DI SUSUN OLEH :
DI SUSUN OLEH :
ii
NIM
: P11 044
Program Studi
: DIII Keperawatan
: PEMBERIAN
DIAFRAGMATIC
BREATHING
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapan dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta,
Yang Membuat Pernyataan
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM
: P.11 044
Program Studi
: DIII KEPERAWATAN
Judul
KEPERAWATAN
Ny.
DENGAN
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di :
Hari/Tanggal :
iv
HALAMAN PENGESAHAN
NIM
: P.11 044
TERHADAP
PENURUNAN
SESAK
NAFAS
PADA
ASUHAN
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan
: Surakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Amalia Agustin, Skep., Ns.
NIK.201289111
penguji I
Penguji II
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul PEMBERIAN DIAFRAGMATIC BREATHING
EXERCISE TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. D DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
DIRUANG ANGGREK 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1.
Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan sekaligus penguji I yang telah memberikan kesempatan untuk
dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3.
4.
5.
6.
7.
Kedua orang tuaku yang tercinta, yang selalu menjadi inspirasi, motivasi dan
memberikan semangat lahir maupun batin untuk menyelesaikan pendidikan.
8.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................
iv
KATA PENGANTAR..............................................................................
vii
DAFTAR TABEL.....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................
B. Tujuan Penulisan............................................................................. 5
C. Manfaat Penulisan........................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar PPOK......................................................................
B. Asuhan Keperawatan...................................................................... 24
C. Sesak Nafas....................................................................................
33
D. Pernapasan Diafragma.................................................................... 37
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
....................................................................
vii
43
B. Pengkajian.....................................................................................
43
C. Masalah keperawatan...................................................................
52
D. Perencanaan keperawatan.............................................................
54
E. Implementasi................................................................................
56
F. Evaluasi keperawatan....................................................................
60
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian.....................................................................................
64
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................
71
C. Intervensi Keperawatan................................................................
75
D. Implementasi Keperawatan...........................................................
80
86
92
B. Saran.......................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
.........................................................................
.........................................................................
.........................................................................
.........................................................................
ix
Halaman
14
22
34
41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 3.1 Genogram ....................................................................... 45
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit paru obstruksi kronik/Cronik Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utama. Bronkitis kronik,
emfisema paru, dan asma bronkial membentuk suatu kesatuan yang disebut
COPD. Penyakit diatas memiliki perbedaan yang mendasar yaitu: bronkitis
kronik di definisikan menurut gejala klinisnya, emfisema paru menurut
patologi anatominya, sedangkan asma menurut patologi klinisnya (Price dan
Wilson, 2006:783).
Menurut WHO (2007) dalam Suradi (2007:03) PPOK membunuh
seorang manusia setiap sepuluh detik. PPOK juga merupakan salah satu
penyebab kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati
tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernapasan. Laporan terbaru
sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia
meninggal akibat PPOK pada tahun 2005, diperkirakan pada tahun 2030,
PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia.
Dikatakan 80-90% kematian pada penderita PPOK berhubungan
dengan merokok. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan
dengan jumlah 404, sedang pasien dengan rawat jalan berjumlah 514 dan
yang paling banyak umur 65 keatas dengan jumlah 332.
Masalah yang sering muncul pada kasus PPOK antara lain batuk
produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan aktivitas. Ketidakmampuan
beraktivitas pada pasien PPOK terjadi bukan hanya akibat dari adanya
kelainan obstruksi saluran nafas pada parunya saja akan tetapi juga akibat
pengaruh beberapa faktor. Salah satunya sesak nafas yang dialami oleh pasien
PPOK akan membatasi penurunan aktivitas (Tarwoto dan Watonah, 2010
:39).
Sesak nafas atau Dispnea (breathlessness) adalah keluhan yang sering
memerlukan penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatannya dapat
berupa rasa tidak nyaman di dada yang serius (severe air hunger) sampai
yang fatal. Tanda dan gejala meliputi adanya gangguan fisiologis akut, seperti
serangan asma bronkial, emboli paru, pneumotoraks atau infark miokard.
Gejala yang menyertai yaitu nyeri dada yang di sertai dengan sesak, batuk
yang disertai sesak, demam yang menggigil mendukung adanya suatu infeksi,
dan hemoptisis mengisyaratkan ruptur kapiler/vaskuler. Gejala yang berasal
dari keadaan lingkungan adalah alergen seperti serbuk, debu, asap, bahan
kimia yang menimbulkan iritasi jalan nafas, dan obat-obat yang dimakan dan
yang diinjeksi dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan
rasa sesak. Rasa sesak itu sendiri dapat di kurangi salah satunya dengan
melakukan latihan pernapasan diafragma (Sudoyo, 2010:2189).
nafas, batuk, sesak nafas saat posisi terlentang, ekspirasi memanjang, tampak
menggunakan alat bantu pernafasan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menyusun
karya ilmiah yang berjudul pemberian diafragmatic breathing exercise
terhadap penurunan sesak nafas pada asuhan keperawatan Ny. D dengan
penyakit paru obstruksi kronik di ruang anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Melaporkan pemberian diafragmatic breathing exercise terhadap
penurunan sesak nafas pada asuhan keperawatan Ny. D dengan penyakit
paru obstruksi kronik di ruang anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
2.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami
penyakit paru obstruksi kronik dan sebagai pertimbangan perawat dalam
mendiagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang
tepat kepada klien.
2. Bagi instansi pendidikan
Memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik
keperawatan dan pemecahan masalah khususnya dalam bidang atau profesi
keperawatan.
3. Bagi pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dalam
penanganan nyeri penyakit paru obstruksi kronik.
4. Bagi Penulis
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
BAB II
LANDASAN TEORI
Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadi PPOK, dengan risiko
30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok,
dan merupakan penyebab dari 85-90 % kasus dan kurang lebih 1520% akan mengalami kematian. Kematian akibat PPOK terkait
dengan rokok yang dihisap, namun tidak semua PPOK adalah
perokok, 10 % orang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK
contohnya perokok pasif.
b.
Pekerjaan
Karena pekerjaan erat dengan unsur alergi dan hiperreaktivitas
brokus, dan umunya para pekerja di batu bara atau tambang emas,
10
Polusi udara
Di sebabkan asap dapur, asap pabrik yang makin memperburuk
PPOK. Terutama yang tinggal di kota yang resikonya lebih tinggi.
