Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN 

CEDERA
KEPALA

DOSEN PEMBIMBING: Hj. Dewi Nur Sukma P.,Ners.,M.Kep


DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:

1. Amila Dinan Parihan(003 STYC20)


2. Andyansah(004 STYC20)
3. Fatimatul Kamila(015 STYC20)
4. Haura Inas Anisa(019 STYC20)
5. Khairil Anwar(023STYC20)
6. Nori Saputra(035STYC20)
7. Nurhikmah(037STYC20)
8. Serlin Susmila Cahyani (043STYC20)
9. Yulinda Rahayu(053 STYC20)
10. Vikratuts Tsaqova(049 STYC20)
11. Kasfiatul Izzati(168STYC20)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARATSEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAMPROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN JENJANG S1
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Pemurah dan Lagi
Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang
telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
penyusunan Makalah pada Mata kuliah KMB dengan judul “Makalah Konsep Asuhan
Keperawatan Dengan Cedera Kepala” tepat pada waktunya.
Penyusunan Makalah sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan dukungan dari
banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak
lupa mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang sudah membantu kami dalam
rangka menyelesaikan Makalah ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam Makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya.
Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca
yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan Makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari Makalah yang sederhana ini bisa
bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih berhubungan pada Makalah-Makalah
berikutnya.

 
Mataram, 28 Oktober 2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menurut penelitian nasional Amerika Guerrero et al (2000) di bagian
kegawatdaruratan menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena
trauma pada anak-anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah
terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa
muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena
kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada usia
dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya
merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif – non
konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan
kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau
permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada
usia dini (Osborn, 2003).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan
kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram,
2007). Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan
kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami
cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000
orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).
Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila
dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan
karena struktur anatomic dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk,
dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan
syaraf, pembuluh darah dan tulang (Retnaningsih, 2008).
Angka kejadian cedera kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini disebabkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia
produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih
rendah disamping penanganan pertama yang belum benar benar rujukan yang
terlambat (Sezanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2013).
Melihat masalah di atas dan peran perawat dalam menangani masalah cedera
kepala sedang, maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah cedera kepala sedang.

1.2 Rumusan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka diperoleh rumusan
masalah yakni bagaimana konsep dasar Cedera kepala dan bagaimana konsep
asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera kepala.
1.3 Tujuan
Penyusunan Makalah
Adapun tujuan penyusunan makalah ini yakni agar mahasiswa dapat memahami
bagaimana konsep dasar Cedera kepala dan bagaimana konsep asuhan
keperawatan pada pasien dengan Cedera kepala.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas (Mansjoer, 2007: 3).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak, serta
mengakibatkan gangguan neurologis (Putri, Rahayu, & Sidharta, 2016).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas
pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema serebri yaitu
akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau
perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial.
(Morton,2012)
2. ETIOLOGI
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas ( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu
lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering
disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
Menurut Tarwoto (2007), penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma yang
dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
1) Kulit     :  Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang  :  Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi .
3) Otak      :  Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok
Penyebab cedera kepala antara lain (Rosjidi, 2007):
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak.
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
3. MANIFESTASI KLINIK
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
1. kacau mental → koma
2. gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
3. pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
1. Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
2. Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
3. Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
4. Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
5. perluasan massa lesi
6. peningkatan TIK
7. sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8. disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
1. Nyeri kepala hebat
2. Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
e) Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
f) Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
g) Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku
h) Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari
24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
d) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau hahkan koma.
e) Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan tanda-tanda vital (TTV), gangguan penglihatan
dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo
dan gangguan pergerakan
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
d) Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
e) Pupil tidak actual, pemeriksaan motorik tidak actual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologic
f) Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur
g) Fraktur pada kubah cranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut
4. Pathway
Etiologi
(Kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olah raga, pukulan)

Trauma kepala

Cedera jaringan otak

Ps tampak gelisah Kerusakan neuromuskuler Respon peradangan


Ps bertanya-tanya
Ttg keadaannya Obstruksi trakeobronkial Tegangan dura &
pembuluh dara
Ansietas Resti pola nafas tak efektif
Nyeri akut

