Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA KASUS


HEAD INJURY”

Dosen Pengajar : Trina Kurniawati, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Mukharoma Nur Annisa (201902030006)


2. Nadya Rahmawati (201902030027)
3. Amelia Dian Ferdianti (201902030006)
4. M. Wayan Nur Wajdi (201902030102)
5. Anastesia Miranda (201902030125)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, karena hanya
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Terima
kasih pula kepada semua pihak yang telah banyak membantu kami dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini.

Dan maksud dari penulisan makalah kami ini adalah sebagai penunjang
dalam pemberian nilai tugas. Kiranya kepada dosen pengajar dapat memberikan
nilai yang terbaik sehingga segala tuntutan perkuliahan kami dapat terselesaikan
dengan segala baiknya. Juga diharapkan kritik dan sarannya dari dosen dan
teman-teman mahasiswa sehingga makalah yang telah kami buat ini dapat
menjadi lebih baik lagi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4

A. LATAR BELAKANG........................................................................4
B. TUJUAN PENULISAN......................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................

A. DEFINISI.............................................................................................6
B. ETIOLOGI...........................................................................................6
C. PATOFISIOLOGI................................................................................6
D. MANIFESTASI KLINIS.....................................................................7
E. PENATALAKSANAAN.....................................................................8
F. ASUHAN KEPERAWATAN............................................................10

BAB III PENUTUP.............................................................................................17

A. KESIMPULAN..................................................................................17
B. SARAN..............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Cedera kepala (head injury) merupakan salah satu kasus penyebab
kecacatan dan kematian yang tinggi. Cedera kepala (head injury) dalam
neurologi menempati urutan pertama dan menjadi masalah kesehatan
utama oleh karena korban gawat darurat pada umumnya sebagian besar
orang muda, sehat dan produktif (Sartono et al, 2014).
Cedera kepala (head injury) yang secara langsung maupun tidak langsung
mengenai kepala akan mengakibatkan luka pada kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cedera kepala (head injury) dapat menimbulkan berbagai
kondisi, dari gegar otak ringan, koma, sampai kematian; kondisi paling
serius disebut dengan istilah cedera otak traumatik (traumatik brain injury
[TBI]). Penyebab paling umum TBI (traumatik brain injury) adalah jatuh
(28%), kecelakaan kendaraan bermotor (20%), tertabrak benda (19%), dan
perkelahian (11%). Kelompok beresiko tinggi mengalami TBI (traumatik
brain injury) adalah individu yang berusia 15-19 tahun, dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1. Individu yang berusia 75 tahun
atau lebih memiliki angka rawat inap (hospitalisasi) dan kematian TBI
(traumatik brain injury) tertinggi (Brunner & Suddart, 2016). Berdasarkan
data dari World Health Organization (WHO) terdapat 1,35 juta jiwa
mengalami kematian akibat kecelakaan lalu lintas dan kini menjadi
pembunuh utama orang berusia 5-29 tahun (WHO, 2018). Di Indonesia
berdasarkan data dari Korlantas Polri tercatat sebanyak 103.672 kasus
angka kecelakaan lalu lintas dan 27.910 korban tewas akibat kecelakaan
lalu lintas (KORLANTAS POLRI, 2018). Kejadian cedera kepala di ruang
anak lt 1 Paviliun Ade Irma Suryani RSPAD Gatot Soebroto tidak
termasuk kedalam 10 besar kasus tertinggi, namun saat melakukan studi
kasus dari tanggal 06 januari-07 februari 2020 ditemukan 2 kasus remaja
yang dirawat dengan cedera kepala berat.

4
B. Tujuan penulisan
Makalah ini kami susun agar pembaca dapat memahami tentang
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus head injury dan semoga
makalah ini dapat memberi wawasan dan pemahaman yang kepada
pembaca kami.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Cidera kepala adalah gangguan traumatik pada otak yang
menimbulkan perubahan fungsi atau struktur pada jaringan otak akibat
mendapatkan kekuatan mekanik eksternal berupa trauma tumpul ataupun
penetrasi yang menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik maupun
psikososial baik sementara ataupun permanen (dawodu., 2015 ; brain
injury association of america., 2012). Cidera kepala mencakup trauma
pada kulit kepala, tengkorak (cranium dan tulang wajah), atau otak.
Keparahan cidera
Berhubungan dengan tingkat kerusakan awal otak dan patologi sekunder
yang terkait (stillwell & susan, 2011).