Usia
Semakin tua semakin beriko terkena PPOK, pada pasien diagnosa
PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan menderita gangguan
genetikberupa defisiensi 1 antitripsin. defisiensi 1 antitripsin
merupakan senyawa protein atau polipeptida yang dapat diperoleh
dari darah atau cairan bronkus. Defisiensi 1 antitripsin yang
ditemukan pada keluarga yang menderita emfisema yang munculnya
terlalu dini dan pada kelompok keluarga ini ditemukan defisiensi
Alfa 1 Antitripsin (AAT). Defisiensi AAT adalah suatu kelainan
yang diturunkan secara autosom resesif.
b.
Jenis kelamin
Laki-laki lebih beresiko dibandingkan dengan wanita, dikarenakan
laki-laki terkait dengan kebiasaan merokok. Dan menjadi perokok
aktif dan prevenlasi PPOK pada laki-laki 10-15% dan pada wanita 15% dengan sex ratio 3-10:1.
11
c.
d.
12
b.
2)
3)
c.
b.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi : Pernafasan Pursed Lips, takipnea,
dada emfisematous atau barrel chest, dengan tampilan fisik
pink puffer atau blue bloater, bunyi nafas vesikuler melemah,
eksirasi memanjang, ronki kering atau wheezing, bunyi
jantung jauh, menggunakan otot bantu nafas.
c.
13
Berdasarkan
tandanya,
penyakit
PPOKdapat
diklasifikasikan
14
I ringan
II sedang
III berat
IV
berat
sangat
5. Pemeriksaan Diagnostik
a.
15
b) PaO2< 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2> 9,3 kPa (70 mmHg) dan
pH < 7,30, memberi kesan episode yang mengancam jiwa
perlu dilakukan monitor ketat serta penangan intensif.
3) Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakan diagnosis
hipertrofi ventrikel kanan, aritmia dan iskemia.
4) Kultur dan sensitivitas kuman
Untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman
terhadap
antibiotik
yang dipakai,
pemeriksaan ini
juga
16
b) Eritrosit
Pemeriksaan eritrosit dilakukan untuk mengetahui adanya
kelainan sel darah merah yang berfungsi sebagai alat
transport utama yang membawa oksigen. Umur eritrosit
normal rata-rata 110-120 hari. Setiap hari terjadi kerusakan
sel eritrosit sebesar 1% dari seluruh jumlah eritrosit yang ada
dan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit oleh sumsum
tulang. Bila tingkat kerusakan sel eritrosit lebih cepat (umur
eritrosit lebih pendek) dari kapasitas sumsum tulang untuk
memproduksi sel eritrosit (disebut proses hemolisis), maka
akan menimbulkan kondisi anemia.
c) Hemoglobin
Hb merupakan protein di dalam sel darah merah yang
berfungsi mengikat oksigen. Hb tinggi ditemukan pada
kondisi PPOK, gagal Jantung kongestif, perokok, preeklamsia, sedangkan Hb rendah ditemukan pada kondisi
penyakit hati kronik, anemia, hipertyroid, kanker, lupus.
d) BBS atau LED
Merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah untuk
mengetahui tingkat peradangan dalam tubuh seseorang.
Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini
diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung
khusus LED dalam posisi tegak lurus selama satu jam. Sel
17
Bayangan lobus
2)
3)
6. Patofisologi
a.
Bronkitis Kronis
Secara normal sillia dan mukus di bronkus melindungi dari
inhalasi iritan, yaitu dengan menangkap dan mengeluarkan, iritasi
yang terjadi terus menerus seperti asap rokok atau polutan dapat
menyebabkan
respon
yang
menghambat
pembersihan
berlebihan.
mukosiliar
Asap
rokok
dapat
(mucociliaryclearance).
18
mempersempit
saluran
pernafasan.
Bronkitis
kronis
Emfisema
Emfisema melibatkan asinus yaitu bagian dari paru yang
bertanggung jawab untuk pertukaran gas, asinus terdiri dari:
bronkitis, duktus alveolus dan kantong alveolar. Emfisema yang
19
Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO2< 55 mmHg
dengan nilai saturasi O2 < 85 %. Pada awalnya pasien akan
20
Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2
(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue,
letargi, dizziness, dan takipnea.
c.
d.
Gagal Jantung
Terutama cor pulmona (gagal jantung kanan akibat penyakit paruparu) harus diobservasi, terutama pada pasien dipsnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
namun beberapa psaien enfisema berat juga mengalami masalah ini.
e.
Disritmia jantung
Disritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung
lain, dan efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan farmakologi
Menurut Francis (2008:77), penatalaksaan farmakologi:
21
1) Bronkodilator
Perburukan sesak nafas biasanya dapat ditangani dengan
penambahan bronkodilator kerja secara singkat biasa maupun
dengan meningkatkan frekuensi penggunaannya. Penggunaan
nebulezier untuk memberikan pengobatan inhalasi secara rutin
digunakn di rumah sakit, walaupun demikian jika pasien
mampun mempetahankan tehnik inhalasi yang baik dengan
menggunakan spacer bervolume besar, maka metode ini telah
terbukti sama efektifnya dengan terapi nebulisasi.
2) Antibiotik
Terapi antibiotik sering diresepkan pada eksaserbasi PPOK,
dengan pemilihan antibiotik bergantung kepada kebijakan lokal,
terapi secara umum berkisar pada penggunaan yang disukai
antara amoksisilin, klaritromisin, atau trimetopri, biasanya lama
terapi tujuh hari sudah mencukupi.
Menurut Murwani, (2012: 2) penalaksanaan farmakologi:
1) Indikasi oksigen
Pemberian oksigen dilakukan pada hipoksia akut atau menahun
yang tidak dapat diatasi dengan obat. Serangan jangka pendek
dengan ekserbasi akut, dan serangan akut pada asma
2) Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi
dengan gagal nafas akut, gagal nafas akut pada gagal nafas
kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan nafas
22
Karakteristik pasien
a. Eksaserbasi tanpa
komplikasi
b. < 4 kali eksaserbasi setahun
c. Tidak
ada
penyakit penyerta
d. FEV1 > 50%
S. pneumoniae, H. Influenzae, H.
Parainfluenzae, dan M. Catarrhalis.
umumnya tidak resisten
Makrolid
(azitromisin,
klaritromisin),
selalosporin generasi
2 atau 3, doksisiklin.
a. Eksaserbasi
kompleks
b. Umur > 65 th
c. > 4 kali eksaserbasi pertahun
d. FEV1 < 50% tapi
> 35 %
Eksaserbasi
kompleks
dengan
resiko P. Aeruginosa
Amoksisilin/
klavulanat,
Fluorokuinolon
(levofloksasin,
gatiflokasin,
moksifloksasin)
Seperti di
Aeruginosa
Fluorokuinolon
(levofloksasin,
gatiflokasin,
moksifloksasin),
Terapi I.V jika di
perlukan
:
sefalosporin generasi
3 atau 4
atas,
di
tambah
P.
