OLEH :
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan cedera kepala adalah :
a. Cedera setempat (benda tajam)
Misalnya pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari fraktur tengkorak.
Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan trauma yang dapat
menyebabkan cedera setempat atau kerusakan terjadi terbatas dimana benda tersebut
merobek otak.
b. Cedera Difus (benda tumpul)
Misalnya terkena pukulan atau benturan. Trauma oleh benda tumpul dapat
menyebabkan/menimbulkan kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan
benturan. Terjadi penyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung seperti: rambut, kulit,
kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan keotak dan menyebabkan
kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan pada jaringan otak sehingga dipandang
lebih berat. Secara umum, penyebab cedera kepala diantaranya:
c. Kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olahraga, trauma tertembak (peluru)
dan pecahan bom, trauma benda tumpul, kecelakaan kerja , kecelakaan rumah tangga.
Hipoksemia serebral
Cedera otak sekunder
O2 gangguan
Tekanan pembuluh darah
metabolisme pulmonar Mual muntah
Difusi O2 terhambat
5. Gejala Klinis
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (Kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung
lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam,
menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
Kacau mental → koma
Gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
Pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidural
Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
perluasan massa lesi
peningkatan TIK
sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
Nyeri kepala hebat
Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
6. Pemeriksaa Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar O2 dan
CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test diagnostic
untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan
otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal : mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid.
g. EEG (Elektroencepalograf) : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
h. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
i. BAER : mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
j. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
k. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial
l. Kadar Elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan TIK.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan (GCS 13–15)
Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan
abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedang–
berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tengkorak, rinorea-
otorea, cedera penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di rumah, tidak
mungkin kembali ke rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak
memenuhi kriteria rawat maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian
kemungkinan kembali ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan.
Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap ½- 2
jam.
Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang
sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.
b. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik.
Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi
memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera
kepala berat.
c. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS <8)
Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan
jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat
disingkirkan.
Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban
agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah
jika Hb kurang dari 10 gr/dl.
Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS
dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada
penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1, furosemide
diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti
perdarahan.
Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika
penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka,
rhinorea, otorea.
Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
Fisioterapi dan rehabilitasi.
8. Komplikasi
a. Perdarahan ulang
b. Kebocoran cairan otak
c. Infeksi pada luka atau sepsis
d. Timbulnya edema serebri
e. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK
f. Nyeri kepala setelah penderita sadar
g. Konvulsi
Pengalaman sensorik
jam Identifikasi lokasi,
menit diharapkan karakteristik, durasi,
atau emosional yang
Nyeri Akut Berkurang frekuensi, kualitas,
berkaitan dengan
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
kerusakan jarigan actual
atau fungsional, dengan
Tingkat nyeri : Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri (5) Identifikasi respons nyeri
onset mendadak atau
lambat dan berintensitas Meringis (5) non verbal
Identifikasi faktor yang
ringan hingga berat yang Sikap protektif (5)
memperberat nyeri dan
berlangsung kurang dari Gelisah (5)
memperingan nyeri
3 bulan Kesulitan tidur (5)
Identifikas pengetahuan dan
Menarik diri (5) keyakinan tentang
Penyebab:
Agen pencedera Berfokus pada diri nyeri
fisiologis (mis. sendiri (5) Identifikasi pengaruh
Inflamai, iskemia, Diaforesis (5) budaya terhadap respon
neoplasma nyeri
Perasaan depresi
Agen pencedera (tertekan) (5) Identifikasi pengaruh nyeri
kimiawi pada kualitas hidup
Perasan takut
(mis. Terbakar, mengalami cedera Monitor keberhasilan
bahan kimia iritan) berulang (5) terapi komplementer yan
Agen pencedera fisik sudah diberikan
Anoreksia (5)
(mis. Abses, Monitor efek samping
amputasi, terbakar, Perineum terasa penggunaan analgetik
terpotong, tertekan (5)
mengangkat berat, Uterus teraba Terapeutik
prosedur operasi, membulat (5) Berikan teknik
trauma, latihan fisik
berlebih) Ketegangan nonfarmakologis untuk
Gejala dan Tanda otot (5) mengurangi rasa nyeri
Mayor Subjektif Pupil dilatasi (5) (mis. TENS, hypnosis,
Mengeluh nyeri Muntah (5) akupresur, terapi music,
Objektif biofeedback, terapi pijat,
Mual (5)
Tampak meringis aromaterapi, teknik
Bersikap protektif Frekuensi nadi (5) imajinasi terbimbing,
(mis. Waspada, Pola napas (5) kompres hangat/dingin,
posisi Tekanan darah (5) terapi bermain)
menghindari Proses berpikir (5) Kontrol lingkungan yang
nyeri) Fokus (5) memperberat rasa nyeri
Gelisah Fungsi kemih (5) (mis. Suhu ruangan,
Frekuensi na Perilaku (5) pencahayaan, kebisingan)
Sulit tidur Nafsu makan (5) Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan
Pola tidur (5)
sumber nyeri dalam
Kontrol Nyeri
pemilihan strategi
Gejala dan Tanda Melaporkan nyeri
meredakan nyeri
Minor Subjektif terkontrol (5)
Edukasi
- Kemampuan
Jelaskan penyebab,
mengenali onset
periode, dan pemicu
nyeri (5)
Jelaskan strategi
Kemampuan
meredakan nyeri
mengenali penyebab
Anjurkan memonitor nyeri
nyeri (5)
secara mandiri
Kemampuan
Anjurkan menggunakan
menggunakan
analgetik secara tepat
teknik non-
Ajarkan teknik
farmakologis (5)
nonfarmakologis untuk
Dukungan orang
mengurangi rasa nyeri
terdekat (5)
Kolaborasi
Keluhan nyeri (5)
Penggunaan Kolaborasi pemberian
Analgesic analgetik, jika perlu
Pemberian
Analgesik Observasi
Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat alergi
obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapu dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
3 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk efektif
tidak efektif (D.0001) keperawatan selama
Observasi
…… x .............. maka
Identifikasi kemampuan batuk
Definisi : bersihan jalan nafas tidak
Secret ketidakmampuan efektif teratasi dengan Monitor adanya retensi sputum
Pemantaun Respirasi
Observasi
Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya nafas
Monitor pola nafas (seperti
bradipnea. Takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-
Stoke,Biot, atasik)
Monitor kemampuan batuk
efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
Auskultasi bunyi nafas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informaskan hasil pemantauan,
jika perlu
Observasi
Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
Terapeutik
Edukasi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhur dalam proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Nama Pembimbing/CT
NIP. 196910151993031015