Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
RMIK 5A
PROGRAM STUDI
REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKes) MAHARDIKA CIREBON
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah tentang Cedera Kepala dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Kodefikasi Terkait Sistem Cedera Keracunan dan Faktor
Eksternal dengan program studi D-III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dede Setiawan, S.Kep.,
M.Kes selaku dosen mata kuliah Kodefikasi Tekait Sistem Cedera Keracunan dan
Faktor Eksternal yang telah membimbing dan memberikan tugas ini kepada kami
sehingga kami mengetahui lebih dalam tentang materi yang diberikan.
Kami menyadari dalam makalah ini tidak luput dari kekurangan baik dari
segi penulisan, pola kalimat dan lain sebagainya. Untuk itu kami ucapakan
permohonan maaf dan besar harapan kami adanya masukan yang membangun dari
pembaca sebagai bahan evaluasi agar dapat lebih baik dalam penyusunan makalah
di kesempatan selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006), cedera kepala
merupakan kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun benturan fisik
dari luar, yang dapat mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan
kerusakan fungsi kognitif maupun fungsi fisik. Cedera kepala merupakan
suatu trauma atau ruda paksa yang mengenai struktur kepala yang dapat
menimbulkan gangguan fungsional jaringan otak atau menimbulkan kelainan
struktural (Sastrodiningrat, 2007). Cedera kepala (trauma capitis) adalah
cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala
yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan
gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).
Cedera kepala merupakan terjadinya gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa pendarahan intersititial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (price, 2012). Secara umum cedera
kepala diklasifikasikan menurut skala Gasglow Coma Scale (GCS)
dikelompokkan menjadi tiga : (1) Cedera Kepala Ringan (GCS 13-15) dapat
terjadinya kehilangan kesadaran atau amnesia selama kurang dari 30 menit,
tidak ada kontusio tengkorak, tidak adanya fraktur serebral, hematoma (2)
Cedera Kepala Sedang (GCS 3-8) dapat kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia apabila lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi, atau
hematoma intrakranial (Amien & Hardhi, 2016).
Cedera Kepala Sedang (CKS) adalah cedera kepala yang
kemungkinan mengalami fraktur tengkorak, kontusio serebral, laserasi,
hematoma serebral, hematoma intrakranial, kehilangan kesadaran selama 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Secara umum pasien CKS memiliki
Gasglow Coma Scale 9-13.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2013) 50% kematian
akibat kecelakaan lalu lintas mengalami cedera kepala. Cedera kepala
merupakan masuk dalam 3 penyakit penyebab kematian terbanyak di
Indonesia juga masuk kedalam 5 penyakit terbanyak dirawat di rumah sakit di
Indonesia (Depkes RI, 2007). Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013
prevelansi cedera mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 dari
7,5% menjadi 8,2% (Rikesdas Indonesia, 2013). Advance Life Trauma
Support (ATLS) tahun 2004 menunjukkan dari 500.000 kasus pasien cedera
setiap tahunnya sebanyak 80% mengalami CKS dan 20% lagi mengalami
CKS dan CKB.
Di Indonesia penyebab CKS terbanyak karena kecelakaan lalu lintas
berkisar 17,63-42,20% yang menduduki urutan tertinggi kemudian disusul
yang kedua yaitu cedera ekstremita mencapai 11,8% (Slamet, 2012). Data
kecelakaan di Indonesia yang berasal dari kepolisian yang menyebutkan pada
tahun 2007, jumlah korban meninggal sebanyak 16,548 jiwa. Dominan
terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah dialami oleh pengemudi sepeda serta
cedera kepala yang dialami merupakan urutan pertama disemua jenis cedera
yang dialami korban kecelakaan lalu lintas.
Hal yang sering dilaporkan oleh pasien CKS adalah nyeri pada bagian
kepala. Menurut penelitian sebanyak 82% pasien CKS mengalami nyeri akut
dengan skala nyeri ringan sampai nyeri berat (Wijayasakti, 2010) Nyeri
kepala pada pasien CKS disebabkan oleh perubahan neurokimia yang terdiri
dari depolarisasi saraf, pengeluaran asam amino pada neurotransmiter yang
berlebihan, serotogenik, gangguan opiate endogen.
