LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
DAN KRISTIS CIDERA KEPALA
Disusun oleh
Nama : Windi Melati
Nim : 3720220049
2. ETIOLOGI
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas (Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu
lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering
disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
a. Cedera kepala primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma :
1) Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang: Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka)
3) Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolik
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok
lOMoARcPSD|33869093
b. Memar otak
c. Laserasi
b. Hipotensi sistemik
c. Hipoksia
d. Hiperkapnea
e. Udema otak
f. Komplikasi pernapasan
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat
terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus
temporalis dan parietalis.
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,
berfikir lambat, kejang dan udem pupil
3. Perdarahan Subarachnoid
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk
3. MANIFESTASI KLINIK
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau
tanpakehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
lOMoARcPSD|33869093
4. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita
seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat
terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada
kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah
tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.
lOMoARcPSD|33869093
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan
coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada
orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada
coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena
sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan.
Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi
ketika pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya
bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena
pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak
terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang
tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak
terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi
tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan
kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah
otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah
dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi
pergerakan kepala ke depan.
lOMoARcPSD|33869093
5. PATHWAY
6. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira
72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak
untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak
diakibatkan trauma.
lOMoARcPSD|33869093
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring
kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah
satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
jaringan otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan
subarahnoid
lOMoARcPSD|33869093
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak.
2) Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum.
3) Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4) Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos -
coma)
5) Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
lOMoARcPSD|33869093
9. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari
pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat
meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih
panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat.
Tujuan :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm
karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat
disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah
terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang
simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan
tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum
banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk
mencegah hipoksia.
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran
urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan
tekanan intrakrania.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti
osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat
menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi,
menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang,
analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan
tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat
meningkatkan pemakaian oksigen otak.
Kriteria hasil :
Rencana Tindakan :
Tujuan :
Kriteri evaluasi :
Rencana tindakan :
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan
pada pasien.
Tujuan :
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah
yang menonjol.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam
dengan menggunakan H2O2.
lOMoARcPSD|33869093
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume
II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Corwin, E.J. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008.
Jakarta:
EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease
Processes.
4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC
Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit
FKUI