23
24
B. Asuhan keperawan
Menurut Morton dkk (2002:737), asuhan keperawatan yaitu pada pengkajian
yaitu
1. Panjanan terhadap faktor risiko, seperti merokok, dan panjanan
okupasional atau lingkungan.
2. Riwayat penyakit dahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis atau polip
hidung, infeksi pernafasan pada masa kanak-kanak, dan penyakit
pernafasan lain-nya.
3. Riwayat keluarga PPOK atau Penyakit Pernafasan kronis lain.
4. Pola perkembangan gejala, PPOK biasanya terjadi pada orang dewasa dan
sebagian besar pasien menyadari terjadinya peningkatan sesak nafas,
25
26
g) Tingkat kegelisahan ?
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Smeltzer (2002:595), diagnosa keperawatan berdasarkan pada
semua data pengkajian, dignosa keperawatan utama pasien dapat
mencakup yang berikut ini:
a.
b.
Bersihan
jalan
nafas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
27
d.
e.
f.
g.
3. Intervensi keperawatan
a.
28
Rasional:
teknik
ini
memperbaiki
ventilasi
dengan
oksigen
akan
memperbaiki
hipoksemia.
nandi
membantu
untuk
mengevaluasi
keadekuatan oksigenasi.
b.
Bersihan
jalan
nafas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
29
kedalam paru-paru.
3) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok,
aerosol, suhu yang ekstrim dan asap.
Rasional: iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan
meningkatkan pembentukan lendir, yang kemudian membantu.
4) Berikan antibiotik sesuai yang diharapkan.
Rasional: antibiotik mungkin diresepkan untuk mencegah atau
mengatasi infeksi.
c.
30
menguatkan
dan
mengkondisikan
otot-otot
pernafasan.
d.
pasien
diagframatik
denga
untuk
mengkoordinasikan
efektivitas
(misalnya
pernafasan
berjalan
dan
membungkuk).
Rasional: akan memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan
untuk menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea
selama aktivitas.
2) Berikan pasien dorongan untuk memulai mandi sendiri,
berpakaian sendiri, berjalan, dan minum. Bahas tentang tindakan
penghematan energi.
31
lebih
banyak
namun
perlu
didorong
untuk
Intoleransi
aktifitas
berhubungan
dengan
akibat
keletihan,
kurang
32
33
2)
C. Sesak Nafas
1. Pengertian
Breathing exercise atau dispnea adalah keluhan yang sering
memerlukan penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatannya dapat
berupa rasa tidak nyaman di dada yang serius (severe air hunger) sampai
yang fatal (Sudoyo, 2010:2189).
Sesak nafas adalah suatu yang dirasakan oleh pasien secara
patofisiologis dapat terjadi karena menurunnya oksigenasi jaringan,
meningkatknya kebutuhan oksigen, meningkatnya kerja pernafasan,
adanya rangsang pada system syaraf pusat dan adanya penyakit
neuromuscular (Muttaqin, 2006:40).
2. Tanda dan Gejalanya
Menurut Sudoyo (2007: 2189), tanda dan gejala sesak nafas adalah:
a.
Keluhan awalnya
Adanyan gangguan fisiologis akut, seperti serangan asma bronkial,
emboli paru, pneumotoraks atau infarks miokard. Serangan
34
c.
35
3. Patofisologi
Dispnea atau sesak nafas bisa terjadi dari berbagai mekanisme
seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan
gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan
kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak nafas. Pada
orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu
penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran
pernafasan maka ruang mati akan meningkat (Prince dan wilson,
2006:736).
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan nafas maka
pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menyebabkan
dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami
penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan
terhadap compliance paru maka makin besar gradien tekanan transmural
yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan
paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa
bermacam salah satunya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan
ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama (Prince dan
wilson, 2006:736).
4. Pemeriksaan umum
Menurut Sudoyo (2007:2190), pemeriksaan umum pada sesak nafas
adalah:
36
a.
Tampilan umum
Pasien terlihat sesak nafas dan nafas pendek, dan terlihat gelisah.
b.
c.
d.
Palpasi
Fremitus taktil, dengan perintah untuk menyebutkan angka 77
berulang-ulang.
e.
Perkusi
Hipersonor pada hiperinflasi paru seperti saat serangan asma akut,
emfisema dan juga pada pneumotoraks, sedangkan redup pada
perkusi menunjukkan konsolidasi paru atau efusi pleura.
f.
Auskultasi
Ronkhi kasar dan nyaring terdengar adanya penyempitan saluran
nafas, sedangkan basah halusterdengar pada parenkim paru yang
berisi cairan.
Saluran nafas
Periksa orofaring untuk memastikan saluran tidak tersumbat karena
adanya edema atau benda asing.
37
b.
Oksigen
Oksigen harus diberikan kecuali apabila ada bukti bahwa CO2
memburuk karena tingginya oksigen yang di berikan.
c.
Ventilasi mekanik
Pasien yang diintubasi untuk sementara dapat diberi oksigen melalui
ambubag
sambil
mempersiapkan
suatu
ventilator
sebagai
kelanjutannya.
d.
Latihan diafragma
Untuk mengurangi rasa sesak nafas, dengan latihan yang
memusatkan pada pernafasan perut.
D. Pernafasan diafragma
1. Pengertian
Menurut Nursalam (2003) dalam jurnal Prihandiono (2010),
Breathing exercise diafragmatic atau latihan pernafasan diafragma
adalah suatu proses pernafasan secara konsentrasi merasakan udara
masuk melalui hidung kedalam tubuh kemudian keluarkan dari mulut
yang dilakukan dengan posisi nyaman dan berbaring dengan relaks dan
menutup mata, serta melonggarkan pakaian disekitar leher dan pinggang.
Pernafasan diafragma ini memerlukan konsentrasi dan kenyakinan yang
memusatkan perhatian hanya dengan pernafasan.
