DISUSUN OLEH :
1. Ahmad yani
2. Fajar mifta fauzi
3. Katarina litani
4. Made suryati
5. Mareno putra astama
6. Marlina
7. Ponirah
8. Ratnawati
9. Satriyo priyono
10. Sriatun
11. Supriyanto
12. Suyono
Halaman Judul
Daftar Isi..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN…...................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1 Konsep Teori................................................................................................4
2.1.1 Definisi.............................................................................................4
2.1.2 Etiologi.............................................................................................5
2.1.3 Manifestasi Klinik…........................................................................5
2.1.4 Faktor Risiko…................................................................................6
2.1.5 Patofisiologi...................................................................................15
2.1.6 Pathway..........................................................................................18
2.1.7 Klasifikasi......................................................................................19
2.1.8 Komplikasi.....................................................................................23
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang….............................................................25
2.1.10 Pencegahan…................................................................................29
2.1.2 Etiologi
Penyebab cedera kepala antara lain (Rosjidi, 2007):
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak.
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
Trauma kepala
Trauma pada jaringan lunak Trauma akibat deselerasi/akselerasi Robekan dan distorsi
Risiko tinggi terhadap infeksi Perubahan pada cairan intra dan ekstra sel → edema
Peningkatan suplai darah ke daerah trauma → vasodilatasi
Tekanan intracranial ↑
Penurunan kesadaran
Merangsang hipotalamus Hipoksia jaringan
Merangsang inferior hipofise Kerusakan hemisfer motorik
Retensi Na+H2O Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Gangguan Pola nafas
komunikasi verbal tidak efektif
Gangguan Keseimbangan
cairan & elektrolit Sumber : Smeltzer (2013) Gambar 2.1 Pathway
2.1.7 Klasifikasi
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya
gejala yang muncul setelah cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan
dalam berbagi aspek, secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu
berdasarkan:
2.1.7.1 Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan mobil/motor, jatuh atau pukulan benda
tumpul.Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau
tusukan.Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah
suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2.1.7.2 Beratnya cedera
Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi beratnya penderita cedera kepala.
a. Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan)
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde.
b. Cedera kepala sedang (CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
c. Cedera kepala berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran
dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Table 2.1 Daftar Nilai Glasgow Coma Scale (GCS)
Sumber : Sibuea (2009)
No Respon Nilai
1. Membuka Mata:
4
- Spontan
3
- Terhadap rangsangan suara
2
- Terhadap nyeri
1
- Tidak ada
2. Verbal:
5
- Orientasi baik
4
- Orientasi terganggu
3
- Kata-kata tidak jelas
2
- Suara tidak jelas
1
- Tidak ada respon
3. Motorik:
6
- Mampu bergerak
5
- Melokaliasasi nyeri
4
- Fleksi normal
3
- Fleksi abnormal
2
- Ekstensi
1
- Tidak mampu bergerak
Total 3-15
2.1.10 Pencegahan
Pencegahan cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas diarahkan
kepada upaya untuk menurunkan kejadian kecelakaan lalu lintas. Upaya
pencegahan yang dilakukan yaitu:
a. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan kepada
orang-orang yang belum terkena faktor resiko yaitu berupa safety
facilities: koridor (sidewalk), jembatan penyeberangan (over hedge
bridge), rambu-rambu jalan (traffic signal), dan peraturan (law).
b. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah segala upaya yang dilakukan sebelum suatu
peristiwa terjadi untuk mencegah faktor resiko yang mendukung
terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan cedera kepala
seperti: tidak mengemudi dengan gangguan kesehatan (terlalu lelah,
mengantuk, di bawah pengaruh obat-obatan dan alkohol),
pengendalian kecepatan kendaraan/ tidak mengebut, penggunaan helm
dan sabuk pengaman, muatan penumpang tidak berlebihan, dan
membuat jalanan yang lebih aman dan nyaman (tidak macet, kondisi
tidak berlubang-lubang, tidak berkelok-kelok).
c. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder yaitu pencegahan untuk menghentikan atau
mengurangi perkembangan penyakit atau cedera kepala ke arah
kerusakan dan ketidakmampuan.
d. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah komplikasi cedera kepala
yang lebih berat atau kematian. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dengan melakukan rehabilitasi yang tepat, pemberian pendidikan
kesehatan sekaligus konseling yang bertujuan untuk mengubah
perilaku (terutama perilaku berlalu lintas) dan gaya hidup penderita.
Rehabilitasi adalah bagian penting dari proses pemulihan penderita
cedera kepala. Tujuan rehabilitasi setelah cedera kepala yaitu untuk
meningkatkan kemampuan penderita untuk melaksanakan fungsinya di
dalam keluarga dan di dalam masyarakat.
