Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

OLEH :

NI MADE WINDA PERMATASARI


P07120323071
NERS B/SEMESTER II

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Cedera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya trauma
(benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu jaringan otak,
oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek
percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Price &
Wilson, 2005).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi dan Rita Yuliani, 2011)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Klasifikasi cedera kepala dibagi menjadi 3 dimana cedera kepala berat dengan
skor GCS dibawah 8, cedera kepala sedang dengan skor GCS 9 sampai 12, cedera kepala
ringan dengan skor GCS 13 sampai 15 (ATLS, 1993).
Jadi, trauma kepala adalah suatu kerusakan pada bagian kepala dimana terjadi
karena adanya sebuah injury secara langsung maupun tidak langsung yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran seseorang sehingga dapat menimbulkan kerusakan
fungsi tubuh.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan cedera kepala adalah :
a. Cedera setempat (benda tajam)
Misalnya pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari fraktur tengkorak.
Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan trauma yang dapat
menyebabkan cedera setempat atau kerusakan terjadi terbatas dimana benda tersebut
merobek otak.
b. Cedera Difus (benda tumpul)
Misalnya terkena pukulan atau benturan. Trauma oleh benda tumpul dapat
menyebabkan/menimbulkan kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan
benturan. Terjadi penyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung seperti: rambut, kulit,
kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan keotak dan menyebabkan
kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan pada jaringan otak sehingga dipandang
lebih berat. Secara umum, penyebab cedera kepala diantaranya:
c. Kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olahraga, trauma tertembak (peluru)
dan pecahan bom, trauma benda tumpul, kecelakaan kerja , kecelakaan rumah tangga.

Cedera kepala primer dan sekunder.


a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
1) Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup dan
terbuka).
3) Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang, berat),
difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolik
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok
3. Pohon Masalah

Trauma kepala Robekan Nyeri Akut

Kulit kepala Tulang kepala Jaringan otak

Hematoma Fraktur linear


pada kulit Fraktur Komusio
communited Hematom
Cedera otak Farktur depressed a Edema
Fraktur basis kontusio

Peningkatan TIK Gangguan


Cedera otak kesadaran
primer Gangguan TTV
Ringan Respon fisiologis otak

Hipoksemia serebral
Cedera otak sekunder

Kerusakan sel otak Kelainan metabolisme

Gangguan autoregulasi Rangsangan simpatis Stress lokalis

Aliran darah ke otak


Tahanan vaskuler sistemik Katekolamin Sekresi
asam lambung

O2 gangguan
Tekanan pembuluh darah
metabolisme pulmonar Mual muntah

Produksi asam laktat


Tekanan hidrostatik Defisit Nutrisi

Edema otak Kebocoran cairan kapiler

Resiko Perfusi Jaringan Edema paru Perfusi Perifer Tidak


Serebral Tidak Efektif Efektif
Curah jantung menurun

Difusi O2 terhambat

Pola Napas Tidak Efektif Hipoksemia, hiperkapnea


4. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
b. Berdasarkan Beratnya Cidera
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scale
Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Cedera kepala ringan
 GCS 13 - 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
 Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma
2) Cedera kepala sedang
 GCS 9 - 12
 Saturasi oksigen > 90 %
 Tekanan darah systole > 100 mmHg
 Lama kejadian < 8 jam
 Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cedera kepala berat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
 Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
c. Berdasarkan Morfologi
1) Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi
pintu masuk infeksi intrakranial.
2) Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis
ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis
caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis
lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat
erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur
daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan bloody
otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi nervus
cranialis (Kasan, 2000).

5. Gejala Klinis
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (Kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung
lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam,
menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
 Kacau mental → koma
 Gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 Pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

6. Pemeriksaa Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar O2 dan
CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test diagnostic
untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan
otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal : mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid.
g. EEG (Elektroencepalograf) : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
h. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
i. BAER : mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
j. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
k. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial
l. Kadar Elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan TIK.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan (GCS 13–15)
 Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan
abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedang–
berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tengkorak, rinorea-
otorea, cedera penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di rumah, tidak
mungkin kembali ke rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak
memenuhi kriteria rawat maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian
kemungkinan kembali ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan.
 Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap ½- 2
jam.
 Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang
sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.
b. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-12)
 Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik.
 Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi
memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera
kepala berat.
c. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS <8)
 Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan
jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat
disingkirkan.
 Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban
agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah
jika Hb kurang dari 10 gr/dl.
 Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS
dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
 Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada
penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
 Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1, furosemide
diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti
perdarahan.
 Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika
penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka,
rhinorea, otorea.
 Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
 Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
 Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
 Fisioterapi dan rehabilitasi.
8. Komplikasi
a. Perdarahan ulang
b. Kebocoran cairan otak
c. Infeksi pada luka atau sepsis
d. Timbulnya edema serebri
e. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK
f. Nyeri kepala setelah penderita sadar
g. Konvulsi