B. Etiologi
Cedera kepala terjadi ketika ada benturan keras, terutama yang
langsung mengenai kepala. Keparahan cedera akan tergantung dari
mekanisme dan kerasnya benturan yang dialami penderita. Berikut ini
adalah serangkaian aktivitas atau situasi yang dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami cedera kepala:
1. Jatuh dari ketinggian atau terpeleset di permukaan yang keras
2. Kecelakaan lalu lintas
3. Cedera saat berolahraga atau bermain
4. Kecelakaanah tangga
5. Penggunaan alat peledak atau senjata yang bising tanpa alat
pelindung
6. Guncangan tubuh berlebihan pada bayi (shaken baby syndrome)

C. Patofisiologi
Mekanisme cedera otak merupakan hal yang bersifat kompleks,
bervariasi, dan belum sepenuhya dipahami. Trauma mekanik, iskemia,
kerusakan energi seluler, cedera reperfusi eksitotoksin, edema, cedera

6
vaskuler, dan cedera yang menginduksi apoptosis, merupakan factor-
faktor yang berpengaruh pada hampir semua cedera otak akut. Ada dua
fase utama dari cedera kepala yang diakibatkan oleh trauma kepala. Fase
pertama adalah kerusakan otak awal yang terjadi segera pada saat
benturan, yang meliputi cedera neural, cedera glial primer, dan respon
vaskuler, dimana hal ini dapat meliputi laserasi kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, kontusi, perdarahan pungtat, perdarahan subarachnoid dan
cedera aksonal difus. Ada dua jenis cedera primer yang dapat terjadi yaitu
cedera otak fokal dan difus. Tipe yang paling sering dari cedera otak
traumatik (75-90%) adalah konkusi ringan dan konkusi cerebral klasik.
Cedera otak fokal terhitung sebanyak lebih dari dua per tiga dari kematian
akibat cedera otak, sedangkan cedera aksonal difus terhitung sebanyak
kurang dari sepertiganya. Sedangkan fase kedua dari cedera merupakan
perkembangan kerusakan neurologi yang terjadi setelah cedera primer,
dimana hal ini dapat berkembang dalam waktu beberapa hari sampai
minggu. Cedera sekunder dapat diakibatkan oleh adanya edema cerebral,
hipoksia, dan perdarahan yang tertunda.

D. Manifestasi klinis
1. Cedera kepala ringan
a. sadar dan menuruti perintah pemeriksa
b. Tidak ada penurunan kesadaran atau kehilangan kesadaran <20
menit
c. Tidak ada gangguan saraf
d. Tidak ada muntah
e. pasien dapat mengeluh nyeri kepala atau pusing
2. Cedera kepala sedang
a. Pasien tidak dapat atau dapat menuruti perintah pemeriksa,
namun respon yang diberikan tidak sesuai
b. Pasien dengan kesadaran >20 menit dan <36 jam
c. Amnesia post traumatik < 24 jam dan < 7 hari
d. Muntah menyemprot

7
e. Kejang

3. Cedera kepala berat

a. Mengalami penurunan kesadaran yang progresif atau


kehilangan kesadaran > 36 jam

b. Amnesia post traumatik > 7 hari

c. Tanda kerusakan saraf lokal (sesuai lokasi otak yang


mengalami kerusakan, misalnya gangguan penglihatan,
gangguan nafas dan kelumpuhan.

E. Penatalaksanaan

Pengelolahan pasien cedera kepala pra-rumah sakit dan ruang


gawat darurat yaitu menjaga stabilitas air way, breathing, circulation.
Setelah stabil dilanjutkan dengan secondary survey yaitu pemeriksaan
evaluasi neurologis dengan gcs dan pemeriksaan fisik secara lengkap.
Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dengan ct-scan.

a. Terapi umum

Pada penderita dengan kesadaran baik tanpa deficit neurologic


cukup dilakukakan tindakan resusitasi a-b-c.

b. Primary survey

 Airway + c-spine control


Menjaga jalan nafas dari sumbatan dengan control cervical.
Sumbatan karena muntahan, perdarahan, lidah jatuh kebelakang,
spasme laring.
 Breathing
Menjaga lancarnya pernafasan/respirasi agar proses
pertukaran o2 ke jaringan tidak terganggu. Bila pola pernafasan
terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi denganrespirator.