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dengan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri tersebut pada kulit dan mukosa dimana reseptor
nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikidinim, prostglandin
dan macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat kerusakan pada
jaringan akibat kekurangan oksigen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu cedera kepala?
2. Apa saja etiologi cedera kepala?
3. Apa yang menjadi penyebab dan gejala cedera kepala?
4. Bagaimana pemeriksaan, pengobatan dan pencegahan pada cedera kepala?
5. Bagaimana patogenesis dan diagnosa cedera kepala?
6. Apa saja komplikasi pada cedera kepala?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan pengertian dari cedera kepala.
2. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala.
3. Untuk mengetahui penyebab dan gejala pada cedera kepala.
4. Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan pada cedera kepala.
5. Untuk mengetahui patogenesis dan diagnosa pada cedera kepala.
6. Untuk mengetahui komplikasi pada cedera kepala.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cedera Kepala
kepala secara umum diartikan sebagai cedera yang melibatkan scalp atau kulit
kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang yang membentuk wajah atau otak.
Berdasarkan anatomi kepala, lapisan terluar yaitu kulit kepala yang memiliki
jaringan yang lunak tetapi memiliki daya lindung yang besar. Bila tengkorak
tidak terlindung oleh kulit kepala maka hanya mampu menahan pukulan
sebesar 40 pound/inch tetapi bila terlindung dari kulit kepala dapat menahan
isi dalamnya yaitu otak. Bagian yang paling penting dari kesemuanya ialah
otak yang merupakan pusat dari semua bagian tubuh. Penggunaan darah oleh
otak sangat besar jika dibandingkan dengan organ lain dalam tubuh. Tidak
kurang dari 15-20% darah dari jantung menuju ke otak. Konsumsi oksigen
oleh otak ialah antara 20-25% sehingga menyebabkan otak sangat peka jika
kematian akibat cedera kepala antara lain faktor usia, jenis kelamin, hipotensi,
dan hipoksia.
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis. Menurut
pasal 117: “seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi
dan sistem pernapsan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila
kematian batang otak telah dapat dibuktikan.” Traumatologi adalah ilmu yang
kulit kepala, bangkak, perdarahan, dislokasi patah tulang tengkorak dan gegar
yaitu cedera kepala ringan, sedang dan berat. Cedera kepala ringan dapat
Penderita cedera kepala sedang juga dapat mengalami kondisi yang sama,
hingga kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat. Perubahan
perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa efek yang dapat dialami penderita
anatomi nya.
Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala
otak. Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bila cedera yang terjadi tidak
menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorakdan tidak mengenai otak secara
langsung.
kekerasan tumpul; kasus paling sering dalam etiologi ini ialah karena
kecelakaan, pembunuhan, atau dapat juga bunuh diri. Selain itu kekerasan
tajam merupakan jenis kekerasan yang cukup banyak terjadi. Benda penyebab
tersering ialah batang besi atu kayu runcing, pecahan kaca, atau benda-benda
lain yang tajam. Cedera akibat tembakan juga dapat menyebabkan kematian
dimana dilihat dari kerusakan yang ditimbulkan, kaliber peluru dan jenis
peluru yang digunakan, jarak tembakan, deformitas yang terjadi pada tulang
dan peluru, jalannya peuru yang masuk pada otak. Cedera kepala akibat
langsung pada kepala cedera dapat terjadi oleh karena gerakan yang mendadak
yang merupakan cedera kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa,
kepala. Pada cedera primer dapat diakibatkan oleh adanya peristiwa coup dan
proses patologik yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron yang berkelanjutan,
setelah terjadinya trauma namun tidak tampak secara klinis segera setelah
trauma.
Sedangkan pada penderita cedera kepala sedang hingga berat, berikut adalah
gejala yang dialami:
1. Kehilangan kesadaran selama hitungan menit hingga jam.
2. Pusing hebat secara berkelanjutan.
3. Mual atau muntah secara berkelanjutan.
4. Kehilanagn koordinasi tubuh.
5. Kejang.
6. Pelebaran pupil.
7. Terdapat cairan yang keluar melalui hidung atau telinga, misalnya telinga
berdarah.