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
Pada identitas pasien yang perlu di kaji yaitu nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
agama, alasan masuk dan diagnose medis .
b. Primary Survey
1) Airway:
o Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau obstruksi.
o Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah
penekanan/bendungan pada vena jugularis
o Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
2) Breathing:
Mengkaji fungsi pernapasan berupa :
o Jenis pernapasan
o Frekuensi pernapasan
o Retraksi otot bantu pernapasan
o Kelainan dinding toraks
o Bunyi napas
o Hembusan napas
3) Circulation:
o Kaji tingkat kesadaran pasien ,
o Adakah perdarahan (internal/eksternal),
o CRT,
o Cek tekanan darah,
o Cek nadi karotis, dan akral perifer.
4) Disability:
o Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS,
o Refleks fisiologis
o Reflek patologis
o Kekuatan otot
c. Secondary Survey
1) Riwayat Kesehatan
o Riwayat Kesehatan Dahulu
Menanyakan apakah pasien pernah mengalami trauma kepala sebelumnya atau
tidak , dan riwayat pengobatan.
o Riwayat Kesehatan Sekarang
Menanyakan keluhaan pasien saat ini, dan penyebab terjadinya trauma.
o Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan apakah pasien punya riwayat penyakit keturunan seperti DM,
Hipertensi, Asma.
2) Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Meliputi pemeriksaan inspeksi, auskultasi palpasi dan perkusi
o Kulit kepala : Seluruh kepala diperiksa, cukup sering terjadi bahwa penderita
yang tampaknya cidera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
tetesan luka belakang kepala.
o Wajah : Apabila ada cedera di sekitar mata jangan lupa untuk memeriksa
mata, karena pembengkakan dimata akan menyebabkan pemeriksaan mata
selanjutnya sulit.
 Mata : pemeriksaan kornea ada cidera atau tidak, pupil mengenai isokor
serta refleks cahaya, acies virus dan acies campus
 Hidung : apabila ada pembengkakan, lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur
 Zygoma : apabila ada pembengkakan jangan lupa mencari krepitasi akan
terjadinya fraktur zygoma
 Telinga : periksa dengan senter mengenai keutuhan membran timpani atau
ketidakmampuan
 Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
 Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur, perhatikan adanya tanda
fraktur basis
 Crania : hasil hematom atau raccoon eyes (mata panda), blody
rinorhea(peradangan hidung), bloody otorhe (pendarahan telinga)
dan battle sig(lebam di belakang telinga)
o Leher
Pada pemeriksaan leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan seseorang untuk
melakukan fiksi pada kepala. Untuk leher daerah belakang, jika akan
dilakukan inspeksi, penderita harus dimiringkan dengan “log roll”. Inspeksi-
palpasi deformitas (perubahan bentuk), contusio (memar), abrasi (babras),
penetrasi (tusukan), burn (luka bakar), laserasi (robek), swelling (bengkak),
tendernes, instability (tidak stabil) tidak boleh ditekan,crepitasi, juguler, vena,
distensi
o Thoraks
Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi-palpasi untuk menemukan deforitas,
contusio, abrasi, penetrasi, paradoksal, burn, laserasi, swelling
o Abdomen
Inspeksi deformitas, contusio, abrasio, penetrasi, burn, laserasi, swelling.
Palpasi pada 4 kuadran : Apabila perut seperti papan, tanda adanya
pendarahan internal
o Pelvis
Inspeksi-palpasi untuk menemukan deforitas, contusio, abrasi, penetrasi,
paradoksal, burn, laserasi, swelling, tenderness, instability (tidak stabil)
ditekan pada dua sias, dan crepitasi. Jika pada primary survey sudah
ditemukan nyeri pada pelvis maka TIC tidak diperiksa lagi
o Genetalia
Inspeksi pada daerah meatus uretra atau paling luar, adanya pendarahan,
pembengkakan dan memar
o Ekstermitas
 Pemeriksaan dilakukan pada ekstremitas bawah, inspeksi-palpasi untuk
menemukan deforitas, contusio, abrasi, penetrasi, paradoksal, burn,
laserasi, swelling, tenderness, instability, crepitasi, pulse, motorik,
sensorik, dan ROM : rangge off motion.
 Ekstermitas atas, pemeriksaan dimulai dari garis tengah tubuh (klavikula-
bahu-lengan-tangan). Inspeksi-palpasi untuk menemukan deforitas,
contusio, abrasi, penetrasi, paradoksal, burn, laserasi, swelling, tenderness,
instability, crepitasi, pulse, motorik, sensorik, dan ROM : rangge off
motion.
o Bagian punggung
Pemeriksaan punggung dilakukan dengan log roll (memeringkan penderita
dengan tetap menjaga kesegarisan). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan
punggung dengan inspeksi-palpasi.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan SDKI, 2016 yaitu
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan factor risiko cedera kepala
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena ditandai dengan
pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral dingin, warna
kulit pucat, turgor kulit menurun, edema
3. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala) ditandai dengan
dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola nafas abnormal
4. Nyeri akut b.d agen pecendera fisik (benturan, trauma kepala) ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah.
5. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (stress, keengganan untuk makan) ditandai dengan
nafsu makan menurun, cepat merasa kenyang, mual muntah.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
SDKI SLKI SIKI
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan
Serebral Tidak Efektif keperawatan selama Tekanan Intrakranial
(D.0017) Definisi: …….x……. maka Perfusi Observasi
Berisiko mengalami Serebral Meningkat  Identifikasi penyebab
penurunan sirkulasi dengan kriteria hasil : peningkatan TIK (mis. Lesi,
daerah otak.  Tingkat kesadaran gangguan metabolisme, edema
Penyebab: meningkat (5) serebral)
 Keabnormalan masa  Kognitif meningkat (5)  Monitor tanda /gejala
prothrombin  Sakit kepala menurun peningkatan TIK (mis.
dan/atau masa (5) Tekanan darah meningkat,
tromboplastin parsial  Gelisah menurun (5) tekanan nadi melebar,
 Penurunan  Kecemasan bradikardi, pola nafas ireguler,
kinerja ventrikel kiri menurun (5) kesadaran menurun)
 Aterosklerosis aorta  Agitasi menurun (5)  Monitor MAP (Mean Arterial
 Diseksi arteri Pressure)
 Demam menurun (5)
 Fibrilasi atrium  Monitor CVP (Central Venous
 Tekanan arteri rata-rata
 Tumor otak Pressure), jika perlu
membaik (5)
 Monitor PAWP, jika perlu
 Stenosis karotis  Tekanan intra kranial
membaik (5)  Monitor PAP , jika perlu
 Miksoma atrium  Monitor ICP (Intra Cranial
 Tekanan darahsistolik
 Aneurisma serebri membaik (5) Pressure), jika tersedia