8
 Ciculation
Mengontrol perdarahan atau keadaan hemodinamik.
d. Secondary survey

ABC tertangani lakukan anamnesis dan pemeriksaan


fisik dan penunjang serta tentukan disability (evaluasi
neurologis) berupa pemeriksaan gcs dan reflex cahaya pupil,
ukuran diameter pupil . Gerakan bola mata.

e. Terapi medika mentosa


Tujuan mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap
otak yang mengalami cedera . Tindakan tersebut antara lain:
1) Mengendalikan peninggian tik
• Hiperventilasi
Dengan mempertahankan paco2 25-30mmhg,
bekerja menurunkan paco2 dan menyebabkan
vasokontriksi pembulu darah otak. Penurunan
volume intracranial akan menurunkan tik. Tindakan
ini tidak boleh berlangsung lama karena dapat
menimbulkan iskemik otak karena vasokontriksi
cerebri berat yang pada akhirnya menurunkan
perfusi otak.

• Mannitol 0,51 gr/kgbb


Biasanya dengan konsentrasi 20% diberikan
secara bolus intravena dalam waktu 20 menit,
diulang setiap 4-6 jam.

• Furosemid 1-2mg/kgbb

2) Koreksi gangguan elektrolit, asam basa.

3) Antikonvulsan bila perlu.

Phenitoin bermanfaat dalam mengurangi insiden


terjadinya kejang dalam minggu pertama cedera namun
sebaiknya dihentikan setelah minggu pertama pasca trauma.

9
f. Pembedahan

Teknik pembedahan tergantung dari jenis lesi yang ada.

1) Koreksi impresi fraktur, pada fraktur yang menekan.

2) Pada hematoma intra cranial (epidural, subdural,


subaraknoid, intra cerebral) dapat dilakukan trepanasi,
kraniektomi, kraniotomi luas, kraniotomi dekompresi
terutama pada subdural hematoma akut yang luas.
3) Pada perdarahan intraventrikuler dilakukan kraniektomi
diikuti dengan drainase ventrikel eksternal
4) Pada kontusio dan laserasi otak yang luas dapat dilakukan
reseksi.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem respirasi: Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene
stokes, biot, hiperventilasi, ataksik), nafas berbunyi, stridor,
tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
2) Kardiovaskuler : Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh
peningkatan tekanan intracranial (TIK).
3) Kemampuan komunikasi : Kerusakan pada hemisfer dominan,
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
4) Psikososial : Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.
5) Aktivitas/istirahat : Lemah, lelah, kaku dan hilang
keseimbangan, perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,

10
guadriparese, goyah dalam berjalan (ataksia), cidera pada
tulang dan kehilangan tonus otot.
6) Sirkulasi : Tekanan darah normal atau berubah
(hiper/normotensi), perubahan frekuensi jantung nadi
bradikardi, takhikardi dan aritmia.
7) Integritas Ego : Perubahan tingkah laku/kepribadian, mudah
tersinggung, delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive dan
depresi.
8) Eliminasi : buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK)
mengalami inkontinensia/disfungsi.
9) Makanan/cairan : Mual, muntah, perubahan selera makan,
muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk,
disfagia).
10) Neurosensori : kehilangan kesadaran sementara, vertigo,
tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
diplopia, gangguan pengecapan/pembauan, perubahan
kesadaran, koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon
terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan
pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi),
kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
11) Nyeri/Keyamanan : sakit kepala dengan intensitas dan lokai
yang berbeda, wajah menyeringa, merintih, respon menarik
pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah
12) Keamanan : Trauma/injuri kecelakaan, fraktur dislokasi,
gangguan penglihatan, gangguan range of motion (ROM),
tonus otot hilang kekuatan paralysis, demam, perubahan
regulasi temperatur tubuh.
13) Riwayat penggunaan alcohol/obat-obatan terlarang
2. Diagnosis
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial

11
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi
trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula oblongata
neuromaskuler
c. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan
menelan
d. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat
traksi
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan
kelemahan
f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak
dan penurunan keseadaran
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma,
kerusakan kulit kepala.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
Perubahan perfusi Tujuan : dalam jangka waktu NIC :
jaringan serebral 2x24 jam, diharapkan perfusi - Kaji tingkat kesadaran
berhubungan dengan jaringan serebral kembali normal dengan rasional mengetahui
edema serebral dan dengan kriteria hasil : kestabilan klien.
peningkatan tekanan Klien melaporkan tidak ada - Pantau status neurologis
intracranial pusing atau sakit kepala, tidak secara teratur, catat adanya
terjadi peningkatan tekanan nyeri kepala dan pusing
intracranial, peningkatan - Tinggikan posisi kepala 15-
kesadaran, GCS≥13, fungsi 30˚ dengan
sensori dan motorik membaik, - Pantau tandatanda vital
tidak mual dan muntah. (TTV); tekanan darah (TD),
suhu, nadi, input dan output,
lalu catat hasilnya
- Kolaborasi pemberian
oksigen

12
- Anjurkan orang terdekat
untuk berbicara dengan klien
Gangguan pola napas Tujuan : Setelah dilakukan NIC :
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama - Kaji kecepatan, kedalaman,
obstruksi trakeobronkial, 2x24 jam diharapkan pola nafas frekuensi, irama nafas,
neurovaskuler, kerusakan efektif dengan kriteria hasil: adanya sianosis, kaji suara
medulla oblongata klien tidak mengatakan sesak nafas tambahan (rongki,
neuromskuler. nafas, retraksi dinding dada mengi, krekels)
tidak ada, dengan tidak ada otot- - Atur posisi klien dengan
otot dinding dada, pola nafas posisi semi fowler 30 derajat,
reguler, respiratory rate (RR), berikan posisi semi prone
16-24 x/menit, ventilasi adekuat lateral/miring, jika tak ada
bebas sianosis dengan gas darah kejang selama 4 jam pertama
analisis (GDA) dalam batas rubah posisi miring atau
normal pasien, kepatenan jalan terlentang tiap 2 jam
nafas dapat dipertahankan. - Anjurkan pasien untuk
minum hangat (minimal 2000
ml/hari)
- Kolaborasi terapi oksigen
sesui indikasi
- Lakukan section dengan hati-
hati (takanan, irama, lama)
selama 10-15 detik, catat,
sifat, warna dan bau secret
- Kolaborasi dengan
pemeriksaan analisa gas darah
(AGD) dan tekanan oksimetri
Ketidakseimbangan Tujuan : Pasien tidak mengalami NIC :
nutrisi kurang dari gangguan nutrisi setelah - Kaji kemampuan pasien untuk
kebutuhan tubuh dilakukan perawatan selama 3 x mengunyah dan menelan, batuk
berhubungan dengan 24 jam dengan kiteria hasil: dan mengatasi sekresi.
melemahnya otot yang Tidak mengalami tanda- tanda - Auskultasi bising usus, catat

13
digunakan untuk mal nutrisi dengan nilai adanya penurunan/hilangnya
mengunyah dan menelan. laboratorium dalam rentang atau suara hiperaktif
normal dan peningkatan berat - Jaga keamanan saat
badan sesuai tujuan. memberikan makan pada
pasien, seperti meninggikan
kepala selama makan atau
selama pemberian makan lewat
nasogastric tube (NGT) dengan
tujuan menurunkan regurgitasi
dan terjadinya aspirasi. Berikan
makan dalam porsi kecil dan
sering dengan teratur dengan
tujuan meningkatkan proses
pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan
dan dapat meningkatkan
kerjasama pasien saat makan,
- kolaborasi dengan ahli gizi
dengan tujuan metode yang
efektif untuk memberikan
kebutuhan kalori.

Gangguan rasa nyeri Tujuan : Setelah dilakuan NIC :


berhubungan dengan tindakan keperawatan selama - Kaji keluhan nyeri, catat
cedera psikis, alat traksi 2x24 jam rasa nyeri dapat intensitasnya, lokasinya dan
berkurang/ hilang dengan lamanya
kriteria hasil : - Catat kemungkinan
Skala nyeri berkurang 3-1 dan patofisiologi yang khas,
klien mengatakan nyeri mulai misalnya adanya infeksi,
berkurang, ekspresi wajah klien trauma servikal
rileks. - Berikan tindakan kenyamanan,
misal pedoman imajinasi,