8. Tidak mudah bangun saat tidur.
9. Jari-jari tangan dan kaki melemah dan kaku.
10. Merasa bingung.
11. Perubahan perilaku secara intens.
12. Cadel saat berbicara.
13. Koma.
Pada anak-anak, berikut beebrapa gejala yang dapat menunjukan
kemungkinan terjadinya cedera kepala:
1. Mennagis secara terus-menerus.
2. Mudah merasa jengkel.
3. Perubahan dalam nafsu makan.
4. Tidak mudah berkonsentrasi.
5. Pola tidur berubah.
6. Sering merasa sedih atau depresi
7. Tidak ingin bermain, meskipun itu permainan kesukannya.
Gejala cedera kepala tidak dapat diprediksi keparahannya hanya melalui
pengamatan secara fisik.
A. KESIMPULAN
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera
serta hubungannya dengan kekerasan. Cedera bisa terjadi di bebera organ
manusia, salah satunya terjadi cedera pada kepala. Berdasarkan data diatas
kita dapat simpulkan bahwa cedera kepala atau traumatic brain injury
didefinisikan sebagai cedera kepala secara umum diartikan sebagai cedera
yang melibatkan scalp atau kulit kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang
yang membentuk wajah atau otak. Cedera kepala (trauma capitis) juga bisa
disebut dengan cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung
mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala. Cedera kepala
dapat meliputi beberapa kondisi meliputin luka ringan, memar, begkak,
pendarahan, dislkasi tulang tengkorak, dan gegar otak. Lalu berdasarkan
tingkat keparahannya cedera kepala juga di bagi menjadi tiga, yaitu cedera
kepala ringan yang menyebabkan gangguan sementara fungi otak sehingga
penderita merasa mual, pusing dalam bebera saat. Cera kepala sedang juga
menyebabkan kondisi yang sama dengan cedera kepala ringan, namun saja
dalam waktu yanng lebih lama. Sementara cedera kepala berat memiliki
potensi komplikasi dalam jangka waktu yang panjang hinga dapat
menyebabkan kematian apabila tidak tertangani dengan baik.
Berdasarkan etiologi cedera kepala bisa terjadi karena berbagai sumber
yaitu karena kekerasan tumpul dan kekerasan tajam. Kekerasan tumpul
meliputi kecelakaan, pembunuhan, dan bisa juga karena bunuh diri, sementara
kekerasan tajam bisa terjadi karena benda (batang kayu, besi, kayu runcing,
atau pun pecahan kaca) sebagai penyebabnya. Cedera kepala juga bisa terjadi
karena bebera kejadian seperti : jatuh dari ketinggian , kecelakaan lalu lintas,
cedera saat berolahraga atau bermain, kekerasan pada rumah tangga,
penggunaan properti kerja dengan suara yang bising tanpa alat pelindung.
Bagi penderita cedera kepala baik ringan, sedang, maupun berat biasanya
ditandai dengan gejala seperti :
1. Kehilangan kesadaran
2. Kehilangan keseimbangan
3. Pusing
4. Mual dan muntah
5. Sensitip terhadap cahaya dan suara
6. Kejang
7. Penglihatan kabur
8. Koma
Apabila kita merasakan gejala seperti yang di atas, segeralah periksakan ke
Rumah Sakit. Biasanya bagi penderita cedera kepala bisa langsung ditangani
melalui tiga pengobatan yaitu : dengan cara minum obat-obatan, melakukan
terapi, ataupun dengan melakukan operasi
Untuk mencegah terjadinya cedera kepala dapat dilakukan dengan langkah-
langkah berikut :
1. Menggunakan alat pengaman saat berolahraga
2. Menggunakan alat pelindung diri daat bekerja
3. Memasang pegangan besi di kamar mandi dan samping tangga
4. Memastikan lantai selalu kering dan tidak licin.
DAFTAR PUSTAKA