 Tekanan darahdiastolit  Monitor CPP (Cerebral


 Koagulopati
membaik (5) Perfusion Pressure)
(mis.anemia sel
 Monitor gelombang ICP
sabit)  Reflex saraf
 Monitor setatus pernapasan
 Dilatasi kardiomiopati membaik (5)
 Monitor intake dan ouput
 Koagulasi cairan
intravaskuler  Monitor cairan serebro-spinalis
diseminata (mis. Warna, konsistensi)
 Embolisme Terapeutik
 Cedera kepala  Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
 Hiperkolesteronemia
tenang
 Hipertensi  Berikan posisi semi Fowler
 Endocarditis infektif  Hindari maneuver valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Katup prostetik
 Hindari penggunaan PEEP
mekanis
 Hindari pemberian cairan IV
 Stenosis mitral hipotonik
 Neoplasma otak  Atur ventilator agar PaCO2
optimal
 Infark miokard akut
 Pertahankan suhu tubuh normal
 Sindrom sick sinus Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi
 Penyalahgunaan zat dan anti konvulsan, jika perlu

 Terapi tombolitik  Kolaborasi pemberian diuretik


osmosis, jika perlu
 Efek samping
 Kolaborasi pemberian pelunak
tindakan (mis.
tinja , jika perlu
Tindakan operasi
Pemantauan Tekanan
bypass)
Intrakranial
Observasi
Kondisi Klinis  Identifikasi penyebab
Terkait: peningkatan TIK (mis. Lesi
menempati ruang, gangguan
 Stroke
metabolisme, edema
 Cedera kepala serebraltekann vena, obstruksi
 Aterosklerotik aortic aliran cairan serebrospinal,
 Infark miokard akut hipertensi, intracranial
idiopatik)
 Diseksi arteri
 Monitor peningkatan TD
 Embolisme
 Monitor pelebaran tekanan
 Endocarditis infektif nadi (selisih TDS dan TDD)
 Monitor penurunan frekuensi
 Fibrilasi atrium
jantung
 Hiperkolesterolemia
 Monitor ireguleritas irama
 Hipertensi napas
 Monitor penurunan
 Dilatasi kardiomiopati
tingkat kesadaran
 Koagulasi  Monitor perlambatan atau
intravascular ketidaksimetrisan respon pupil
diseminata  Monitor kadar CO2 dan
 Miksoma atrium Pertahankan dalam rentang yang
diindikasikan
 Neoplasma otak  Monitor tekanan perfusi
serebral
 Segmen ventrikel k
 Monitor jumlah, kecepatan,
 Sindrom sick sinus
dan karakteristik drainase
 Stenosis karotid cairan serebrospinal
 Monitor efek stimulus
 Stenosis mitral
lingkungan terhadap TIK
 Hidrosefalus
 Infeksi otak (mis. Terapeutik
Meningitis,  Ambil sampel drainase cairan
ensefalitis, abses serebrospinal
serebri)  Kalibrasi transduser
 Pertahankan sterilitas sistem
pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
 Bilas sistem pemantauan, jika
perlu
 Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


Definisi: keperawatan selama .......X Observasi

Pengalaman sensorik
jam  Identifikasi lokasi,
menit diharapkan karakteristik, durasi,
atau emosional yang
Nyeri Akut Berkurang frekuensi, kualitas,
berkaitan dengan
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
kerusakan jarigan actual
atau fungsional, dengan
Tingkat nyeri :  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri (5)  Identifikasi respons nyeri