Menurut, Holloway, Ram, (2004) dalam jurnal Windarti, (2011)
Latihan pernafasan diafragma dimaksudkan untuk melatih cara bernafas
38
karena ketika terjadi sesak nafas pasien cenderung tegang yang membuat
pasien tidak dapat mengatur pernafasannya sehingga mengakibatkan
bertambah penyempitan pernafasan dibronkus.
Melenturkan dan
diberikan
perlakuan
diafragmatic
breathing
exercise
39
2.
40
3.
4.
5.
41
Setiap
saat
No
3
4
9
10
11
Merasa sesak
napas sebagai
akibat dari
penyakit asma?
Merasa terganggu
oleh atau harus
menghindari debu
di lingkungan?
Merasa frustrasi
akibat penyakit
asma?
Merasa terganggu
karena batuk?
Merasa takut
tidak memiliki
obat untuk
penyakit asma?
Merasa sesak
nafas atau dada
berat?
Merasa harus
menghindari asap
rokok di
lingkungan?
Memiliki
kesulitan untuk
tidur malam yang
baik sebagai
akibat penyakit
asma?
Merasa prihatin
karena menderita
asma?
Pengalaman
mengi di dada?
Merasa terganggu
harus
menghindari pergi
keluar karena
cuaca atau
pencemaran
udara?
Sebagia
n besar
waktu
Pada
waktu
yang
khusus
Bebera
pa
waktu
Sedikit
waktu
Hampir
tidak
terjadi
Tidak
pernah
42
Aktivitas
berat(seperti
terburu-buru,
berolahraga,
berlari dan
olahraga)
13
Kegiatan yang
biasa (seperti
berjalan,
pekerjaan rumah
tangga, berkebun,
belanja, naik
tangga)
14
Kegiatan sosial
(seperti berbicara,
bermain dengan
hewan
peliharaan/anakanak,
mengunjungi
teman/kerabat)
15
Kegiatan kerja
terkait (tugas yang
harus lakukan di
tempat kerja)
AQLQ
BAB III
LAPORAN KASUS
43
44
rumah sakit mengeluh sesak nafas yang memberat 4 bulan sesak terus
menerus meningkat jika beraktivitas. Awalnya pasien mengira sesak biasa
dan memeriksakan ke mantri tetapi setelah satu minggu pasien tidak
mengalami perubahan, oleh keluarganya pasien dibawa ke rumah sakit Dr.
Moewardi Surakarta untuk mendapatkan perawatan, sampai di IGD pasien
mendapatkan terapi oksigen 3 liter, dari pemeriksaan didapatkan keadaan
umum lemah, tekanan darah 160/120 mmHg, nadi 92 kali per menit, respirasi
29 kali per menit, suhu tubuh 36,7C. Di rumah sakit pasien juga
mendapatkan obat aminophilin 240mg dan ceftriason 2gr, dengan infus NaCl
0,9% 20 tpm. Dari IGD pasien dipindah ke ruang anggrek 1 untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan 6 tahun yang lalu
merasakan sesak nafas, dan berobat ke rumah sakit. Namun pasien belum
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, dan juga belum pernah operasi.
Pasien mengatakan bahwa tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun
obat-obatan tertentu, selain itu pasien mengatakan bahwa saat masih kecil
sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Pasien tidak merokok, tetapi
pasien merupakan perokok pasif.
Riwayat kesehatan keluarga, dikeluarga pasien tidak memiliki
penyakit keturunan seperti diabetes militus, hipertensi, jantung. Riwayat
kesehatan lingkungan pasien, lingkungan rumah pasien dekat dengan
lingkungan industri atau pabrik, sehingga terdapat banyak polusi udara di
lingkungan tempat tinggal pasien.
45
Ny. D
: perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Ikatan pernikahan
: Keturunan
: Tinggal serumah
Pola pengkajian primer, Airway mulut pasien simetris, tidak ada luka,
ada sumbatan sekret, sesak nafas, dahak sulit dikeluarkan, batuk tidak efektif.
Breathing, respirasi 29 kali per menit, sesak saat posisi terlentang, ekspirasi
memanjang, pola nafas takipnea, pada pemeriksaan Inspeksi, bentuk dada
simetris, retraksi dada dalam, tampak penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi fokal fremitus sama kanan dan kiri. Perkusi sonor, auskultasi
terdengar ronkhi di lobus 2 anterior sinestra. Circulation nadi 92 kali per
46
pengkajian
menurut
pola
Gordon,
pola
persepsi
dan
47
48
49
kali per menit, suhu 36,8oc. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih,
rambut hitam keputih-putihan. Pada pemeriksaan mata didapatkan data
palpebra tidak oedema, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, reflek cahaya
positif. Pada pemeriksaan hidung didapatkan data tidak ada polip, ada sedikit
sekret, terpasang nasal kanul O2 3 liter per menit, pada pemeriksaan mulut
didapatkan data mukosa bibir kering, tidak ada siaonis. Pada pemeriksaan
gigi didapatka bahwa tidak ada gigi. Pada pemeriksaan telinga didapatkan
hasil telinga simetris kanan kiri, bersih, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi
bentuk dada simetris kanan-kiri, tampak penggunaan otot bantu pernafasan,
respirasi 29 kali per menit dengan ekspirasi memanjang, pola nafas takipnea,
saat dilakukan palpasi vokal fremitus kanan kiri sama. Saat dilakukan perkusi
sonor, saat dilakukan auskultasi terdengar ronkhi di lobus 2 anterior sinestra.
Pada pemeriksaan jantung inspeksi didapatkan hasil ictus kordis tidak
tampak, saat dilakukan palpasi didapatkan hasil ictus cordis teraba antara
ictus cordis 4 dan 5, saat dilakukan perkusi didapatkan hasil pekak. Saat
auskultasi didapatkan hasil terdengar suara Bj 1 dan Bj 2. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan hasil inspeksi perut datar, tidak ada bekas luka, saat
auskultasi didapatkan hasil bising usus 16 kali/ menit, saat perkusi didapatkan
hasil suara redup di kuadran 1, dan tympani pada kuadran 2, 3, 4. Saat palpasi
didapatkan hasil tidak ada nyeri tekan.
50
51
52
penulis
merumuskan
prioritas
masalah
keperawatan
yaitu
53
54
55
pernafasan teratur dengan respirasi 18-24 kali per menit, dispnea tidak ada,
ortopnea tidak ada.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah
observasi vital sign, bunyi nafas dan letak sekret, ajarkan teknik latihan
pernafasan diafragma dengan rasional untuk mengurangi rasa sesak, beri
penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tehnik pernafasan diafragma
dengan rasional untuk menurunkan kecemasan, beri posisi semi fowler
dengan rasional untuk meningkatkan ekpansi paru dan mengurangi rasa
sesak, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian O2 dengan rasional untuk
memberikan kebutuhan oksigenasi pasien.
Rencana keperawatan untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam
kriteria hasil adanya peningkatan berat badan yang sesuai dengan tujuan (1
kg), nafsu makan meningkat, mukosa lembab, asupan nutrisi adekuat.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji
pola makan dengan rasional untuk mengetahui pola makan/kebiasaan makan
pasien, anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan rasional
memungkinkan pasien mengkonsumsi kalori dan karbohidrat dan protein
yang adekuat, beri penjelasan tentang pentingnya mengkonsumsi makanan
yang kaya akan karbonhidrat, vitamin, mineral, dan protein yang adekuat
dengan rasional nutrisi berperan sebagai sumber yang membangun jaringan
yang mengatur proses metabolisme tubuh, kolaborasi dengan tim ahli gizi/
56
nutrisi dalam pemberian diit TKTP dengan rasional menentukan metode diit
yang memenuhi asupan kalori dan nutrisi yang optimal.
Rencana
keperawatan
untuk
diagnosa
intoleransi
aktivitas
diagnosa
intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
57
aktivitas
pasien
dengan
respon
subyektifnya
pasien
mengatakan ADLnya dibantu oleh anaknya dan data obyektif pasien tampak
lemah di tempat tidur.
58
59
60
pasien mengatakan ADLnya masih di bantu oleh anaknya dan respon objektif
pasien tampak lemah di tempat tidur.
Pada tanggal 12 april 2014 pada jam 10.10 WIB menganjurkan pasien
untuk mengubah posisi secara berkala dengan respon subjektif pasien
mengatakan sesak posisi terlentang dan respon objektif pasien tampak miring
ke kanan. Pada pukul 11.30 WIB mengajarkan latihan pernafasan diafragma,
dengan respon subjektif Ny. D mengatakan bersedia dan respon objektif
tampak rileks, respirasi 25 kali per menit. Pada tanggal 12 April 2014 jam
12.00 WIB implementasi selanjutnya mengobservasi vital sign dan auskultasi
bunyi paru dengan respon subjektif Ny. D mengatakan bahwa sesak nafas
mulai berkurang dan respon objektif
sinestra, tekanan darah 120/80 mmHg, respirasi 26 kali per menit, suhu tubuh
36,1oc, denyut nadi 89 kali per menit. Pada jam 12.30 WIB menganjurkan
pasien untuk makan makanan dari rumah sakit yaitu diit tktp dengan respon
subjektif pasien mengatakan bersedia dan data objektif pasien tampak makan,
makan 1 porsi habis. Pada pukul 13.00 WIB memposisikan semi fowler
dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia dan respon objektif
pasien tampak rileks.
F. Evaluasi
Setelah
dilakukan
perencanaan
keperawatan
dan
tindakan
61
nafas dan batuk tidak efektif. Ojektif: teterdapat suara ronkhi di lobus 2
anterior sinestra, terpasang O2 3 liter/menit, respirasi 29 kali per menit, sekret
sudah keluar. Analisa: masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas belum teratasi. Planing: mengobservasi TTV, ajarkan teknik nafas,
ajarkan batuk efektif, dan memposisikan semi fowler.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi pada tanggal 11 April 2014 jam 14.45
WIB adalah subjektif: pasien mengatakan sesak nafas dan bertambah sesak
saat posisi terlentang. Ojektif: terdapat suara ronkhi di lobus 2 anterior
sinestra, terdapat penggunaan alat bantu pernafasan, ekspirasi memanjang,
respirasi 29 kali per menit. Analisa: masalah kerawatan ketidakefektifan pola
nafas belum teratasi. Planing: observasi vital sign, ajarkan latihan pernafasan
diafragma, mengauskultasi bunyi paru.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis pada jam
13.15 WIB adalah subjektif: pasien mengatakan tidak nafsu makan, cepat
merasa kenyang, dan hanya makan 3 sendok. Objektif: pasien tampak lemah,
konjungtiva anemis, mukosa bibir kering. Analisa:masalah keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.
Planing: memberi penjelasan pentingnya mengonsumsi karbohidrat (TKTP),
menganjurkan makan sedikit tapi sering, dan menimbang berat badan.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
62
pada jam 14.04 WIB adalah subjektif: pasien mengatakan badannya masih
lemah dan ADLnya di bantu anaknya. Objektif: pasien tampak lemas dan
berbaring ditempat tidur. Analisa: masalah keperawatan intolerandi aktivitas
belum teratasi. Planing: observasi vital sign, observasi kemampuan yang
dimiliki pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, anjurkan
keluarga untuk membantu dalam memenuhi ADL pasien.
Evaluasi hasil dari masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebih pada hari sabtu 12 April
2014 jam 13.48 WIB, subjektif: pasien mengatakan masih sesak nafas dan
batuk tidak efektif. Objektif: terdapat suara ronkhi di lobus 2 anterior sinestra,
sekret sudah keluar, respirasi 25 kali per menit. Analisa: masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi. Planing:
maka intervensi dilanjutkan dengan mengobsrvasi vital sign, mengajarkan
taik nafas dalam, mengajarkan batuk efektif, memberi posisi semi fowler.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi pada tanggal 12 April 2014 jam 14.15
WIB adalah subjektif: pasien mengatakan masih sesak nafas dan bertambah
sesak saat posisi terlentang. Ojektif: terdapar suara ronkhi di lobus 2 anterior
sinestra, respirasi 25 kali per menit, terdapat penggunaan alat bantu nafas, dan
ekspirasi memanjang. Analisa: masalah keperawatan ketidakefektifan pola
nafas belum teratasi. Planing: observasi vital sign, kaji bunyi paru, ajarkan
latihan pernafasan diafragma dan batuk efektif.
63
tiduran di
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan tentang Ny. D
dengan PPOK di ruang anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pembahasan
pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara
teori dengan kasus. Terkait dengan hal tesebut pada bab ini penulis akan
melakukan pembahasan tentang pemberian diafragmatic breathing exercise
terhadap penurunan sesak nafas pada Asuhan keperawatan Ny. D dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronik (PPOK) di Bangsal Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data relevan yang kontinue
tentang respon manusia, kekuatan dan masalah pasien (Dermawan, 2012:45).
Dalam pengkajian terhadap Ny. D penulis menggunakan metode wawancara,
obsevasi serta catatan rekam medis. Pengkajian didapatkan data yang
bernama Ny. D dengan diagnosa medis penyakit paru Obstruksi kronik
(PPOK). Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit di karakterisir
oleh adanya obstruksi saluran pernafasan yang tidak reversibel sepenuhnya,
sumbatan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel atau gas yang
64
65
berbahaya, dua gangguan yang terjadi pada PPOK yaitu bronkitis kronis dan
Emfisema paru (Ikawati, 2007:65).
Pengkajian Ny. D pada tanggal 11 April 2014 dengan keluhan utama
sesak nafas. Sesak nafas adalah suatu yang dirasakan oleh pasien secara
patofisiologis dapat terjadi karena menurunnya oksigenasi jaringan,
meningkatknya kebutuhan oksigen, meningkatnya kerja pernafasan, adanya
rangsang pada system syaraf pusat dan adanya penyakit neuromuscular
(Muttaqin, 2008:45). Sesak nafas pada pasien PPOK terjadi karena adanya
mekanisme kebutuhan ventilasi yang meningkat akibat peningkatan ruang
rugi fisiologi, hipoksia, hiperkapnia, onset awal asidosis laktat, penekanan
pergerakan saluran nafas, hiperinflasi, kelemahan otot nafas dan kelemahan
otot ekstremitas oleh karena efek sistemik, deconditioning dan nutrisi yang
buruk (Ardiyansyah, 2012:67).
Riwayat penyakit sekarang, Ny. D mengatakan sesak nafas yang
memberat 4 bulan, sesak terus menerus meningkat jika beraktivitas. Hal ini
sesuai dengan teori, dimana tanda dan gejala dari PPOK yaitu adanya sesak
nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif dan faktor resiko, namun
PPOK ringan biasanya tanpa keluhan dan gejala (Aziz dkk, 2006:05).
Riwayat dahulu pasien 6 tahun yang lalu pernah mengalami sesak nafas
seperti ini hanya berobat ke mantri dan belum pernah dirawat sebelumnya di
rumah sakit. Pasien Ny. D mengatakan merupakan perokok pasif. Penyebab
paling utama adanya perokok pasif adalah asap rokok, baik yang di hisap
maupun terhisap dari asap rokok orang lain, apabila ini terus menerus akan
66
67
30% normal, hemoglobin 10 g/dl turun, clinical sign didapatkan data mukosa
bibir kering, turgor kulit kering, konjungtiva anemis, dietary data pasien
mengatakan makan 3 kali sehari dengan diit TKTP, nasi, lauk dan buah, porsi
habis 3 atau 4 sendok makan karena rasanya cepat kenyang.
Pada pasien didapatkan data hemoglobin menurun atau dibawah
normal yaitu 10 g/dl normalnya 11,6-16,1 g/dl konjungtiva anemis, mukosa
bibir kering dan turgor kulit kering. Hemoglobin berfungsi sebagai
penyimpan dan pengangkut oksigen. Proses penghantaran oksigen ke organ
atau jaringan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor hemodinamik berupa
cardiac output serta distribusinya, kemampuan pengangkutan oksigen dalam
darah yaitu konsentrasi Hb dan oxygen extraction yaitu perbedaan saturasi
oksigen antara darah arteri dan vena, oleh karena itu kapasitas penghantar
oksigen akan menurun jika kadar Hb < 7 g/dl dan akan memperburuk kondisi
sesak napas pada pasien (Paniselvan, 2011:39).
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan dapat
beraktivitas secara normal dan mandiri, sedangkan selama sakit pasien
mengatakan dalam memenuhi aktivitasnya seperti makan/minum, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpindah, dan toileting dengan dibantu orang lain
(score penilaian 2), pada ambulasi atau ROM dengan mandiri (score penilain
0). Pada kasus PPOK, pasien sering mengalami penurunan toleransi terhadap
olah raga pada periode yang pasti dalamsehari, hal ini tampak saat ketika
bangun tidur, karena sekresi bronkial dan edema menumpuk dalam paru-paru
selama penderita berbaring. Pada PPOK periode peningkatan kesulitan
68
lainnya terjadi segera setelah makan, terutama saat makan dimalam hari.
Keletihan akibat aktivitas siang hari disertai dengan distensi abdomen yang
membatasi toleransi (Smeltzer, 2002:596). Hal ini sesuai dengan data pada
pasien Ny. D yang kebutuhan ADL nya perlu bantuan dan pasien mengeluh
sesak nafas.
Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien
lemah, dengan kesadaran composmentis (CM). Tanda-tanda vital tekanan
darah 160/1200 mmHg, Nadi 92 kali per menit, respirasi 29 kali menit, suhu
36,8o C, terlihat penggunaan otot bantu pernafasan. Data pasien menunjukkan
peningkatan respirasi yaitu 29 kali per menit, dimana nilai normal pernapasan
berkisar 16-24 kali per menit, terlihat otot bantu pernafasan, beberapa data
sesuai dengan teori PPOK, dimana dalam teori ditemukan adanya pernafasan
takipnea, dada emfisematous atau barrel chest, dengan tampilan fisik pink
puffer atau blue bloater, bunyi nafas vesikuler melemah, ekspirasi
memanjang, ronkhi kering atau wheezing, bunyi jantung jauh, menggunakan
otot bantu nafas (Aziz dkk, 2006 : 05).
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi
bentuk dada simetris, saat dilakukan palpasi vokal fremitus kanan kiri sama,
saat dilakukan perkusi sonor, saat dilakukan auskultasi terdengar suara ronkhi
di lobus 2 anterior sinestra. Hal ini dalam teori didapatkan hasil inspeksi pada
pasien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
penafasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternocleidomastoid)
(Muttaqin, 2006:158). Pada Ny. D bentuk dada simetris, dalam teori
69
70
3,7 5,4 mmol), klorida darah 97 mmol normal (98 106 mmol). Data
analisa gas darah pH 7,266 penurunan dengan rentang penurunan ( 7,3107,420), BE -2,4 mmol/l normal (-2+3 mmol/l), PCO2 40,6 mmHg normal
(27,0-100,0 mmHg), PO2 128,5 mmHg terjadi kenaikan dengan rentang
(70,0-100,0), hematokrit 45 % normal (37-50 %), HCO3 20,3 mmol/l
penurunan dengan rentang penurunan (21,0-28,0 mmol/l), total CO2 20,5
mmol/l normal (19,0-24,0), O2 saturasi 98,7 % (94,0-98,0 %). Berdasarkan
hasil pemeriksaan laboratorium, diketahui kadar hemoglobin Ny. D
mengalami penurunan. Dalam teori hemoglobin berfungsi sebagai penyimpan
dan pengangkut oksigen. Proses penghantaran oksigen ke organ atau jaringan
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor hemodinamik berupa cardiac output
serta distribusinya, kemampuan pengangkutan oksigen dalam darah yaitu
konsentrasi Hb dan oxygen extraction yaitu perbedaan saturasi oksigen antara
darah arteri dan vena, oleh karena itu kapasitas penghantar oksigen akan
menurun jika kadar Hb < 7 g/dl (Paniselvan, 2011:38).
Pasien pada tanggal 11 12 April 2014 mendapatkan terapi infus
NaCl 0,9% 12 tpm. Injeksi aminophilin 360 mg intravena. Aminophilin
merupakan golongan teofillin efilendiamin atau obat untuk saluran
pernafasan, terdiri dari furosemid 360 mg, yang diberikan pada pasien asma
bronkhial dan asma cardial dan kejang koroner pernafasan(ISO, 2011:492).
Obat oral N. Aseptil sistein 200mg golongan N. Acetyne 200 mg obat untuk
saluran pernafasan fungsinya untuk meredakan batuk dan menurukan demam
(ISO, 2011/2014). Ceftriaxone merupakan antimikroba golongan sefalosporin
71
yang terdiri dari seftriakson 1 gr, diberikan pada pasien dengan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri patogen pada saluran napas, sepsis, jaringan lunak,
intra abdominal, dan infeksi pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh
(ISO, 2011/2014 : 148). Aspilet 3 x 80 mg. Aspilet merupakan golongan
analgesik non narkotik yang terdiri dari asetosal 80 m, diberikan pada pasien
diberikan pada pasien dengan demam, sakit kepala, rasa nyeri pada otot dan
sendi, sakit gigi (ISO, 2011:04). Captopril 3 x 12,5 mg. Captopril merupakan
golongan antihipertensi yang terdiri dari kaptopril tab 12,5 mg. Captopril
diberikan pada pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang (ISO,
2011:316). Dexamethasone obat peroral 5 mg, golongan kartikus teroid
fungsinya anti alergi, anti inflamasi dengan gangguan dermatologik dan
pernafasan (ISO, 2011:289).
B. Diagnosa masalah
Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan data pengkajian
pasien Ny. D dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan berhubungan mukus dalam jumlah berlebihan,
ketidakefektifan
pola
nafas
berhubungan
dengan
hiperventilasi,
biologis,
dan
intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
72
menyebabkan
bronkus
terus
menerus
menghasilkan
sekret
73
peningkatan denyut nadi, nafas pendek, dada nyeri dan penurunan konsentrasi
CO2 ( Jamilah, 2013:141).
Pada Ny. D penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya data
subjektif pasien mengatakan sesak nafas dan bertambah sesak saat posisi
terlentang, data objektif, respirasi 29 kali per menit, tampak penggunaan otot
bantu pernafasanter, vokal fremitus kanan kiri sama, terdengar sonor, dari
hasil auskultasi terdengar suara ronkhi di lobus 2 anterior sinestra.
Berdasarkan (Jamilah, 2013:141), data pada Ny. D sesuai dengan batasan
karakteristik ketidakefektifan pola nafas perubahan kedalaman pernafasan,
dispnea, ortopnea, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas, penurunan
tekanan inspirasi, penurunan tekanan ekspirasi, takipnea. Maka dari data
diatas penulis mengambil diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi.
Diagnosa ketiga yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik (NANDA, 2013:309). Faktor biologis karena
pasien mengalami sesak nafas, batuk dan produksi sputum tak berarti, maka
semakin lama semakin berat dan kehabisan nafas sehingga tidak napsu makan
dan tubuhnya keliatan kurus tak berotot (Price dan Wilson, 2006:739).
Pada Ny. D penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya data
subjektif antropometri didapatkan data berat badan sebelum sakit 45 kg dan
selama sakit 41 kg, tinggi badan 150 cm, indeks masa tubuh didapatkan data
74
75
76
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispnea (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah), menunjukkan jalan
nafas yang paten, mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas (NANDA, 2013:297).
Berdasarkan NIC dan NOC intervensi yang dilakukan penulis dalam
mengatasi masalah Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan
adalah observasi tanda-tanda vital dan pola nafas dengan rasional untuk
mengetahui
melakukan nafas dalam dan batuk efektif dengan rasional untuk mengurangi
tingkat kecemasan dan menambah pengetahuan selain itu berguna bagi pasien
untuk mengatur pernapasan dan mengeluarkan dahak dengan batuk efektif
sehingga akan mengurangi sesak nafas (Smeltzer, 2002:607), intervensi
selanjutnya posisikan semi fowler dengan rasional pemberian posisi semi
fowler untuk membantu mengembangkan baru dan mengurangi tekanan dari
abdomen pada diafragma (Andriyani dkk, 2011). Intervensi selanjutnya
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dengan rasional untuk
memberikan
(Smeltzer, 2002).
77
atau
rencana
keperawatan
untuk
diagnosa
78
napas,
dimana
pemberian
latihan
dilakukan
dengan
cara
79
peningkatan berat badan pasien (BB) mencapai 2-3 kg, nafsu makan
meningkat, mukosa lembab, asupan nutrisi adekuat Hal ini sesuai dengan
teori
dimana
kriteria
hasil
yang
ingin
dicapai
pada
diagnosa
80
81
batuk efektif berguna untuk mengurangi sesak nafas dan mengencerkan dahak
serta mengeluarkan sekret yang ada di jalan nafas, sedangkan auskultasi
dilakukan untuk mengetahui
tambahan.
2002:607).
