Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat. Kemajuan teknologi
dan ilmu dibidang kesehatan membawa manfaat yang besar bagi manusia, termasuk pada
penatalaksanaan sectio caesarea.Sectio caesarea merupakan salah satu cara yang digunakan
dibidang kesehatan untuk membantu persalinan ketika ada masalah tak terduga terjadi selama
persalinan, seperti faktor dari ibu yaitu panggul yang sempit, faktor dari janin yang letaknya
lintang, tidak cukup ruang bagi janin untuk melalui vagina, dan kelainan pada janin seperti berat
badan janin melebihi 4000 gram (National Institute of Health, 2012). Sectio caesarea adalah
operasi bedah dimana dokter kandungan membuat sebuah lubang di perut dan rahim ibu
kemudian mengeluarkan janin dari lubang tersebut (National Institute for Clinical Excellence,
2004).
Ny. FP menjalani operasi section caesarea pada tanggal 31 Oktober 2019 Pkl.11.32
WITA, dan masuk di ruangan rawat inap D-Bawah pada tanggal 31 Oktober 2019 Pkl. 16.58
WITA. Sesuai dengan data yang didapatkan saat pengkajian dilakukan, diagnosa keperawatan
yang pertama yaitu, nyeri akut. Respon nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan efek
samping yang timbul setelah menjalani suatu operasi. Nyeri merupakan sensasi yang sangat tidak
menyenangkan dan bervariasi pada tiap individu (Berman, Snyder, Kozier, & Erb, 2003). Klien
mengeluh nyeri pada luka insisi bedah (post operasi SC), terasa seperti disayat-sayat pada perut
bagian bawah dengan skala nyeri 6, perawat memberikan intervensi keperawatan terapeutik yang
diberikan berupa mengontrol lingkungan yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan
mengajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Intervensi diberikan
setiap hari 8 jam selama 3 hari. Tujuan dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan relaksasi
menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, secara kognitif, dan secara
behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan
non epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung (sampai mencapai 24 kali per
menit), penurunan tekanan darah, penurunan frekuensi nafas (sampai 4-6 kali per menit),
penurunan ketegangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur
pada extermitas (Rahmayati, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Syahriyani (2010), tentang
pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi
apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK II Pelamonia Makassar, menunjukkan bahwa
intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi mengalami
peningkatan penurunan nyeri dari nyeri ringan 20,00% ke 66,67%, nyeri sedang 53,33% ke
20,00%, dan nyeri berat 26,67% ke 13,33%. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil evaluasi
dari tindakan keperawatan yang telah diberikan, dimana pada hari kedua Tanggal 1 November
2019 Pkl. 15.00 WITA Ny.FP mengatakan bahwa nyeri telah berkurang ke skala 4, klien tidak
gelisah dan mulai rileks. Selanjutnya pada hari ketiga 2 November 2019 Pkl.15.00 WITA klien
mengatakan bahwa skala nyeri berkurang pada skala 2 atau dalam arti lain nyeri ringan. Lewat
hal ini diharapkan bahwa penggunaan teknik relaksasi napas dalam dapat digunakan sebagai
terapi komplementer untuk keluhan nyeri.
Pada ibu post partum dengan sectio caesarea didapatkan bahwa luka insisi
mengakibatkan ibu membatasi pergerakan karena nyeri yang dirasakan, pada kasus Ny. F. P
mengeluh lelah untuk beraktivitas sehingga diperlukan tindakan keperawatan untuk membantu
proses pemulihan klien khususnya pada luka post sectio caesarea. Pada hari pertama post sectio
tindakan keperawatan yang diberikan pada klien yaitu memfasilitasi klien untuk mulai
melakukan mobilisasi dini secara bertahap seperti posisi miring kanan dan miring kiri. Hari
kedua klien difasilitasi untuk mulai belajar duduk dan klien mampu melakukannya. Hari ketiga
klien dibantu untuk mulai belajar berjalan 1-2 langkah secara perlahan. Setelah tiga hari
dilakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi intoleransi aktivitas klien, didapatkan hasil
bahwa mobilisasi dini membantu toleransi aktivitas klien meningkat. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Purnawati tahun 2014 tentang efektifitas mobilisasi dini pada ibu
post partum terhadap percepatan proses penyembuhan luka post section fase inflamasi di RSUD
Sanggau, dari analisa data yang diperoleh dari 28 ibu post sc didapatkan bahwa yang melakukan
mobilisasi dini dengan kategori efektif sebesar 89,3% dan yang tidak melakukan mobilisasi dini
sebesar 10,7%. Ibu yang tidak melakukan mobilisasi dini dikarenakan ibu takut dan tidak
mampu melakukan mobilisasi dini karena nyeri yang dirasakan masih amat kuat. Dari penelitian
ini didapatkan juga ada factor lain yang bisa menyebabkan lambatnya proses penyembuhan luka
selain tidak melakukan mobilisasi yaitu factor nutrisi dimana kurangnya asupan protein yang
bias menyebabkan terhambatnya sintesis kolagen dan terjadi penurunan fungsi leukosit.
Kesimpulan penelitian ini didapatkan hasil p value: 0,001 yang berarti mobilisasi dini pada ibu
post partum efektif terhadap terhadap percepatan proses penyembuhan luka section caesarea.
Sesuai pengkajian yang di peroleh pada tanggal 31/10/2019 Ibu mengatakan ASI tidak
lancar. Saat di observasi terlihat pengeluaran ASI tidak lancar dan produksi ASI sedikit, sehingga
masalah yang diangkat yaitu menyusui tidak efektif. Berdasarkan catatan perkembangan klien
dpat dilihat bahwa tersebut berlangsung selama 48 jam setelah proses persalinan dimana
produkai ASI baru mulai lancar di hari ke 3 (2/11/2019). Sejalan dengan penelian Desmawati
(2013) yang menyatakan bahwa waktu pengeluaran ASI pada ibu post sectio caesarea lebih
lambat dibanding dengan ibu post partum normal. Terlambatnya pengeluaran ASI pada ibu post
sectio caesarea tersebut disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya : posisi menyusui, nyeri
setelah sectio caesarea, mobilisasi, rawat gabung ibu-anak dan intervensi rolling message. Posisi
menyusui berhubungan dengan waktu pengeluaran ASI pada ibu post partum sectio caesarea.
Posisi yang tepat untuk bayi dan kelekatannya pada payudara ibu sangat penting dalam
keberhasilan menyusui. Menyusui akan sukses bila posisi menyusui ibu benar. Empat posisi
menyusui yang umum digunakan yaitu posisi cradle hold, cross cradle hold, football hold, dan
lying down. Posisi lying down merupakan posisi menyusui terbaik untuk kenyamanan ibu di
hari-hari pertama melahirkan, bila ibu telah yakin bayinya mampu latch on dengan tepat (Bobak
dkk., 2005). Nyeri berat pada ibu post sectio caesarea merupakan faktor yang memperlambat
keluarnya ASI. Semakin tinggi nyeri yang dialami ibu post partum sectio caesarea, semakin
lambat pengeluaran ASI. Apabila bayi disusui, gerakan menghisap yang berirama akan
merangsang saraf yang terdapat di dalam glandula pituitiari posterior. Rangsang refleks ini akan
mengeluarkan oksi-tosin dari pitutiari posterior. Hal ini akan menyebabkan sel-sel mioepitel di
sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong air susu masuk ke dalam pembuluh darah.
Refleks ini dapat dihambat oleh adanya rasa sakit, misalnya nyeri jahitan luka operasi pada ibu
post sectio caesaria (Desmawati, 2010). Mobilisasi dapat mempercepat waktu pengeluaran ASI
pada ibu sectio caesarea. Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran ASI lebih cepat pada ibu
sectio cae-sarea yang melakukan mobilisasi aktif dibandingkan dengan ibu yang melakukan
mobilisasi pasif. Ambulasi pada hari pertama setelah pembedahan, pada sebagian besar kasus
dengan bantuan perawat, pasien dapat bangun dari tempat tidur sebentar-sebentar sekurang-
kurangnya 2 kali dan akan melancarkan aliran darah serta aliran let down refleks pada ibu
menyusui (Wenner et al., 2007). Produksi dan ejeksi ASI lebih cepat pada ibu yang kulit bayinya
sejak lahir dilekatkan kepada kulit ibunya. Hal ini digalakkan dengan penerapan praktik inisiasi
menyusui dini (IMD). Pada inisiasi menyusui dini terjadi skin to skin contact antara bayi dan ibu.
Semakin sering ibu melakukan kontak fisik langsung (skin to skin contact) dengan bayi akan
membantu menstimulasi hormon prolaktin dalam memproduksi ASI (Arifah, 2009) Rolling
massage yaitu pemijatan pada tulang belakang (costae 5 _ 6 sampai scapula dengan gerakan
memutar) yang dilakukan pada ibu-ibu setelah melahirkan akan membantu kerja hormon
oksitosin dalam pengeluaran ASI, mempercepat saraf parasimpatis menyampaikan sinyal ke otak
bagian belakang untuk merangsang kerja oksitosin dalam mengalirkan ASI keluar. Pemijatan
tersebut merangsang kerja saraf-saraf perifer yang ada di otot-otot sekitar tulang belakang
kemudian diterima hipotalamus dan diteruskan pada hipofise posterior sebagai tempat keluarnya
oksitosin dan bekerja untuk merangsang let-down reflex (Desmawati, 2010). Intervensi
keperawatan yang di berikan untuk menanggulangi masalah keperawatan menyusui tidak efektif
pada Ny. F P diantaranya Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui,
Identifikasi tujuan dan keinginan menyusui, Libatkan system pendukung: Suami, keluarga dan
tenaga kesehatan, Berikan konseling menyusui, Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi,
Ajarkan 4 posisi menyusui dan perekatan dengan benar, Ajarkan perawatan payudara post
partum. Setelah di implementasikan selama 3 hari , hasil evaluasi akhir (2/11/2019) didapatkan
klien mengatakan ASI keluar lebih banyak dibandingkan hari sebelum diberi intervensi. Klien
melakukan posisi side lying dan perawatan payudara secara mandiri, Bayi tidak mengalami
penurunan BB, Tetesan atau pancaran ASI lancar, suplai ASI adekuat.Sehingga dapat di
simpulkan bahwa setelah dilakukan intervensi selama 3 hari masalah teratasi.
Pada pasien post partum dengan section caesarea sering mengalami gangguan tidur.
Gangguan tidur ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh intensitas nyeri luka section. Dampak
nyeri yang perlu ditanyakan salah satunya yaitu gangguan pola tidur. Pada pasien post partum
dengan section caesarea, sering mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur ini dapat
dipengaruhi oleh intensitas nyeri luka sectio. Bagi pasien post partum dengan section caesarea
masalah kebutuhan tidur sangat penting, karena tidak hanya untuk pemulihan kondisi tubuh
pasien tetapi untuk memaksimalkan perawatan pasien dan dalam melakukan perawatan bayi di
rumah sakit. Pada kasus Ny. F. P mengatakan hanya tidur 3-4 jam per hari, sehingga diperlukan
adanya tindakan keperawatan agar keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur klien membaik. Pada
hari pertama tindakan keperawatan yang diberikan pada klien yaitu memodifikasi lingkungan
klien dengan cara batasi pengunjung, sampiran ditutup, atur suhu ruangan dan lampu di matikan
saat klien tidur, Hari kedua, memberikan posisi yang nyaman, klien mengatakan posisi yang
nyaman adalah posisi semi fowler. Hari ketiga, menanyakan posisi tidur yang nyaman bagi klien,
klien mengatakan posisi tidur yang nyaman adalah miring kanan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fitri tahun 2012 tentang Hubungan Intensitas Nyeri Luka Sectio
Caesarea dengan Kualitas Tidur pada Pasien Post Partum Hari Kedua diruang Rawat Inap RSUD
Sumedang, pada hasil analisis didapatkan bahwa nilai signifkansi (ρ-value) sebesar 0,037 yang
lebih kecil dari nilai α = 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua
variabel koefisien korelasi yang ditemukan sebesar 0,279 yang berarti hubungan antara kedua
variabel rendah tapi pasti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara
intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien post partum dengan sectio caesarea pada hari
ke-2.
Luka insisi pembedahan pada ibu post partum dengan sectio caesarea beresiko terjadinya
infeksi . Resiko infeksi adalah keadaan yang beresiko terhadap invasi organisme patogen.