onset mendadak atau
lambat dan berintensitas  Meringis (5) non verbal
 Identifikasi faktor yang
ringan hingga berat yang  Sikap protektif (5)
memperberat nyeri dan
berlangsung kurang dari  Gelisah (5)
memperingan nyeri
3 bulan  Kesulitan tidur (5)
 Identifikas pengetahuan dan
 Menarik diri (5) keyakinan tentang
Penyebab:
 Agen pencedera  Berfokus pada diri nyeri
fisiologis (mis. sendiri (5)  Identifikasi pengaruh
Inflamai, iskemia,  Diaforesis (5) budaya terhadap respon
neoplasma nyeri
 Perasaan depresi
 Agen pencedera (tertekan) (5)  Identifikasi pengaruh nyeri
kimiawi pada kualitas hidup
 Perasan takut
(mis. Terbakar, mengalami cedera  Monitor keberhasilan
bahan kimia iritan) berulang (5) terapi komplementer yan
 Agen pencedera fisik sudah diberikan
 Anoreksia (5)
(mis. Abses,  Monitor efek samping
amputasi, terbakar,  Perineum terasa penggunaan analgetik
terpotong, tertekan (5)
mengangkat berat,  Uterus teraba Terapeutik
prosedur operasi, membulat (5)  Berikan teknik
trauma, latihan fisik
berlebih)  Ketegangan nonfarmakologis untuk
Gejala dan Tanda otot (5) mengurangi rasa nyeri
Mayor Subjektif  Pupil dilatasi (5) (mis. TENS, hypnosis,
 Mengeluh nyeri  Muntah (5) akupresur, terapi music,
Objektif biofeedback, terapi pijat,
 Mual (5)
 Tampak meringis aromaterapi, teknik
 Bersikap protektif  Frekuensi nadi (5) imajinasi terbimbing,
(mis. Waspada,  Pola napas (5) kompres hangat/dingin,
posisi  Tekanan darah (5) terapi bermain)
menghindari  Proses berpikir (5)  Kontrol lingkungan yang
nyeri)  Fokus (5) memperberat rasa nyeri
 Gelisah  Fungsi kemih (5) (mis. Suhu ruangan,
 Frekuensi na  Perilaku (5) pencahayaan, kebisingan)
 Sulit tidur  Nafsu makan (5)  Fasilitas istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
 Pola tidur (5)
sumber nyeri dalam
Kontrol Nyeri
pemilihan strategi
Gejala dan Tanda  Melaporkan nyeri
meredakan nyeri
Minor Subjektif terkontrol (5)
Edukasi
-  Kemampuan
 Jelaskan penyebab,
mengenali onset
periode, dan pemicu
nyeri (5)
 Jelaskan strategi
 Kemampuan
meredakan nyeri
mengenali penyebab
 Anjurkan memonitor nyeri
nyeri (5)
secara mandiri
 Kemampuan
 Anjurkan menggunakan
menggunakan
analgetik secara tepat
teknik non-
 Ajarkan teknik
farmakologis (5)
nonfarmakologis untuk
 Dukungan orang
mengurangi rasa nyeri
terdekat (5)
Kolaborasi
 Keluhan nyeri (5)
 Penggunaan  Kolaborasi pemberian
Analgesic analgetik, jika perlu
Pemberian
Analgesik Observasi
 Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi
obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan
efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
3 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk efektif
tidak efektif (D.0001) keperawatan selama
Observasi
…… x .............. maka
 Identifikasi kemampuan batuk
Definisi : bersihan jalan nafas tidak
Secret ketidakmampuan efektif teratasi dengan  Monitor adanya retensi sputum