14
visualisasi, latihan nafas
dalam, berikan aktivitas
hiburan, kompres
- Kolaborasi dengan pemberian
obat anti nyeri, sesuai indikasi.
Kerusakan mobilitas fisik Tujuan : Pasien dapat NIC:
berhubungan dengan melakukan mobilitas fisik - Periksa kembali kemampuan
perubahan persepsi setelah mendapat perawatan dan keadaan secara
sensori dna kognitif, dengan kriteri hasil : Tidak fungsional pada kerusakan
penurunan kekuatan dan adanya kontraktur, footdrop, yang terjadi.
kelemahan. Ada peningkatan kekuatan dan - Berikan bantuan untuk
fungsi bagian tubuh yang sakit latihan rentang gerak.
dan mampu mendemonstrasikan - Bantu pasien dalam program
aktivitas yang memungkinkan latihan dan penggunaan alat
dilakukannya. mobilisasi, tingkatkan
aktivitas dan partisipasi
dalam merawat diri sendiri
sesuai kemampuan
Gangguan komunikasi Tujuan : dalam jangka waktu NIC :
verbal berhubungan 3x24 kerusakan komunikasi - Kaji derajat disfungsi
dengan cedera otak dan verbal tidak terjadi dengan - Mintalah klien untuk
penurunan kesadaran. kriteria hasil : Mengidentifikasi mengikuti perintah dengan
pemahaman tentang masalah tujuan melakukan penelitian
komunikasi dan klien dapat terhadap adanya kerusakan
menunjukan komunikasi dengan sensori.
baik. - Anjurkan keluarga untuk
berkomunikasi dengan klien
dengan tujuan untuk
merangsang komunikasi
pasien, mengurangi isolasi
sosial dan meningkatkan
penciptaan komunikasi yang

15
efektif.
Resiko tinggi infeksi Tujuan : Tidak terjadi infeksi NIC :
berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan - Berikan perawatan aseptic dan
trauma jaringan, keperawatan selama 3x 24 jam antiseptik, pertahankan teknik
kerusakan kulit kepala. dengan kiteria hasil : cuci tangan
Bebas tanda-tanda infeksi, - Observasi daerah kulit yang
mencapai penyembuhan luka mengalami kerusakan, kaji
tepat waktu dan suhu tubuh keadaan luka, catat adanya
dalam batas normal (36,5- kemerahan, bengkak, pus
37,5OC). daerah yang terpasang alat
invasi dan tanda-tanda vital
(TTV)
- monitoring adanya infeksi.
- Anjurkan klien untuk
memenuhi nutrisi dan hidrasi
yang adekuat
- Batasi pengunjung yang dapat
menularkan
- Pantau hasil pemeriksaan lab,
catat adanya leukositosis
dengan tujuan leukosit
meningkat pada keadaan
infeksi dan Kolaborasi
pemberian atibiotik sesuai
indikasi dengan tujuan
menekan pertumbuhan kuman
pathogen.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cidera kepala adalah gangguan traumatik pada otak yang
menimbulkan perubahan fungsi atau struktur pada jaringan otak akibat
mendapatkan kekuatan mekanik eksternal berupa trauma tumpul ataupun
penetrasi yang menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik maupun
psikososial baik sementara ataupun permanen (dawodu., 2015; brain injury
association of america., 2012). Berikut ini adalah serangkaian aktivitas
atau situasi yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami cedera
kepala:
1. Jatuh dari ketinggian atau terpeleset di permukaan yang keras
2. Kecelakaan lalu lintas
3. Cedera saat berolahraga atau bermain
4. Kecelakaanah tangga
5. Penggunaan alat peledak atau senjata yang bising tanpa alat
pelindung
6. Guncangan tubuh berlebihan pada bayi (shaken baby
syndrome)

Pengelolahan pasien cedera kepala pra-rumah sakit dan ruang


gawat darurat yaitu menjaga stabilitas air way, breathing, circulation.
Setelah stabil dilanjutkan dengan secondary survey yaitu pemeriksaan
evaluasi neurologis dengan gcs dan pemeriksaan fisik secara lengkap.
Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dengan ct-scan.

B. SARAN
Setelah disusunnya makalah dan asuhan keperawatan head injury
diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang head injuri/cidera
kepala, dapat menambah wawasan dan juga bagaimana cara asuhan
keperawatannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dadang, dkk. 2016. Nilai Skor Glasgow Coma Scale, Age Systolic Blood Pressure
(GAP SCORE) Dan Status Saturasi Oksigen Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien
Cidera Kepala Di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Jurnal Hesti Wira Sakti.
Volume 4. Halaman 13-28

RS Universitas andalas. 2019. Cidera Kepala.


https://rsp.unand.ac.id/artikel/cidera-kepala

18

Anda mungkin juga menyukai