Hiperemi (Pe↑ volume darah, Pe↑ permeabilitas kapiler, vasodilatasi arterial


Nyeri kepala
TIK me↑ Muntah proyektil Potensial pe↑ TIK

Papil edema
Kejang Perubahan motorik & sensorik Tk. kesadaran me↓
Kekacauan mental
Kerusakan persepsi/kognitif Kelemahan otot
Resiko
cedera Pe↓ kerusakan/tahanan Tdk mampu mencerna
1. Disorientasi thd
tempat/waktu dan orang Tdk mampu bergerak sesuai tj Muntah proyektil
2. Perub pola komuniukasi Perubahan nutrisi < dr
3. perubahan pola perilaku Kerusakan mobilitas fisik
kebutuhan
4. propiosepsi

Edema
Perub serebral
persepsi sensori edema serebral patofisiologi otak

TDL sistematik/hipoksia Kejang


Penghentian TD oleh Sol
Odema pulmunal
Perubahan perfusi jar serebral
5. PATOFISIOLOGI
Proses patofisiologi cedera otak dibagi menjadi dua yang didasarkan pada
asumsi bahwa kerusakan otak pada awalnya disebabkan oleh kekuatan fisik yang
lalu diikuti proses patologis yang terjadi segera dan sebagian besar bersifat
permanen. Dari tahapan itu, Arifin (2002) membagi cedera kepala menjadi dua :
1. Cedera otak primer
Cedera otak primer (COP) adalah cedera yang terjadi sebagai akibat langsung
dari efek mekanik dari luar pada otak yang menimbulkan kontusio dan laserasi
parenkim otak dan kerusakan akson pada substantia alba hemisper otak hingga
batang otak.
2. Cedera otak sekunder
Cedera otak sekunder (COS) yaitu cedera otak yang terjadi akibat proses
metabolisme dan homeostatis ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan
kompartement cairan serebrosspinal (CSS) yang dimulai segera setelah trauma
tetapi tidak tampak secara klinis segera setelah trauma. Cedera otak sekunder ini
disebabkan oleh banyak faktor antara lain kerusakan sawar darah otak,
gangguan aliran darah otak, gangguan metabolisme dan homeostatis ion sel
otak, gangguan hormonal, pengeluaran neurotransmitter dan reactive oxygen
species, infeksi dan asidosis. Kelainan utama ini meliputi perdarahan
intrakranial, edema otak, peningkatan tekanan intrakranial dan kerusakan otak.
Cedera kepala menyebabkan sebagian sel yang terkena benturan mati atau rusak
irreversible, proses ini disebut proses primer dan sel otak disekelilingnya akan
mengalami gangguan fungsional tetapi belum mati dan bila keadaan
menguntungkan sel akan sembuh dalam beberapa menit, jam atau hari. Proses
selanjutnya disebut proses patologi sekunder. Proses biokimiawi dan struktur
massa yang rusak akan menyebabkan kerusakan seluler yang luas pada sel yang
cedera maupun sel yang tidak cedera. Secara garis besar cedera kepala sekunder
pasca trauma diakibatkan oleh beberapa proses dan faktor dibawah ini :
a. Lesi massa, pergeseran garis tengah dan herniasi yang terdiri dari :
perdarahan intracranial dan edema serebral
b. Iskemik cerebri yang diakibatkan oleh : penurunan tekanan perfusi
serebral, hipotensi arterial, hipertensi intracranial, hiperpireksia dan
infeksi, hipokalsemia/anemia dan hipotensi, vasospasme serebri dan
kejang
Proses inflamasi terjadi segera setelah trauma yang ditandai dengan aktifasi
substansi mediator yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah, penurunan
aliran darah, dan permeabilitas kapiler yang meningkat. Hal ini menyebabkan
akumulasi cairan (edema) dan leukosit pada daerah trauma. Sel terbanyak yang
berperan dalam respon inflamasi adalah sel fagosit, terutama sel leukosit
Polymorphonuclear (PMN), yang terakumulasi dalam 30 - 60 menit yang
memfagosit jaringan mati. Bila penyebab respon inflamasi berlangsung
melebihi waktu ini, antara waktu 5-6 jam akan terjadi infiltrasi sel leukosit
mononuklear, makrofag, dan limfosit. Makrofag ini membantu aktivitas sel
polymorphonuclear (PMN) dalam proses fagositosis (Riahi, 2006).
Inflamasi, yang merupakan respon dasar terhadap trauma sangat berperan
dalam terjadinya cedera sekunder. Pada tahap awal proses inflamasi, akan
terjadi perlekatan netrofil pada endotelium dengan beberapa molekul perekat
Intra Cellular Adhesion Molecules-1 (ICAM-1). Proses perlekatan ini
mempunyai kecenderungan merusak/merugikan karena mengurangi aliran
dalam mikrosirkulasi. Selain itu, netrofil juga melepaskan senyawa toksik
(radikal bebas), atau mediator lainnya (prostaglandin, leukotrin) di mana
senyawa- senyawa ini akan memacu terjadinya cedera lebih lanjut. Makrofag
juga mempunyai peranan penting sebagai sel radang predominan pada cedera
otak (Hergenroeder, 2008).
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu;
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
6. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial,
edema serebral progresif, dan herniasi otak
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72
jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk
membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan
trauma..
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia
(tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit
neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau
epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK
2) Hemorarghi
3) Kegagalan nafas
4) Diseksi ekstrakranial
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar
O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test
diagnostic untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
jaringan otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan cedera kepala difokuskan pada penilaian terhadap