Diagnosis resiko infeksi diangkat karena adanya luka insisi pembedahan sectio caesarea yang
rentan terhadap infeksi bakteri maupun virus dan dikhawatirkan apabila tidak mendapatkan
penanganan yang tepat akan terjadi infeksi. Banyak faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya
infeksi pada luka dengan pembedahan Sectio Caesarea, salah satunya adalah perawatan luka.
Perawatan luka yang tepat adalah salah satu faktor yang sangat mendukung dan berpengaruh
terhadap proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. Pada kasus klien Ny. F.P.,
telah dilakukan perawatan luka dengan menggunakan Nacl 0.9 %. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan untuk mengatasi resiko terjadinya infeksi, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
tanda-tanda infeksi pada luka, tidak ada kemerahan dan tidak ada pembengkakan. hal ini sejalan
dengan penelitian Rahman, Haryanto dan Ardiyani (2018), tentang hubungan antara pelaksanaan
prosedur pencegahan infeksi pada pasien post operasi dengan proses penyembuhan luka di
Rumah Sakit Islam Unisma Malang, menunjukkan bahwa ada hubungan antara prosedur
pencegahan infeksi dengan proses penyembuhan luka pada pasien post operasi di Rumah Sakit
Islam Unisma Malang dengan nilai p-value 0.000.
Sectio caesarae biasanya dilakukan karena beberapa indikasi diantaranya komplikasi
kehamilan (Preeklamsia), disproporsisefalo pelvic, partus lama,rupture uteri, cairan ketuban yang
tidak normal, kepala panggul (Padilla Pratiwi, 2008). Preeklamsia, yaitu kelainan multiorgan
spesifik pada kehamilan, nifas, yang ditandai dengan terjadinya hipertensi,edema dan
proteinuria. Preeklamsia merupakan penyebab langsung kematian ibu. Menurut WHO angka
kejadian preeklamsia berkisar antara 0,51-38%. Ny FP menjalni operasi sectio caesarae pada
tanggal 31 Oktober 2019 dengan preeklamsia berat, gawat janin. Setelah operasi pasien masuk
di rawat inap D bawah, setelah dilakukan pengkajian pasien di berikan diagnose resiko cedera,
dengan intervensi identifikasi riwayat kehamilan dan persalinan untuk mrngetahui meningkatnya
resiko cedera ibu, intervensi yang kedua memonitor tanda-tanda vital ibu untuk mengetahui
keadaan umum ibu setalah proses persalinan section caesarae, yang ketiga memonitor respon
fisologi ibu (Mis nyeri, perubahan uterus, kepatenan jalan nafas, dan luqia), untuk
mengidentifikasi perubahan fisiologis yang muncul setelah proses persalinan section caesarae,
yang ke 4 motivasi mobilisasi dina 6 jam, meransang sirkulasi untuk mempercepat proses
pemulihan motilitas usus post operasi serta mempercepat proses penyembuhan luka. Yang ke 5
diskusikan perasaan, pertanyaan, dan perhatian pasien terkait pembedahan, untuk mengetahui
respon psikologis klie setelah melewati proses persalinan sectio caesarea, yang ke 6
diinformasikan pada ibu dan keluarga tentang kondisi ibu dan bayi,untuk memberi pemahaman
bagi ibu maupun keluarga terkait kondisi ibu maupun bayi setelah proses section caesarea. Yang
ke 7 ajarakan latihan ekstermitas perubahan posisi batuk dan nafas dalam,untuk meransang
sirkulasi dan meningkatkan relaksasi sehingga meminimalisir post operasi. Yang ke 8 anjurkan
ibu mengosumsi nutrisi TKTP, untuk memberikan asupan optimal untuk proses pemulihan
energy dan perbaikan sel setelah prosedur sectio caesaerea. Intervensi dilakukan selama 4x8 jam
dengan tujuan kejadian cedera menurun, tekanan darah membaik, perdarahan menurun. Lewat
hal ini diharapkan adanya hubungan antara kerja sama antar tim kesehatan dengan klien/keluarga
dalam keberhasilan asuhan keperawatan sehingga masalah keperawtan pasien mengenai resiko
cedera dapat dilaksankan sesuai intervensi.

Anda mungkin juga menyukai