Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KTS CEDERA KERACUNAN

DAN FAKTOR EKSTERNAL


“CEDERA KEPALA”

Disusun Oleh :

Lia Yuliatun Hasanah 518.E.0006


Ikhsan Rifki Fadillah 518.E.0010
Wiwin Winarti Romadoni 518.E.0011
Ida Ayu Thiaz S.W 518.E.00014
Muthia Jihan D. 518.E.0015
Novan Panji Nugraha 518.E.0031

KELOMPOK 4
RMIK 5A

PROGRAM STUDI
REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKes) MAHARDIKA CIREBON
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah tentang Cedera Kepala dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Kodefikasi Terkait Sistem Cedera Keracunan dan Faktor
Eksternal dengan program studi D-III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dede Setiawan, S.Kep.,
M.Kes selaku dosen mata kuliah Kodefikasi Tekait Sistem Cedera Keracunan dan
Faktor Eksternal yang telah membimbing dan memberikan tugas ini kepada kami
sehingga kami mengetahui lebih dalam tentang materi yang diberikan.
Kami menyadari dalam makalah ini tidak luput dari kekurangan baik dari
segi penulisan, pola kalimat dan lain sebagainya. Untuk itu kami ucapakan
permohonan maaf dan besar harapan kami adanya masukan yang membangun dari
pembaca sebagai bahan evaluasi agar dapat lebih baik dalam penyusunan makalah
di kesempatan selanjutnya.

Cirebon, 7 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006), cedera kepala
merupakan kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun benturan fisik
dari luar, yang dapat mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan
kerusakan fungsi kognitif maupun fungsi fisik. Cedera kepala merupakan
suatu trauma atau ruda paksa yang mengenai struktur kepala yang dapat
menimbulkan gangguan fungsional jaringan otak atau menimbulkan kelainan
struktural (Sastrodiningrat, 2007). Cedera kepala (trauma capitis) adalah
cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala
yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan
gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).
Cedera kepala merupakan terjadinya gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa pendarahan intersititial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (price, 2012). Secara umum cedera
kepala diklasifikasikan menurut skala Gasglow Coma Scale (GCS)
dikelompokkan menjadi tiga : (1) Cedera Kepala Ringan (GCS 13-15) dapat
terjadinya kehilangan kesadaran atau amnesia selama kurang dari 30 menit,
tidak ada kontusio tengkorak, tidak adanya fraktur serebral, hematoma (2)
Cedera Kepala Sedang (GCS 3-8) dapat kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia apabila lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi, atau
hematoma intrakranial (Amien & Hardhi, 2016).
Cedera Kepala Sedang (CKS) adalah cedera kepala yang
kemungkinan mengalami fraktur tengkorak, kontusio serebral, laserasi,
hematoma serebral, hematoma intrakranial, kehilangan kesadaran selama 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Secara umum pasien CKS memiliki
Gasglow Coma Scale 9-13.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2013) 50% kematian
akibat kecelakaan lalu lintas mengalami cedera kepala. Cedera kepala
merupakan masuk dalam 3 penyakit penyebab kematian terbanyak di
Indonesia juga masuk kedalam 5 penyakit terbanyak dirawat di rumah sakit di
Indonesia (Depkes RI, 2007). Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013
prevelansi cedera mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 dari
7,5% menjadi 8,2% (Rikesdas Indonesia, 2013). Advance Life Trauma
Support (ATLS) tahun 2004 menunjukkan dari 500.000 kasus pasien cedera
setiap tahunnya sebanyak 80% mengalami CKS dan 20% lagi mengalami
CKS dan CKB.
Di Indonesia penyebab CKS terbanyak karena kecelakaan lalu lintas
berkisar 17,63-42,20% yang menduduki urutan tertinggi kemudian disusul
yang kedua yaitu cedera ekstremita mencapai 11,8% (Slamet, 2012). Data
kecelakaan di Indonesia yang berasal dari kepolisian yang menyebutkan pada
tahun 2007, jumlah korban meninggal sebanyak 16,548 jiwa. Dominan
terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah dialami oleh pengemudi sepeda serta
cedera kepala yang dialami merupakan urutan pertama disemua jenis cedera
yang dialami korban kecelakaan lalu lintas.
Hal yang sering dilaporkan oleh pasien CKS adalah nyeri pada bagian
kepala. Menurut penelitian sebanyak 82% pasien CKS mengalami nyeri akut
dengan skala nyeri ringan sampai nyeri berat (Wijayasakti, 2010) Nyeri
kepala pada pasien CKS disebabkan oleh perubahan neurokimia yang terdiri
dari depolarisasi saraf, pengeluaran asam amino pada neurotransmiter yang
berlebihan, serotogenik, gangguan opiate endogen.
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dengan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri tersebut pada kulit dan mukosa dimana reseptor
nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikidinim, prostglandin
dan macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat kerusakan pada
jaringan akibat kekurangan oksigen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu cedera kepala?
2. Apa saja etiologi cedera kepala?
3. Apa yang menjadi penyebab dan gejala cedera kepala?
4. Bagaimana pemeriksaan, pengobatan dan pencegahan pada cedera kepala?
5. Bagaimana patogenesis dan diagnosa cedera kepala?
6. Apa saja komplikasi pada cedera kepala?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan pengertian dari cedera kepala.
2. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala.
3. Untuk mengetahui penyebab dan gejala pada cedera kepala.
4. Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan pada cedera kepala.
5. Untuk mengetahui patogenesis dan diagnosa pada cedera kepala.
6. Untuk mengetahui komplikasi pada cedera kepala.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cedera Kepala