Pada
jam
11.30
wib
di
lakukan
tindakan
82
83
84
pasien
tidak
dapat
mengatur
pernafasannya
sehingga
85
yang sama pada jam 11.30 penulis kembali mengajarkan latihan pernafasan
diafragma dengan respon subjektif pasien mengatakan sesak nafas mulai
berkurang, respon pasien tampak rileks, respirasi 25 kali per menit dan
setelah di lakukan latihan pernafasan, respirasi pasien mengalami penurunan
dari 26 ke 25 kali per menit.
Implementasi selanjutnya pada jam 13.00 wib memberikan posisi
semi fowler dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia di posisikan
semi fowler data objektif pasien tampak rileks. Dalam teori membantu
mengembangkan baru dan mengurangi tekanan dari abdumen pada diafragma
(Andriyani, 2011:05).
Tindakan yang dilakukan pada Ny. D penulis lakukan sesuai dengan
intervensi pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan faktor biologis. Tindakan dilakukan dalam 2 hari
pengelolaan, implementasi tersebut antara lain mengobservasi polamakan,
menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering, menganjurkan pasien
makanan apa yang boleh di makan sesuai dengan diit TKTP, menganjurkan
pasien untuk sedikit makan tapi sering, berikan vitamin sesuai indikasi,
anjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah yang disukai oleh
pasien jika tidak ada kontra indikasi. Dalam teori mengatasi masalah nutrisi
dilakukan agar pasien mengkonsumsi kalori dan karbohidrat dan protein yang
adekuat dan mengetahui kebiasan pasien makan dan jenis makan (wilkinson,
2006:321). Nutrisi berperan sebagai sumber membangun jaringan untuk
mengatur proses metabolisme tubuh (Wilkinson, 2006:322)
86
87
di
88
lakukan baru sekali dan pasien belum mengerti bagaimana melakukan latihan
pernafasan diafragma.
Evaluasi pada tanggal 12 april 2014 pada jam 14.15 wib untuk
diagnosa ketidakefektifan pola nafas belun teratasi karena pasien belum
mengerti tentang latihan pernafasan diafragma di dukung pasien mengatakan
sesak nafas dan bertambah sesak saat posisi terlentang dengan objektif
terdapat bunyi ronkhi di lobus 2 anterior sinestra, respirasi 25 kali per menit,
terdapat penggunaan alat bantu pernafasan, ekspirasi memanjang. untuk
menindak lanjuti hal tersebut telah diambil keputusan untuk melanjutkan
intervensi dengan pendelegasian kepada perawat ruangan yaitu observasi vital
sign, kaji bunyi paru, ajarkan latihan pernafasan diafragma. Tindakan
keperawatan yang telah dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi
masalah ketidakefektifan pola nafas Ny. D, hal ini disebabkan karena
keterbatasan penulis dimana pemberian terapi hanya berlangsung selama 2
hari dan pasien belum terlalu mengerti tentang pernafasan diafragma, namun
penurunan respirasi belum sesuai dengan jurnal, dimana dalam jurnal
pemberian latihan diafragma akan menurunkan periode sesak napas dan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan pengukuran selama 1 bulan.
Evaluasi
pada
tanggal
11
april
2014
untuk
diagnosa
89
90
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
92
93
3. Intervensi
Intervensi untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ny. D,
observasi vital sign dan pola nafas, ajarkan nafas dalam dan batuk efektif,
beri penjelasan pada pasien tentang manfaat melakukan nafas dalam dan
batuk efektif, beri posisi semi fowler, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian O2. Intervensi untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas
pada Ny. D yaitu observasi pola nafas, irama, dan usaha, ajarkan latihan
pernafasan diafragma, beri penjelasan kepada pasien tentnang manfaat
melakukan latihan pernafasan diafragma, beri posisi semi fowler.
Intervensi untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada Ny. D yaitu kaji pola makan, anjurkan pasien
untuk sedikit makan tapi sering, beri penjelasan kepada pasien tentang
pentingnya mengkonsumsi makananyang kaya protein, minera, vitamin,
karbonhidrat yang adekuat, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
diit TKTP.
4. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. D penulis lakukan sesuai
dengan di intervensi yang telah disusun sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan selama dua hari sudah dilakukan secara
komprehensif dengan acuan Rencana Asuhan Keperawatan, serta telah
berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya didapatkan hasil evaluasi
keadaan pasien dengan kriteria hasil belum tercapai, diagnosa
94
95
peningkatan
kualitas
hidup
penderita
asma
mampu
B. SARAN
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai
berikut :
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih optimal dan
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan
institusi
pendidikan
memberikan
kemudahan
dalam
96
97
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, dkk .2011. Keefektifian Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan
Sesak Nafas Pasien Asma Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Dr.
Moewardi
Surakarta.Jurnal.http://www.jurnal.stikesaisyiyah.ac.id/index.php/gaster/articl
e/view/29/26.Diakses tanggal 8 April 2014.
Ardiyansyah, Muhamad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Cetakan Pertama.
DIVA Press (Anggota IKAPI). Jogjakarta
Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik : Perhimpunan Dokter Spesialis Dalam
Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Branshers,
Klinis
Patofisiologi
Pemeriksaan
dan
Danusantoso, Halim. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Edisi 2. EGC: Jakarta
Dermawan, Deden .2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja.
Gosyen Publising. Yogyakata.
Francis, caia. 2008. Perawatan respiratori. Erlangga: Jakarta.
Holland, dkk. 2012. Breathing exercises for chronic obstructive pulmonary disease
(Review).
Jurnal.
onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.../pd..Diakses pada tanggal 27
maret 2014
Ikawati, zullies. 2007. Farnakologi Penyakit Sistem Pernafasan. Pustaka Adipura.
Yogyakarta
ISO. 2010. Iso_Informasi Spesialis Obat Indonesia, Penerbit ikatan Apoteker Indonesia :
Jakarta.
Jamilah, andi siti. 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia, Binarupa Aksara
Publisher :Jakarta
Kendall. 2013. Sinopsis Organ System Pulmonologi, Karisma Pubishing Group : Jakarta
Morton, dkk. 2011. Critical CarevNursing: A Holistic Approach Keperawatan Kritis.
Volume 1. EGC: Jakarta.
Murwani, Arita. 2012. Perawatan Pasien Penyakit dalam, Gosyen Publishing:
Yogyakarta
Muttaqin, arif. 2006. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pernafasan,
SalembaMedika : Jakarta.
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-NOC. Media
Hardi : Yogyakarta.
98