A. Epidural Hematoma
Beberapa definisi epidural hematoma menurut beberapa ahli sebagai
berikut :
1. Epidural hematoma adalah hematom antara durameter dan tulang,
biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media.
(NICNOC2015)
2. Epidural hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara
tulang tengkorak dan lapisan duramater.
3. Epidural hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena
fraktur tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan
duramater.
4. Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica
media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria),
vena emmisaria, sinus venosus duralis.
5. Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang
arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini
tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya.
6. Epidural hematoma sebagai keadaan neurology yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri
yang lebih besar sehingga menimbulkan perdarahan. (Anderson, 2005)
7. Epidural Hematoma adalah hematom/perdarahan yang terletak antara
durameter dan tubula interna/ lapisan bawah tengkorak dan sering terjadi
pada lobus tengkorak dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
Pada kejadian epidural hematoma jika pendarahan membesar dilakukan
tindakan pebedahan craniotomy. Craniotomy adalah operasi membuka
tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan
yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di kepala.
B. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deslerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-countere coup, dan cedera rotasional.
a. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak (misalnya alat pemukul menghantam kepala atau peluru
yang ditembakkan ke kepala).
b. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek
diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobi ketika kepala
membentur kaca depan mobil.
c. Cedera akselerasi-deselerasi terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan episode kekerasan.
d. Cedera coup-counter coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam
ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertamakali terbentur. Sebagai contoh :
pasien dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera rotasional terjadi jika pukulan / benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan perenggangan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
C. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang
telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan edh antara lain:
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.
2. Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah dan bradikardi.
3. Nyeri kepala yang hebat
4. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.
5. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
6. Gangguan penglihatan dan pendengara.
7. Kejang otot.
8. Mual.
9. Pusing.
10. Muntah.
11. Berkeringat.
12. Sianosis / pucat.
13. Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
14. Susah bicara.
D. Patofisioloigi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah
satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila
fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi
di daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os
temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan
oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah
temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan
dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di
bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran.
Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan
pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan
pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,
menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau
sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang
besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain
kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan
di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer
yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera
primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer
berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri
dan tidak pernah mengalami fase sadar.
E. Komplikasi
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana
keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian
pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien meliputi:
1. Ct scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan
perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan ct scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. Serial eeg
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar x
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. Baer
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. Pet
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. Css
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial.
10. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
11. Rontgen thoraks 2 arah (pa/ap dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Toraksentesis menyatakan darah/cairan
12. Analisa gas darah (agd/astrup)
Analisa gas darah (agd/ astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan agd ini adalah status oksigenasi dan status asam basa
(arif muttaqin ; 2008 : 284).
G. Penatalaksanaan
1. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana.
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah
yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang
pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang
terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan nac10,9%
atau dextrose in saline.
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
1) Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan pao2 darah sehingga mencegah
vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga
dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat
mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, pao2
dipertahankan > 100 mmhg dan paco2 diantara 2530 mmhg.
2) Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan manitol 1015% per infus untuk
“menarik” air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular
untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh
efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang
cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg bb
dalam 1030 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang
menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan
kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan
kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
3) Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak
beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung
menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada
kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi
bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral
yang pernah dicoba juga bervariasi : dexametason pernah dicoba
dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg.
Selain itu juga metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6
dd 15 mg dan triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
4) Barbiturat.
Digunakan untuk mem”bius” pasien sehingga metabolisme otak
dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen
juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif
lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi,
walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat
digunakan dengan pengawasan yang ketat.
Pala 24jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000
ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan
yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher)
yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial. Posisi
tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama,
ialah: kepala dan leher diangkat 30°. Sendi lutut diganjal,
membentuk sudut 150°. Telapak kaki diganjal, membentuk sudut
90° dengan tungkai bawah
b. Obat-obat neurotropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
1) Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin b6) yang
dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki
struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam
dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian
intravena karena sifat-nya asam sehingga mengiritasi vena.
2) Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip gaba – suatu neurotransmitter
penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena
3) Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin
sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter
di dalam otak. Diberikan dalam dosis 10q-500 mg/hari intravena.
3. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai di-perhatikan sejak
dini; tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka
robek di bagian tubuh lainnya. Anti-biotika diberikan bila terdapat luka
terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara
lain dapat me-nyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya
memerlukan perawatan local. Hemostatik tidak digunakan secara rutin;
pasien trauma kepala umumnya sehat dengan fungsi pembekuan normal.
Per- darahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan hemostatik.
Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma
tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah
fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam
waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4
jam. Setelah itu diberi- kan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena.
Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak
dianjurkan ka-rena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan
depresi pernapasan.
4. Terapi operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml).
b. Keadaan pasien memburuk.
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm.
d. Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depress. Dengan
kedalaman >1 cm.
e. Edh dan sdh ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah
dengan gcs 8 atau kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan tik > 25 mmhg
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan
untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka
operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di
sebabkan oleh lesi desak ruang. Indikasi untuk life saving adalah jika lesi
desak ruang bervolume adalah :
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan
a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm
dengan penurunan klinis yang progresif.
c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama pasien, umur : kebanyakan terjadi pada usia muda, jenis
kelamin kebanyakan laki-laki, agama pendidikan pekerjaan status
perkawinan alamat suku bangsa.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengalami penurunan kesadaran baik
biasanya mengeluh sakit atau nyeri kepala, pusing, mual muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Kaji penyebab trauma : biasanya karena kecelakaan lalu lintas
atau sebab lain tanyakan kapan dimana apa penyebab serta
bagaimana proses terjadinya trauma
b) Apakah saat trauma pingsan, disertai muntah perdarahan atau
tidak.
c) Riwayat amnesia setelah cedera kepala menunjukkan derajat
kerusakan otak.
a. Prymary survey
1) Airway apakah ada sumbatan jalan nafas seperti darah secret lidah
dan benda sing lainnya, sura nafas normal/tidak, apakah ada
kesulitan bernafas
2) Breathing : pola nafas teratur, observasi keadaan umum dengan
metode : look : liat pergerakan dada pasien, teratur, cepat dalam
atau tidak. Listen : dengarkan aliran udara yang keluar dari hidung
pasien. Feel : rasakan aliran udara yang keluar dari hidung pasien
3) Sirkulasi : akral hangat atau dingin, sianosis atau tidak, nadi teraba
apakah ada.
b. Secondary
1) Disability apakah terjadi penurunan kesadaran, nilai GCS, pupil
isokor, nilai kekuatan otot, kemampuan ROM.
2) Eksposure ada atau tidaknya trauma kepala ada atau tidaknya luka
lecet ditangan atau dikaki.
3) Fareinhead ada atau tidaknya trauma didaerah kepala, ada tau
tidaknya peningkatan suhu yang mendadak, demam
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah klien pernah mengalami cedera kepala atau penyakit
persyarafan maupun system lain yang dapat memperburuk keadaan
klien. Riwayat trauma yang lalu hipertensi, jantung dan sebagainya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada salah satu anggota keluarga yang mengalami penyakit
hipertensi jantung dan sebagainya. seperti dampak biaya perawatan
dan pengobatan yang besar.
e. Riwayat psikososial
Bagaimana mekanisme klien terhadap penyakit dan perubahan
perannya, pola persepsi dan konsep diri sebagai rasa tidak berdaya
tidak ada harapan, mudah marah dan tidak kooperatif, kondisi
ekonomi klien
vi. Mulut
Gangguan menelan pada cedera kepala yang menekan reflek serta
gangguan pengecapan pada cedera kepala dan berat
4. Leher
Dapat terjadi gangguan pergerakan pada cedera kepala sedang dan berat
yang menekan pusat motorik, kemungkinan didapatkan kaku kuduk
5. Dada
a. Inspeksi : biasanya bentuk simetris, terjadi perubahan irama, frekuensi
dan kedalaman pernafasan terdapat retraksi dinding dada.
b. Palpasi : biasanya terjadi nyeri tekan apabila terjadi trauma
c. Perkusi : bunyi resonan pada seluruh lapang paru, terkecuali daerah
jantung dan hepar bunyi redup
d. Auskultasi : biasanya bunyi nafas normal (vesikuler), bisa ronchi
apabila terdapat gangguan, bunyi S1 dan S2 bisa teratur bisa tidak,
perubhan frekuensi dan irama
6. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk simetris tidak terdapat bekas opersi
b. Auskultasi : bissing usus bisanya normal, bisa meningkat dan bisa
menurun
c. Palpasi : biasanya terdapat nyeri tekan, ditemukan adanya jejas dan
luka tumpul
d. Perkusi : bunyi timpani
7. Ektremitas
Ektremitas atas dan bahwa tidak ada atrofi dan hipertrofi. Tidak ada udem.
Reflex bicep (+), reflek triceps (+) patella (+) achiles (+) babinski (+) pada
ektremitas atas terdapat fleksi abnormal
8. Aktifitas
Gejala : merasa lemah lelah dan hilang keseimbangan.
Tanda : .Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese
quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap. Masalah dalam
keseimbangan cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot,
otot spastik.
9. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi).
Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia, disritmia).
10. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
11. Eliminasi
Gejala : Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
12. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil). Gangguan menelan (batuk, air liur
keluar disfagia)
13. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.
Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda ; Perubahan kesadaran sampai koma. Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon
terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan
pendengaran. Wajah tidak simetri. Genggaman lemah, tidak seimbang.
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparise,
quedreplegia. Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitif
terhadap sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh
14. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
15. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronki, mengi positif (kemungkinan
karena aspirasi)
16. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi.
Gangguan penglihatan
Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye”
tanda Batle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya
trauma).. Adanya aliran cairan (drainase) dari
telinga/hidung (CSS).
Gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis. Demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
17. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria, anomia.
C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada epidural hematoma adalah :
1. Perfusi jaringan tidak efektif ( spesifik serebral) b/d aliran arteri dan
atau vena terputus
2. Nyeri akut b/d agen injury fisik
3. Pola nafas tak efektif b/d hipoventilasi
4. Kerusakan integritas kulit b/d imobilitas yg lama
5. Gangguan pemenuhan ADL : makan/mandi, toileting b/d kelemahan
fisik dan nyeri
6. Resiko tinggi infeksi b/d trauma/laserasi kulit kepala
3 Pola nafas tak efektif b/d NOC Outcome NIC : manajemen jalan
hipoventilasi 1. Status respirasi : nafas
pertukaran gas 1. Monitor status respirasi
2. Status respirasi : dan oksigenasi
kepatenan jalan 2. Bersihkan jalan napas
nafas 3. Auskultasi suara
3. Status respirasi : pernapasan
ventilasi 4. Berikan oksigen sesuai
4. Control aspirasi program
Clien Outcome : NIC : suctioning air way
Jalan napas paten 1. Observasi secret yg
Secret dapat di keluar
keluarkan 2. Auskultasi sebelum
Suara nafas bersih dan sesudah melakukan
suction
3. Gunakan peralatan
steril pada saat
melakukan suction
4. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang tindakan suction
4 Kerusakan integritas kulit NOC Outcome : NIC : perawatan luka dan
b/d imobilitas yg lama pertahanan kulit
1. Integritas kulit
1. Observasi lokasi
Clien Outcome :
terjadinya kerusakan
Integritas kulit integritas kulit
utuh 2. Kaji faktor resiko
kerusakan integritas kulit
3. Lakukan perawatan luka
4. Monitor status nutrisi
5. Atur posisi klien tiap 1
jam sekali
6. Pertahankan kebersihan
alat tenun
Mengerti secara
NIC: ADL berpakaian
sederhana cara
mandi, makan, Aktifitas:
toileting, dan
1. Informasikan pada
berpakaian serta
klien dalam memilih
mau mencoba
pakaian selama
secara aman tanpa
perawatan
cemas 2. Sediakan pakaian di
Klien mau tempat yang mudah di
berpartipasi jangkau
dengan senang 3. Bantu berpakaian yg
hati tanpa keluhan sesuai
dlm memenuhi 4. Jaga privacy klien
ADL 5. Berikan pakaian
pribadi yg digemari dan
sesuai
Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in
pupillary size in severe head injury: relation to lesion type and location.
Neurosurgery. May 1994.
Awaloei, A. C., Mallo, N. T. S., & Tomuka, D. (2016). Gambaran cedera kepala yang
D . Kandou, 4, 2–6.
Ristanto, R. (2015). Deskripsi klien cedera kepala yang mengalami trauma mayor, 31,
48–54.
Ristanto, R., Indra, M. R., Poeranto, S., & Setyorini, I. (2016). AKURASI REVISED
KEPALA, 76–90.