2.2.2 Diagnosa
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,
neurovaskuler, kerusakan medula oblongata neuromaskuler
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
pengeluaran urine dan elektrolit meningkat
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan
5. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat traksi
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi
sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan
7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran,
peningkatan tekanan intra kranial
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan
penurunan keseadaran
9. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan
kulit kepala.
2.2.3 Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi
1.Perubahan perfusi jaringan serebral dalam jangka waktu 1x24 jam, diharapkan perfusi -Kaji tingkat kesadaran dengan rasional mengetahui
berhubungan dengan edema serebral jaringan serebral kembali normal dengan criteria kestabilan klien.
dan peningkatan tekanan intracranial hasil : Klien melaporkan tidak ada pusing atau
sakit kepala, tidak terjadi peningkatan tekanan -Pantau status neurologis secara teratur, catat adanya
intracranial, peningkatan kesadaran, GCS≥13, nyeri kepala dan pusing, dengan tujuan mengkaji
fungsi sensori dan motorik membaik, tidak mual adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan
dan muntah. risiko peningkatan tekanan intracranial (TIK).
2.Gangguan pola napas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama -Kaji kecepatan, kedalaman, frekuensi, irama nafas,
dengan obstruksi trakeobronkial, 1x24 jam diharapkan pola nafas efektif dengan adanya sianosis, kaji suara nafas tambahan (rongki,
neurovaskuler, kerusakan medulla kriteria hasil: klien tidak mengatakan sesak nafas, mengi, krekels) dengan tujuan hipoventilasi biasanya
oblongata neuromskuler retraksi dinding dada tidak ada, dengan tidak ada terjadi atau menyebabkan akumulasi/atelektasi atau
otot-otot dinding dada, pola nafas reguler, pneumonia (komplikasi yang sering terjadi).
respiratory rate (RR);16-24 x/menit, ventilasi
adekuat bebas sianosis dengan gas darah analisis -Atur posisi klien dengan posisi semi fowler 30
(GDA) dalam batas normal pasien, kepatenan derajat, berikan posisi semi prone lateral/miring, jika
jalan nafas dapat dipertahankan. tak ada kejang selama 4 jam pertama rubah posisi
miring atau terlentang tiap 2 jam dengan tujuan
meningkatkan ventilasi semua bagian paru, mobilisasi
serkret mengurangi resiko komplikasi,posisi tengkulup
mengurangi kapasitas vital paru, dicurigai dapat
menimbulkan peningkatan resiko terjadinya gagal
nafas.
Baughman, Diane C. dan Joann C. Hackley. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku Dari Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC
Baheram, L. 2007. Cedera Kepala Pada Pejalan Kaki Dalam Kecelakaan Lalu Lintas Yang Fatal. Majalah Kedokteran Bandung.
26(2): 52-54.
Bulechek, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia : Elsivier
Chesnut, R. M., dkk. 2000. The Role Of Secondary Brain Injury In Determining Outcome From Severe Head Injury. Jakarta: EGC
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., dan Geissler, A. C. 2002. Nursing Care Plane: Guidelines For Planning And Documenting
Patient Care, Edisi 3. Philadelphia: F.
A. Davis Company
Irwana, O. 2009. Cedera Kepala. Majalah Kedokteran Universitas Riau . Diakses pada tanggal 21 Juli 2019
dari : http://downloads.ziddu.com/downloadfile/9060174/Belibis_A17-
Cedera_Kepala2.pdf.html
Miller, L. 2004. Study Audits The Process Of The Management Of Patients With Head Injury Presenting At Accident And
Emergency (A&E) Departments And Examines The Impact Upon Resources Of Introducing NICE Guidelines. Diakses pada
tanggasl 21 Juli 2019 dari: http://www.biomedcentral.com/1472-6963/4/7
Osborn, A. 2003. Head and Neck, Brain, Spine : Diagnostic and Surgical Imaging Anatomy Series. Lippincott Williams &
Wilkin
Pascual, J. L., LeRoux, P. D., dan Gracias, V. H. 2008. Injury To The Brain dalam Trauma : Contemporary Principles and
Therapy. Philadelphia: Lippincot
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
Retnaningsih. 2008. Cedera Kepala Traumatik. Diakses pada 21 Juli 2019 dari http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?
id=20080427234109
Sastrodiningrat, A. G. 2006. Memahami Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prognosa Cedera Kepala Berat. Majalah Kedokteran
Nusantara. 39 (3)
Sibuea H. W., dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Cetakan Ke 2. Jakarta : Rineka Cipta Smeltzer, Sezanne C. & Brenda G. Bare. 2002.
Soertidewi L., dkk. 2006. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal. Jakarta : Perdossi
Widiyanto, P. 2007. Penanganan penderita cedera pra rumah sakit oleh masyarakat awam. Diakses pada
tanggal 21 Juli 2019 dari : http://www.google.co.id/search?hl=id&q=dinas+perhubungan%2BCE
DERA+KEPALA&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta =