Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

EPIDURAL HEMATOMA (EDH)

I. Konsep Dasar Medis


1. Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak dan otak. (Morton, 2012).
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma,
baik trauma tumpul maupun tajam. Deficit neurologys terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena
hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. (Batticaca, 2008)
a. Klasifikasi cedera kepala :
Berdasarkan patologi :
1) Cedera Kepala Primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan
gangguan intregitas fisik, kimia dan listrik dari sel di area tersebut
yang menyebabkan kematian sel.
2) Cedera Kepala Sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak
lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan
TIK yang tak terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak,
termasuk edema cerebral, perubahan biokimia, dan perubahan
hemodinamik serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan
infeksi local atau sistemik.
b. Jenis cedera :
1) Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang,
tengkorak dan laserasi diameter. Trauma yang menembus
tengkorak dan jaringa otak.
2) Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan
gegar otak ringan dengan cedera cerebral yang luas.
c. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown Coma Scale) :
1) Cedera kepala ringan / minor
a) GCS 14-15
b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia tetapi kurang dari
30 menit
c) Tidak ad fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
2) Cedera kepala sedang
a) GCS 9-13
b) Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam.
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
d) Diikuti kontusia serebral, laserasi dan hematoma intracranial.
3) Cedera Kepala Berat
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran atau terjadi anamnesa lebih dari 24 jam
c) Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma
intracranial.
Trauma kepala atau Head trauma juga digambarkan sebagai trauma
yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan pada fisik,
intelektual, emosional, sosial, atau vokasional Fritzell et al, 2001).

2. Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan


otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial (Smeltzer,2000).
Jenis cidera otak menurut fritzell et al (2001) :
a. Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu
membuat jaringan otak mengenai tulang tengkorak namun tidak
cukup kuat untuk menyebabkan memar pada jaringan otak atau
penurunan keasadaran yang menetap. Contohnya seperti ketika kita
membentur tembok atau benda lain, sesaat kemudian kita akan
merasa kepala berputar dan diatasnya ada burung-burung emprit yang
mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat setelah itu kita akan
kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan
kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal yang
baru saja terjadi, letargi, pusing.
b. Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius daripada
concussion. Lebih banyak disebabkan oleh adanya perdarahan arteri
otak, darah biasanya terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura.
Gejala: penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil.
c. Epidural Hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-
deselerasi atau coup-contracoup yang menyebabkan adanya
gangguan pada sistem saraf pada daerah otak yang mengalami
memar. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan
berlanjut menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala
yang parah, kompresi batang otak, keabnormalan pernafasa
(pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat
kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma,
kejang, perdarahan. Epidural hematoma merupakan jenis perdarahan
yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak.
d. Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi.
Perdarahan pada meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada
daerah subdural (antara duramater dan arachnoid). Biasanya
mengenai vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri).
Gejala: mirip dengan epidural hematoma namun dengan onset of time
yang lambat karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena
sedangkan pada epidural mengenai arteri.
e. Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut
dan memiliki prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada
pembuluh darah yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi
pada bagian frontal dan temporal otak. Ich sering disebabkan oleh
hipertensi. Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak
perdarahan, gangguan motorik, peningkatan tekanan intracranial.
f. Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear,
comminuted, basilar, dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan
tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan sakit kepala yang parah.
Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada penyebab trauma,
displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor
motorik,periorbital ekimosis (bercak merah pada mata), adanya
battle’s sign (ekimosis pada tulang mstoid), akumulasi darah pada
membran timpani.

A. Epidural Hematoma
Beberapa definisi epidural hematoma menurut beberapa ahli sebagai
berikut :
1. Epidural hematoma adalah hematom antara durameter dan tulang,
biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media.
(NICNOC2015)
2. Epidural hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara
tulang tengkorak dan lapisan duramater.
3. Epidural hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena
fraktur tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan
duramater.
4. Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica
media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria),
vena emmisaria, sinus venosus duralis.
5. Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang
arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini
tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya.
6. Epidural hematoma sebagai keadaan neurology yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri
yang lebih besar sehingga menimbulkan perdarahan. (Anderson, 2005)
7. Epidural Hematoma adalah hematom/perdarahan yang terletak antara
durameter dan tubula interna/ lapisan bawah tengkorak dan sering terjadi
pada lobus tengkorak dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
Pada kejadian epidural hematoma jika pendarahan membesar dilakukan
tindakan pebedahan craniotomy. Craniotomy adalah operasi membuka
tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan
yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di kepala.

B. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deslerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-countere coup, dan cedera rotasional.
a. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak (misalnya alat pemukul menghantam kepala atau peluru
yang ditembakkan ke kepala).
b. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek
diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobi ketika kepala
membentur kaca depan mobil.
c. Cedera akselerasi-deselerasi terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan episode kekerasan.
d. Cedera coup-counter coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam
ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertamakali terbentur. Sebagai contoh :
pasien dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera rotasional terjadi jika pukulan / benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan perenggangan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

C. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang
telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan edh antara lain:
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.
2. Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah dan bradikardi.
3. Nyeri kepala yang hebat
4. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.
5. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
6. Gangguan penglihatan dan pendengara.
7. Kejang otot.
8. Mual.
9. Pusing.
10. Muntah.
11. Berkeringat.
12. Sianosis / pucat.
13. Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
14. Susah bicara.

D. Patofisioloigi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah
satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila
fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi
di daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os
temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan
oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah
temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan
dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di
bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran.
Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan
pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan
pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,
menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau
sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang
besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain
kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan
di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer
yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera
primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer
berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri
dan tidak pernah mengalami fase sadar.

E. Komplikasi
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana
keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian
pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.

2. Kompresi batang otak.


Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
a. Hemiparese/hemiplegia.
b. Disfasia/afasia
c. Epilepsi.
d. Hidrosepalus.
e. Subdural empyema

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien meliputi:
1. Ct scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan
perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan ct scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. Serial eeg
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar x
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. Baer
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. Pet
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. Css
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial.
10. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
11. Rontgen thoraks 2 arah (pa/ap dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Toraksentesis menyatakan darah/cairan
12. Analisa gas darah (agd/astrup)
Analisa gas darah (agd/ astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan agd ini adalah status oksigenasi dan status asam basa
(arif muttaqin ; 2008 : 284).

G. Penatalaksanaan
1. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana.
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah
yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang
pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang
terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan nac10,9%
atau dextrose in saline.
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
1) Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan pao2 darah sehingga mencegah
vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga
dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat
mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, pao2
dipertahankan > 100 mmhg dan paco2 diantara 2530 mmhg.

2) Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan manitol 1015% per infus untuk
“menarik” air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular
untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh
efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang
cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg bb
dalam 1030 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang
menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan
kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan
kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
3) Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak
beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung
menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada
kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi
bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral
yang pernah dicoba juga bervariasi : dexametason pernah dicoba
dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg.
Selain itu juga metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6
dd 15 mg dan triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
4) Barbiturat.
Digunakan untuk mem”bius” pasien sehingga metabolisme otak
dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen
juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif
lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi,
walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat
digunakan dengan pengawasan yang ketat.
Pala 24jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000
ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan
yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher)
yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial. Posisi
tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama,
ialah: kepala dan leher diangkat 30°. Sendi lutut diganjal,
membentuk sudut 150°. Telapak kaki diganjal, membentuk sudut
90° dengan tungkai bawah

b. Obat-obat neurotropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
1) Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin b6) yang
dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki
struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam
dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian
intravena karena sifat-nya asam sehingga mengiritasi vena.
2) Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip gaba – suatu neurotransmitter
penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena
3) Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin
sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter
di dalam otak. Diberikan dalam dosis 10q-500 mg/hari intravena.
3. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai di-perhatikan sejak
dini; tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka
robek di bagian tubuh lainnya. Anti-biotika diberikan bila terdapat luka
terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara
lain dapat me-nyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya
memerlukan perawatan local. Hemostatik tidak digunakan secara rutin;
pasien trauma kepala umumnya sehat dengan fungsi pembekuan normal.
Per- darahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan hemostatik.
Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma
tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah
fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam
waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4
jam. Setelah itu diberi- kan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena.
Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak
dianjurkan ka-rena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan
depresi pernapasan.
4. Terapi operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml).
b. Keadaan pasien memburuk.
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm.
d. Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depress. Dengan
kedalaman >1 cm.
e. Edh dan sdh ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah
dengan gcs 8 atau kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan tik > 25 mmhg

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan
untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka
operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di
sebabkan oleh lesi desak ruang. Indikasi untuk life saving adalah jika lesi
desak ruang bervolume adalah :

a. > 25 cc à desak ruang supra tentorial


b. > 10 cc à desak ruang infratentorial
c. > 5 cc à desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan

a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm
dengan penurunan klinis yang progresif.
c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama pasien, umur : kebanyakan terjadi pada usia muda, jenis
kelamin kebanyakan laki-laki, agama pendidikan pekerjaan status
perkawinan alamat suku bangsa.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengalami penurunan kesadaran baik
biasanya mengeluh sakit atau nyeri kepala, pusing, mual muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Kaji penyebab trauma : biasanya karena kecelakaan lalu lintas
atau sebab lain tanyakan kapan dimana apa penyebab serta
bagaimana proses terjadinya trauma
b) Apakah saat trauma pingsan, disertai muntah perdarahan atau
tidak.
c) Riwayat amnesia setelah cedera kepala menunjukkan derajat
kerusakan otak.

a. Prymary survey
1) Airway apakah ada sumbatan jalan nafas seperti darah secret lidah
dan benda sing lainnya, sura nafas normal/tidak, apakah ada
kesulitan bernafas
2) Breathing : pola nafas teratur, observasi keadaan umum dengan
metode : look : liat pergerakan dada pasien, teratur, cepat dalam
atau tidak. Listen : dengarkan aliran udara yang keluar dari hidung
pasien. Feel : rasakan aliran udara yang keluar dari hidung pasien
3) Sirkulasi : akral hangat atau dingin, sianosis atau tidak, nadi teraba
apakah ada.
b. Secondary
1) Disability apakah terjadi penurunan kesadaran, nilai GCS, pupil
isokor, nilai kekuatan otot, kemampuan ROM.
2) Eksposure ada atau tidaknya trauma kepala ada atau tidaknya luka
lecet ditangan atau dikaki.
3) Fareinhead ada atau tidaknya trauma didaerah kepala, ada tau
tidaknya peningkatan suhu yang mendadak, demam
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah klien pernah mengalami cedera kepala atau penyakit
persyarafan maupun system lain yang dapat memperburuk keadaan
klien. Riwayat trauma yang lalu hipertensi, jantung dan sebagainya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada salah satu anggota keluarga yang mengalami penyakit
hipertensi jantung dan sebagainya. seperti dampak biaya perawatan
dan pengobatan yang besar.
e. Riwayat psikososial
Bagaimana mekanisme klien terhadap penyakit dan perubahan
perannya, pola persepsi dan konsep diri sebagai rasa tidak berdaya
tidak ada harapan, mudah marah dan tidak kooperatif, kondisi
ekonomi klien

B. Pemeriksaan Fisik Keperawatan


1. Keadaan umum
Tergantung berat ringannya cedera, keadaan umum biasanya emah
2. Kesadaran
Pada cedera ringan biasanya tidak sadar kurang dari 10 menit, kemudian
sadar. Compas mentis: pada cedera sedang bisa tidak sadar lebih dari 10
menit , perubahan kesadaran sampai koma. Pada cidera berat, tidak sadar
lebih dari 24 jam. Perubahan kesadaran sampai koma.
Tanda-tanda vital
Tekanan darah hipertensi bila ada peningkatan Tekanan Intra Cranial dan
bisa normal pada keadaan yang lebih ringan, nadi bisa terjadi bradicardi,
tachicardi.
3. Kepala
i. Kulit kepala
Pada trauma tumpul terdapat hematom, bengkak dan nyeri tekan. Pada
luka terbuka terdapat robekan dan perdarahan
ii. Wajah/muka
Pada cedera kepala sedang, cedera kepala berat yang terjadi contusion
cerebri, terjadi mati rasa pada wajah
iii. Mata
Terjadi penurunan fungsi penglihatan , reflek cahaya menurun,
keterbatasan lapang pandang. Dapat terjadi perubahan ukuran pupil,
bola mata tidak dapat mengikuti perintah.
iv. Telinga
Penurunan fungsi pendengaran pada trauma yang mengenai lobus
temporal yang menginterprestasikan pendengaran, drainase cairan
spinal pada fraktur dasar tengkorak, kemungkinan adanya perdarahan
dari tulang telinga.
v. Hidung
Pada cedera kepala yang mengalami lobus oksipital yang merupakan
tempat interprestassi penciuman dapat terjadi penurunan fungsi
penciuman. Bisa juga terdapat drainase caran serebro spinal pada
fraktur dasar tengkorak yang mengenai sinus paranasal

vi. Mulut
Gangguan menelan pada cedera kepala yang menekan reflek serta
gangguan pengecapan pada cedera kepala dan berat
4. Leher
Dapat terjadi gangguan pergerakan pada cedera kepala sedang dan berat
yang menekan pusat motorik, kemungkinan didapatkan kaku kuduk
5. Dada
a. Inspeksi : biasanya bentuk simetris, terjadi perubahan irama, frekuensi
dan kedalaman pernafasan terdapat retraksi dinding dada.
b. Palpasi : biasanya terjadi nyeri tekan apabila terjadi trauma
c. Perkusi : bunyi resonan pada seluruh lapang paru, terkecuali daerah
jantung dan hepar bunyi redup
d. Auskultasi : biasanya bunyi nafas normal (vesikuler), bisa ronchi
apabila terdapat gangguan, bunyi S1 dan S2 bisa teratur bisa tidak,
perubhan frekuensi dan irama
6. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk simetris tidak terdapat bekas opersi
b. Auskultasi : bissing usus bisanya normal, bisa meningkat dan bisa
menurun
c. Palpasi : biasanya terdapat nyeri tekan, ditemukan adanya jejas dan
luka tumpul
d. Perkusi : bunyi timpani
7. Ektremitas
Ektremitas atas dan bahwa tidak ada atrofi dan hipertrofi. Tidak ada udem.
Reflex bicep (+), reflek triceps (+) patella (+) achiles (+) babinski (+) pada
ektremitas atas terdapat fleksi abnormal
8. Aktifitas
Gejala : merasa lemah lelah dan hilang keseimbangan.
Tanda : .Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese
quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap. Masalah dalam
keseimbangan cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot,
otot spastik.
9. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi).
Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia, disritmia).
10. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
11. Eliminasi
Gejala : Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
12. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil). Gangguan menelan (batuk, air liur
keluar disfagia)
13. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.
Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda ; Perubahan kesadaran sampai koma. Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon
terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan
pendengaran. Wajah tidak simetri. Genggaman lemah, tidak seimbang.
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparise,
quedreplegia. Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitif
terhadap sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh
14. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
15. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronki, mengi positif (kemungkinan
karena aspirasi)
16. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi.
Gangguan penglihatan
Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye”
tanda Batle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya
trauma).. Adanya aliran cairan (drainase) dari
telinga/hidung (CSS).
Gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis. Demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
17. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria, anomia.

C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada epidural hematoma adalah :
1. Perfusi jaringan tidak efektif ( spesifik serebral) b/d aliran arteri dan
atau vena terputus
2. Nyeri akut b/d agen injury fisik
3. Pola nafas tak efektif b/d hipoventilasi
4. Kerusakan integritas kulit b/d imobilitas yg lama
5. Gangguan pemenuhan ADL : makan/mandi, toileting b/d kelemahan
fisik dan nyeri
6. Resiko tinggi infeksi b/d trauma/laserasi kulit kepala

D. Rencana Asuhan Keperawatan


Tujuan dan kriteria
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
hasil
1 Perfusi jaringan tidak NOC: Monitor Tekanan Intra
efektif ( spesifik serebral) Karnial
1. Status sirkulasi
b/d aliran arteri dan atau 1. Catat perubahan respon
2. Perfusi jaringan
vena terputus, klien terhadap
serebral
stimulus/rangsangan
dengan batasan Setelah dilakukan
2. Monitor TIK klien dan
karakteristik : tindakan keperawatan
respon neurologis
selama…× 24 jam,
 Perubahan respon terhadap aktivitas
klien mampu
motoric 3. Monitor intake dan
mencapai
 Perubahan status output
1. Status sirkulasi
mental 4. Pasang restrain, jika perlu
dengan indikator
 Perubahan respon 5. Monitor suhu dan angka
pupil  Tekanan darah leukosit
 Amnesia retrograde sistolik dan 6. Kaji adanya kaku kuduk
(gangguan memori) distolik dalam 7. Kelolan pemberian
rentang yg antibiotic
diharapkan 8. Berikan posisi dengan
 Tidak ada kepala elevasi 30-400
ortostatik dengan leher dalam posisi
hipotensi netral
 Tidak ada tanda- 9. Meminimalkan stimulus
tanda PTIK dari lingkungan
2. Perfusi jaringan
serebral, dengan 10. Beri jarak antara tindakan
indikator keperawatan untuk
meminimalkan
 Klien mampu
peningkatan TIK
berkomunikasi
11. Kelola obat-obat untuk
dengan jelas dan
mempertahankan TIK
sesuai
dalam batas spesifik
kemampuan
Monitoring Neurologis
 Klien menunjukan
perhatian, 1. Monitor ukuran,
kosentrasi dan kesimetrisan, reaksi dan
orientasi bentuk pupil
 Klien mampu 2. Monitoring tingkat
memproses kesadaran klien
informasi 3. Monitoring tanda-tanda
 Klien mampu vital
membuat 4. Monitoring keluhan nyeri
keputusan dengan kepala, mual, dan muntah
benar 5. Monitoring respon klien
 Tingkat kesadaran terhadap pengobatan
klien membaik 6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik
klien
Terapi Oksigen

1. Bersihkan jalan nafas dari


secret
2. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan
humidifiler
5. Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
8. Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b/d agen injury NOC Manajemen nyeri
fisik, Dengan batasan 1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri,
karakteristik: 2. Tingkat nyeri lokasi, karekteristik,
3. Tingkat onset/durasi, frekuensi,
 Laporan nyeri kepala
kenyamanan kualitas dan beratnya
secara verbal atau
Setelah dilakukan nyeri
non verbal
asuhan keperawatan 2. Observasi respon
 Respon autonomy
selama…× 24 jam, ketidaknyaman secara
(perubahan vital sign,
klien dapat: verbal dan non verbal
dilatasi pupil)
1. Mengontrol nyeri 3. Pastikan klien menerima
 Tingkahlaku
dengan indikator perawatan analgetik dng
ekspresif (gelisah,
tepat
menangis, merintih)  Mengenal faktor-
4. Gunakan strategi
 Fakta dari observasi faktor penyebab
komunikasi yang efektif
 Gangguan tidur (mata  Mengenal onset
sayu,menyeringai, nyeri u/ mengetahui respon
dll)  Tindakan penerimaan klien
pertolongan non terhadap nyeri
farmakologi 5. Evaluasi keefektifan
 Menggunakan penggunaan control nyeri
analgetik 6. Monitoring perubahan
 Melaporkan nyeri baik actual maupun
gejala-gejala nyeri potensial
kpd tim kes 7. Sediakan lingkungan
 Nyeri terkontrol yang nyaman
2. Menunjukan 8. Kurangi faktor-faktor
tingkat nyeri yang dapat menamba
Dengan indikator : ungkapan nyeri
9. Ajarkan penggunaan
 Melaporkan nyeri
teknik relaksasi sebelum
 Frekuensi nyeri
atau sesudah nyeri
 Lamanya episode
berlangsung
nyeri
10. Kolaborasi dengan tim
 Ekspresi nyeri;
kesehatan lain untuk
wajah
memilih tindakan selain
 Perubahan
obat untuk meringankan
respirasi rate
nyeri
 Perubahan
11. Tingkatkan istrahat yang
tekanan darah
adekuat untuk
meringankan nyeri

3 Pola nafas tak efektif b/d NOC Outcome NIC : manajemen jalan
hipoventilasi 1. Status respirasi : nafas
pertukaran gas 1. Monitor status respirasi
2. Status respirasi : dan oksigenasi
kepatenan jalan 2. Bersihkan jalan napas
nafas 3. Auskultasi suara
3. Status respirasi : pernapasan
ventilasi 4. Berikan oksigen sesuai
4. Control aspirasi program
Clien Outcome : NIC : suctioning air way
Jalan napas paten 1. Observasi secret yg
Secret dapat di keluar
keluarkan 2. Auskultasi sebelum
Suara nafas bersih dan sesudah melakukan
suction
3. Gunakan peralatan
steril pada saat
melakukan suction
4. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang tindakan suction
4 Kerusakan integritas kulit NOC Outcome : NIC : perawatan luka dan
b/d imobilitas yg lama pertahanan kulit
1. Integritas kulit
1. Observasi lokasi
Clien Outcome :
terjadinya kerusakan
 Integritas kulit integritas kulit
utuh 2. Kaji faktor resiko
kerusakan integritas kulit
3. Lakukan perawatan luka
4. Monitor status nutrisi
5. Atur posisi klien tiap 1
jam sekali
6. Pertahankan kebersihan
alat tenun

5 Gangguan pemenuhan NOC : NIC:membantu perawatan


ADL b/d kelemahan fisik diri klien mandi dan
1. Perawatan diri:
dan nyeri toileting
(mandi, makan,
Aktifitas :
toileting,
1. Tempatkan alat-alat
berpakaian)
mandi di tempat yang
setelah dilakukan
mudah dikenali dan
asuhan keperawatan
mudah dijangkau klien
selama…× 24 jam,
2. Libatkan klien dan
klien mengerti cara
damping
memenuhi ADL
3. Berikan bantuan selama
secara bertahap
klien masih mampu
sesuai kemampuan
mengerjakan sendiri
dengan kriteria:

 Mengerti secara
NIC: ADL berpakaian
sederhana cara
mandi, makan, Aktifitas:
toileting, dan
1. Informasikan pada
berpakaian serta
klien dalam memilih
mau mencoba
pakaian selama
secara aman tanpa
perawatan
cemas 2. Sediakan pakaian di
 Klien mau tempat yang mudah di
berpartipasi jangkau
dengan senang 3. Bantu berpakaian yg
hati tanpa keluhan sesuai
dlm memenuhi 4. Jaga privacy klien
ADL 5. Berikan pakaian
pribadi yg digemari dan
sesuai

NIC: ADL makan


1. Anjurkan duduk dan
2. berdoa bersama teman
3. Damping saat makan
4. Bantu jika klien belum
mampu dan beri contoh
5. Beri rasa nyaman saat
makan

6 Resiko tinggi infeksi b/d NOC Outcome : NIC : kontrol infeksi


trauma/laserasi kulit kepala 1. Pertahankan kebersihan
1. Status imunologi
lingkungan
2. Control infeksi
2. Batasi pengunjung
3. Control resiko
3. Anjurkan dan ajarkan
Clien Outcome :
pada keluarga untuk cuci
 Bebas dari tanda- tangan sebelum dan
tanda infeksi sesudah kontak dengan
 Angka leukosit klien
dalam batas 4. Gunakan teknik septik
normal
 Vital sign dalam dan aseptic dan
batas normal perawatan klien
5. Pertahankan intake
nutrisi yg adekuat
6. Kaji adanya tanda-
tanda infeksi
7. Monitor vital sign
8. Kelola terapi antibiotik

NIC : pencegahan infeksi


1. Monitor vital sign
2. Monitor tanda-tanda
infeksi
3. Monitor hasil
laboratorium
4. Manajemen lingkungan
5. Manajeman pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in
pupillary size in severe head injury: relation to lesion type and location.
Neurosurgery. May 1994.
Awaloei, A. C., Mallo, N. T. S., & Tomuka, D. (2016). Gambaran cedera kepala yang

menyebabkan kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr . R .

D . Kandou, 4, 2–6.

Martono, Sudiro, & Satino. (2016). DETEKSI DINI DERAJAT KESADARAN

MENGGUNAKAN PENGUKURAN NILAI KRITIS MEAN ARTERY

PRESSURE ( Detection of the Degree of Awareness Using the Measurement of

Critical Value Mean Artery Pressure on Nursing Care ) Martono *, Sudiro *,

Satino * * Keperawatan Polit, 11(73–78).

Ristanto, R. (2015). Deskripsi klien cedera kepala yang mengalami trauma mayor, 31,

48–54.

Ristanto, R., Indra, M. R., Poeranto, S., & Setyorini, I. (2016). AKURASI REVISED

TRAUMA SCORE SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITY PASIEN CEDERA

KEPALA, 76–90.

Anda mungkin juga menyukai