status neurologis pasien cedera kepala merupakan tindakan utama yang harus
dilakukan sebelum pengobatan diberikan. Pengkajian keperawatan adalah tahap
pertama dalam proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pengkajian keperawatan ditunjukkan pada
respon pasien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan
dasar manusia (Nursalam, 2001)
1. Anamnesa
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no. register, tanggal
masuk rumah sakit, diagnose medis (Desmawati, 2013).
a) Keluhan utama
Pada klien dengan cedera kepala biasanya mengalami penurunan kesadaran
(Hariyani & Budiyono, 2012)
b) Riwayat penyakit sekarang
yang mungkin didapatkan meliputi penurunan kesadaran, lateragi, mual
muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan,
fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar
kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan
menciumbau, sulit mencerna atau menelan makanan. Tingkat
kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit system persyarafan, riwayat trauma
masa lalu, riwayat penyakit systemic atau pernafasan,cardiovaskuler dan
metabolik. Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem sistemik
lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular.
2. Pengkajian persistem
a) Keadaan umum
b) Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma
c) TTV
d) Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
e) Sistem kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi Sistem perkemihan Inkotenensia, distensi
kandung kemih
f) Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
g) Sistem muskuloskletal
Kelemahan otot, deformasi
h) Sistem persyarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagai
tubuh
3. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari
a. Pola makan / cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
b. Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia, ataksia,
cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan
tonus sptik
c. Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah
Tanda : perubahan frekuensi jantung ( bradikardia, takikardia yang diselingi
disritmia )
d. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian ( terang atau dramatis ) Tanda
cemas mudah tersinggung , delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsive
e. Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan
fungsi
f. Nyeri dan kenyamanan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d jalan nafas buatan d.d gelisah
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar
5. Ansietas berhubungan dengan keadaan penyakit yang diderita
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Observasi
jaringan serebral keperawatan selama 2x24 jam 1. Identifikasi penyebab
diharapkan perfusi jaringan peningkatan tik(gangguan
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
serebral meningkat dengan kriteria metabolism,edema
hasil: serebral).
1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Monitor tanda dam gejala
2. Sakit kepala menurun peningkatan TIK
3. Gelisah menurun 3. Monitor intake dan output
4. Kecemasan menurun cairan
5. Kesadaran membaik 4. Monitor status pernapasan
6. Kesadaran membaik Terapeutik
5. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
6. Berikan posisi semi fowler
7. Cegah terjadinya kejang
8. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
2. Nyeri akut Tujuan: Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 kali 24 jam, Observasi
maka diharapkan tingkat nyeri 1. Lokasi, karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun 3. Identifikasi respon nyeri
4. Gelisah menurun nonverbal
5. Kesulitan menurun 4. Identifikasi faktor yang
6. Frekuensi nadi membaik memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
implementiasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klienkeluarga,
atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktorfaktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi (Olfah & Ghofur, 2016)
5. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.
Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif,
psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik (Olfah & Ghofur,
2016)
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cedera merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usiaproduktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,
2007: 3).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cederamekanik yang secara langsung atau
tidak langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak,dan kerusakan jaringan otak, serta 
mengakibatkangangguan neurologis (Putri, Rahayu, & Sidharta, 2016).

DAFTAR PUSTAKA
Satynegara, 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka Utama.

Smeltrzer, Suzanna C & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Dan Suddart. (Alih Bahasa Agung Waluyo). Edisi 8. Jakarta : EGC.

Smeltzer Dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II Edisi 8.
Jakarta : EGC.

Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta :


CV. Sagung Seto.

WHO. World Health Statistic2015 : World Health Organization; 2015.

Wahyudi, S. 2012. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keperawatan


Cidera Kepala.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai