oleh
Alisa Miradia Puspitasari, S.Kep.
NIM 122311101074
(..................................................) (................................................)
NIP. NIM
Pembimbing Akademik ,
(...........................................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR
Oleh: Alisa Miradia Puspitasari, S.Kep
1. Kasus
Fraktur femur
2. Proses terjadinya masalah Anatomi tulang femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar didalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari
kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor.
Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut
kondilus lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella)yang disebut fosa kondilus.
Sistem muskular pada tulang femur, yaitu otot anterior, otot medial, dan otot
posterior, diantaranya :
1) Otot anterior femur
a) Quardriceps
femoris
b) Rektus femoris
c) Vastus lateralis
d) Vastus medialis
e) Vastus intermedius
f) Pectineus
g) Sartorius
h) Iliopsoas
2) Otot medial femur
a) Adduktor longus
b) Adduktor brevis
c) Adduktor magnus
d) Gracilis
e) Osturator eksternus
3) Otot posterior femur Gambar 2. Anatomi otot femur
a) Semimembranousus
b) Semitendinosus
c) Bisep femoris
Sistem persyarafan yang berada pada tulang femur (Moffat & Faiz, 2002), antara
lain:
1. Syaraf anterior femur, yaitu nervus femoralis adalah saraf yang mensuplai
otot fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai
bawah atau nervus yang menginnervasi muskulus anterior.
2. Syaraf medial femur, yaitu nervus obturatorius adalah saraf perifer utama
dari ekstremitas bawah yang berfungsi menginnervasi muskulus adduktor
3. Syaraf posterior femur, yaitu nervus iskiadikus adalah saraf yang terbesar
dalam tubuh manusia yang mempersarafi regio cruralis dan pedis serta otot-
otot bagian di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis,
serta seluruh persendian pada ekstremitas inferior.
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau
masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan
bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri.
Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Fraktur
femur terbagi menjadi :
1) Fraktur batang femur
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis
patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau kecelakaan.
2) Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras
seperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi
karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan
fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami
osteoporosis (Mansjoer, 2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1) Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan
melalui kepala femur (fraktur kapital).
2) Fraktur ekstrakapsular
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih
besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2008) terbagi menjadi:
1) Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur
ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
2) Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan
trauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokanter minor.
3) Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur
daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang
jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang
terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal
cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama
pada korteks bagian posteomedial.
4) Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan
biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian.
5) Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur
terjadi karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial
dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini.
Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
c. Epidemiologi
Fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada
fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih
dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami
oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan
pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur
batang femur, fraktur suprakondilar, fraktur interkondilar, fraktur kondilar femur
banyak terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh
dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh
waktu bermain dirumah atau disekolah.
d. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur
antara lain (Muttaqin, 2011):
1) Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2) Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.
e. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2001) terdiri atas:
1) Nyeri
Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot..
3) Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
dibawah tempat fraktur.
Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan panjang tungkai bawah
adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di masa kecil, di mana dua
kaki seseorang memiliki panjang yang tidak sama. Penyebab dari masalah
Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis, tumor, fraktur,
hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vaskular atau tumor
(seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di satu sisi melebihi
yang lain. Pengukuran Leg length discrepancy (LLD) terbagi menjadi, yaitu
true leg length discrepancy dan apparent leg length discrepancy.True leg
length discrepancy adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah
dengan mengukur dari spina iliaka anterior superior ke maleolus medial dan
apparent leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan panjang
tungkai bawah dengan mengukur dari xiphisternum atau umbilikus ke
maleolus medial.
Gambar 3. Cara mengukur Leg length discrepancy (LLD)
f. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor
penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis
merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan,
tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan
tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik dan patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP atau curah jantung menurun maka
terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edema lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan
lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan, akan
mengalami proses penyembuhan. Fraktur tulang dapat mengalami proses
penyembuhan dalam 5 tahap yaitu:
1. Fase hematoma
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong
dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga
dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu
daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi fraktur segera
setelah trauma.
Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi
aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang
hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel
– sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap
awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel
osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan
osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak
terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radioluscen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 – 8.
h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur
(Muttaqin, 2008), antara lain:
1) Fraktur leher femur
Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru,
pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien
fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran.
Apabila lokasi fraktur lebih ke proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis
avaskular lebih besar.
2) Fraktur diafisis femur
Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah
sebagai berikut:
a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat
tertutup.
b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan
kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai
kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke
aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau
pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya
distraksi di tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.
Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi pada klien
dengan fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:
a) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami union
dalam empat bulan.
b) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.
c) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen. Mal
union juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan
koreksi berupa osteotomi.
d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi
yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e) Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.
i. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi
mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).
j. Penatalaksanaan
1) Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada
tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada
pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi: a) Profilaksis
antibiotik
b) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit
mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi
dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga
perlu dibersihkan dan dieksisi.
c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
d) Hold Relax
Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot
kelompok antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut.
Kemudian dilakukan penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini
digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi ( Kisner,1996).
e) Latihan Jalan
Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat
kembali ke aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini
yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan
dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai
dari non weight bearing atau tidak menumpu berat badan sampai full
weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan yang
digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan
dengan titik tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four
point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri
walaupun masih menggunakan alat bantu.
3. Clinical Pathways
Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)
Fraktur femur
Pembedahan Ansietas
Kerusakan struktur tulang
Kemampuan
Hambatan
pergerakan otot sendi
menurun mobilitas fisik Trauma jaringan
Patah tulang merusak jaringan
post pembedahan
Perubahan
Terputusnya kontinuitas jar.
permeabilitas
kapiler Kerusakan integritas kulit
Pelepasan mediator
prostaglandin Resiko syok hipovolemik
Nyeri akut
4. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap
pasien dengan fraktur femur yaitu :
1) Identitas pasien
a) Nama : Nama pasien
b) Usia : usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami
osteoporotik, penderita muda ditemukan riwayat mengalami
kecelakaan, fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh
waktu bermain dirumah atau disekolah
c) Suku : Suku pasien
d) Pekerjaan : Pekerjaan pasien
e) Alamat : Alamat pasien
2) Riwayat keperawatan
a) Riwayat perjalanan penyakit
1. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
: nyeri pada paha
2. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa
jam/menit yang lalu
3. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
4. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
5. Kehilangan fungsi
6. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
1. Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
2. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal,
terutama pada wanita
3. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
3) Pemeriksaan fisik
Mengidentifikasi tipe fraktur
a) Inspeksi daerah mana yang terkena
1. Deformitas yang nampak jelas
2. Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
3. Laserasi
4. Perubahan warna kulit
5. Kehilangan fungsi daerah yang cidera
b) Palpasi
1. Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
2. Krepitasi
3. Nadi, dingin
4. Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Rontgen
1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara
langsung
2. Mengetahui tempat dan tipe fraktur
b) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodik
c) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
b. Diagnosa keperawatan
1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
pada fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan
sekitar/fraktur
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan
2) Intra operasi
Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat
pembedahan
3) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
c. Perencanaan keperawatan
1) Pre operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan spasme otot 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik
dan kerusakan 3. Tingkat kenyamanan Kriteria komprehensif termasuk lokasi, nyeri secara menyeluruh
sekunder pada Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan
fraktur 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi intervensi selanjutnya
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui perkembangan
menggunakan tehnik ketidaknyamanan respon
nonfarmakologi untuk mengurangi 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri
nyeri, mencari bantuan) 4. Ajarkan tentang teknik 3. Mengurangi peningkatan
2. Melaporkan bahwa nyeri non farmakologi nyeri
berkurang dengan menggunakan 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang
manajemen nyeri 6. Kolaborasikan dengan dokter jika dirasakan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, ada keluhan dan tindakan nyeri 5. Mengetahui
intensitas, frekuensi dan tanda tidak berhasil keefektifan intervensi
nyeri) 6. Pengobatan medis untuk
4. Menyatakan rasa nyaman setelah mengurangi nyeri
nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan
berhubungan 2. Tingkat mobilitas 3. 1. Ajarkan dan berikan dorongan pada 1. Pasien dapat termotivasi
dengan cedera Perawatan diri: ADL Kriteria klien untuk melakukan untuk melakukan program
jaringan Hasil : program latihan secara rutin latihan
sekitar/fraktur 1. Klien meningkat dalam aktivitas Latihan untuk ambulasi 2. Mencegah resiko cedera
fisik 1. Ajarkan teknik ambulasi & 3. Memudahkan pasien untuk
2. Mengerti tujuan dari peningkatan perpindahan yang aman kepada melakukan
mobilitas klien dan keluarga. mobilisasi
3. Memverbalisasikan perasaan dalam 2. Sediakan alat bantu untuk klien 4. Pasien terus termotivasi
meningkatkan kekuatan dan seperti kruk, kursi roda, dan untuk tetap melakukan
kemampuan berpindah walker ambulasi
4. Memperagakan penggunaan alat 3. Beri penguatan positif untuk 5. Klien dan keluarga
Bantu untuk mobilisasi (walker) berlatih mandiri dalam batasan memahami mobilisasi
yang aman. dengan benar
Latihan mobilisasi dengan kursi 6. Klien termotivasi untuk
roda memperkuat anggota
1. Ajarkan pada klien & keluarga tubuh
tentang cara pemakaian kursi roda 7. Klien tidak akan
& cara berpindah dari kursi roda mengalami kekakuan sendi
ke tempat tidur atau sebaliknya. dan keluarga dapat
2. Dorong klien melakukan latihan membantu klien untuk
untuk memperkuat anggota tubuh mobilisasi
3. Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi
roda
3. Resiko tinggi NOC : NIC :
infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi 1. Untuk mencegah infeksi
berhubungan 2. Kontrol resiko Kriteria 1. Bersihkan lingkungan setelah yang ditularkan oleh
dengan fraktur Hasil : dipakai pasien lain pasien lain
terbuka dan 1. Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Gunakan sabun antimikrobia untuk 2. Memotong rantai infeksi
kerusakan jaringan infeksi cuci tangan 3. Memotong rantai infeksi
lunak 3. Cuci tangan setiap sebelum dan 4. Tenaga kesehatan dapat
2. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan mencegah infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4. Gunakan baju, sarung tangan nosokomial
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat sebagai alat pelindung 5. Resiko infeksi tidak
5. Pertahankan lingkungan aseptik terjadi
selama pemasangan alat 6. Diet makanan tinggi
6. Tingktkan intake nutrisi protein untuk
7. Berikan terapi antibiotik bila perlu mempercepat
penyembuhan luka
7. Untuk mencegah
atau mengobati infeksi
4. Ansietas NOC NIC
berhubungan Kontrol ansietas Penurunan kecemasan 1. Kecemasan tidak
dengan prosedur Kriteria hasil: 1. Tenangkan klien meningkat
pengobatan atau 1. Monitor intensitas kecemasan 2. Berikan informasi tentang 2. Pasien dapat memahami
pembedahan 2. Menyikirkan tanda kecemasan diagnosa prognosis dan tindakan terkait keadaannya
3. Mencari informasi untuk 3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi 3. Mengetahui tingkat
menurunkan kecemasan fisik pada tingkat kecemasan kecemasan untuk
4. Merencanakan strategi koping 4. Gunakan pendekatan dan menentukan intervensi
5. Menggunakan teknik relaksasi sentuhan selanjutnya
untuk menurunkan kecemasan 5. Temani pasien untuk mendukung 4. Empati petugas kesehatan
6. Melaporkan penurunan durasi dan keamanan dan penurunan rasa dapat dirasakan pasien
episode cemas takut 5. Kecemasan tidak
7. Melaporkan tidak adanya 6. Sediakan aktifitas untuk meningkat
manifestasi fisik dan kecemasan menurunkan ketegangan 6. Pengalihan terhadap
8. Tidak adaa manifestasi perilaku 7. Intruksikan kemampuan klien kecemasan yang dirasakan
kecemasan untuk menggunakan teknik pasien
relaksasi 7. Mengurangi kecemasan
pasien
2) Intra operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Resiko syok NOC NIC
hipovolomik Deteksi resiko Manajemen syok :volume 1. Mengetahui perkembangan
berhubungan dengan Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan pasien
perdarahan akibat 1. Kenali tanda dan gejala yang perdarahan yang konsisten 2. Resiko syok hipovolemik
pembedahan mengindikasikan risiko 2. Cegah kehilangan darah (ex : tidak terjadi
2. Cari validasi dari risiko yg melakukan penekanan pada 3. Memenuhi kebutuhan
dirasakan tempat terjadi perdarahan) cairan pasien
3. Pertahankan info terbaru tentang 3. Berikan cairan IV 4. Mengetahui perubahan
riwayat keluarga 4. Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah komponen darah
4. Pertahankan info terbaru tentang kehilangan darah sesuai indikasi 5. Keseimbangan kebutuhan
riwayat pribadi 5. Berikan tambahan darah (ex : darah
5. Gunakan sumber informasi platelet, plasma) yang sesuai
tentang risiko potensial
3) Post operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri NOC NIC 1. Mengetahui karakteristik
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri nyeri secara menyeluruh
dengan proses 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara untuk menentukan
pembedahan 3. Tingkat kenyamanan Kriteria komprehensif termasuk lokasi, intervensi selanjutnya
Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Mengetahui
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi perkembangan respon
penyebab nyeri, mampu menggunakan 2. Observasi reaksi nonverbal dari nyeri
tehnik nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan 3. Mengurangi peningkatan
mengurangi nyeri, mencari bantuan) 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Ajarkan tentang teknik non 4. Meniminalkan nyeri yang
dengan menggunakan manajemen farmakologi dirasakan
nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 5. Mengetahui keefektifan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Kolaborasikan dengan dokter jika intervensi
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ada keluhan dan tindakan nyeri 6. Pengobatan medis untuk
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri tidak berhasil mengurangi nyeri
berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Kerusakan NOC : NIC 1. Tidak ada tekanan pada
integritas kulit Intergritas jaringan: kulit and membran Manajemen tekanan luka
berhubungan mukus 1. Anjurkan pasien untuk 2. Mencegah terbentuknya
dengan trauma Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang luka yang baru
jaringan post 1. Integritas kulit yang baik bisa longgar 3. Terhindar dari infeksi
pembedahan dipertahankan 2. Hindari kerutan pada tempat 4. Mencegah terjadinya
tidur
2. Melaporkan adanya gangguan sensasi 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap dekubitus
atau nyeri pada daerah kulit yang bersih dan kering 5. Mengetahui perkembangan
mengalami gangguan 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi mobilisasi pasien
3. Menunjukkan pemahaman dalam pasien) setiap dua jam sekali 6. Mengetahui nutrisi yang
proses perbaikan kulit dan mencegah 5. Monitor kulit akan adanya dikonsumsi pasien
terjadinya sedera berulang kemerahan 7. Pasien tetap terjaga
4. Mampumelindungi kulit dan 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi perawatan dirinya
mempertahankan kelembaban kulit pasien
dan perawatan alami 7. Monitor status nutrisi pasien
8. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
3. Resiko tinggi NOC : NIC : 1. Untuk mencegah infeksi
infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi yang ditularkan oleh
berhubungan 2. Kontrol resiko Kriteria 1. Bersihkan lingkungan setelah pasien lain
dengan luka Hasil : dipakai pasien lain 2. Memotong rantai infeksi
operasi 1. Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Gunakan sabun antimikrobia 3. Memotong rantai infeksi
infeksi untuk cuci tangan 4. Tenaga kesehatan dapat
2. Menunjukkan kemampuan untuk 3. Cuci tangan setiap sebelum dan mencegah infeksi
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan nosokomial
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4. Gunakan baju, sarung tangan 5. Resiko infeksi tidak
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat sebagai alat pelindung terjadi
5. Pertahankan lingkungan aseptik 6. Diet makanan tinggi
selama pemasangan alat protein untuk
6. Tingktkan intake nutrisi mempercepat
7. Berikan terapi antibiotik bila penyembuhan luka
perlu 7. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi
d. Discharge Planning
a) Persiapan Perawatan Rumah
Klien membutuhkan orang terdekat klien yang akan membantu perawatan
atau proses penyembuhan di rumah. Hal – hal yang perlu diperhatikan, yaitu
mencegah kemungkinan jatuh harus dihilangkan, ruangan harus bebas atau
minimal perabot untuk memudahkan pergerakan klien dengan
menggunakan kruk atau alat bantu lain.
b) Edukasi Klien dan Keluarga
Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah dalam keadaan
memakai pembalut / bandage, splint, gips atau fiksasi eksternal. Perawat
harus menyiapkan instruksi verbal / tertulis untuk klien dan keluarga tentang
mengkaji dan merawaqt luka untuk meningkatkan penyembuhan dan
pencegahan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Moffat, D & Faiz, O. 2002. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: PT. Glora Aksara
Pratama.