih
berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu
lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.Pencegahan
tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan
pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi
terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui
rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan
atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan
memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.Ancaman kerusakan
atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial
serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan
paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak
ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT Scan
dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh efek
buruk cedera kepala karena melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Pengaruh
secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara
tidak langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi beberapa jam setelah
kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder
terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala.Kedua mekanisme tersebut
memperberat cedera otak yang sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik,
kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh
total sampai cacat menetap bahkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/22036/2/04._BAB_I.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016


pukul 11.47 WIB

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/4/Chapter%20I.pdf. Diakses pada


tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.48 WIB

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama-5391-2-babii.pdf.
Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.50 WIB

https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drsmed_fkur.p
df. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.54 WIB

Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta: EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Alih
bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa
Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Anda mungkin juga menyukai