membersihkan atau kriteria hasil :  Monitor tanda dan gejala infeksi


saluran nafas
obstruksi jalan nafas untuk  Produksi sputum
mempertahankan jalan menurun (5)  Monitor input dan output cairan (
mis. Jumlah dan karakteristik )
nafas tetappaten  Mengi menurun (5)
 Wheezing menurun (5)
Penyebab : Terapeutik
 Mekonium menurun (5)
Fisiologis  Atur posisi semi-fowler atau
 Dispnea menurun (5)
 Spasme jalan nafas fowler
 Ortopnea menurn (50
 Hipersekresi jalan  Pasang perlak dan bengkok
 Tidak sulit bicara (5)
nafas letakan di pangkuan pasien
 Sianosis menurun (5)
 Disfungsi  Buang secret pada tempat sputum
 Gelisah menurun (5)
neuromuskular
 Frekuensi napas
 Benda asing dalam Edukasi
membaik (5)
jalan nafas  Jelaskan tujuan dan prosedur
Pola nafas membaik (5)
 Adanya jalan nafas batuk efektif
buatan  Anjurkan tarik nasaf dalam
 Sekrresi yang melalui hidung selama 4 detik,
tertahan
 Hyperplasia dinding ditahan selam 2 detik, kemudian
jalan nafas keluarkan dai mulut dengan bibir
 Proses infeksi mencucu (dibulatkan) selam 5
 Respon alergi detik
 Efek agen  Anjurkan mengulangi tarik nafas
farmakologias ( dalam hingga 3 kali
mis. Anastesi  Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik nafas
Situasional dalam yang ke-3
 Merokok aktif Kolaborasi
 Merokok pasif  Kolaborasi pemberian mukolitik

 Terpajan polutan atau ekspektoran, jika perlu.

Gejala dan Tanda Minor Manajemen Jalan Nafas


Subjektif : - Observasi
Objektif :  Monitor posisi selang endotraceal
 Batuk tidak efektif (EET), terutama setelah
 Tidak mampu batuk mengubah posisi
 Sputum berlebih  Monitor tekanan balon EET
 Mengi,wheezing setiap 4-8 jam
dan/atau ronkhi  Monitor kulit area stoma
kering trakeostomi (mis. Kemerahan,
drainase, perdarahan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
Terapeutik
 Dispnea
 Kurangi tekanan balon secara
 Sulit bicara
periodic setiap Shift
 Ortopnea
 Pasang oropharingeal airway
Objektif :
(OPA) untuk mencegah EET
 Gelisah
tergigit
 Sianosis  Cegah EET terlipat (kinking)
 Bunyi nafas  Beriak pre-oksigenasi 100%
menurun selama 30 detik (3-6 kali
 Frekuensi nafas ventilasi) sebelum dan sesudah
berubah penghisapan
 Pola nafas berubah  Beriak volume pre-oksigen
(bagging atau ventialasi
Kondisi Klinis Terkait : mekanik) 1,5 kali volume tidal
 Gullian Barre
 Lakukan penghisapan lender
Syndrome
kurang dari 15 detik jika
 Skelrosis multipel diperlukan (bukan secara
 Myasthenia gravis berkala/rutin)
 Prosedur diagnostik (  Ganti fiksasi EET setiap 24 jam
mis. Bonkoskopi,  Ubah posisi EET secara
transesophageal, bergantian (kiri dan kanan) setiap
echocardiography 24 jam
(TEE)
 Lakukan perawatan mulut (mis.
 Depresi system saraf Dengan sikat gigi, kasa, plembab
pusat bbir)
 Cedera kepala  Lakukan perawatan stoma
 Stroke trakeostomi
 Kuadriplegia Kolaborasi
 Sindrom aspirasi  Jelaksan pasien dana/atau
mekonium keluarga tujuan dan prosedur
 Infeksi saluran nafas pemasangan jalan nafas buatan.
 Kolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak
dapat dilakuikan penghisapan

Pemantaun Respirasi

Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya nafas
 Monitor pola nafas (seperti
bradipnea. Takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-
Stoke,Biot, atasik)
 Monitor kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan

Kolaborasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informaskan hasil pemantauan,
jika perlu

4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan intervensi keperawatan
Observasi
kurang asupan selama …x…jam
makanan,  Identifikasi status nutrisi
, maka Status Nutrisi
ketidakmampuan  Identifikasi alergi dan
Membaik dengan
menelan intoleransi makanan
kriteria hasil :
 Identifikasi makanan yang
Batasan
 Verbalisasi keinginan disukai
karakteristik untuk meningkatkan  Identifikasi kebutuhan kalori
nutrisi meningkat 5 dan jenis nutrient
Gejala Tanda
 Perasaan cepat kenyang  Identifikasi perlunya
Mayor Subjektif menurun 5 penggunaan selang nasogastrik
(tidak ada)  Nyeri abdomen  Monitor asupan makanan
menurun 5  Monitor berat badan
 Sariawan menurun 5  Monitor hasil pemeriksaan
 Diare menurun 5 laboratorium

Objektif  Frekuensi makan Terapeutik


membaik 5
 Berat badan 10% atau  Lakukan oral hygiene sebelum
 Nafsu makan
lebih di bawah makan, jika perlu
membaik 5
rentang ideal  Fasilitasi menentukan
 Bising usus
pedoman diet (mis piramida
membaik 5
Gejala Tanda Minor makanan)
Membran  Sajikan makanan secara
Subjektif
mukosa membaik 5 menarik dan suhu yang sesuai
 Cepat kenyang  Berikan makanan yang tinggi
setelah makan serat untuk mencegah
 Kram/nyeri abdomen konstipasi
 Nafsu makan menurun Berikan makanan tinggi
kaloridan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
Objektif
jika perlu
 Bising usus hiperaktif
Otot pengunyah lemah  Hentikan pemberian makanan

 Otot menelan lemah melalui selang nasogratik jika

 Membran mukosa supan oral dapat ditoleransi


pucat Edukasi
 Sariawan
 Anjurkan posisi duduk, jika
 Serum albumin turun
perlu
 Rambut rontok
berlebihan  Ajarkan diet yang
Diare diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum (mis pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan jika perlu

Promosi Berat Badan

Observasi

 Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang

 Monitor adanya mual muntah

 Monitor jumlah kalori yang


dikonsumsi sehari-hari Monitor
BB

 Monitor albumin, limfosit, dan


elektrolit, serum

Terapeutik

 Berikan perawatan mulut


sebelum pemberian makan,
jika perlu

 Sediakan makan yang tepat


sesuai kondisi pasien (mis.
Makan dengan tekstur halus,
makan yang diblender, makan
cair yang diberikan melalui
NGT atau gastrostomy, total
perenteral nitrition sesuai
indikasi)
 Hidangkan makanan secara
menarik

 Berikan suplemen, jika perlu

 Berikan pujian pada


pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai

Edukasi

 Jelaskan jenis makanan yang


bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhur dalam proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. (1993). Advanced trauma life support for


doctors(ATLS).United Stated of America.]
Brain Injury Association of America. (2006). Types of Brain Injury.
http://www.biausa.org pages/type of brain injury. html. [Accessed 07 September 2020].
Kasan, Tholib . 2000. Teori dan Aplikasi Administrasi Pendidikan. Jakarta: Studia
Press.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, p.,
Mahanani, D.A., Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta.
Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam.
Edisi 1. Jakarta : Agung Setia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 24 Januari 2024


Nama Pembimbing/CI Nama Mahasiswa

(Ns. Kadek Dedy Kurniawan, S.Kep.) (Ni Made Winda Permatasari)


NIP. 198812142019031006 NIM. P07120323071

Nama Pembimbing/CT

(I Made Mertha, S.Kp.,M.Kep.)

NIP. 196910151993031015

Anda mungkin juga menyukai