Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KEPALA

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun Oleh :

Lica Oktiza

21149011530

Dosen Pembimbing:

Ns. Husin, S.Kep.,M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA HUSADA

2022
LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATDARURATAN

GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI CEDERA KEPALA

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. PENGERTIAN

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utamapada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas(Mansjoer, 2007:3).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulangtengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidaklangsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001).

Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatukerusakan


pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapidisebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi ataumengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif danfungsi fisik.2. ETIOLOGICedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utamapada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas(Mansjoer, 2000:3). Penyebab
cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas,perkelahian, terjatuh, dan cidera olah
raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkanoleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).

a. Cedera kepala primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma :

1) Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.

2) Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup & terbuka)

3) Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang, berat), difusi laserasi.

b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :

1) Oedema otak

2) Hipoksia otak

3) Kelainan metabolik

4) Kelainan saluran nafas


5) Syok Cedera kepala

menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi :

Gegar kepala ringan

Memar otak

Laserasi

Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

Hipotensi sistemik

Hipoksia

Hiperkapnea

Udema otak

Komplikasi pernapasan

infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN

Epidural Hematoma

Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh
darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa
jam sampai 1-2 hari.

Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.


a) Pingsan lebih dari 10 menit

b) Tidak ada kerusakan jaringan otak

c) Nyeri kepala, vertigo, muntah

3) Memar Otak (kontusio Cerebri)

a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi dan
derajad

b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan c) Peningkatan tekanan intracranial
(TIK)

d) Penekanan batang otak

e) Penurunan kesadaran

f) Edema jaringan otak

g) Defisit neurologis

h) Herniasi

4) Laserasi

a) Hematoma Epidural Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s beberapa jam, menyebabkan
penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):

 kacau mental → koma  gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi  pupil
isokhor → anisokhor b) Hematoma subdural  Akumulasi darah di bawah lapisan duramater
diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.  Perdarahan
besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidural

 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan  Gejala


biasanya 24-48 jam post trauma (akut)  perluasan massa lesi  peningkatan TIK  sakit
kepala, lethargi, kacau mental, kejang  disfasia c) Perdarahan Subarachnoid  Nyeri kepala
hebat  Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)

1) Cidera kepala Ringan (CKR) a) GCS 13- b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit c)
Tidak ada fraktur tengkorak d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma 2) Cidera Kepala Sedang
(CKS) a) GCS 9- b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24
jam c) Dapat mengalami fraktur tengkorak 3) Cidera Kepala Berat (CKB) a) GCS 3- b)
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam c) Juga meliputi kontusio celebral,
laserasi, atau hematoma intracranial

4. PATOFISIOLOGI

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak.
Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.

5. PATHWAY

Terlampir!

6. KOMPLIKASI

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, edema
serebral progresif, dan herniasi otak

a. Edema serebral dan herniasi

Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien

yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72

jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk

membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan

trauma..
b. Defisit neurologik dan psikologik

Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia

(tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit

neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy.

c. Komplikasi lain secara traumatic :

1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)

2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,

abses otak)

3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)

d. Komplikasi lain:

1) Peningkatan TIK

2) Hemorarghi

3) Kegagalan nafas

4) Diseksi ekstrakranial

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk


memonitoring kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu
test diagnostic untuk menentukan status respirasi.. b. CT-scan : mengidentifikasi adanya
hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan otak.

c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.

d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.

e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.


f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid.

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN Umum

a. Airway

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas 2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu
sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis 3) Cek adanya pengeluaran
cairan dari hidung, telinga atau mulut

b. Breathing 1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman 2) Monitoring ventilasi :
pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen

c. Circulation 1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis pada
kuku, bibir) 2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap cahaya 3)
Monitoring tanda – tanda vital 4) Pemberian cairan dan elektrolit 5) Monitoring intake dan
output Khusus

d. Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)

f. Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo,


sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstermitas. Perubahan dalam
penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.

g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri),
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan,
penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek
tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur (dekortikasi,
deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi
sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh

h. Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah
tidak bisa beristirahat, merintih. i. Pernafasan Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang
diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif
(kemungkinan karena respirasi) j. Keamanan Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan. k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt
“raccoon eye”, tanda battle disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran
cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).

l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh. m. Interaksi Sosial Tanda :
Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang ulang, disartris, anomia. n.
Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah :

1) Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

2) Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

3) Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

4) Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

5) Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.

INTERVENSI KEPERAWATAN

1) Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak. Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator. Kriteria evaluasi : Penggunaan otot
bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam
batas-batas normal.

Rencana tindakan :

3) Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan :

Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.


Kriteria hasil :

Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :

1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks membuka
mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran. Respon motorik menentukan kemampuan
berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.

2) Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks
batang otak. Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan
tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

3) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit. Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta
penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya
pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi
terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

4) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan. Perubahan kepala pada satu sisi
dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu
dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

5) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari
konstipasi yang berkepanjangan. Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial. 6)
Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang. Kejang terjadi akibat iritasi otak,
hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.

7) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien. Dapat menurunkan hipoksia otak.

8) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi). Membantu
menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik
air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk
menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang,
analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

4) Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )


Tujuan :

Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :

Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan,
oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :

1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

2) Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada
pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.

3) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

4) Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut,
telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.

5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

6) Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga
kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori,
dan waktu.

7) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman
dan bersih.

8) Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu
agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

9) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

10) Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

5) Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.


Tujuan :

 Ganti posisi pasien setiap 2 jam

 Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan


terjadinya kerusakan kulit.

 Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

 Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

 Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.

 Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan
H2O2.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC

Carpenito, L. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B. Jakarta: EGC

Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008.
Jakarta: EGC

Price, S. & Wilson, L. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes. 4 th


Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC

Sandra M. Nettina. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC

Smeltzer, S. & Bare, B. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC

Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

Anda mungkin juga menyukai