Cedera kepala atau traumatic brain injury didefinisikan sebagai cedera

kepala secara umum diartikan sebagai cedera yang melibatkan scalp atau kulit

kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang yang membentuk wajah atau otak.

Berdasarkan anatomi kepala, lapisan terluar yaitu kulit kepala yang memiliki

jaringan yang lunak tetapi memiliki daya lindung yang besar. Bila tengkorak

tidak terlindung oleh kulit kepala maka hanya mampu menahan pukulan

sebesar 40 pound/inch tetapi bila terlindung dari kulit kepala dapat menahan

pukulan 425-900 pound/inch.

Setelah kulit kepala, juga terdapat tulang tengkorak yang melindungi

isi dalamnya yaitu otak. Bagian yang paling penting dari kesemuanya ialah

otak yang merupakan pusat dari semua bagian tubuh. Penggunaan darah oleh

otak sangat besar jika dibandingkan dengan organ lain dalam tubuh. Tidak

kurang dari 15-20% darah dari jantung menuju ke otak. Konsumsi oksigen

oleh otak ialah antara 20-25% sehingga menyebabkan otak sangat peka jika

mengalami kekurangan oksigen. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi

kematian akibat cedera kepala antara lain faktor usia, jenis kelamin, hipotensi,

dan hipoksia.

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara

langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di

kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis. Menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan,

pasal 117: “seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi

dan sistem pernapsan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila

kematian batang otak telah dapat dibuktikan.” Traumatologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan kekerasan.

Beberapa kondisi pada cedera kepala meliputi luka ringan, memar di

kulit kepala, bangkak, perdarahan, dislokasi patah tulang tengkorak dan gegar

otak. Berdasarkan tingkat keparahannya cedera kepala dibagi menjadi tiga,

yaitu cedera kepala ringan, sedang dan berat. Cedera kepala ringan dapat

menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa

mual, pusing, linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa saat.

Penderita cedera kepala sedang juga dapat mengalami kondisi yang sama,

namun dalam waktu yang lebih lama.

Bagi penderita cedera kepala berat, potensi komplikasi jangka panjang

hingga kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat. Perubahan

perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa efek yang dapat dialami penderita

dikarenakan otak mengalami kerusakan, baik fungsi fisiologi maupun struktur

anatomi nya.

Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala

terbuka dan tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera

menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak sehingga mengenai jaringan

otak. Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bila cedera yang terjadi tidak
menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorakdan tidak mengenai otak secara

langsung.

B. Etiologi Cedera Kepala

Etiologi cedera kepala dapat berasal dari berbagai sumber yaitu

kekerasan tumpul; kasus paling sering dalam etiologi ini ialah karena

kecelakaan, pembunuhan, atau dapat juga bunuh diri. Selain itu kekerasan

tajam merupakan jenis kekerasan yang cukup banyak terjadi. Benda penyebab

tersering ialah batang besi atu kayu runcing, pecahan kaca, atau benda-benda

lain yang tajam. Cedera akibat tembakan juga dapat menyebabkan kematian

dimana dilihat dari kerusakan yang ditimbulkan, kaliber peluru dan jenis

peluru yang digunakan, jarak tembakan, deformitas yang terjadi pada tulang

dan peluru, jalannya peuru yang masuk pada otak. Cedera kepala akibat

gerakan mendadak juga dapat dimasukan kedalam etiologi yang dapat

meyebabkan kematian meskipun tidak terdapat kekerasan yang nampak

langsung pada kepala cedera dapat terjadi oleh karena gerakan yang mendadak

misalnya suatu percepatan, perlambatan, atau perputaran. Kerusakan yang

terjadi terutama pada pembuluh darah otak dan jaringan sekitarnya.

Menurut patomekanisme cedera kepala dapat terbagi atas cedera primer

yang merupakan cedera kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa,

dapat berupa benturan langsung ataupun proses akselerasi-deselerasi gerakan

kepala. Pada cedera primer dapat diakibatkan oleh adanya peristiwa coup dan

countrecoup. Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai

proses patologik yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron yang berkelanjutan,

iskemia. dan perubahan neurokimiawi. Pada cedera sekunder terjadi gangguan

proses metabolisme dan homeostatis ion-ion sel otak, hemodina-mika

intracranial, dan kompartemen cairan serebrospinalis (CSS) yang dimulai

setelah terjadinya trauma namun tidak tampak secara klinis segera setelah

trauma.

C. Penyebab Cedera Kepala


Cedera Kepala terjadi ketika ada benturan keras, terutama yang
langsung mengenai kepala. Keparahan cedera akan tergantung dari mekanisme
dan kerasnya benturan yang dialami penderita. Berikut ini adalah yang dapat
menyebabkan terjadinya cedera kepala:
1. Jatuh dari ketinggian atau terpeleset dipermukaan yang keras
2. Kecelakaan lalu lintas
3. Cedera saat berolahraga atau bermain
4. Kekerasan dalam rumah tangga
5. Penggunaan alat peledak atau senjata dengan suara bising tanpa alat
pelindung
6. Sshaken baby syndrome atau sindrom yang terjadi saat bayi diguncang
secara kasar atau berlebihan.
Meskipun cedera kepala dapat terjadi pada semua orang, risiko cedera
kepala dapat meningkatkan saat seseorang sednag dalam usia produktif dan
aktif seperti 15-24 tahun atau lansia berusia 75 tahun ke atas. Bayi yang baru
lahir juga rentan mengalami kondisi ini hingga berusia 4 tahun.

D. Gejala Cedera Kepala


Gejala yang dialami penderita cedera kepala berbeda-beda sesuai
dengan keparahan kondidi. Tidak semua gejala akan langsung dirasakan sesaat
setelah cedera terjadi. Terkadang gejala baru muncul setelah beberapa hari
hingga beberapa minggu kemudian.
Berikut adalah gejala cedera kepala ringan :
1. Kehilangan kesadaran untuk beberapa saat.
2. Terlihat linglung atau pandangan kosong.
3. Pusing.
4. Kehilangan keseimbangan.
5. Mual atau muntah.
6. Mudah terasa lelah.
7. Mudah mengantuk dan tidur melebihi biasanya.
8. Sulit tidur.
9. Sensitif terhadap cahaya atau suara.
10. Penglihatan kabur.
11. Telinga berdenging.
12. Kemampuan mencium berubah.
13. Mulut terasa pahit.
14. Kesulitan mengingat atau berkonsentrasi.
15. Merasa depresi.
16. Perubahaan suasana hati.

Sedangkan pada penderita cedera kepala sedang hingga berat, berikut adalah
gejala yang dialami:
1. Kehilangan kesadaran selama hitungan menit hingga jam.
2. Pusing hebat secara berkelanjutan.
3. Mual atau muntah secara berkelanjutan.
4. Kehilanagn koordinasi tubuh.
5. Kejang.
6. Pelebaran pupil.
7. Terdapat cairan yang keluar melalui hidung atau telinga, misalnya telinga
berdarah.
8. Tidak mudah bangun saat tidur.
9. Jari-jari tangan dan kaki melemah dan kaku.
10. Merasa bingung.
11. Perubahan perilaku secara intens.
12. Cadel saat berbicara.
13. Koma.
Pada anak-anak, berikut beebrapa gejala yang dapat menunjukan
kemungkinan terjadinya cedera kepala:
1. Mennagis secara terus-menerus.
2. Mudah merasa jengkel.
3. Perubahan dalam nafsu makan.
4. Tidak mudah berkonsentrasi.
5. Pola tidur berubah.
6. Sering merasa sedih atau depresi
7. Tidak ingin bermain, meskipun itu permainan kesukannya.
Gejala cedera kepala tidak dapat diprediksi keparahannya hanya melalui
pengamatan secara fisik.

E. Pemeriksaan Pada Cedera Kepala


Ada 2 jenis pemeriksaan, yaitu:
1. Pemeriksaan autopsy luar, yang meliputi pemeriksaan luar untuk melihat
adanya memar, trauma, cedera atau deformitas dan lainnya yang tampak
pada permukaan tubuh.
2. Pemeriksaan autopsy dalam, yang bertujuan untuk melihat trauma,
memar, cedera yang terjadi di organ dalam tubuh.

F. Patogenesis Cedera Kepala


Pathogenesis cedera kepala mencangkup cedera primer dan cedera
sekunder. Pada cedera primer terjadi kerusakan jaringan otak langsung akibat
traum. Cedera sekunder ditandai dengan aktivitas kaskade biokimia, seluler
dan molecular yang sekali teraktivasi, mengeksaserbasi homeostasis yang
telah berubah akibat cedera parenkim otak.
Inflamasi merupakan bagian penting dalam patofisiologi cedera otak
traumatic. Peran utama dalam proses ini adalah sejumlah mediator imun yang
dilepaskan dalam beberapa menit setelah cedera primer.

G. Pengobatan Cedera Kepala


1. Obat-obatan
Penderita cedera kepala ringan biasanya tidak memerlukan
tindakan medis khusus dikarenakan kondisinya dapat membaik dengan
beristirahat. Untuk meredakan rasa nyeri, penderita dianjurkan untuk
mengkonsumsi paracetamol. Jika cedera kepala tergolong sedang atau
berat, dokter akan memberikan obat antikejang untuk menekan risiko
kejang yang biasa terjadi seminggu setelah trauma, atau diuretic umtuk
meredakan tekanan dalam otak dengan mengeluarkan cairan dari tubuh.
Dalam kasus ini yang tergolong parah, seperti kerusakan pada
pembuluh darah, dokter mungkin akan memberikan obat penenang yang
dapat membuat pasien masuk dalam kondisi koma sementara (induced
coma). Hal ini dilakukan untuk meredakan tekanan dan beban kerja otak
yang tidak dapat menerima oksigen dan nutrisi seperti biasanya.
2. Terapi
Serangkaian terapi yang biasa disarankan, meliputi:
a. Fisioterapi,untuk mengembalikan fungsi tubuh pasca trauma
b. Terapi saraf, untuk membantu memeperbaiki disfungsi kognitif pasien
dan melatih pasien dalam mengontrol emosi serta perilaku
c. Terapi wicara, untuk membantu memperbaiki kemampuan berbicara
dan berkominikasi
d. Terapi rekreasi, untuk melatih pasien menikmati waktu senggangnya
dan mengembangkan kemampuan hubungan social melalui kegiatan-
kegiatan yang menyenangkan.
3. Operasi
Tindakan operasi umumnya disarankan dalam kondisi darurat untuk
menghindari kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak pasien. Beberapa
tindakan yang biasa dilakukan adalah :
a. Membuka tulang tengkorak
Tindakan ini dilakukan untuk meredakan tekanan pada otak
selain juga dengan mengeluarkan cairan tulang belakang otak (CSF),
sehingga memeberikan ruang untuk pembengkakan pada jaringan otak.
b. Mengangkat bekuan darah (hematoma)
Tindakan ini dilakukan untuk menangani penekanan pada otak
oleh gumpalan darah.
c. Memperbaiki tulang tengkorak yang patah
Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki kerusakan patah
tulang yang parah.

H. Pencegahan Cedera Kepala


Pencegahan cedera kepala dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Menggunakan alat pengaman saat melakukan olahraga-lahraga, seperti
sepakbola, bersepeda, menyelam, tinju dan sebagainya.
2. Selalu menggunakan alat pelindung diri, seperti helm atau pelindung
kepala saat bekerja.
3. Memasang pegangan besi di kamar mandi dan samping tangga untuk
mengurangi risiko terpeleset.
4. Memastikan selalu lantai selalu kering dan tidak licin.
5. Memeriksa kondisi mata secara rutin.
6. Berolahraga secara teratur untuk meregangkan otot.
Anak-anak juga rentan mengalami cedera kepala saat bermain. Berikut adalah
cara pencegahan cedera kepala pada anak-anak :
1. Memasang pintu didepan tangga dan dikunci saat tidak ada pengawas.
2. Memasang trails jendela, khususnya jika anda tinggal di apartemen atau
rumah tingkat.
3. Meletakan keset kering di depan pintu kamar mandi untuk menghindari
terpeleset.

I. Komplikasi Cedera Kepala


Penderita cedera sedang hingga kepala berat sangat rentan mengalami
komplikasi, baik sesaat setelah trauma atau beberapa minggu setalahnya jika
tidak ditangani dengan baik. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1. Penurunan kesadaran, Seperti penurunan kesadaran hingga koma,
kematian sel otak (brain death), locked-in syndrome, dan kodisi
vegetative.
2. Kejang-kejang berulang atau disebut juga dengan epilepsy pasca-trauma.
3. Kerusakan saraf, Yang dapat memicu maslaah lainnya seperti
kelumpuhan otot wajah, penglihatan ganda hingga kehilangan
kemampuan melihat, gangguan bicara (afasia), sulit menelan dan
kerusakan pada indra penciuman.
4. Kerusakan pembuluh darah, di mana cairan serebrospinal terkumpul pada
ruang ventrikel otak dan menimbulkan peningkatan tankan otak
5. Penyakit degenerasi otak, meliputi demensia pugilistic, penyakit
Alzheimer dan penyakit Parkinson.

J. Diagnosa Cedera Kepala


Pemeriksaan neurologis akan dilakukan untuk mengevaluasi fungsi
saraf, dengan cara mengukur kekuatan otot, kemapuan pasien dalam
mengontrol pergerakan otot, tingkat keleluasaan pergerakan mata, kemampuan
dalam mearasakan sensasi dan sebagainya. Tingkat kesadaran pasien dapat
dinilai dengan pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS) melalui penilaian
kemampuan pasien untuk mengikuti instruksi atau merespon suatu rangsangan
fisik yang diberikan. Nilai GCS normal adalah 15, yang merupakan nilai
maksimal untuk pemeriksaan ini. Semakin rendah nilai yang didapat, maka
kondisi yang dialami pasien semakin buruk.
Jika diperlukan, dapat dilakukannya pemindaian, seperti foro Rontgen,
CT scan dan MRI untuk melihat potensi patah tulang, perdarahan, darah beku,
pembengkakan jaringan otak dan aliran darah dalam otak.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera
serta hubungannya dengan kekerasan. Cedera bisa terjadi di bebera organ
manusia, salah satunya terjadi cedera pada kepala. Berdasarkan data diatas
kita dapat simpulkan bahwa cedera kepala atau traumatic brain injury
didefinisikan sebagai cedera kepala secara umum diartikan sebagai cedera
yang melibatkan scalp atau kulit kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang
yang membentuk wajah atau otak. Cedera kepala (trauma capitis) juga bisa
disebut dengan cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung
mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala. Cedera kepala
dapat meliputi beberapa kondisi meliputin luka ringan, memar, begkak,
pendarahan, dislkasi tulang tengkorak, dan gegar otak. Lalu berdasarkan
tingkat keparahannya cedera kepala juga di bagi menjadi tiga, yaitu cedera
kepala ringan yang menyebabkan gangguan sementara fungi otak sehingga
penderita merasa mual, pusing dalam bebera saat. Cera kepala sedang juga
menyebabkan kondisi yang sama dengan cedera kepala ringan, namun saja
dalam waktu yanng lebih lama. Sementara cedera kepala berat memiliki
potensi komplikasi dalam jangka waktu yang panjang hinga dapat
menyebabkan kematian apabila tidak tertangani dengan baik.
Berdasarkan etiologi cedera kepala bisa terjadi karena berbagai sumber
yaitu karena kekerasan tumpul dan kekerasan tajam. Kekerasan tumpul
meliputi kecelakaan, pembunuhan, dan bisa juga karena bunuh diri, sementara
kekerasan tajam bisa terjadi karena benda (batang kayu, besi, kayu runcing,
atau pun pecahan kaca) sebagai penyebabnya. Cedera kepala juga bisa terjadi
karena bebera kejadian seperti : jatuh dari ketinggian , kecelakaan lalu lintas,
cedera saat berolahraga atau bermain, kekerasan pada rumah tangga,
penggunaan properti kerja dengan suara yang bising tanpa alat pelindung.
Bagi penderita cedera kepala baik ringan, sedang, maupun berat biasanya
ditandai dengan gejala seperti :
1. Kehilangan kesadaran
2. Kehilangan keseimbangan
3. Pusing
4. Mual dan muntah
5. Sensitip terhadap cahaya dan suara
6. Kejang
7. Penglihatan kabur
8. Koma
Apabila kita merasakan gejala seperti yang di atas, segeralah periksakan ke
Rumah Sakit. Biasanya bagi penderita cedera kepala bisa langsung ditangani
melalui tiga pengobatan yaitu : dengan cara minum obat-obatan, melakukan
terapi, ataupun dengan melakukan operasi
Untuk mencegah terjadinya cedera kepala dapat dilakukan dengan langkah-
langkah berikut :
1. Menggunakan alat pengaman saat berolahraga
2. Menggunakan alat pelindung diri daat bekerja
3. Memasang pegangan besi di kamar mandi dan samping tangga
4. Memastikan lantai selalu kering dan tidak licin.
DAFTAR PUSTAKA

Awaloei, Astrid C, dkk. 2016. Gambaran cedera kepala yang menyebabkan


kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr. R. D.
Kandou periode Juni 2015 - Juli 2016. Volume 4, Nomor 2. Diakses pada
tanggal 07 Oktober 2020:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/14369
Kastilong, Merlin, dkk. 2018. Rasio Neutrofil Limfosit Dan Luaran Cedera
Kepal. Volume.1 No.2. Diakses pada tanggal 07 Oktober 2020:
http://jurnalsinaps.com/index.php/sinaps/article/download/26/15
dr. Tjin Willy. 2018. cedera Kepala. Diakses pada tanggal 07 Oktober 2020:
https://www.alodocter.com/cedera-kepala

Anda mungkin juga menyukai